Makam Santowan Wirakusumah Dalem Pagaden di Kelurahan Sukamelang Kecamatan Subang Kabupaten Subang
Sampurasun.
Santowan Wirakusumah atau Raden Rangga Wirakusumah, adalah putra ke 4 dari Pangeran Santri atau Raden Sholih dan Ratu Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang, lokasi makamnya berada di Kelurahan Sukamelang, Kecamatan Subang Kabupaten Subang.Lokasi makam Santowan Wirakusumah atau Raden Rangga Wirakusumah ini berada di areal pesawahan yang luas, namun menempati lahan pemakaman yang khusus dan sekeliling pemakaman dibentengi dengan pagar tembok. Di komplek makam yang luas ini juga ada makam isterinya Santowan Wirakusumah dan keturunannya.
Sebagai Santowan atau kepala wilayah di tempat tersebut, tentu dahulunya adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk di wilayah Pagaden dan Subang ketika kerajaan Sumedanglarang masih berdiri pada jaman Prabu Geusan Ulun berkuasa antara 1578 – 1608. Wilayah Kerajaan Sumedang Larang Pada jaman Prabu Geusan Ulun ini adalah meliputi batas wilayah sebelah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah sebelah timurnya Sungai Cipamali, kecuali Cirebon dan Jayakarta, batas wilayah sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah wilayah selatannya Samudera Hindia, dikurangi batas wilayah Kesultanan Cirebon dan batas wilayah Kesultanan Banten.
Orang-orang sekitar Kelurahan Sukamelang Kabupaten Subang menyebut Santowan Wirakusumah dengan sebutan Buyut Cisaga, dan orang tua dulu menyebutnya Raden Wirakusumah. Banyak para pejabat antara tahun 80-90-an sering menjiarahi makamnya.
Pangeran Santri atau Raden Sholih atau Ki Gedeng Sumedang mempersunting Nyimas Satyasih atau Ratu Inten Dewata yang digelari Ratu Pucuk Umun Sumedang, mempunyai anak, yaitu : anak ke 1 Pangeran Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun, anak ke 2 Demang Rangga Hadji, anak ke 3 Demang Watang di Walakung Indramayu, anak ke 4 Santowan Wirakusumah di Pagaden, anak ke 5 Santowan Cikeruh di Cikeruh dan anak ke 6 Santowan Awi Luar atau Pangeran Bungsu.
Di zaman Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang dan Pangeran Santri memerintah Kerajaan Sumedanglarang di Ibukota Kutamaya antara 1530 – 1579, adik-adiknya Prabu Geusan Ulun ditugaskan menjadi santowan atau kepala pamerintahan setempat kerajaan Sumedanglarang. Jabatan Santowan dan Demang ini hampir setingkat dengan wedana pada jaman keadipatian di bawah pengaruh kesultanan Mataram pasca Prabu Geusan Ulun berkuasa.
- Ke arah Selatan Sumedanglarang menugaskan Santowan Cikeruh, meliputi wilayah Tanjungsari dan Cikeruh.
- Ke arah Utara Sumedanglarang menugaskan Demang Watang di Walakung Surian dan perbatasan Indramayu. Sedangkan Demang Rangga Haji ditugaskan ke wilayah Narimbang, Conggeang, Tanjungkerta, Buah Dua dan Tomo
- Ke arah Barat Sumedanglarang menugaskan Santowan Wirakusumah meliputi Pagaden dan Pamanukan.
- Ke arah Selatan Sumedanglarang yang tidak jauh dari Ibukota kerajaannya di Kutamaya menugaskan Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar, meliputi wilayah Cimalaka, Legok dan Paseh.
Selain menjadi Demang atau Santowan, putra-putranya Pangeran Santri diperintahkan untuk menyebarkan ajaran agama Islam untuk rakyat Sumedanglarang di tiap daerah kewilayahannya.
Santowan Wirakusumah berdasarkan data silsilah keturunan Pangeran Santri Sumedang adalah salah satu anak dari Pangeran Santri. Adapun silsilahnya saya uraikan sebagai berikut :
Pangeran Santri atau Ki Gedeng Sumedang atau Kusumahdinata 1, mempersunting Nyimas Satyasih atau Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun Sumedang, mempunyai anak ke 4 yaitu :
Generasi ke 2
Santowan Wirakusumah mempunyai anak, yaitu :
Generasi ke 3
Raden Anggawangsa, mempunyai 6 orang anak, yaitu :
1. Kiai Angga Poespa
Itulah sekilas Demang Pagaden atau Santowan Wirakusumah atau Raden Rangga Wirakusumah, yang makamnya berada di Kelurahan Sukamelang, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang.
Salam Santun
Dewi Setyasih dinobatkan menjadi Ratu Sumedang Larang, menggantikan ibunya, bergelar Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum). Pada awal kekuasaannya memindahkan keraton dari Ciguling ke Kutamaya, terletak di antara dua sungai Cipeles dan Cisugan. Dipersunting oleh ulama besar Cirebon Rd. Sholih (Pangeran Santri). Kemudian Islam berkembang di lingkungan keraton. Dalam perkembangannya Islam menjadi agama pilihan rakyat sehingga mendorong terhadap perkembangan kebudayaan dan peradaban.
Ratu Pucuk Umun adalah seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang yang merupakan seorang Sunda muslimah, dari pernikahannya Pangeran Santri (1505-1579 M) bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut dan dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.
Pangeran Santri putra Pangeran Pamelekaran atau cucu Syekh Maulana Abdurahman atau Pangeran Panjunan dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah.
Dari Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umun), dikaruniai putra enam orang anak, yaitu :
1. Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun), makamnya di Dayeuhluhur Kec. Ganeas Kabupaten Sumedang.
2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam, makamnya di Gunung Rangga Haji di Cibuluh-Kamurang Kecamatan Ujungjaya
3. Kiyai Demang Watang di Walakung, makamnya Di Dusun Walakung Desa Cikawung Kec. Terisi Kabupaten Indramayu.
4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang => Silisilah : https://id.rodovid.org/wk/Orang:860521
5. Santowaan Cikeruh, makamnya di belakang Jatos Kecamatan Cikeruh kabupaten Sumedang.
6. Santowaan Awiluar / Pangeran Bungsu, makamnya di Dusun Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Sumedang
Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.
Ratu Inten Dewata mengangkat Gajah Lindu menjadi Patih, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar diangkat menjadi panglima perang, Aji Mantri diangkat menjadi Jaksa Agung. Pangeran Santri menerjemahkan ayat-ayat Qur’an kedalam bahasa Sunda, selain itu menerjemahkan sastra-satra padalangan (Jawa-Cirebon) ke dalam bahasa Sunda, sebagai media syiar Islam.
"Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna."
Artinya: Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya.
Rampes..
Post a Comment