Berziarah ke Makam Adipati Panaekan di Situs Karang Kamulyaan Ciamis

Sampurasun 
Mugia Rahayu Sagung Dumadi

Menelusuri situs yang mencakup area hutan seluas sekitar 25,5 hektare sangat tidaklah mudah.
Situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini meninggalkan jejak-jejak peradaban yang panjang.

Para ahli sejarah meyakini bahwa Situs yang bernama Karangkamulyan adalah salah satu peninggalan Kerajaan Galuh, yang berdiri antara abad ke-7 hingga abad ke-16 Masehi. 

Namun, tdak diketahui kapan Situs Karangkamulyan pertama kali ditemukan. Mengutip laman resmi Direktori Pariwisata Kemenparekraf, masyarakat setempat menyebut bahwa situs ini sering dikunjungi sejak tahun 1700-an. Hanya saja hingga 1914, Situs Karangkamulyan belum juga disebut dalam inventarisasi benda-benda purbakala yang disusun oleh NJ Krom.

Situs yang terletak antara Ciamis dan Banjar, jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis ini, terdapat hewan liar, terutama monyet dan sesekali muncul lutung yang berkeliaran bebas di dalam situs yang memang sangat rimbun dan mirip hutan belantara.

Selama penelusuran, jalan setapak dari tanah yang dilewati pun diperkirakan telah ada sejak abad ke-13. Jalan dari tanah namun telah padat ini merupakan salah satu kearifan leluhur di masa lampau.

Kiri kanan jalan juga dipenuhi rumpun bambu dan beragam tumbuhan. Bahkan ada beberapa jenis pohon yang sudah langka dapat ditemukan di situs ini.

Jejak zaman Kerajaan Galuh pada abad ke-7 atau masa peradaban Hindhu-Budha ini meninggalkan berbagai batu yang kental dengan Kerajaan Galuh dan memiliki nilai sejarahnya masing-masing. Pertama, ada Batu Pangcalikan, konon ini merupakan tempat musyawarah para raja dan tempat singgasananya.

Kedua, ada Batu Panyandaan, masyarakat sekitar meyakini batu ini merupakan tempat istirahat Ibunya Ciung Wanara. Kemudian, ada Batu Lambang Peribadatan. Batu tersebut berbentuk persegi yang berdiri di tengah dan dikelilingi banyak batu bundar.

Terdapat juga Batu Pamangkonan dan Patimuan Leuwi Sipatahunan,  Selain itu, ada sejumlah tokoh Kerajaan Galuh yang dimakamkan di kawasan ini, di antaranya makam Adipati Panaekan.  Di Kawasan ini juga Anda bisa menemukan muara sungai, pertemuan antara sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. 

Adipati Panaekan yang mempunyai nama aslinya Raden Ujang Ngoko adalah putranya Prabu Cipta Permana.  Prabu Cipta Permana putranya Maharaja Sanghyang Cipta Permana Prabu Digaluh Salawe. Prabu Digaluh Salawe putranya Prabu Haur Kuning Narpati Talaga.  Prabu Haur Kuning putranya Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum Talaga atau Sunan Parung Gangsa yang menikahi Ratu Parung atau Ratu Sunyalarang atau Ratu Wulansari. putrinya Batara Sokawayana. 

Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum Talaga atau Sunan Parung Gangsa atau Pucuk Umum Talaga putranya Prabu Munding Surya Ageung atau Prabu Munding Wangi putranya Sribaduga Jaya Dewata dari Ratu Raja Mantri putrinya Prabu Tirtakusuma atau Sunan Tuakan dari Kerajaan Sumedang Larang.


Kondisi Pasca Runtuhnya Kawali
Kerajaan Galuh Pangauban didirikan oleh Prabu Haur Kuning (saat ini masuk wilayah desa Putrapinggan, Kecamatan Kalipucang, Pangandaran.(diperkirakan sekitar 1530 Masehi).

Setelah runtuhnya Kawali sebagai pusat kerajaan Galuh pada tahun 1570 Masehi, muncul beberapa pusat kekuasaan baru yang masih mempertahankan corak Hindu.  Salah satunya di Salawe, Cimaragas, Ciamis Selatan, yang sering disebut Kerajaan Galuh Salawe. Rajanya bernama Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta di Galuh.
 
Raja ini memiliki tiga orang putra yang bernama Maharaja Upama, Maharaja Sanghyang Cipta dan Sareuseupan Agung. Sebagai anak tertua, Maharaja Upama mewarisi kerajaan Galuh Pangauban dari ayahnya. Maharaja Sanghyang Cipta diberi wilayah Salawe di Cimaragas dan mendirikan Kerajaan Galuh Salawe. Sedangkan Sareuseupan Agung menjadi Raja di wilayah Cijulang.


Datangnya Pengaruh Mataram
Selama dikuasai Cirebon, wilayah Galuh berstatus kerajaan bawahan namun saat dikuasai oleh Mataram statusnya turun menjadi Kabupaten atau Kadipaten.

Selanjutnya, pada akhir abad 16 masehi, pengaruh politik Kesultanan Mataram sampai ke Priangan. Meski begitu, kerajaan-kerajaan di Priangan masih berlaku sebagai kerajaan mandiri, belum menjadi bagian langsung pemerintahan Mataram. hal ini dicirikan dengan para penguasanya yang masih menggunakan gelar Prabu atau Maharaja.


Pembagian Ajeg Kekuasaan
Pasca Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta wafat, wilayahnya terbagi menjadi tiga, yaitu : Pertama, Galuh Gara Tengah (pusatnya di Gara Tengah, Cineam, Tasikmalaya) yang dipimpin anak keduanya bernama Prabu Cipta Permana. 

Kedua, Kertabumi, pusatnya berada di Dusun Bunder, Cijeungjing yang dipimpin oleh  Pangeran Rangga Permana atau Kyai Patra Kelasa, menantu Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta. Pangeran Rangga Permana atau Kyai Patra Kelasa atau Prabu Di Muntur atau Adipati Kertabumi 1 adalah salah satu putranya Prabu Geusan Ulun dari Kerajaan Sumedanglarang. Sedangkan  isterinya, Nyi Tanduran Ageung atau Tanduran Gagang adalah anak tertua Prabu Sanghyang Cipta. 

Dan ketiga Kawasen (Banjarsari sekarang) dengan rajanya bernama Sanghyang Permana, putra bungsu Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta.

Ketiga kerajaan ini sudah bercorak Islam.  Cipta Permana sendiri menikah dengan Tanduran Tanjung, putri penguasa Kawali. Dari pernikahan ini lahir Ujang Ngoko, yang ketika ditunjuk menggantikan ayahnya sebagai penguasa Gara Tengah bergelar Adipati Panaekan yang berkuasa antara tahun 1618-1625 Masehi.

Pada saat itu, kerajaan-kerajaan di tatar Galuh sudah turun status menjadi hanya setingkat kabupaten. Gelar pemimpinnya pun tidak lagi prabu atau maharaja, tetapi hanya adipati.
Adipati Panaekan diangkat menjadi Wedana Bupati Mataram di tatar Priangan oleh Sultan Agung yang berkuasa di Mataram pada tahun 1613-1645 Masehi. 

Anak dari Maraja Cita atau Adipati Kertabumi 1 yaitu Nyi Natabumi diperisteri oleh Adipati Panaekan. 

Sementara Kertabumi, saat itu, dipimpin oleh Adipati Singaperbangsa 2 atau Raden Pager Gunung atau Adipati Kertabumi 3 antara tahun 1618-1641 Masehi, putranya Dalem Turgina Raden Wira Nanggapati atau Raden Kanduruan Singaperbangsa atau Adipati Kertabumi 2.


Perselisihan Antar Saudara
Galuh Kertabumi semakin berkembang ketika Adipati Singaperbangsa 2 memindahkan pusat Kerajaan Galuh Kertabumi dari Gunung Susuru ke Banjar Patroman (Desa Banjar Kolot). Penyebab perpindahan tersebut, akibat terjadinya perselisihan paham antara Adipati Singaperbangsa 2 dengan Adipati Panaekan  dalam rencana penyerangan terhadap Belanda di Batavia.

Bila dilihat dari silsilah, hubungan Adipati Panaekan dengan Adipati Singaperbangsa 2 adalah paman dan keponakan. Ayah Panaekan, Prabu Cipta Permana, adalah adik dari Tanduran Ageung, nenek dari Adipati SingaperbangsaMeski begitu, nampaknya hubungan di antara mereka tidak begitu bagus.  

Adipati Panaekan condong kepada rencana Dipati Ukur untuk menyerang secepatnya ke Batavia sebelum kekuatan Belanda makin besar. Sedangkan Singaperbangsa 2 lebih sependapat dengan Pangerran Aria Soeriadiwangsa atau Dipati Rangga Gempol yang merencanakan membangun kekuatan dengan mempersatukan wilayah Priangan.

Ketika Sultan Agung mulai bersiap untuk menyerang VOC di Batavia pada tahun 1625 Masehi, ia memerintahkan bupati-bupati dari priangan untuk berpartispasi. Hal ini menjadikan perbedaan pendapat di antara para bupati. Perselisihan semakin panas, terutama antara Adipati Panaekan dan Adipati Singaperbangsa 2.  Adipati Panaekan ingin secepatnya menyerang, sebelum VOC semakin kuat. Sementara, Adipati Singaperbangsa 2 berpendapat lebih baik pasukan memperkuat dulu logistik sebelum berangkat menyerang.


Kisah Tragis Adipati Panaekan (Terbunuhnya Adipati Panaekan)
Puncaknya, Adipati Panaekan terbunuh pada tahun 1625 Masehi.  Jenazah Sang Wadana Bupati dihanyutkan ke sungai Cimuntur.  Setelah ditemukan oleh pengikutnya, kemudian dimakamkan di Situs Karangkamulyan. Adipati Panaekan digantikan oleh putranya yang bernama Ujang Purba, yang bergelar Dipati Imbanagara antara tahun 1625-1636 Masehi.

Konon, karena peristiwa tersebut Adipati Singa Perbangsa 2, kemudian memindahkan Kertabumi ke Bojonglopang, Banjar Kolot sekarang. Oleh karena itu, Kertabumi disebut juga Kabupaten Bojonglopang, dan merupakan cikal bakal kota Banjar. 

Serangan pasukan Mataram ke Batavia dilaksanakan pada tahun 1628 dan 1629 Masehi, yang dua-duanya menemui kegagalan.  Pada serangan kedua, Dipati Ukur yang memimpin pasukan dari Priangan, akhirnya memberontak pada kesultanan Mataram

Salam Santun





ADIPATI PANAEKAN DALAM KAITANNYA DENGAN KETURUNAN RD. ARIA SOERIADIWANGSA (RANGGA GEMPOL)
Menurut Pengurus Musium Galuh Ciamis Kang Ruyat Sudrajat, BE : "Beliau adalah Generasi ke 4 dari Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja. Adipati Panaekan 1518-1525 adalah Bupati Wedana pertama di Tatar Priangan 1518-1520, yang menurunkan para Bupati/raja Galuh hingga tahun 1914. Ayahnya beliau adalah Prabu Galuh Sanghyang Ciptapermana II, Sedang kakeknya bernama Maharaja Cipta Permana I dan buyutnya Prabu Haur Kuning 1535-1580 (Kerajaan Galuh Pangauban)".

Adipati Panaekan, adalah kakeknya Adipati Panji Aria Jayanegara / Rd. Yogaswara (Mas Bongsar), yang memperistri NR. Murdah / NR. Siti Mariah salah satu putri dari 6 putra-putri Pangeran Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1), Bupati Priangan Masa Mataram yang memerintah di Tegal Kalong – Sumedang Utara, Mp. 1601 – 1625. Pangeran Aria Soeriadiwangsa dikebumikan di tiga lokasi di Mataram yaitu di Lempuyangan - Jogja, di Jalan Krasak Kotabaru, dan di Blunyah Gede Malati - Sleman.

Adipati Aria Soeriadiwangsa / Kusumadinata IV / Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi Propinsi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede, tidak berapa kemudian beliau mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura. Wilayah kekuasaannya dititipkan kepada Rangga Gede karena putra-putranya belum ada yang dewasa.

Beliau berhasil menaklukkan Sampang Madura yang waktu ada 6 kerajaan kecil yang mesti ditaklukan, 3 kerajaan dapat dikuasai dengan secara berdamai, karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa dari ibunya yaitu Ratu Harisbaya / Ratu Arosbaya (Istri Prabu Geusan Ulun ke 2) masih keturunan terah Sampang Madura, namun 3 kerajaan lagi harus ditaklukan dengan peperangan yang dibantu Balad Seribu dari Sumedanglarang, sehingga pada waktu itu pasukan tempur di Sumedanglarang kosong pada masa kekuasaan diserahkan ke kakaknya Pangeran Rangga Gede, namun berlainan Ibu dari Prabu Geusan Ulun. Oleh karena itu wadya balad prajurit pada masa pangeran Rangga Gede berkuasa kekurangan, karena dibawa ke Mataram oleh karenanya kini di sana ada yang disebut "Kampung Kasumedangan" di Lempungan. Namun apa yang terjadi, tidak berapa lama sekembalinya ke Mataram malah beliau dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung akibat fitnah dari Bupati Purbalingga.

Bupati Galuh ke 3 Raden Panji Aria Jayanegara / Mas Bongsar (1636 - 1678 M) alias R. Panji Aria Jayanegara / Mas Bongsar Bupati Galuh III (1636 - 1678 M) salah putranya Bupati Galuh ke 2 Mas Dipati Imbanagara / Ujang Purba (1625 - 1636 M), yang menikahi Anjung Larang (Gedeng Cukang Baray) Binti Dipati Sudalarang bin Sunan Bandujaya) bin Bupati Galuh 1 / Bupati Wedana Galuh : Adipati Panaekan (1618-1625 M).

Raden Panji Aria Jayanegara / Mas Bongsar (1636 - 1678 M) alias R. Panji Aria Jayanegara / Mas Bongsa menikahi Nyi Gedeng Muda / Murda / Nyi Mariah salah satu putra-putri Pangeran Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1, Bupati Sumedang Masa Mataram mp. 1601 – 1625 M), beputra :
1. Knj Dlm Aria Bpt Imbanagara Anggapradja / Bupati Galuh ke 4 : Anggapraja (1678- 1679)
2. Knj Dlm Adp Bpt Imbanagara Angganaja / Bupati Galuh ke-5 : Angganaya (1679-1693) 
3. NM. Koerawoet 
4. NM. Galuh 
5. Rd. Angganata II 
6. R. Adp. Anggamadja Bupati Imbanagara ke 3

Knj Dlm Aria Bpt Imbanagara Anggapradja / Bupati Galuh ke 4 : Anggapraja (1678- 1679), berputra : 
1. Dlm. R. Soetadiwangsa I 

Dlm. R. Soetadiwangsa I, berputra :
1. Dlm. R. Tjandrakoesoemah 
2. Dg. Anggapradja 
3. Kjiai Soetapria 
4. Kjiai R. Abdoel Anggamalan atau Anggamalang 
5. R. Anggapradja 

Kjiai R. Abdoel Anggamalan atau Anggamalang, berputra :
1. Rd. Kapi Ibrahim I
2. Rd. Rajinala
3. Rd. Abdoel Rachman

Rd. Kapi Ibrahim I, berputra :
1. Rd. Kapi Ibrahim II 
2. Ki Noesajin 
3. Ki Kapioedin 
4. Ki Noersamid / Noersahid 
5. Ki Anggawinata 
6. Rd. Kahfi Ibrahim II (Ari)

Lihat photo silsilah selanjutnya dibawah yang ke Gending Sumedang ada di bawah ini :


-------------------------
Karang Kamulyaan Ciamis. 11 Desember 2020

Baca Juga :

Tidak ada komentar