Siapakah Patih Arga Yang Mengabdi ke Negeri Sumedanglarang?

Dalam Naskah Pupuh atau Badad Kelayan Cirebon diceritakan ada seorang Patih yang mengabdi ke Negeri Sumedanglarang, ketika Raja Pajajaran berkuasa yaitu Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja atau Prabu Silih Wangi (Rd. Pamanah Rasa) masa kerajaan Pajajaran. 

Supaya lengkap saya ulas dulu raja-raja pajajaran yang pernah berkuasa di Pajajaran. Lihat Raja-raja Pajajaran yang pernah berkuasa dibawah ini :
  1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang), disemayamkan di Rancamaya Bogor.
  2. Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan, gugur di Bubat. (konfrontasi dengan Majapahit)
  3. Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan, disemayamkan di Sawah Tampian Dalem.
  4. Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan, disemayamkan di Pengpelengan,
  5. Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf.
  6. Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang dan meninggalkan keratonnya.
Bandingkan dengan Raja-Raja Sumedang Larang Berkuasa dari Prb. Tirta Kusuma hingga Prabu Geusan Ulun, yaitu :
  1. Prabu Tirtakusuma / Sunan Tuakan. 1237 – 1462 M
  2. Ratu Sintawati / Nyi Mas Ratu Patuakan. 1462 – 1530 M
  3. Ratu Satyasih / Ratu Inten Dewata Pucuk Umum 1530 – 1578 M, kemudian digantikan oleh suaminya Pangeran Santri / Rd. Sholih (Kusumahdinata I).
  4. Prabu Geusan Ulun / Rd. Angka Wijaya (Kusumahdinata II). 1578 – 1601 M

Berikut isi permulaan Pupuh Kelayan Cirebon :

Pupuh Kesatu
Dangdanggula, 13 Bait. 
Pupuh ini diawali oleh kalimat Bismillahi ya rakhman nirakhim. Pupuh ini menceritakan lolosnya Wa lang sung sang - putra Prabu Siliwangi - yang berkeinginan mencari agama Nabi Muhammad. Wa lang sung sang yang juga putra mahkota Kerajaan Pajajaran - berkeinginan untuk berguru memperdalam agama Nabi Muhammad. Lalu, ia mengutarakan maksudnya kepada ayahandanya, Prabu Siliwngi. Namun, Prabu Siliwangi melarang bahkan mengusir Wa lang sung sang dari istana. Pada suatu malam, Wa lang sung sang melarikan diri meninggalkan istana Pakuan Pajajaran. Ia menuruti panggilan mimpi untuk berguru agama nabi (islam) kepada Syekh Nurjati, seorang pertapa asal Mekah dibukit Amparan Jati cirebon. Dalam perjalanan mencari Syekh Nurjati, Wa lang sung sang bertemu dengan seorang pendeta Budha bernama Sang Danuwarsi.

Pupuh Kedua
Kinanti, 24 bait. 
Pupuh ini menceritakan perjalanan Rara San Tang – adik Wa Lang Sungsang yang juga berkeinginan untuk mempelajari agama nabi – yang menyusul kakaknya hingga pertemuannya dengan Wa lang sung sang di Gunung Merapi. Setiap hari, Rarasantang amat bersedih hati ditinggalkan pergi oleh kakaknya. Ia terus menerus menangis. Jerit hatinya tak tertahankan lagi hingga akhirnya ia pun pergi meninggalkan istana Pakuan Pajajaran.

Lalu, Prabu Siliwangi mengutus Patih Arga untuk mencari sang putri. Ia tidak diperkenankan pulang jika tidak berhasil menemukan Rara San Tang. Namun, usaha Patih Arga sia-sia belaka karenanya ia tidak berani pulang. Akhirnya, ia mengambil keputusan mengabdi di negeri Tajimalela. (Potongan bait ke 1 dan 2 Naskah Kelayan)

Oleh karena itu timbul pertanyaan Siapakah Patih Arga yang Mengabdi ke Negeri Sumedanglarang tersebut ? Dan siapakah Raja atau Ratunya yang berkuasa di Sumedanglarang ketika itu? 

Jika kita telaah Raja Pajajaran Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja atau Prabu Silih Wangi (Rd. Pamanah Rasa) antara 1482 – 1521, yang bertahta di Pakuan adalah sejaman dengan  Ratu / Raja Sumedanglarang  adalah pada masa Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata / Nyimas Setyasih pada tahun.....s/d 1529 dan masa dilanjutkan ketika Pangeran Santri (Rd. Sholih) putranya Pangeran Maulana Muhamd meminang Ratu Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang atau Ratu Inten Dewata penguasa Kerajaan Sumedanglarang yang memerintah antara tahun 1530 - 1579 M dengan tempat dan kedudukan Keratonnya masih berada di Kutamaya Sumedang. Sebelum dipindahkan ke Dayeuh luhur pada masa pemerintahan putranya yaitu Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya) karena tekait Peristiwa Ratu Harisbaya, isteri Prabu Geusan Ulun ke dua. Oks saya tak akan membahas kisahnya di sini karena sesuai dengan tujuan awal penjabaran siapakah yang dimaksud Patih Arga tersebut???

Dewi Setyasih dinobatkan menjadi Ratu Sumedang Larang, menggantikan ibunya, bergelar Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum). Pada awal kekuasaannya memindahkan keraton dari Ciguling ke Kutamaya, terletak diantara dua sungai Cipeles dan Cisugan atau kita kenal Keraton Kutamaya. 

Ratu Inten Dewata mengangkat Gajah Lindu menjadi Patih, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar diangkat menjadi panglima perang, Aji Mantri diangkat menjadi Panata Agung Kerajaan Sumedanglarang. 

Ratu Inten Dewata kemudian dipersunting oleh ulama besar Cirebon yaitu Raden Syarif Sholih alias Pangeran Santri. kemudian Islam berkembang di lingkungan keraton. Dalam perkembangannya Islam menjadi agama pilihan rakyat sehingga mendorong terhadap perkembangan kebudayaan dan peradaban.


Pada fase Prabu Nusiya Mulya kerajaan Pajajaran mulai terjepit pada tahun 1579, akibat tekanan gabungan kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon. 

Kandaga Lante Pajajaran Jaya Perkasa, Dipati Wirajaya, Pancarbuana, dan Terongpeot, diperintah Prabu Raga Mulya Surya Kancana (Prabu Nusiya Mulya alias Prabu Sedha alias Prabu Pucuk Umum Pulosari alias Prabu Harismaung) agar menyerahkan mahkota Binokasih lambang kebesaran Pajajaran kepada Pengagung Sumedang larang. Pasukan berkuda melintasi daerah hutam Bogor, dihadang oleh pasukan Senapati Banten, terjadilah pertarungan seru. Pasukan Jaya Pekasa lolos dari kepungan, singgah di Galuh Limbangan berunding dengan Prabu Jaya Kusumah (Sunan Rumenggong) yang dipertuakan oleh pengagung Pajajaran.

Ke empat Kandaga Lante Pajajaran mempertimbangkan rencana penyerahan Mahkota Binokasih, diserahkan kepada Sumedang Larang atau kepada Cirebon. Atas pertimbangan Prabu Jaya Kusumah (Sunan Rumenggong), mahkota lambang kebesaran Pajajaran diserahkan kepada Sumedang Larang.

Sebelum menyerahkan Mahkota Prabu Jaya Kusumah (Sunan Rumenggong) berunding dulu dengan Gajah Lindu, Sutra Bandera, Sutra Umbar, dan Aji Mantri yang sedang berada di Cisurat  (Wado). Kandaga Lante Pajajaran memenuhi nasihat itu, berunding di Cisurat untuk menentukan hari penyerahan Mahkota tersebut. 

Setelah Kandaga Lante menyerahkan Mahkota Binokasih kepada Ratu Inten Dewata, kemudian Ratu Inten Dewata mengangkat kandaga Lente menjadi Senapati untuk memperkuat angkatan perang Sumedang Larang. 1)

Menurut floklore para sesepuh Sumedang patih kerajaan Sumedanglarang pada masa Ratu Inten Dewata adalah Ki Guntur Geuni. Menurut silsilah Jati Sampurna Sumedang Ki Guntur Geuni (Rd. Ropiah Hadas) yang tiada lain adalah adiknya Rd. Pamanah Rasa Raja Pajajaran Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja atau Prabu Silih Wangi, yang bertahta di Pakuan antara 1482 – 1521 M. Lebih jelasnya lihat Silsilah dibawah ini menurut Jati Sampurna Sumedang.


Jika kita mengacu pada bahan bacaan diatas dapat disimpulkan yang dimaksud Patih Arga yang mengabdi ke Kerajaan Sumedanglarang adalah tiada lain Ki Guntur Geuni  atau Ropiah Hadas dan menurut babad Cisurat Wado disebut juga Patih Gajah Lindu.

Makam Patih Sumedanglarang Rd. Ropiah Hadas (Ki Guntur Geni) Di Pasarean Gede Kecamatan Sumedang Selatan

Saya tambahkan pula silsilah Rd. Aji Mantri Sutra Bandera dan Silsilah Sutra Umbar, berdasarkan Sumber primer Lontar Sakawayana dan Jati Sampurna Cipancar Sumedang.

Prabu Nusiya Mulya / Panembahan Pulosari (1567 - 1579) menikah dengan Ratna Gumilang, berputra :
1. Rd. Aji Mantri.

Prabu Nusiya Mulya / Panembahan Pulosari (1567 - 1579) menikah dengan Harom Muthida (Nimas Oo Imahu), berputra :
1. Nyimas Harim Hotimah, makamnya di Bogor.
2. Nimas Sari Atuhu (Buyut Eres), makamnya di Parugpug Paseh Legok. Nyimas Sari Atuhu ditikah oleh Pangeran Bungsu (Santowan Awiluar) putra dari Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata
3. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera), makamnya di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
4. Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) atau yang sering disebut mbah Ucing, makamnya di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
5. Nimas Kokom Ruhada (Buyut Lidah), makamnya di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
6. Nimas Suniasih - makamnya di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) menikah dengan Nyimas Rangga Pamade (Putra no. 11 Prabu Geusan dari istrinya Ratu Tjukang Gedeng Waru (Nimas Sari Hatin), berputra :
6.1 Duhiman (Eyang Lurah Cipancar Sumedang Selatan), menikah dengan Nyi Rd. Nalawangsa (putra No. 29 Tmg. Rangga Gede  dari salah satu istrinya Nimas Romlah), berputra :
6.1.1 Manggala
6.1.2 Nata 
6.1.3 Wirya
6.1.4 Wijaya

Selain itu dikomplek makam Tajur ada juga makam Jaya Perkasa, Arasuda dan Jagat laya.

Selanjutnya Insha Allah berziarah ke makam Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera) di makam Sagara Manik Cipancar Kec. Sumedang Selatan,

Salam Santun.

Waallahu Alam Biromudiih

Sumber :
Naskah Pupuh/Badad Kelayan Cirebon
- Floklore Cisurat Wado 
- Jati Sampurna Sumedang.

Baca Juga :

Tidak ada komentar