Kisah Sejarah dan Makamnya Prabu Gajah Agung di Dusun Cigintung Desa Cisurat Kecamatan Wado

Sampurasun 

Danghyang kala wangi titi mangsa nu ti heula, lain tandang tara tanding, dingdingan tangtung sorangan ngandika anarima tangkal palias.

Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung dan Sunan Ulun adalah kakak beradik putra-putranya Brata Kusuma atau Prabu Tajimalela atau Batara Cakrabuana atau Batara Tuntang Buana, dan beberapa sebutan lainnya yang sering dituliskan dalam naskah dan sejarah.

Cerita singkat Prabu Gajah Agung menerima keputusan dari ayahnya Prabu Tajimalela mencari pohon Ki menyan yang tumbuh di tepi sungai. Bila sudah ditemukan, tempat itu harus dibuka menjadi pemukiman.

Atmabrata menemukan pohon ki menyan di kampung Geger Sunten, kampung Ciguling sekarang. Di daerah tersebut banyak pohon ki Menyan dan ada batu Cadas Nangtung.

Sesuai dengan perintah ayahnya, Atma brata atau Prabu Gajah Agung membuka daerah itu menjadi pemukiman. Banyak orang dari daerah lain datang ke tempat itu mencari lahan untuk bercocok tanam padi dan ngahuma atau berladang.

Mereka mendirikan rumah sederhana sebagai pasanggrahan yang artinya tempat istirahat.  Itulah sebabnya pemukiman tersebut kemudian bernama wilayah Pasanggrahan, dipimpin oleh Atmabrata sebagai kepala kampungnya 

Di tempat ini Prabu Gajah Agung mendirikan cikal bakal keraton  Sumedang Larang, ditengah alun-alunnya ditanami pohon Caringin yang akhirnya di Ciguling menjadi pusat mandala baru yang akan berlanjut menjadi ibukota kerajaan Sumedanglarang.

Di suatu waktu Prabu Gajah Agung kedatangan tamu yang tinggi ilmu kedigjayaan nya dan menantang untuk bertanding.  Dalam adu tanding tersebut, Prabu Gajah Agung kewalahan akibat serangan musuhnya. 

Prabu Gajah Agung merasa sedih sebab tidak bisa merubuhkan musuhnya. Lalu Prabu Gajah Agung memutuskan untuk bertafakur meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa sampai akhirnya ada kontak batin dari ayahnya Prabu Tajimalela. 

Dalam kontak batin itu Prabu Gajah Agung diperintahkan oleh ayahnya untuk menghancurkan batu yang ada di depan tempat mengheningnya. Kemudian batu tersebut dihancurkan dengan kekuatan pukulan tenaga dalamnya, dan dari batu yang hancur berkeping-keping tersebut terlihat ada sebuah keris yang dinamai Ki Dukun, dengan keris tersebutlah Prabu Gajah Agung dapat mengalahkan lawannya.

Prabu Gajah Agung mempersunting Ratu Gandrunia mempunyai anak yaitu Wirajaya atau Prabu Pagulingan, yang kelak akan menjadi penerus kerajaan Sumedanglarang ke 4 dalam 996–1114 masehi yang bertempat di Ciguling.  Atmabrata atau Prabu Gajah Agung tidak lama tinggal di Ibukota Kerajaan di Ciguling, karena diminta oleh kakaknya Prabu Lembu Agung untuk kembali ke Keprabonan Sumedanglarang yang ada di Darmaraja.  

Di masa tuanya beliau maniis atau manuraja sunyi ke Puncak Damar, oleh sebab itu ada cerita rakyat bahwa prabu Gajah Agung dimakamkan di sana. Dan Prabu Gajah Agung pada akhir membuat Padukuhan di Cisurat Wado sampai akhir hayatnya.  Adapun lokasi makamnya berada di Dusun Cigintung Desa Cisurat Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang

Shema Pun Nihawah.


Baca Juga :

Tidak ada komentar