Ziarah Ke Makam Rd. Panji Aria Jayanegara (Mas Bongsar) dan Dalem Aria Anggapradja Para Adipati Galuh Ciamis di Desa Imbanagara Kabupaten Ciamis

Sampurasun

Mugia Rahayu Sagung Dumadi 

Di bulan Ramadhan ini penulis lebih mengutamakam ziarah makam yang kental dengan jalur darah dari pihak buyut isteri penulis yaitu NR. Onah Soemadiwangsa, putranya NR. Rokayah Soemadiwangsa yang dinikah oleh Buyut Muhamad Jen dari Cibitung Padasuka, penulis wawacan pupuh "Sumedang B", sedangkan Buyut isteri Raden Onah Soemadiwangsa berasal dari Gending Sumedang keturunan Ki Noersajin yang nasab ke atasnya menyambung putrinya Dipati Rangga Gempol atau Pangeran Aria Soeria Diwangsa yaitu Nyimas Ajoe Ibariah atau Nyi Raden Mariah atau Nyi Gedeng Muda atau Murda yang ditikah oleh Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar, Bupati Galuh ke I di Imbanagara Ciamis masa pemerintahan antara tahun 1636-1678 Masehi yang kemudian dilanjutkan oleh putranya sebagai Bupati Galuh ke II yaitu Kanjeng Dalem Aria Anggapraja masa pemerintahan antara tahun 1678-1679 Masehi berlokasi di Desa Imbanagara Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis.

Jirat nisan makam Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar Bupati Galuh ke 1 di Imbanagara Ciamis masa pemerintahan antara tahun 1636 sampai dengan 1678 masehi dan isterinya Nyimas Ajoe Ibariah atau Nyi Gedeng Muda atau Murda atau Nyi Mariah yang berada di depannya terbuat dari batuan alami, sehingga keasrian makamnya tertata apik tanpa sentuhan perenovasian makam, di lokasi ini hanya terdapat beberapa makam namun menempati areal tanah yang cukup luas. 







1. Latar Belakang Sejarah Imbanagara
1.1. Sejarah Adipati Panaekan - Versi Cineam
Adipati Panaekan mempunyai isteri 3 dan mempunyai putra 11, diantara isteri yang ada di daerah Kertabumi yaitu kakaknya Dalem Kertabumi. Oleh Adipati Panaekan isteri yang di Kertabumi tidak kebagian waktu (kilir). Oleh sebab itu dia marah dan minta tolong kepada Dalem Kertabumi supaya suaminya (Adipati Panaekan) dibunuh karena sudah tidak pernah datang (kilir). Semula Dalem Kertabumi idak mau menerima dan tidak bersedia disuruh untuk membunuh Adipati Panaekan, karena oleh kakanya terus-terusan diminta akhirnya Dalem Kertabumi menyanggupi untuk membunuhnya.

Pada suatu waktu Adipati Panaekan kembali dari daerah Galuh menuju ke Garatengah sesampainya di Sungai Citanduy pada penyebrangan ada Dalem Kertabumi yang sengaja mencegat Adipati Panaekan. Dalem Kertabumi tidak berpikir lagi setelah melihat bahwa yang mau menyebrang itu Adipati Panaekan langsung saja ditusuk memakai keris. Adipati Panaekan rubuh dan meninggal, mayatnya dan keris dihanyutkan ke Sungai Citanduy dan nyangkut di Muara Sungai Cimuntur. Kemudian dimakamkan di Bojong Galuh Karang Kamulyan Ciamis.



Kedua pengiring Adipati Panaekan terus berangkat ke Garatengah melaporkan bahwa di Sungai Citanduy Adipati Panaekan ada yang membunuh menggunakan keris. Raden Pandji Boma dan Ki Bagus Kalintu bersama rakyat Garatengah berangkat menuju ke tempat yang dipakai membunuh Adipati Panaekan, sampai ke tempat yang dituju mayatnya sudah tidak ada hanyut di Sungai Citanduy. Bekas Pesanggrahan Adipati Panaekan bersama pengiringnya sekarang oleh masyarakat dianggap sebagai keramat. 

Pasir itu akhirnya jadi Kampung yang diberi nama Lembur Panaekan sampai sekarang, tepatnya di Kampung Panaekan Desa Ancol Kecamatan Cineam. Terdapat yang disebut sebagai Paesan atau Astana Adipati Panaekan.


1.2 Dipati Imbanagara
1.2.1 Kisah Dipati Imbanagara Yang Tewas Oleh Utusan Mataram - Versi Cineam
Tahun 1625 Masehi Dalem Garatengah diganti oleh putranya Adipati Panaekan yaitu  Raden Dipati Imbanagara. Dalem itu oleh Sultan Mataram ditunjuk dijadikan Bupati Wedana, jadi penasihat Dalem di wilayah Galuh menggantikan Adipati Panaekan ayahnya.

Dipati Imbanagara mempunyai isteri bernama Nyi Gedeng Adi Larang, putrinya dari Adipati Bandu Jaya atau Sunan Bandu Jaya dari Kadaleman Sudalarang Rancah Ciamis. mempunyai 2 anak yaitu : Raden Jayanagara atau Raden Yogaswara atau Mas Bongsar dan Raden Angganata.

Dipati Imbanagara mendapat perintah dari Sultan Mataram untuk mengusir Kompeni  Belanda yang akan menjajah Pulau Jawa, yang markasnya di Batavia. Dari Garatengah tidak dipinta prajurit, yang diperintah harus mengirimkan prajurit hanya dari Dalem Dipati Ukur. Tetapi dari Garatengah juga ada yang mau ikut berangkat ke medan perang yaitu Tumenggung Wirasuta antara tahun 1628-1629 Masehi.

Sesudah sampai pada waktu yang ditentukan yaitu tahun 1628 Dalem Dipati Imbanagara disuruh untuk menyiapkan perbekalan dan dikirimkan ke daerah Tawang yang sekarang menjadi Kota Tasikmalaya. Kemudian pada tahun 1629  mengirim kembali perbekalan tapi diperjalanan dijabel dan banyak yang dibakar oleh  Kompeni Belanda dengan maksud supaya prajurit Sultan Mataram tidak mempunyai perbekalan makanan.

Sesudah Sultan Agung Mataram perang melawan Kompeni di Batavia, Dalem Dipati Ukur mempunyai maksud ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sultan Mataram, kepada Belanda tidak mau takluk terus mengajak Dalem Garatengah. Dalem Garatengah setuju lepas dari bawahan Sultan Agung Mataram, kemauan Dipati Ukur supaya cepat-cepat mengadakan pemberontakan, tapi maksudnya sudah tercium dan ketahuan oleh Sultan Agung Mataram bahwa Dipati Ukur dan Dipati Imbanagara akan mengadakan pemberontakan pada Sultan Agung Mataram. 

Sultan Agung Mataram sangat marah kepada Dipati Ukur dan Dipati Imbanagara, terus memerintahkan prajurit dan para ponggawanya supaya Dipati Imbanagara dihukum mati dipenggal lehernya dan kepalanya dibawa ke Mataram, sebab Dipati Imbanagara mau berontak kepada Mataram.

Utusan yang diperintah oleh Sultan Mataram sudah berangkat menuju Garatengah. Sampai di daerah Garatengah, waktu itu Dipati Imbanagara sedang berkeliling ke wilayah kampung-kampung yang ada disebelah utara Sungai Citanduy, dia tidak menyangka bahwa akan dihukum mati oleh utusan dari Mataram.

Utusan Mataram menanyakan kepada Patih dimana Dipati Imbanagara oleh Patih dijawab bahwa Dalem Dipati Imbanagara sedang berkeliling ke Daerah Galuh. Tidak lama kemudian utusan Mataram terus menyusul dan bertemu dengan Dipati Imbanagara. Utusan Mataram tidak berpikir panjang lagi bahwa yang bertemu itu adalah Dipati Imbanagara langsung dibunuh pada waktu itu juga lehernya dipenggal, kepalanya ditempatkan pada Endul yang akan disetorkan ke Sultan Mataram. Sedangkan badannya tergeletak di tempat itu bersimbah darah. Utusan Mataram langsung pulang membawa kepala Dalem Imbanagara.

Patih Garatengah bermusyawarah dengan Jagabaya Paganjuran maksudnya mau menyusul takut Dalem Dipati Imbanagara ketahuan oleh utusan Mataram, padahal kenyataanya Dalem Dipati Imbanagara waktu itu sudah terbunuh. Patih dan Dalem Paganjuran berangkat menyusul utusan dari Mataram dikarenakan dari Garatengah menyusulnya terlambat sehingga utusan Mataram sudah pergi, jalanya ke sebelah utara Sungai Citanduy. 

Dari kejauhan terlihat oleh orang Garatengah bahwa yang di depanya itu adalah utusan Mataram terus dikejar maksudnya mau merebut Endul yang dipakai untuk menyimpan kepala Dipati Imbanagara. Utusan Mataram hanya sedikit sedangkan orang Garatengah yang mengejar jumlahnya banyak lantaran dibantu oleh rakyat dari Kampung yang dilewatinya.

Orang Garatengah yang dipimpin oleh Jagabaya Dalem Paganjuran terus mengejar, sudah diketahui bahwa utusan Mataram akan terkejar langsung saja kepala Dalem Dipati Imbanagara dilemparkan ke Sungai Citanduy, sedangkan Endulnya dibawa mau disetorkan ke Mataram.

Utusan Mataram kabur tidak berani melawan orang Garatengah yang begitu banyak. Utusan Mataram setelah sampai terus melapor ke Sultan Agung bahwa pekerjaanya telah dilaksanakan. Dipati Imbanagara dibunuhnya di daerah Galuh, kepalanya dimasukan pada Endul, karena dari Galuh ke Mataram sangat jauh sudah barang tentu kepala Dipati Imbanagara akan bau, berdasarkan musyawarah utusan, maka langsung saja dilemparkan ke Sungai Citanduy supaya jangan ketemu oleh rakyat Galuh dan orang Garatengah. Sebagai saksi ini saja Endul bekas membawa kepala Dipati Imbanagara yang masih ada rambut sedikit yang menempel pada darah sampai kering. Laporan utusan Mataram diterima oleh Sultan Agung.

Kemudian setelah utusan Mataram pergi kepala Dipati Imbanagara yang dilemparkan ke Sungai Citanduy oleh orang yang biasa menyelam (palika) di cari sampai ke dasar Sungai Citanduy tapi tidak ketemu. Lama kelamaan air di Sungai Citanduy tercium bau busuk atau Biuk, sehingga nama Sungai tempat mencari kepala Dipati Imbanagara diberi nama Leuwi Biuk.

Sedangkan badan Dipati Imbanagara disimpan ditempat yang luas dan terbuka atau lenglang, tempat itu sekarang dinamakan Bolenglang. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1636 masehi, jenazah Dipati Imbanagara yang tanpa kepala dimakamkan di suatu tempat yang kemudian diberi nama Gegembung yang artinya Badan Tanpa Kepala. Daerah tersebut ada di sebelah Timur Kota Ciamis yaitu di Kelurahan Kertasari Kecamatan Ciamis.


1.2.2 Kisah Dipati Imbanagara Yang Tewas Oleh Utusan Mataram - Versi Museum Imbanagara
Ujang Purba, adalah Bupati Galuh Imbanagara yang ke 2 putranya Adipati Panaekan Bupati Galuh Imbanagara yang ke 1. Beliau bergelar Dipati Imbanagara yang memerintah selama sebelas tahun, dari tahun 1625 sampai dengan 1636. Nama Imbanagara dijadikan nama pusat kepemerintahan oleh anaknya yang bernama Raden Adipati Arya Panji Jayanagara. Dan nama tersebut sekarang masih ada menjadi nama sebuah desa.

Imbanagara sebenarnya bukan nama tempat, tetapi nama seorang Adipati yang memimpin Garatengah. Menurut sumber sejarah yang terdapat di Museum Imbanagara, Garatengah adalah salah satu kerajaan di daerah Galuh bawahan Kerajaan Sunda.

Pada waktu Kerajaan Sunda runtuh pada tahun 1579 Masehi. Garatengah menjadi kerajaan yang mandiri. Tidak menjadi bagian dari Kerajaan Sumedang Larang yang dianggap sebagai ahli waris Kerajaan Sunda. Namun selanjutnya Garatengah menjadi daerah kekuasaan Mataram. Garatengah menjadi daerah keadipatian atau kabupaten, dengan adipati yang pertama adalah Panaekan, yang memiliki nama asli Ujang Ngoko, putra Raja Garatengah Prabu Di Galuh Cipta Permana. Namun Adipati Panaekan tidak lama menjadi Adipati. Adipati Panaekan tewas oleh Dipati Kertabumi disebabkan perbedaan paham dalam melaksanakan perintah Sultan Agung.

Setelah Panaekan tewas, Adipati Garatengah digantikan oleh putranya yang bernama Ujang Purba. Setelah menjadi Adipati pada tahun 1625 Masehi terkenal dengan nama Dipati Imbanagara. Ujang Purba atau Dipati Imbanagara diberi tugas oleh Sultan Agung untuk membawa prajurit Garatengah ke Batavia membantu prajurit Dipati Ukur.

Pasukan Garatengah dipimpin oleh Bagus Saputra. Namun Dipati Ukur bersama pasukan bantuan tidak mampu menaklukan Kompeni Belanda. Prajurit Mataram tidak berani pulang kembali ke Kertasura, mereka takut dihukum mati oleh Sultan Agung. Malahan selanjutnya Dipati Ukur berontak kepada Mataram.

Pemberontakan Dipati Ukur dapat dilumpuhkan pada tahun 1624 Masehi. Sebagai balas jasa Sultan Agung mendirikan kabupaten baru, yaitu Bandung. Sukapura Tasikmalaya serta Parakanmuncang. Di wilayah Sunda pada waktu itu terdapat 12 kabupaten termasuk Imbanagara yang asalnya bernama Garatengah.

Runtuhnya pasukan Dipati Ukur, bukan berarti wilayah Tatar Galuh jadi tentara menyebar berita bahwa Dipati Imbanagara adalah sahabat dan melakukan kerjasama dengan Dipati Ukur. Buktinya waktu Dipati Ukur dikejar pasukan Mataram, Dipati Imbanagara tidak ikut mencari malah menugaskan Bagus Saputra beserta pasukannya.

Berita tersebut akhirnya sampai juga ke Mataram, Sultan Agung mengutus bawahanya untuk menemui Dipati Imbanagara. Utusan tersebut menyampaikan perintah bahwa Sultan Agung meminta upeti dari Garatengah yaitu tujuh putri cantik yang masih perawan.

Permintaan Sultan Agung dipenuhi oleh Dipati Imbanagara. Pada tahun 1635 Masehi, diawali dengan upacara kenegaraan, tujuh putri dari Galuh berangkat ke Mataram, dengan pengawalan pasukan Garatengah. Selesai menyerahkan upeti tujuh putri cantik pasukan Garatengah pun kembali ke Galuh.

Selang beberapa minggu, datang utusan dari Mataram yang dipimpin oleh Tarumanegara Narapaksa, meminta Dipati Imbanagara harus datang ke Kertabumi untuk menemui Adipati Kertabumi. Pada saat itu juga Dipati Imbanagara berangkat ke Kertabumi bersama utusan dari Mataram.

Ditengah perjalanan, di daerah Bolenglang sekarang sekitar pabrik minyak kelapa Gwan Hien di Desa Kertasari, Kecamatan Ciamis. Pasukan Mataram dengan senjata lengkap menghadang Dipati Imbanagara. Bahkan ada yang membawa senjata keris di atas baki atau nampan pemberiaan Sultan Agung. Itu pertanda ada yang harus dihukum mati. Sementara itu utusan Mataram terus bergabung dengan pasukan Mataram.

Utusan tersebut mempertegas perintah Sultan Agung agar Dipati Imbanagara dihukum mati, dengan cara dipenggal kepalanya. Alasannya karena Dipati Imbanagara sudah berlaku tidak sopan terhadap Sultan Agung. Salah satu dari putri cantik yang merupakan upeti Garatengah ke Mataram ternyata sudah tidak perawan. Dipati Imbanagara tidak diberi kesempatan untuk menanyakan bagaimana duduk perkaranya.

Pada kalimat terakhirnya Dipati Imbanagara mengatakan bahwa beliau tidak punya kekuasaan untuk menolak perintah raja, tetapi sampaikan kepada yang memberi perintah, kalau suatu saat nanti terbukti bersalah, seluruh keturunan Dipati Imbanagara jangan ada yang memegang keadipatian. Setelah selesai mengeluarkan kata-kata terakhirnya, Dipati Imbanagara dibunuh dengan cara dipenggal lehernya.

Tubuhnya dimakamkan tidak jauh dari tempat Dipati Imbanagara dihukum mati sekarang Pemakamanan Gegembung. Sedangkan kepalanya dibawa ke Mataram. Sementara itu di Garatengah tersebar berita bahwa Dipati Imbanagara sudah tewas dihukum mati utusan Mataram tanpa kejelasan apa kesalahannya.

Terbakarlah api dendam prajurit Garatengah, puluhan prajurit menyusul utusan Mataram. Orang-orang Garatengah berhasil menyusul utusan Mataram di Sungai Citanduy pada saat sedang menyebrang. Utusan Mataram dihujani anak panah, mereka tidak bisa melawan, Narapaksa bersama bawahannya kabur menyelamatkan diri. Sementara kepala Dipati Imbanagara terjatuh ke sungai Citanduy tanpa dapat ditemukan lagi.

Badan Dipati Imbanagara dikuburkan ditempat yang luas dan terbuka atau lenglang, tempat ini sekarang dinamakan Bolenglang. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1636 masehi, jenazah Dipati Imbanagara yang tanpa kepala dimakamkan di suatu tempat itu kemudian diberi nama Gegembung yang artinya Badan Tanpa Kepala. Daerah tersebut ada di sebelah Timur Kota Ciamis yaitu di Kelurahan Kertasari Kecamatan Ciamis.

Kematian Dipati Imbanagara tidak jauh beda dengan kematian orang tuanya Adipati Panaekan, karena pengaruh kekejaman Sultan Agung terhadap jajahannya.


1.2.3 Kisah asal-usul Panoongan dan gugurnya Dipati Imbanagara
Jaman dulu kala hiduplah seorang pengrajin batik di sebuah kampung bernama Babakan Nyangked. Sang pengrajin memiliki putri cantik yang bernama Utari. Kecantikan sang putri membuat banyak lelaki jatuh hati padanya.

Para pemuda yang jatuh hati itu lalu membuat lubang pada dinding bilik rumah Utari supaya dapat mengintip pujaan hati mereka kapan saja. Tempat ngintip (dalam bahasa Sunda disebut 'noong') itu kemudian dikenal dengan nama daerah 'Panoongan'.

Kecantikan Utari tersohor di Tatar Galuh. Kabar mengenai kejelitaan parasnya bahkan sampai kepada Sultan Mataram. Saat itu Tatar Galuh adalah sebuah kadipaten dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Raja Mataram lalu mengirim utusan untuk menjemput Utari ke kampungnya.

Utari kemudian diboyong ke ibukota kerajaan Mataram. Entah bagaimana perasaan sang putri kampung diboyong ke ibukota, senang atau sedih menghadapi kenyataan itu, tetapi bagaimanapun sebagai rakyat kecil, Utari dan keluarganya harus patuh pada titah raja. Menurut sumber cerita lain, konon Utari adalah salah satu dari tujuh gadis cantik yang dikirimkan Tatar Galuh sebagai upeti pada penguasa Mataram.

Nasib naas menimpa sang putri dari kampung Babakan Nyangked, ada anggota rombongan utusan Mataram ternyata menaruh hati padanya. Sang utusan yang dimabuk nafsu dunia akhirnya tak dapat menguasai dirinya, bahkan tak lagi menjaga titah rajanya. Ia kemudian menodai Utari dalam perjalanan menuju ibukota Mataram.

Utari sampai di Mataram dalam keadaan sudah tidak tampak cantik lagi, melainkan pucat dan tidak menarik. Boleh jadi kesedihan dan trauma telah menghapus kejelitaan dari paras mukanya. Ia kemudian mengakui bahwa dirinya sudah ternoda dan hal tersebut membuat Sultan Mataram murka.

Sang Raja memaksa Utari untuk mengakui siapa yang menodainya, tapi rupanya sebuah muslihat ancaman dari utusan Mataram yang jahat telah memaksanya membuat pengakuan bohong. Utari menyebut Adipati Imbanagara, penguasa Galuh, sebagai pelaku yang menodainya.

Raja Mataram murka dan memerintahkan pengiriman pasukan untuk menangkap dan membunuh Adipati Imbanagara. Sultan Mataram menganggap penodaan Utari bukan saja perbuatan tercela, tetapi penghinaan luar biasa pada kewibawaan tahta Mataram.

Adipati Imbanagara yang menjadi korban fitnah akhirnya ditangkap dan dibunuh. Tubuhnya secara sadis dipotong-potong dan menimbulkan kegemparan dan rasa marah rakyat Imbanagara. Perlawanan dilakukan rakyat untuk merebut kembali jenazah Adipati Imbanagara.

Jenazah sang adipati akhirnya dapat direbut kembali oleh pihak Imbanagara. Jasad sang pemimpin lalu dimandikan dan dikuburkan. Tempat pemandiannya kemudian disebut "Leuwi Biuk" sementara tempat penguburan potongan tubuhnya disebut "Gegembung". Tempat direbutnya bagian sikut sang adipati disebut "Sikuraja".
-----------------
Sumber : Tulisan Miftahul Falah yang merupakan bagian dari buku Sejarah Ciamis, diterbitkan tahun 2005 oleh Pemkab Ciamis dan LPPM Universitas Galuh, Ciamis.



1.3.  Mas Bongsar atau  Raden Panji Aria Jayanegara, Bupati Galuh ke I di Imbanagara Masa Mataram Antara Tahun 1636-1678 Masehi
1.3.1. Sejarah Rd. Panji Jaya Nagara (Mas Bongsar), Bupati Galuh Imbanagara ke I (1642-1678 M) - Versi Cineam
Sejarah Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar Bupati Galuh ke 1 di Imbanagara Ciamis masa pemerintahan antara tahun 1636 sampai dengan tahun 1678 masehi terdapat 2 versi yaitu versi Cineam dan versi Imbanagara, saya bahas versi Cineam dulu. 

Setelah Dipati Ujang Purba atau Dipati Imbanagara meninggal sementara pemerintahan di Kadaleman Garatengah dijalankan oleh Patih Raden Wiranagara. Pada waktu itu yang berhak untuk menggantikan Kadaleman Dipati Imbanagara adalah Mas Bongsar tapi usianya baru 13 tahun, sehingga diwakilkan kepada Patih Raden Wiranagara.

Patih Raden Wiranagara mempunyai maksud untuk menjadi Dalem, sehingga timbul rasa was was pada Mas Bongsar yang mempunyai hak jadi Dalem menggantikan ayahnya yaitu Dipati Imbanagara atau Dipati Ujang Purba.

Nyi Geseng Adi Larang ibunya Mas Bongsar sudah mengetahui bahwa putranya dibenci oleh Patih Wiranagara. Lalu menyuruh salah seorang pegawai Kadaleman supaya Mas Bongsar harus segera diungsikan dari Garatengah tapi tanpa sepengetahuan orang lain. 

Pada suatu waktu kebetulan cuaca cerah dan terang bulan Mas Bongsar oleh pegawai itu malam hari dibawa lolos ke suatu tempat yang disebut Lembur Pawindan dan dititipkan kepada seorang petani yang tinggi ilmunya (jembar pangabisa) yang dibutuhkan oleh semua rakyat.

Mas Bongsar harus diakui anak, namanya juga sementara harus diganti, serta dipinta untuk dididik Agama Islam dan menulis tulisan Jawa. Semua keadaan di Kadaleman Garatengah oleh pegawai tadi kepada petani tadi diterangkan supaya dimengerti dan petani itu harus bisa memegang segala rahasia. 

Mas Bongsar di Pawindan dididik berbagai macam ilmu jikalau dikemudian hari ada kemungkinan harus memimpin Kadaleman. Petani yang didiami Mas Bongsar, dia adalah orang Galuh yang masih keturunan Raden Galuh, keturunanya masih dekat dengan Dipati Imbanagara. Kurang lebih 3 tahun lamanya Mas Bongsar diungsikan ke Pawindan.

Ke Garatengah datang utusan Mataram menanyakan Mas Bongsar masih hidup atau sudah meninggal, kalau masih hidup dimana sekarang, kalau sudah meninggal dimana kuburanya. Sultan Mataram ingin mengetahui apabila masih hidup Mas Bongsar mau diangkat jadi Dalem Garatengah menggantikan bapaknya.

Sebab dari bukti–bukti yang dikumpulkan kemudian, akhirnya Mataram menyadari kekeliruanya dan timbul penyesalan karena Dipati Imbanagara ternyata sama sekali tidak bersalah, dan menyadari bahwa Dipati Imbanagara menjadi korban fitnah yang tidak pernah dilakukanya.

Patih Wiranagara mendengar dari utusan Mataram bahwa Mas Bongsar akan diangkat jadi Dalem Garatengah merasa menyesal sekali sebab cita-cita ingin menjadi Dalem tidak akan terlaksana. Waktu itu oleh Patih Wiranagara dijawab, bahwa Mas Bongsar sudah 3 Tahun lamanya lolos dari Garatengah tidak tahu ke mana perginya, dicari ke mana mana tidak ketemu. Padahal Patih tidak pernah memerintahkan rakyat harus mencari Mas Bongsar.

Patih Wiranagara dan utusan dari Mataram terus menemui Ibu Mas Bongsar, menanyakan kemana lolosnya, sekarang ada dimana, ini ada utusan dari Mataram maksudnya ingin membuktikan Mas Bongsar masih ada di Garatengah, kalau tidak ada ke mana perginya harus dicari sampai ketemu kalau masih hidup oleh Sultan mau dijadikan Dalem di Garatengah sebagai pengganti ayahnya.

Ibunya Mas Bongsar yaitu Nyi Geseng Adi Larang mendengar perkataan utusan Mataram kaget dengan rasa gembira bercampur dengan rasa takut. Gembira karena putranya mau diangkat jadi Dalem, sedangkan was-was nya takut putranya dibunuh seperti ayahnya. Akhirnya Nyi Geseng Adi Larang berkata kepada Patih Wiranagara dan utusan Mataram, tunggu paling lama 1 minggu akan mengutus pegawai Kadaleman barangkali ketemu mau dicari apabila masih ada. 

Terus Nyi Geseng Adi Larang mengutus pegawai untuk menjemput anaknya Mas Bongsar serta menjelaskan maksud dan tujuan utusan dari Mataram, malah harus bersama-sama Petani yang didiaminya untuk mengantarkan ke Garatengah. Selanjutnya pegawai Kadaleman berangkat ke Pawindan mau menjemput Mas Bongsar, sampai di Pawindan kebetulan Mas Bongsar sedang ada. Pegawai memberi tahu maksud dijemput itu karena ada utusan dari Kanjeng Sultan Mataram oleh pegawai itu dijelaskan ke Mas Bongsar dan kepada Petani yang didiaminya maksud dan tujuan sehingga harus pulang dahulu ke Garatengah.

Mas Bongsar mendengar perkataan pegawai sebagai utusan Ibunya sama perasaan seperti Ibunya tadi, gembira bercampur rasa takut. Gembira karena akan diangkat jadi Dalem sedangkan rasa takut atau was-was, kemungkinan akan dibunuh seperti ayahnya Dipati Imbanagara. 

Pegawai kembali dari Pawindan bersama Mas Bongsar dan petani yang didiaminya, sampai di Garatengah oleh Ibunya dirangkul ditangisi karena rasa rindu. Sesudah rasa kerinduan terkabul dengan disaksikan oleh utusan dari Mataram, oleh Patih Wiranagara dan oleh Jagabaya Dalem Paganjuran bahwa betul-betul Mas Bongsar yang datang, putranya Dipati Imbanagara Dalem Garatengah.

Mas Bongsar oleh utusan Mataram diberi tahu bahwa dia bakal diangkat oleh Sultan Mataram jadi dalem Garatengah. Kemudian utusan Mataram memberi tugas kepada Patih Wiranagara, kepada Jagabaya Dalem Paganjuran serta kepada rakyat menitipkan Mas Bongsar untuk dijaga, karena takut ada yang menganiaya, siapa saja yang berani menganiaya kepada Mas Bongsar kata utusan Mataram bahwa Sultan Mataram akan menjatuhkan hukuman serta keluarga yang menganiaya bakal disuruh untuk pergi dari wilayah Garatengah.

Sesudah beres memerintah, utusan Mataram kembali sesampainya di Mataram langsung melapor ke Sultan bahwa Mas Bongsar masih ada dalam keadaan hidup di Garatengah. Semua laporan utusan diterima oleh Sultan serta kemudian utusan Mataram disuruh berangkat kembali ke Garatengah maksudnya membri tahu kepada Mas Bongsar, Patih Wiranagara dan Jagabaya dalem Paganjuran dan Ibunya bahwa Mas Bongsar harus ikut ke Mataram sekarang juga mau diangkat jadi Dalem. 

Ibunya Mas Bongsar menyiapkan persiapan perbekalan yang sekiranya cukup untuk dijalan sampai kembali ke Garatengah. Sampai waktu yang telah ditentukan Mas Bongsar, utusan Mataram, Patih Wiranagara, petani Pawindan, Jagabaya Dalem Paganjuran, berangkat menuju Mataram dengan membawa segala perbekalan yang disimpan pada tempat yang disebut Sumbul. Sampai di Mataram utusan melapor kepada Sultan bahwa Mas Bongsar sudah terbawa dan sampai.

Sultan Mataram sudah mengetahui Mas Bongsar sampai di Mataram terus menasihati dan berbicara bahwa dia akan dilantik dan diangkat jadi Dalem Garatengah. Waktu itu juga Mas Bongsar diangkat oleh Sultan Mataram menjadi Dalem Garatengah, sekitar Tahun 1639 waktu itu Mas Bongsar baru berumur 13 Tahun. Sesudah selesai pelantikan Mas Bongsar jadi Dalem Garatengah oleh Sultan Mataram semuanya kembali ke Garatengah, dan diperjalanan selamat tidak ada halangan apa-apa. 

Selama menjadi Dalem Mas Bongsar sama sekali belum dapat melaksanakan tugas sebagai mana mestinya. Ia terus menerus dikhianati oleh anak buahnya sendiri, terutama oleh Patih. Sehingga ia pernah mengalami penderitaan pahit. Akan tetapi cobaan yang bertubi-tubi itu selalu dapat diatasinya. Kemudian hari akhirnya pihak Mataram berhasil membongkar kedok si penghianat kepada Mas Bongsar. 

Orang yang selama ini berkhianat tidak lain adalah Patih Wiranagara sendiri yang pernah menjadi perwalian atas nama Mas Bongsar. Patih Wiranagara pernah bercita-cita ingin menjadi Dalem di Garatengah akhirnya Patih Wiranagara ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. 

Namun sebelum keputusan hukuman itu dijalankan Mas Bongsar yang berbudi Luhur itu menyatakan pemberian maafnya kepada Patih Wiranagara. Sikap Luhur Mas Bongsar itu telah menimbulkan kekaguman Sultan Mataram. Patih Wiranagara hukumanya hanya disuruh pergi dari wilayah Garatengah oleh Mas Bongsar. 

Oleh karena itu Sultan Mataram (Sultan Agung) berkenan memberikan gelar kehormatan kepadanya yaitu Raden Adipati Panji Aria Jayanagara atau yang disebut Raden Yogaswara. Nama Imbanagara sendiri dipakai menjadi nama Kadaleman atau Kabupaten yang diperintah oleh Mas Bongsar.

Raden Adipati Panji Aria Jayanagara atau Mas Bongsar, setelah menjadi Dalem perwalianya sementara diserahkan kepada Jagabaya Dalem Paganjuran, setelah dewasa menikah dengan putrinya Rangga Gempol atau Pangeran Aria Suriadiwangsa dari Sumedang Larang yaitu Nyi Ayu Ibariah.  

Setelah lima tahun menjadi Dalem Garatengah Mas Bongsar mempunyai maksud untuk memindahkan Pusat Kadaleman Garatengah, dikarenakan kalau mengadakan hubungan ke tetangga kadaleman menjadi susah jalannya atau belot jalan ditambah sudah ada dua kali kejadian 2 Dalem yang mati dibunuh tiada lain kakeknya Adipati Panaekan dan ayahnya Dipati Imbanagara.

Kemudian beliau mengadakan musyawarah di Kadaleman Garatengah kesimpulannya mupakat, lalu Mas Bongsar melaporkan maksud dan tujuanya ke Sultan Mataram meminta ijin akan memindahkan Pusat Kadaleman Garatengah. Oleh Sultan Mataram diberi ijin malah di beri petunjuk serta diberi saran kalau mau pindah bagaimana kalau ke Kertajaga Binangun. Mas Bongsar terus kembali dari Mataram sambil melihat-lihat daerah yang akan dijadikan sebagai Pusat Kadaleman yaitu daerah Kertajaga Binangun. 

Mau membuktikan keadaan tempat di Kertajaga cocok atau tidaknya untuk dijadikan pusat Kadaleman. Tetapi setelah dibuktikan kurang cocok sebab masih rumit jalan atau belot, terus berangkat dengan pengiringnya menuju daerah Pataruman Banjar. Terlihatnya cocok sekali kalau Pataruman dijadikan Pusat Kadaleman Garatengah, untuk hubungan dengan Kadaleman tetangga mudah tidak rumit jalan. Namun sayang keadaan tanahnya masih terlalu lembah, masih sering kebanjiran dari sungai Citanduy dan luas daerah rawa-rawanya.

Kalau waktu itu Banjar dijadikan pusat Kadaleman, yang mendiami rawa-rawa yang terkenal dengan nama nyamuk Dewi Mayang Cinde akan mengakibatkan semua orang terjangkit penyakit demam yang mendiami tempat itu. Oleh orang tua yang disebut nyamuk Dewi Mayang Cinde itu zaman sekarang disebut nyamuk malaria yang bisa menimbulkan dan menularkan penyakit Demam Malaria.

Mas Bongsar kemudian mencari tempat ke sebelah utara Sungai Citanduy mencari tempat bekas pada waktu mengungsi. Diaerah tersebut beristirahat dan bermalam, tidak lama kemudian mendapat petunjuk dari yang Gaib bahwa harus menuju ke salah satu tempat yang disebut Barumay sebelah selatan Gunung Ardilaya sebelah utara Sungai Citanduy.

Petunjuk itu oleh Mas Bongsar dilaksanakan, sampai di Barumay terus tempat itu ditelusuri kenyataan tempat tersebut cocok sekali kalau dipakai sebagai Pusat Kadaleman Garatengah. Sekembalinya ke Garatengah terus bermusyawarah dengan rakyat merencanakan pemindahan Pusar Kadaleman Garatengah Ke Barumay, segala keperluan di Barumay sudah dipersiapkan. Kemudian pada hari Selasa Kliwon tanggal 14 Mulud Tahun 1564 Saka, atau tanggal 12 bulan Juni tahun 1642 Masehi Kadaleman Garatengah dipindahkan ke Barumay atau Imbanagara.

Sementara waktu ada di Barumay masih disebut dengan nama Kadaleman Garatengah. Kemudian Sultan Mataram mengubah nama Kadaleman harus diganti jangan Garatengah, hasil mupakat semua Kadaleman Garatengah namanya diganti menjadi Kadaleman Imbanagara. Sejak itu Cineang ada dibawah Kadaleman Imbanagara. Membawa nama Dalem Dipati Imbanagara sebagai penghormatan.

Setelah Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar meninggal kemudian dilanjutkan oleh putranya sebagai Bupati Imbanagara Galuh ke 2 yaitu Kanjeng Dalem Aria Anggapraja masa pemerintahan antara tahun 1678-1679 Masehi. 


1.3.2. Sejarah Rd. Panji Jaya Nagara (Mas Bongsar), Bupati Galuh Imbanagara ke I (1642-1678 M) - Versi Imbanagara
Sejarah Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar Bupati Galuh ke 1 di Imbanagara Ciamis masa pemerintahan antara tahun 1636 sampai dengan tahun 1678 masehi terdapat 2 versi yaitu versi Cineam dan versi Imbanagara, sekarang saya bahas versi Imbanagara

Imbanagara adalah seorang Adipati Gara Tengah yang bijaksana, dalam pemerintahannya sangat memperhatikan rakyatnya. Sehingga keadaan Gara Tengah pada waktu itu Kertaraharja, gemah ripah loh jinawi, tidak kurang sandang dan pangan. Patihnya pada waktu itu adalah saudaranya sendiri yang bernama Patih Wiranangga, satu-satunya keturunan Imbanagara untuk menggantikan Dipati Imbanagara yaitu "Yogaswara" waktu kecil mendapat julukan dari sang ayah bernama Mas Bongsar.

Di suatu ketika kerajaan Gara tengah mendapat malapetaka, tiba-tiba datang utusan penguasa Mataram yang dipimpin oleh Patih Narapaksa untuk membunuhnya, karena dituduh memberi upeti sebanyak tujuh orang puteri galuh tapi katanya salah satu puterinya tidak perawan lagi.

Setelah Gara Tengah menjadi daerah jajahan Mataram, maka kerajaaan Gara Tengah dirubah menjadi Kabupaten Gara Tengah dengan gelar Adipati. Namun nasib tak bisa dirundung, malang tak bisa dipantang, penghianatan demi penghianatan bagi Adipati Imbanagara belum usai, sehingga pada tahun 1630 beliau dibunuh oleh utusan Mataram.

Gara Tengah sepeninggal Adipati Imbanagara dipegang oleh Demang Utama yang diambil dari Kertabumi pada tahun 1630 sampai dengan 1631 masehi. Lalu diganti oleh Tumenggung Dareh. Tetapi karena beliau tidak bisa mengatasi dan tidak bisa membasmi pemberontakan yang terjadi di Gara Tengah yang dipimpin oleh Syekh Gunung Gawang, akhirnya beliau hanya memerintah 2 tahun. 

Setelah turunnya pemerintahan Tumenggung Dareh, Kesultanan Mataram pun menaruh perhatian dan memandang perlu, mengangkat Mas Bongsar putra dari Imbanagara menjadi Bupati Gara Tengah.

Maka dengan demikian Raja Mataram segera membuat piagam pengangkatan. Tetapi karena pada waktu itu Mas Bongsar dianggap masih belum cukup umur untuk memerintah sebagai bupati, maka dalam piagam berbunyi Mas Bongsar diangkat menjadi Bupati Gara Tengah dan diwakili atau dibantu oleh Patih Wiranangga. 

Tetapi rupanya patih Wiranangga pun diam-diam ingin merebut pemerintahan Gara Tengah, sehingga timbul dalam hatinya rasa iri dengki kepada keponakannya sendiri. Akhirnya Piagam yang ditujukan kepada Mas Bongsar itu dipalsukan dan dirubah menjadi nama Patih Wiranangga sendiri, yang diangkat menjadi bupati Gara Tengah.

Yang menulis piagam palsu itu bernama Ki Keludan dari Padaherang, atas suruhan Patih Wiranangga. Wiranangga melalui piagam palsunya memerintah selama 3 tahun yaitu dari tahun 1633 hingga tahun 1636 Masehi.

Akibat dari perbuatan pemalsuan dan penghianatan Wiranangga tersebut, akhirnya Mas Bongsar bersama-sama pengikut-pengikut setianya merasakan akan ketidakadilan dan kecerobohan pemerintahan Kesultanan Mataram mereka memutuskan untuk meninggalkan pusat pemerintahan Gara Tengah ke suatu tempat di hutan, yang tidak seorangpun tahu kemana mereka pergi, dan dimana mereka berada. Tempat yang dipakai tempat persembunyian bernama "Ciparay". Dalam persembunyinya Mas Bongsar mendapat dukungan dari pamannya bernama Lokasana dan Sukanya Lare (ipar Dipati Imbanagara).

Maksud dan tujuan Mas Bongsar berikut pengikunya meninggalkan pusat pemerintahan Gara Tengah itu adalah selain mereka merasa sakit hati, juga Mas Bongsar ingin mempersiapkan diri untuk membuktikan kepada pemerintahan Mataram, bahwa ayahnya yaitu Dipati Imbanagara tidak bersalah, juga membuktikan kelicikan dan penghianatan Wiranangga (pamannya) kepada dirinya sendiri.

Dengan segala persiapan dan latihan serta bantuan dari para pengikutnya ditempat persembunyian, akhirnya Mas Bongsar dapat membuktikan, siapa yang salah dan yang mana yang benar. Dan ternyata orang yang berkhianat itu adalah pamannya sendiri Patih Wiranangga.

Peristiwa ini rupanya diketahui oleh Sultan Agung, sehingga beliau menugaskan menghukum pancung bagi Wiranangga. Setelah Mas Bongsar mengetahui bahwa pamannya akan dikenakan hukuman mati dengan cara dipancung, maka beliau dengan segala keluhuran Budi dan kerendahan hati segera bersujud kepada Sultan Agung dengan tujuan untuk meminta supaya hukuman pancung yang akan dikenakan kepada pamannya Wiranangga dicabut kembali, dan Mas Bongsar bersedia memaafkan segala kesalahannya.

Akhirnya Sultan Agung Mataram merestui dan mengabulkan permintaan Mas Bongsar. Bahkan atas keluhuran budi dan kerendahan hati Mas Bongsar, maka beliau diberi gelar "Raden  Adipati", selain itu juga mendapat gelar "Panji" karena cita-cita Mas Bongsar sesuai dengan cita-cita penguasa Mataram, 

maka selain Mas Bongsar diangkat menjadi penguasa Gara Tengah juga mendapat gelar secara kumplit yaitu Raden Adipati Aria Panji Jaya Nagara, sebagai rasa haru dan hormat dari penguasa Mataram kepada Mas Bongsar, tetapi Sultan Agung memerintahkan supaya nama Imbanagara dijadikan pusat pemerintahan yang dikehendaki oleh Mas Bongsar.

Raden Adipati Aria Panji Jaya Nagara memerintah atau jadi Adipati Gara Tengah dari tahun 1636 sampai dengan 1642 masehi. Dalam melaksanakan pemerintahannya Raden Adipati Panji Jaya Nagara dibantu oleh keluarga dekat yang setia, diantaranya adalah : Dalem Lokasana, adik dari Adipati Imbanagara (ayahnya Mas Bongsar), dan beliau itu sebagai pencinta olah kanuragan serta banyak sekali jasa-jasanya dalam pendidikan jasmani. Maka oleh sebab itulah sampai sekarang nama dalem Lokanata diabadikan menjadi nama sebuah lapangan olah raga di Kota Ciamis (Lokasana).

Raden Adipati Aria Panji Jaya Nagara  memerintah di Gara Tengah selama 6 tahun. Pada tanggal 12 juni Raden Aria Panji Jaya Nagara, memindahkan pusat pemerintahan dari Gara Tengah ke Barunai yang selanjutnya disebut Galuh Imbanagara dan karena itulah maka pada sidang paripurna DPR II Kabupaten Ciamis tanggal 17 Mei tahun 1972 memutuskan bahwa tanggal 12 Juni tahun 1642 tersebut dijadikan titik tolak hari jadi Kabupaten Ciamis.

Pemerintah Galuh Imbanagara daerahnya meliputi sampai sebelah Barat Jawa Tengah, seperti diantaranya : daerah Dayeuh luhur, Nusa Kambangan, Banyumas dan Cilacap.

Namun akibat tindakan dari salah Bupati Ciamis ke 9 Raden Adipati Natadikusuma, dimana beliau tidak sepaham menentang pemerintahan Belanda, maka daerah kekuasaan daerah Galuh Imbanagara dipecah dan dipersempit oleh Pemerintahan Belanda sehingga sebelah Timur Sungai Citanduy diberikan ke Jawa Tengah, sedangkan Banjar, Kawasen Pangandaran dan Cijulang disatukan dengan Sukapura.



1.4 Kaitan dengan Silsilah Keturunan Pangeran Santri
Generasi Ke 1
1. Pangeran Santri atau Rd. Sholih atau Ki Gedeng Sumedang alias Pangeran Koesoemadinata anak dari Pangeran Muhamad dan Nyimas Siti Armilah atau Nyimas Gedeng Badori putri Sindang Kasih Majalengka. 

Pangeran Santri lahir 29 May 1505, meninggak tahun 1580, usia 75 tahun dimakamkan di Pasarean Gede Sumedang. Radja Sumedang Larang antara tahun 1530-1578, karena menikahi Ratu Sumedanglarang yaitu Ratoe Poetjoek Oemoen, anak dari Rd. Santajaya (Sunan Corendra) dan NM. Ratoe Patoeakan atau Ratu Sintawati, mempunyai anak :
1.1 Prabu Geusan Oeloen atau Pangeran Angka Wijaya (Kooesoemadinata II)
1.2 Dmg. Rangga Dadji 
1.3 Dmg. Watang 
1.4 Santoan Wirakoesoemah 
1.5 Santoan Tjikeroeh 
1.6 Santoan Awi Loear 

Generasi Ke 2
1.1 Prabu Geusan Oeloen alias Pangeran Angkawijaya Gelas Pangeran Koesoemadinata II. lahir tahun 1558 meninggal 1608 di Dayeuh Luhur (Dayeuh Kolot, Rengganis), Sumedang, usia 50 tahun, Radja Sumedang Larang 1578-1601. Mempunyai 15 anak dari ketiga isterinya, dibuku Silsilah Pangeran Santri tidak dituliskan nama-nama isteri-isterinya (informasi ini dari diagram silsilah dan tulisan sejarah tentang Kerajaan Sumedang Larang), sehingga hubungan ibu dan anak tidak tertulis juga. Dalam sistem penomoran baru dari YPS (Yayasan Pangeran Sumedang) ketiga istri tersebut dengan anak-anak sebagai berikut :
Isteri 1 : Cukang Gedeng Waru, dengan 12 anak, yaitu :
1.  Pangeran Rangga Gede
2.  Raden Aria Wiraraja I
3.  Kyai Kadu Rangga Gede
4.  Kyai Rangga Patra Kelana
5.  Kyai Ar. Rangga Pati
6.  Kyai Ngabehi Watang
7.  Nyimas Demang Cipaku
8.  Nyimas Ngabehi Martayuda
9.  Nyimas Rangga Wiratama
10. Randen Rangga Nitinagara
11. Nyimas Rangga Pamade
12. Nyimas  Dipati Ukur

Isteri ke 2 : Ratu Harisbaya, mempunyai 2 anak :
1. Pangeran Soeriadiwangsa atau Rangga Gempol 
2. Pangeran Tumenggung Tegal Kalong

Isteri ke 3: Nyi Mas Pasarean, mempunyai satu anak :
15. Kyai Demang Cipaku

Herman Rahardja menambahkan dalam GENI ketiga istri beserta anak-anaknya sebagai berikut :
Istri ke 1: Cukang Gedeng Waru, dengan anak:
1. Rangga Gede ==> Pangeran Rangga Gede
2. Kiyai Kadu Rangga Gede ==> Kyai Kadoe Rangga Gede
3. Rangga Patra Kalasa ==> Kyai Rangga Patra Kelana
4. Rangga Pati ==> Kyai Aria Rangga Pati
5. Rangga Wiratama ==> NM. Rangga Wiratama
6. Rangga Nitinagara ==> Rd. Rangga Nitinagara
7. Nyi Mas Rangga Pamade ==> NM. Rangga Pamade

Istri ke 2 : Ratu Harisbaya, dengan anak :
1. Suradiwangsa => Rangga Gempol 
2. Ngabehi Watang ==> Kiai Ngb. Watang
3. Ngabehi Martayuda ==> NM. Ngb. Martajoeda

Istri ke 3: Nyi Mas Pasarean, dengan anak :
1. Aria Wiraraja ==> Rd. Aria Wiraradja I
2. Nyi Mas Demang Cipaku ==> NM. Dmg. Tjipakoe
3. Nyi Mas Dipati Ukur ==> NM. Dipati Oekoer
4. Pangeran Tumenggung ==> Pangeran Tmg. Tegal Kalong
5. Kiyai Demang Cipaku ==> Kiai Dmg. Tjipakoe

Pangeran Geusan Oeloen menikah dengan NM. Gedeng Waru, putri Sunan Pada
(Istri 1, Istri 1).
Anak-anak:
1.1.1 Pangeran Rangga Gede gelar Koesoemadinata IV
1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I 
1.1.3 Kiai Kadoe Rangga Gede 
1.1.4 Kiai Rangga Patra Kelana 
1.1.5 Kiai Aria Rangga Pati 
1.1.6 Kiai Ngb. Watang 
1.1.7 NM. Dmg. Tjipakoe 
1.1.8 NM. Ngb. Martajoeda 
1.1.9 NM. Rangga Wiratama 
1.1.10 Rd. Rg. Nitinagara atau Dlm. Rg. Nitinagara 
1.1.11 NM. Rangga Pamade 
1.1.12 NM. Dipati Oekoer 

Pangeran Geusan Oeloen menikahi Ratoe Harisbaya (Isteri ke 2) anak dari Pangeran Adipati Katawengan Keturunan Radja Madura, saudara sepupu Panembahan Senopati Mataram.
mempunyai anak :
1.1.13 Pangeran Rangga Gempol gelar Koseoemadinata III
1.1.14 Pangeran Tmg. Tegal Kalong 

Pangeran Geusan Oeloen menikai NM. Pasaeran. 
1.1.16 Kiai Dmg. Tjipakoe 

Herman Rahardja menambahkan dalam GENI ketiga istri beserta anak-anaknya sebagai berikut :
Istri ke 1: Cukang Gedeng Waru, dengan anak:
1. Rangga Gede ==> Pangeran Rangga Gede
2. Kiyai Kadu Rangga Gede ==> Kiai Kadoe Rangga Gede
3. Rangga Patra Kalasa ==> Kiai Rangga Patra Kelana
4. Rangga Pati ==> Kiai Aria Rangga Pati
5. Rangga Wiratama ==> NM. Rangga Wiratama
6. Rangga Nitinagara ==> Rd. Rangga Nitinagara
7. Nyi Mas Rangga Pamade ==> NM. Rangga Pamade

Istri ke 2 : Ratu Harisbaya, dengan anak :
1. Suradiwangsa ==> Rangga Gempol 
2. Ngabehi Watang ==> Kiai Ngb. Watang
3. Ngabehi Martayuda ==> NM. Ngb. Martajoeda

Istri ke 3: Nyi Mas Pasarean, dengan anak :
1. Aria Wiraraja ==> Rd. Aria Wiraradja I
2. Nyi Mas Demang Cipaku ==> NM. Dmg. Tjipakoe
3. Nyi Mas Dipati Ukur ==> NM. Dipati Oekoer
4. Pangeran Tumenggung ==> Pangeran Tmg. Tegal Kalong
5. Kiyai Demang Cipaku ==> Kiai Dmg. Tjipakoe

Pangeran Geusan Oeloen menikah dengan isteri ke 1 NM. Gedeng Waru , putri Sunan Pada, mempunyai anak :
1.1.1 Pangeran Rangga Gede gelar Koseoemadinata IV
1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I 
1.1.3 Kiai Kadoe Rangga Gede 
1.1.4 Kiai Rangga Patra Kelana 
1.1.5 Kiai Aria Rangga Pati 
1.1.6 Kiai Ngb. Watang 
1.1.7 NM. Dmg. Tjipakoe 
1.1.8 NM. Ngb. Martajoeda 
1.1.9 NM. Rangga Wiratama 
1.1.10 Rd. Rg. Nitinagara atau Dlm Rg Nitinagara 
1.1.11 NM. Rangga Pamade 
1.1.12 NM. Dipati Oekoer 

Pangeran Geusan Oeloen menikahi isteri ke 2  Ratu Harisbaya putrinya Pangeran Adipati Katawengan keturunan Radja Madura, saudara sepupu Panembahan Senopati Mataram,
mempunyai anak :
1.1.13 Pangeran Rangga Gempol gelar Koseoemadinata III
1.1.14 Pangeran Tmg. Tegal Kalong 

Pangeran Geusan Oeloen menikahi isteri ke 3 NM. Pasaeran, putrinya Sunan Munding Saringsingan. mempunyai anak : 
1.1.16 Kiai Dmg. Tjipakoe 


Generasi Ke 3
1.1.13 Rd. Soeria Diwangsa alias Rd. Aria Soera Di Wangsa alias Dipati Rangga Gempol, gelar Pangeran Koesoemadinata III. dimakamkan di Bembem Jogjakarta. Bupati Wedana Sumedang -Priangan antara tahun 1601-1625, masa pengaruh Mataram. meninggal tahun 1678 Masehi Dari pernikahannya dengan Nyi Sulhalimah putrinya Santowan Awiluar dan Sari Atuhu atau Buyut Eres, mempunyai anak :
1.1.13.1 Rd. Kartadjiwa atau Rd. Soeriadiwangsa II
1.1.13.2 Rd. Mangoenrana 
1.1.13.3 Rd. Tampangkil 
1.1.13.4 NR. Soemalintang atau NR Ajoemayar atau R.A Soedarsah 
1.1.13.5 NR. Noestawijah 
1.1.13.6 NM. Ajoe atau RA Mariah atau Nyi Gedeng Muda


Generasi Ke 4
1.1.13.6 NM. Ajoe atau RA Mariah atau Nyi Gedeng Muda
NM. Ajoe ditikah oleh Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar atau Kanjeng Dalem Kyai Adipati Bupati Galuh IV Imbanagara, Bupati Galuh ke 3 (1636-1678), anak dari Ujang Purba atau Kanjeng Dalem Kyai Adipati Bupati Galuh III Imbanagara, Bupati Galuh ke 2 Mas Dipati Imbanagara (1625-1636) dan Gedeng Adilarang atau Anjung Larang Gede Cukang Baray, mempunyai anak :
1.1.13.6.1 Raden Anggapraja atau Kanjeng Dalem Aria Bupati Imbanagara Anggapradja, Bupati Galuh ke 4 antara tahun 1678-1679
1.1.13.6.2 Raden Angganaya atau Kanjeng Dalem Adipati Bupati Imbanagara Angganaja, Bupati Galuh ke 5 antara tahun 1679-1693. 
1.1.13.6.3 Nyimas Koerawoet 
1.1.13.6.4 Nyimas Galuh 
1.1.13.6.5 Raden Angganata II 
1.1.13.6.6 Raden Adipati Anggamadja, Bupati Imbanagara ke 3


Generasi Ke 5
1.1.13.6.1 Raden Anggapraja atau Kanjeng Dalem Aria Bupati Imbanagara Anggapradja, Bupati Galuh ke 4 antara tahun 1678-1679. mempunyai anak :
1.1.13.6.1.1 Dlm. R. Soetadiwangsa I 


Generasi Ke 6
1.1.13.6.1.1 Dlm. R. Soetadiwangsa I, mempunyai anak :
1.1.13.6.1.1.1 Dlm. R. Tjandrakoesoemah 
1.1.13.6.1.1.2 R. Dg. Anggapradja 
1.1.13.6.1.1.3 Kyai Soetapria 
1.1.13.6.1.1.4 Kyai Rd. Abdoel Anggamalan atau Anggamalang 
1.1.13.6.1.1.5 R. Anggapradja 


Generasi Ke 7
1.1.13.6.1.1.4 Kyai R. Abdoel Anggamalan atau Anggamalang atau Dalem Abdoel Anggamalang, mempunyai anak :
1.1.13.6.1.1.4.1 Raden Kapi Ibrahim I 
1.1.13.6.1.1.4.2 Raden Rajinala 
1.1.13.6.1.1.4.3 Raden Abdoel Rachman 

Jalan ke arah makam Kapi Ibrahim, di Komplek Makam Kembang Gadung Ciamis

Generasi Ke 8
1.1.13.6.1.1.4.1 Raden Kapi Ibrahim I , mempunyai anak : 
1.1.13.6.1.1.4.1.1 Raden Kapi Ibrahim II 
1.1.13.6.1.1.4.1.2 Ki Noesajin 
1.1.13.6.1.1.4.1.3 Ki Kapioedin 
1.1.13.6.1.1.4.1.4 Ki Noersamid atau Noersahid 
1.1.13.6.1.1.4.1.5 Ki Anggawinata 
1.1.13.6.1.1.4.1.6 Raden Kahfi Ibrahim II 


1.5. Dalem Aria Anggapraja Bupati Galuh ke II Masa Pemerintahan Antara Tahun 1678-1679 M
Di lokasi yang berbeda tempat, tak jauh dari lokasi makam yaitu Raden Panji Aria Jayanegara atau Mas Bongsar, terdapat pula makam putranya yaitu Kanjeng Dalem Aria Anggapraja Bupati Galuh ke 4 masa pemerintahan 1678 sampai dengan 1679 Masehi,  yang lokasinya berada di makam Tempat Pemakaman Umum Imbanagara bercampur dengan keturunannnya di Desa Imbanagara Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis.

Raden Aria Anggapraja beristerikan Nyi Asih putrinya Paledang, padahal oleh orang tuanya sudah dijodohkan kepada Nyi Mas Bumi putrinya Adipati Singacala Bupati Kawali. Untuk tidak mengecewakan orang tuanya serta calon isterinya agar tetap menjadi Raden Ayu Galuh Imbanagara, maka Nyi Mas Bumi  diberikan kepada adiknya Raden Angganaya menjadi Bupati Galuh Imbanagara yang menggantikannya.

Raden Aria Anggapraja, putra pertama Raden Adipati Aria Panji Nagara atau Mas Bongsar, tidak lama menjabat bupati karena tidak bersedia bekerjasama dengan pihak kompeni yang masuk ke daerah Galuh.  
Beliau bersama isterinya lebih memilih jadi rakyat biasa dan merasa punya tugas khusus yang mendatangkan rakyat sebanyak 670 jiwa yang hilang karena kerusuhan perampok di Garatengah.


Kuncen Makam  Dalem Aria Anggapraja Bupati Galuh ke II, masa pemerintahan 1678 - 1679 M di Desa Imbanagara Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis


MASA KEDALEMAN CIAMIS : NAGARA TENGAH GARA TENGAH DAN GERET TENGAH 
A. Kadalemanya disebut : Nagara Tengah
Zaman Dalemnya: 
1. Raden Aria Pandji Subrata (Dalem I) tahun 1583 – 1591 M.
2. Raden Aria Pandji Kusumah (Dalem II) tahun 1591 – 1611 M.
3. Raden Aria Kusumah (Dalem III) tahun 1611 – 1618 M.

B. Kadalemanya disebut : Gara Tengah
Setelah Galuh disatukan dengan Nagaratengah dan Pusat Kadalemanya berada di Nagaratengah. Yang memimpin Kadaleman yaitu:
1. Sang Adipati Panaekan (1618 – 1625 M)
2. Dipati Imbanagara (1625 – 1636 M)
3. Mas Bongsar (Raden Adipati Pandji Aria Jayanagara – Raden Yogaswara) tahun 1636-1678 M.

C. Kadalemanya disebut : Geret Tengah
Setelah Kadaleman Garatengah pindah ke Imbanagara Tahun 1642 M, oleh Raden Adipati Pandji Aria Jayanagara (Raden Yogaswara). Bekas Kadaleman Nagaratengah – Garatengah yang sampai sekarang disebut Geret Tengah.

Di Geret tengah setelah kepindahan Pusat Kedaleman ke Imbanagara suasananya menjadi sepi karena penghuninya banyak yang pindah dari tempat itu. Seperti diantaranya Raden Malangganata (Embah Malang), dan Kyai Kapi Ibrahim II pindahnya ke daerah Tembong Gunung Harjawinangun daerah Manonjaya sekarang.

Kyai Kapi Ibrahim dan Kyai Kapiyudin serta Raden Anggawinata pindahnya ke daerah yang disebut Wanalapa sekarang.

Kyai Kapiyudin membuat Pesantren disebelah utara Sungai Cihapitan. Setelah meninggal Kyai Kapiyudin dimakamkan di daerah Kembang Gadung Kampung Negla Desa Cijulang Kecamatan Cineam berdekatan dengan Makam Kyai Kapi Ibrahim.

Putra penghulu Kyai Abdul Rokhaniah yang bernama Raden Subakerta dan Isterinya Nyi Raden Tiru setelah Ayahnya meninggal dari Geret Tengah pindah ke daerah yang disebut Babakan sekarang.

Setelah meninggal Raden Subakerta dan Nyi Raden Tiru dimakamkan di Lebak Lipung masuk Dusun Kertaharja Desa Ciampanan Kecamatan Cineam sekarang.
Peninggalan: Makam Raden Subakerta (Putu Kyai Anggamalang)
Peninggalan: Makam Nyi Raden Tiru (Mantu Kyai Abdul Rokhaniah)

Sedangkan saudara Raden Subakerta yang bernama Raden Subamanggala tidak ikut pindah ke babakan tapi pindah ke daerah Cisangkir wilayah Cibeureum.

Di Geret Tengah tidak ada ciri-ciri bekas Negara seperti Arca atau tembok bekas Pendopo sebab bukan bekas Kerajaan. Tapi hanya bekas Kadaleman bangunanya tidak ada yang terbuat dari tembok tapi waktu itu membuat Kadaleman dari Kayu.

Setelah itu di Imbanagara yang memimpinya bukan Dalem lagi tetapi menjadi Bupati Galuh. Tanpa didampingi oleh Wali, peristiwa yang bersejarah itu dalam perkembangan Kabupaten Ciamis dengan wilayah kekuasaanya sekarang. Sehubungan dengan itu pula berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lain Hari Jadi Kabupaten Ciamis jatuh pada Tanggal 12 Juni Tahun 1642.

Tahun 1815 adalah masa pemerintahan Bupati Wiradi Kusumah yang waktu itu pernah terjadi pemindahan ibu kota Kabupaten Galuh dari daerah Imbanagara ke Cibatu Ciamis

Sedangkan perubahan Nama Galuh menjadi Ciamis dilakukan pada Tahun 1916 oleh R.T.G. Sastrawinata yang pada waktu itu berkedudukan sebagai Bupati Galuh yang ke 16 dan memerintah sekitar Tahun 1914 – 1935.

Kadaleman Nagara Tengah didirikan sekitar tahun 1583 M, yang menjadi Dalem I adalah Raden Aria Pandji Subrata. Pusat kadaleman berada sebelah timur Sungai Cihapitan di Kampung Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya sekarang.
Batas Wilayahnya sebagai berikut :
- Sebelah Barat : Daerah Cisangkir Cibeureum.
- Sebelah Selatan : Daerah Sukakerta
- Sebelah Timur : Galuh (Batu Gajah)
- Sebelah Utara : Sungai Citanduy.

Yang sekarang menjadi Kecamatan Cineam, Kecamatan Cimaragas, Kecamatan Langkap Lancar, Manonjaya dan sebagian wilayah yang ada di Kecamatan Cibeureum. Banyaknya Rumah atau Tugu se-kadaleman Nagara Tengah waktu itu sekitar 200 rumah.

Raden Aria Pandji Subrata (Dalem I) dalam mengatur dan mengurus kadaleman Nagara Tengah dibantu oleh Raden Angganaya Kusumah yang di kenal dengan sebutan Dalem Naya Kusumah, yang mempunyai putra :

1. Raden Anggamalang 
Raden Anggamalang adalah seorang Kyai yang pertama menyebarkan Agama Islam di wilayah Nagara Tengah. Terpilih menjadi Penghulu dan sebagai Hakim Leuwi Panereban. Sesudah meninggal dimakamkan di Pasir Abas sekarang Dusun Cikanyere dan Astananya di Dusun Darmasari (Cidarma) Desa Madiasari Kecamatan Cineam.
Peninggalan : Makam Kyai Anggamalang

2. Raden Anggapraja
Raden Anggapraja adalah seorang Jaksa di Galuh, pindah menjadi Jaksa di Kadaleman GaraTengah, setelah Kadaleman Galuh dan Nagara Tengah disatukan.
Makamnya di Nangerang dusun Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam.
Peninggalan: Makam Raden Anggapraja

3. Raden Sutadiwangsa 
Raden Sutadiwangsa adalah seorang Bendahara Kadaleman khusus bagian ternak. Apabila ada rakyat yang Seba kepada Dalem berbentuk hewan seperti Kambing, Kerbau atau Sapi oleh Dalem terus diserahkan kepada Bendahara bagian ternak. Tempat Pemakamannya di Sumbang Situ Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam.
Peninggalan : Makam Raden Sutadiwangsa

4. Raden Tjandra Kusumah 
Raden Tjandra Kusumah adalah seorang Sekretaris (Juru Serat) di Kadaleman Nagara Tengah, mempunyai binatang peliharaan Kera Hitam yang biasa disebut LUTUNG.
Binatang peliharaan tersebut mendiami sebuah pohon besar (Kiara) yang berada di atas tempat keluarnya mata air, yang sekarang disebut Cilutung. Bukit tempat pemakamannya disebut Cilutung yang sekarang ada diwilayah Dusun Sukabakti Desa Ciampanan Kecamatan Cineam.
Peninggalan: Makam Raden Tjandra Kusumah

5. Raden Sutapria
Raden Sutapria berkelana ke luar daerah Kadaleman Nagara Tengah yaitu ke daerah Kawasen. Menikah dengan Putri Dalem Kawasen, membuat menara Mesjid Agung yang kemudian dipindahkan menjadi Munara Mesjid Agung Manonjaya sekarang.

Pendopo Kadaleman, Mesjid Agung dan bangunan lainnya pada waktu itu tidak ada yang terbuat dari tembok tapi hanya dari kayu yang atapnya terdiri dari daun alang-alang, daun tepus yang dilapisi ijuk.

Budaya Kadaleman Nagara Tengah belum bisa untuk membuat tembok dan genting. Mesjid-mesjid banyak yang dibangun diseluruh wilayah Kadaleman. Pada waktu itu untuk menentukan hari yang dipakai sebagai Hari Raya Agama Islam, Penghulu Kyai Anggamalang menggunakan Hisab – Ruýat. Untuk menentukan hal-hal lain seperti menanam padi di huma (Tegalan) karena waktu itu belum ada sawah, untuk membuat rumah, pindah rumah, menikahkan dan lainnya, untuk menghitung tanggal dipergunakan Tahun Syaka.

Tahun Syaka dengan tahun Hijriah umumnya berbeda 1 hari. Umpamanya tahun Hijriah tanggal 15 maka tahun Syaka baru tanggal 14.

Pada waktu itu untuk menyebarkan Agama Islam sulit sekali, karena wilayah Galuh termasuk Nagara Tengah baru pindah Agama dari luar ke Agama Islam. Untuk me’ma’murkan rakyat, Dalem Nagara Tengah memerintahkan untuk menanam padi, wijen, jagung, kapas dan yang lainnya.

Di Nagara Tengah sudah ada yang disebut Jaksa, akan tetapi Ilmu kejaksaannya belum ulung (Mahir) kalau ada orang atau rakyat yang diperkarakan oleh jaksa diserahkan kepada Dalem kemudian oleh Dalem diserahkan kepada Hakim Kyai Anggamalang. Supaya diyakinkan berdosa atau tidaknya seseorang.

Tempat menghukum dilaksanakan di Leuwi Panareban Sungai Cikembang. Sekarang sekitar Jembatan Cikembang antara Cineam dan Manonjaya.

Daerah leuwi Panareban oleh orang Nagara Tengah dianggap keramat tidak boleh diganggu seperti mencari ikan.
Peninggalan : Leuwi Panareban

Cara menghukum orang yang dianggap bersalah, disuruh menyelam di leuwi Panareban sekuat-kuatnya, kalau tidak kuat pasti muncul ke permukaan air. Yang menyaksikan dapat melihat orang yang dihukum tersebut, apabila berdosa pada kulit muka dan bagian kulit pundak menjadi hitam setelah kembali ke permukaan air.

Kemudian oleh Hakim ditanya akan mengaku mempunyai dosa atau tidak. Biasanya orang tersebut langsung mengaku, kalau sudah mengaku oleh Hakim disuruh menyelam kembali, apabila muncul kepermukaan air kulit muka dan pundaknya bersih kembali seperti semula.

Kalau orang yang dihukum tidak berdosa, biasanya disuruh menyelam sampai 3 kali (Nista, Maja, Utama). Apabila muncul ke permukaan air tetap saja kulit muka dan pundaknya bersih.
Peninggalan. Astana Kyai Anggamalang
(Di Cidarma, Kp. Darmasari Ds. Madiasari Cineam)

Hakim Kyai Anggamalang sebelum melaksanakan hukuman biasa berdoá dahulu kepada Yang Maha Kuasa (Maha Agung), seumpama oraang tersebut mempunyai dosa minta ada ciri-ciri seperti yang disebut diatas. Serta Kyai Mujasmedi (Berdoá) dengan duduk diatas batu dipinggir Leuwi Panareban, maksud menentukan dosa seseorang bukan atas kemauannya sendiri tapi atas perintah Kanjeng Dalem Nagara Tengah.

Batu tempat duduk tadi disebut Batu Darma yang sekarang masih ada di pinggir Sungai Cikembang dibawah Jembatan Sungai Cikembang.
Peninggalan: Batu Darma


Sasakala Cineam
Kyai / Penghulu / Hakim Leuwi Panareban (Raden Anggamalang) mempunyai putra 7 yaitu:
1. Kyai Kapi Ibrahim
2. Kyai Abdul Rokhaniah
3. Raden Bakhorah
4. Raden Malaganata
5. Raden Ria Winata
6. Dalem Sumur
7. Nyi Raden Sisi Leri
Kemakmuran di wilayah Kadaleman Nagara Tengah tiap tahun terus meningkat.

Dalem I Raden Aria Pandji Subrata meninggal, dimakamkan di sebelah utara Sungai Cihapitan dekat dengan pohon Gembor yang oleh masyarakat sekitar disebut Dalem Gembor. Sedangkan Isterinya dimakamkan di bukit pinggir Jalan antara Sindangrasa meuju Sungai Cihapitan yang dikenal dengan Nyi Raden Dalem Cempaka karena di dekat makamnya banyak terdapat pohon Cempaka. Kedua makam tersebut sekarang ada di Dusun Sindangrasa Desa Ciampanan Kecamatan Cineam.
Peninggalan : 
1. Makam Aria Pandji Subrata (Dalem Gembor)
2. Makam Nyi Raden Dalem Cempaka

Sumber :
1. www.wikiwand.com/id/Cineam,_Tasikmalaya.
2. Buku Sejarah Imbanagara File Amirfro/Dkise/2002/Karya H.Djaja S.

Baca Juga :

Tidak ada komentar