Sekilas Tentang Pangeran Bungsu (Santowan Awiluar)






Sampurasun
Assalam Muaikum
Kali ini saya akan membahas mengenai Santowan Awiluar atau Pangeran Bungsu

Makam Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar berlokasi di Dusun Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Sumedang, beliau putra paling Bungsu Pangeran Santri atau Raden Solih dan Ratu Setiasih atau Ratu Inten Dewata atau  Ratu Pucuk Umun, masa Pemerintahan Kerajaan Sumedanglarang antara 1530 – 1579 Masehi.

Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar, adalah seorang anak raja yang merakyat, banyak jasanya dalam berdakwah tapi tidak menonjolkan diri, bahkan makamnya pun berjauhan dengan makam-makam raja-raja leluhurnya, ini menunjukan kejuhudannya beliau.

Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar adalah  anak bungsu dari enam bersaudara, yaitu Prabu Geusan Ulun atau Pangeran Angkawijaya, Kiai Rangga Haji, Kiai Demang Watang Walakung, Santowan Wirakusumah, Santowan Cikeruh dan yang bungsu Santowan Awiluar.

Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Kunci Situs Santowan Awiluar, Suma Wirakrama. Menurutnya, tidak heran jika nama Santowan Awiluar kurang familiar di telinga warga Sumedang, sebab sejak zaman Sumedang mengalami masa jaya,  Pangeran Bungsu atau Santowam Awiluar) dikenal sebagai sosok yang tidak mau jeneng yaitu tidak menampakkan diri, tidak menonjolkan diri, ataupun menjadi terkenal.

“Beliau ikut mengantarkan Sumedang pada masa jayanya, ikut bertahan, berperang, memberikan sumbangsih pemikiran dalam pemerintahan, dan lainnya, tapi beliau tidak mau jeneng,” ujar juru kunci Wirakrama yang juga tergabung dalam Paguyuban Kuncen Pancar Buana Sumedang ini.

Selain itu, lanjut Pak Suma Wirakrama, sebagai generasi Islam pertama di Sumedang, Raden Santowan Awiluar memilih untuk menegakkan syiar Islam dan berdakwah ke daerah-daerah. Raden Santowan Awiluar lebih memilih berkelana untuk berdakwah daripada terjun dalam dunia politik kerajaan.

“Sampai akhirnya beliau wafat disini, di Dusun Awiluar, Desa Ciuyah, Kecamatan Cisarua. Itu pula mungkin yang menyebabkan nama beliau tidak begitu dikenal dibandingkan nama-nama besar seperti Prabu Geusan Ulun, Patih Jaya Perkosa, dan lainnya,”

Namun jika dikaji lebih luas Santowan Awiluar atau Pangeran Bungsu adalah seorang pemimpin di wilayah kerajaan Sumedanglarang dalam zona wilayah 2. Santowan hampir setingkat dengan jabatan kewadanaan di masa keadipatian Sumedang jaman Kesultanan Mataram, yang membawahi para cutak.

Zona wilayah kekuasaan eksternal dan internal pada zaman Kerajaan Sumedang  Prabu Geusan Ulun  terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu :
Zona wilayah ke 1, dengan wilayah Pusat Ibukota di Dayeuh luhur dengan penjagaan ketat para Senapati dan ponggawanya

Zona wilayah ke 2, dengan wilayah meliputi wilayah Sumedanglarang sendiri, dit wilayah ini ditempatkan adik-adik daripada Prabu Geusan Ulun,  seperti Kiyai Rangga Haji, Demang Watang di Walakung, Santowan Wirakusumah, di Pagaden, Santowan Cikeruh dan Santowan Awiluar.

Zona wilayah Ke 3, merupakan zona wilayah ekternal yang berada diluar wilayah Sumedanglarang pada waktu itu atau dengan kata lain daerah-daerah yang tadinya bekas bawahan Kerajaan pajajaran kecuali kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.





Di makam Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar tidak akan melihat makam isterinya, jadi siapakah  isterinya Pangeran Bungsu? Isterinya adalah Sari Atuhu oleh masyarakat Sumedang sering disebut Buyut Erés atau Buyut Mukasan. 

Jika anda ingin berziarah ke makam Buyut Erés akses jalannya terbilang cukup mudah, karena berada di pinggir jalan desa di Parugpug Desa Paseh Kecamatan Legok Sumedang.

Makam Sari Atuhu atau Buyut Erés kini sudah mendapat pemugaran menggunakan motif makam baru dan keramik, tadinya menggunakan batuan alam berjenis batuan andesit, namun justru itu membuat hilangnya keasrian dari makam tersebut. Menurut warga setempat, pemugaran berdasarkan permintaan penziarah.


Untuk lebih jelas, Silsilah Sari Atuhu atau Buyut Mukasan atau Buyut Eres adalah sebagai berkut :

Prabu Nusiya Mulya atau Prabu Raga Mulya Surya Kancana Raja Pakuan Pajajaran terakhir antara 1567 - 1579 Masehi dari Permaisuri ke 2  Harom Muthida atau Oo Imahu, mempunyai anak :
- Harim Hotimah, makamnya di Bogor.
- Sari Atuhu atau Buyut Eres, makamnya di Parugpug Legok Kecamatan Paseh. Sari Atuhu diperisteri oleh Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar putra Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang.
- Sastra Pura Kusumah atau Sutra Bandera, makamnya di Makam Sagaramanik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan.
- Istihilah Kusumah atau Sutra Umbar atau yang sering disebut mbah Ucing,  makamnya di Makam Tajur desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan.
-  Kokom Ruhada atau Buyut Roro atau Buyut Lidah, diperisteri oleh Pangeran Rangga Gede, makamnya di kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
-  Suntana atau Suniasih,  makamnya di Makam Tajur Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan


Ratu Patuakan (1237 – 1530 M)
Sintawati menggantikan ayahnya, dinobatkan menjadi Ratu Sumedang Larang bergelar Ratu Patuakan. Dalam fase ini, keberadaaan Sumedang Larang melorot tajam, mungkin karena derasnya pengaruh Demak yang  melahirkan  para wali (Walisanga).

Walangsungsang (putra Prabu Jaya Dewata / Prb. Siliwangi 1), menjadi ulama besar, mendirikan Kesultanan Cirebon. Hubungan Demak dengan Cirebon makin erat dikukuhkan melaui politik perkawinan putera-puteri dari kedua belah pihak. Pangeran Subang Lor (Yunus Abdu Kadir) dijodohkan dengan Ratu Ayu (Cirebon), terjadi tahun 1511 M, sebagai senapati Sarjawala, panglima angkatan laut Demak sementara menetap di Cirebon.

Bergabungnya Demak dengan Cirebon  membawa pengaruh besar dalam perubahan politik, sosial, dan budaya di nusantara. Demak membuka hubungan dengan Banten dkukuhkan melalui perkawinan putera-puteri dari kedua belah pihak dan berdirilah Kesultanan Banten.

Sumedang Larang dalam fase ini, secara politis dalam keadaan terjepit, sehingga semakin sulit mengembangkan perannya. Demak menuduh Sribaduga Maharaja Jaya Dewata (Prabu Siliwangi 1), melindungi bangsa Portugis yang bercokol di Nusa Kelapa. Tentara gabungan Demak-Cirebon merebut pelabuhan Sunda Kelapa.

Nyi Mas Ratu Patuakan yang ditikah oleh Raden Sonda Sanjaya atau Sunan Corendra mempunyai seorang putri bernama Dewi Setyasih alias Ratu Inten Dewata  (1530-1578), yang dengan gelar Ratu Pucuk Umun. 

Raden Sonda Sanjaya atau Sunan Corendra, adalah kakak daripada Raden Rangga Mantri alias Prabu Pucuk Umum Talaga yang mempersunting Ratu Sunia Larang atau Ratu Parung. 

Raden Sonda Sanjaya dan Raden Rangga Mantri adalah putra dari Prabu Munding Sari Ageung alias Prabu Munding Wangi alias Raden Jaka Puspa adalah putra dari Prabu Siliwangi atau Prabu Jaya Dewata Mp.  1482 – 1521 M  dan Ratu Radja Mantri putra Prabu Tirta Kusumah Sunan Tuakan dan Ratu Nurcahya Raja Sumedanglarang, ke 7 Mp. 1.237 - 1.462 M

Ratu Sunyalarang yang diperisteri oleh Raden Rangga Mantri alias Prabu Pucuk Umum Talaga, orang tua Prabu Haur Kuning dan Sunan Wanaperih.


Ratu Inten Dewata (Mp. 1530 – 1579 M)
Dewi Setyasih dinobatkan menjadi Ratu Sumedang Larang, menggantikan ibunya, bergelar Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum). Pada awal kekuasaannya  memindahkan keraton dari Ciguling ke Kutamaya, terletak di antara dua sungai Cipeles dan Cisugan. Dipersunting oleh ulama besar Cirebon Rd. Sholih (Pangeran Santri). Kemudian Islam berkembang di lingkungan keraton. Dalam perkembangannya Islam menjadi agama pilihan rakyat sehingga mendorong terhadap perkembangan  kebudayaan dan peradaban.

Ratu Pucuk Umun adalah seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang yang merupakan seorang Sunda muslimah, dari pernikahannya Pangeran Santri (1505-1579 M) bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut dan dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.

Pangeran Santri putra Pangeran Pamelekaran / Pangeran Muhamad atau cucu Syekh/Syarif Abdurahman (Pangeran Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah. 

Dari Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umun), dikaruniai putra enam orang anak, yaitu :
1. Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun), makamnya di Dayeuhluhur Kec. Ganeas Kabupaten Sumedang.
2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam,  makamnya di Gunung Rangga Haji di Cibuluh-Kamurang Kecamatan Ujungjaya
3. Kiyai Demang Watang di Walakung, makamnya Di Dusun Walakung Desa Cikawung Kec. Terisi Kabupaten Indramayu.
4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
5. Santowaan Cikeruh,  makamnya di belakang Jatos Kecamatan Cikeruh kabupaten Sumedang.
6. Santowaan Awiluar / Pangeran Bungsu, makamnya di Dusun Cisarua Kecamatan Cisarua  Kabupaten Sumedang

Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. 


Ratu Inten Dewata mengangkat Gajah Lindu menjadi Patih, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar diangkat menjadi panglima perang, Aji Mantri diangkat menjadi Jaksa Agung. Pangeran Santri  menerjemahkan ayat-ayat Qur’an kedalam bahasa Sunda, selain itu menerjemahkan sastra-satra padalangan (Jawa-Cirebon) ke dalam bahasa Sunda, sebagai media syiar Islam. 

Pada fase ini,  Pajajaran  runtuh pada tahun 1579 M, akibat diserbu tentara gabungan Banten Cirebon. Kandaga Lante Pajajaran Jayaperkasa, Dipati Wirajaya, Pancarbuana, dan Terongpeot, diperintah Prabu Surya Kancana agar menyerahkan mahkota Binokasih lambang kebesaran Pajajaran kepada Pengagung Sumedang larang. Pasukan berkuda melintasi daerah hutan Bogor, dihadang oleh pasukan Senapati Banten, terjadilah pertarungan seru. Pasukan Jaya Pekasa lolos dari kepungan, singgah di Galuh Limbangan  berunding dengan Prabu Wijaya Kusumah yang dipertuakan oleh pengagung Pajajaran.

Ke Empat Kandaga Lante Pajajaran mempertimbangkan rencana penyerahan Mahkota Binokasih, diserahkan kepada Sumedang Larang atau kepada Cirebon. Atas pertimbangan Prabu Wijaya Kusumah (Sunan Rumenggong), mahkota lambang kebesaran Pajajaran diserahkan kepada Sumedang Larang.

Sebelum menyerahkan Mahkota Pajajaran, Prabu Wijaya Kusumah (Sunan Rumenggong) berunding dulu dengan  Gajah Lindu, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar dan Aji Mantri yang sedang berada di Cisurat.  Kandaga  Lante Pajajaran memenuhi nasihat itu, berunding di Cisurat (Wado) untuk menentukan hari peneyerahan Mahkota tersebut. Setelah Kandaga Lante menyerahkan Mahkota Binokasih kepada Ratu Inten Dewata, kemudian diangkat menjadi Senapati  memperkuat angkatan perang Sumedang Larang.

Pangeran Santri (Raden Sholih) dan Istrinya Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.


Prabu Geusan Ulun (1579-1601 M)

Salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Pajajaran ialah masuknya agama Islam ke dalam wilayah kerajaan tersebut (Atja, dan Saleh Danasasmita 19981:18,19,38). Selanjutnya Prabu Geusan Ulun memproklamirkan Kerajaan Sumedang Larang sebagai negeri yang berdaulat  dan mengklaim bahwa daerah-daerah antara sungai Cipamali dan Cisadane beruda dalam wilayah kekuasaan Prabu Geusan Ulun kecuali Banten dan Cirebon. Pada tanggal 14 Safar Tahun Jim Akhir, bertepatan dengan tanggal 21 April 1579, dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Sumedang.

Ibu kota Sumedang Larang di Kutamaya yang terletak dipinggiran sebelah barat kota Sumedang. Luas wilayah meliputi daerah yang dibatasi oleh sungan Cipamali di sebelah timur dan sungai Cisadane sebelah barat kecuali Cirebon, Jayakarta, Bogor, dan Galuh (Widjayakusumah,1961:3). Prabu Geusan Ulun adalah putra sulung Raden Syarif Sholih yang bergelar Pangeran Santri dari permaisuri Ratu Setyasih atau Ratu Inten Dewata. Proses islamisasi yang berjalan terus-menerus ke arah pedalaman, menyebabkan  rakyat Sumedang larang banyak yang masuk Islam. 

Dalam fase ini, Prabu Geusan Ulun mengadakan konsolidasi ke daerah-daerah bekas Pajajaran, sehingga sebagaian daerah masuk ke wilayah Sumedang Larang meliputi wilayah Bandung terdiri dari daerah Timbanganten, Batulayang, Kahuripan, Tarogong, Curug Agung, Ukur, Marunjung, Ngabehi Astamanggala. 

Wilayah Parakanmuncang meliputi daerah Selacau, Ngabehi Cucuk, Manabaya, Kadungora, Galunggung, Sindangkasih (Majalengka), Cihaur, dan Taraju. 

Wilayah Sukapura meliputi daerah Karang, Parung, Panembong, Batuwangi, Saungwatang (Mangunredja), Ngabehi Indrawangsa, Suci, Cipanaha, Mandala, Nagara, Cidamar, Panakantiga, Muhara, Cibadak, dan Sukakerta.

Prabu Geusan Ulun juga melakukan invansi ke belahan Timur, namun tidak berhasil  menguasai seluruh bekas wilayah Pajajaran, karena sebagian daerah tersebut telah direbut oleh Mataram.



SILSILAH 

Silsilah Pangeran Santri (Raden Sholih) dari Dzuriat Ahlul Bait
1. Nabi Muhammad SAW 
2. Sayyidah Fatimah Az-Zahra 
3. Sayyid Husain Asy-Syahid 
4. Sayyid 'Ali Zainal 'Abidin 

5. Sayyid Muhammad al-Baqir 

6. Sayyid Ja'far ash-Shadiq 

7. Sayyid Ali Al-Uraidhi 

8. Sayyid Muhammad An-Naqib 

9. Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi 

10. Sayyid Ahmad al-Muhajir

11. Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah

12. Sayyid Alawi Awwal

13. Sayyid Muhammad Sohibus Saumi'ah (
lihat silsilah disini 
14. Sayyid Alawi Ats-Tsani 

15. Sayyid Ali Kholi' Qosa

16. Sayyid Muhammad Sohib Mirbath

17. Sayyid Alawi Ammil Al Faqih 

18. Sayyid Amir 'Abdul Malik Al-Muhajir Azmatkhan / Sayyid Abdul Malik 

19. Al Amir Abdullah Azmatkhan 

20. Syekh Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin  

21. Syekh Datuk Isa / Syekh Sayyid Maulana Isa bin Ahmad
22. Syekh Datul Ahmad 
23. Syekh Datul Kahfi / Syekh Nurjati / Maulana Idhofi Mahdi (Ki Samadullah)

24. Pangeran Panjunan Cirebon Sayyid Maulana Abdurrahman 

25. Pangeran Muhammad Palakaran (Pamelakaran) / Maulana Muhammad =

26. Pangeran Santri/Raden Sholih Ki Gedeng Sumedang / Pangeran Kusumahdinata 1 


Silsilah Pangeran Santri (Raden Sholih) dari Garis Keturunan Sunda Galuh
1. Prabu Lingga Buana / Prabu Ragamulya Luhurprabawa (Prabu Maharaja) menikah dengan Dewi Lara Lisning  berputra :
2. Prabu Niskala Wastukancana / Prabu Anggalarang (Prabu Wangsisutah) dari istrinya Lara Sarkati atau Nay Ratna Sarkati, berputra : 
3. Prabu Susuktunggal  / Sang Haliwungan dari istrinya (?), berputra
4. Raden Amuk Marugul dari istrinya (?), berputra : 
5. Raden Agung Japura dari istrinya (?),  berputra : 
6. Nyi Raden Matangsari menikah dengan Pangeran Panjunan Cirebon , berputra :
7. Pangeran Muhummad menikah dengan Nyi Armilah , berputra :
8. Pangeran Santri Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) / Ki Gedeng Sumedang 


Silsilah Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umun Sumedang)
Wretikandayun, masa pemerintahan 612 s/d 702 M, Raja Pertama Galuh, dari istrinya Dewi Manawati atau Manakasih atau Pwahaci Bungatak Mangale-ngale atau 
Prameswari Déwi Candrarasmi putrinya Resi Makandria, beputra :
1. Sang Jatmika, Rahyang Sempakwaja, Resiguru di Galunggung, lahir 542 C (639 M)
2. Sang Jantaka, Rahyang Kidul, Rahyang Wanayasa, Resiguru di Denuh (sekarang masuk wilayah Kampung Daracana, Desa Cikuya, kecamatan Culamega, Tasikmalaya Selatan), lahir 544 C (641 M).
3. Sang Jalantara, Rahyang Mandiminyak, putra mahkota Kerajaan Galuh, lahir 546 C (643 M).

Sang Jatmika, Rahyang Sempakwaja dari istrinya Wulan Sari, berputra :
1. Prabu Purbasora atau Rahyang Kuku Raja Galuh masa pamarentahan 716 M
2. Prabu Demunawan Raja Resi Saunggalah Kuningan
3. Sari Arum

Resi Jantaka, Rahyang Kidul, Rahyang Wanayasa, Resiguru di Denuh dari Istrinya Sawitri, berputra :
1. Arya Bimaraksa (Sanghynang Resi Agung)
2. Jagat Jaya Nata
3. Sari Legawa

Ratu Komara (Dewi Komalasari Bin Purbasora), dari suaminya Arya Bimaraksa Bin Jantaka berputra, :
1. Aji Putih
2. Darma Kusumah
3. Astajiwa
4. Usoro
5. Siti Putih
6. Sekar Kencana

Prabu Guru Aji Putih menikah dengan Dewi Nawang Wulan (Ratna Inten) masa pemerintahan 678 s/d 721 M, berputra :
1. Batara Kusuma atau Pangeran Cinde Kancana Wulung atau Batara Tuntang Buana atau Resi Cakrabuana dan lebih dikenal namanya Prabu Tajimalela.
2. Sakawayana atau Embah Jalul.
3. Haris Darma.
4. Jagat Buana atau Langlang Buana

Prabu Tajimalela atau Brata Kusuma atau Resi Cakrabuana, masa pemerintahan 721 s/d 778 M, dari istrinya Rangga Wulung putranya pasangan Sari Ningrum bin Jagatnata bin Jantaka dengan Adi Hata bin Tambak Wesi bin Demunawan, (Prabu Tajimalela menikah ke Ratu Rangga Wulung masih saudara misannya), berputra :
1. Jayabrata atau Pangeran Arya Surya Agung atau Peteng Aji, dikenal namanya Prabu Lembu Agung. gelar : 778 s/d 893 M, Raja Sumedang Larang Ke 2
2. Atmabrata atau Pangeran Kancana Agung, dikenal namanya Prabu Gajah Agung, masa pemerintahan 893 s/d 998 M, Raja Sumedang Larang Ke 3.
3. Marianajaya atau Pangeran Jaya Agung atau Batara Dikusuma atau yang dikenal namanya Sunan Ulun. di Galuh Pakuan Limbangan Garut.

Prabu Gajah Agung / Atmabrata / Pangeran Kancana Agung, masa pemerintahan 893 - 998 M, Raja Sumedang Larang Ke 3, berputra :

Prabu Wirajaya (Prabu Pagulingan), masa pemerintahan 998 s/d 1114 M, Raja Sumedang Larang Ke 4, dari istrinya Ratu Miramaya, berputra :

Prabu Mertalaya (Sunan Guling), masa pemerintahan 1114 s/d 1237 M, Raja Sumedang Larang Ke 5, dari istrinya Mutiasari putrinya Prabu Lingga Hiang, berputra :
1. Tirtakusuma (Sunan Tuakan)
2. Jayadinata
3. Kusuma Jayadiningrat

Prabu Tirtakusuma (Sunan Tuakan), masa pemerintahan (1237 – 1462 M), Raja Sumedang Larang Ke 6, dari istrinya Ratu Nurcahya, berputra : 
1. Ratu Ratnasih atau Ratu Rajamatri diperistri oleh Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata (1482 s/d 1521 M) Raja Pajajaran berputra Rd. Meumeut (Rd. Ceumeut), Rd. Meumeut berputra Sunan Pada, Sunan Pada berputra Nyi Mas Cukang Gedeng Waru istri  Pertama Prabu Geusan Ulun.
2. Nyai Mas Patuakan atau Ratu Sintawati, kelahiran : 1444, masa pemerintahan 1462 s/d 1530,  Raja Sumedang Larang Ke-7, Wafat 1530. M.
3. Sari Kencana yang dinikahi oleh Prabu Liman Sanjaya putranya Prabu Siliwangi / Sri Baduga Maharaja Ratu Haji (Prabu Guru Dewapranata) dari Istrinya Ratu RajamantriPrabu Liman Senjaya (Sunan Cipancar) berputra Dalem Limansenjaya Kusumah di Karta Rahayu Limbangan Garut.

NyiMas Patuakan atau Nyimas Corendra Kasih yang lebih dikenal Ratu Sintawati, kelahiran: 1444, masa pemerintahan 1462 s/d 1530 M, Raja/Ratu Sumedang Larang Ke 7 menikah dengan Sunan Corenda (Sunan Parung) Raja Talaga Manggung Majalengka, berputra :

Ratu Pucuk Umun atau Nyi Mas Ratu Inten Dewata menikah dengan Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) putra dari Pangeran Muhammad bin Pelakaran dari Nyi Armillah, masa Pemerintahan 1530 s/d 1578, Sumedang Larang, Prabu Sumedang Larang ke 8, berputra :
1. Prabu Geusan Ulun atau Pangeran Kusumadinata II atau Pangeran Angkawijaya,  masa pemerintahan 19 Juli 1556 s/d 1610 M, Raja Sumedang Larang ke 9, 
2. Demang Rangga Hadji. 
3. Kiyai Demang Watang.
4. Santowaan Wirakusumah.
5. Santowaan Cikeruh.
6. Santowaan Awiluar.

Baca Juga :

3 komentar: