Makam Prabu Rangga Permana (Kiyai Rangga Patra Kelana / Kalasa) Di Ciamis

Sampurasun
Mugia Rahayu Sagung Dumadi
Makam Prabu Dimuntur alias Pangeran Rangga Permana alias Kyai Rangga Patra Kelana alias Kyai Rangga Patra Kelasa, terletak di Dusun Sukamulya Desa Kertabumi Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. 

Struktur berupa makam dengan jirat yang terdiri dari batuan berukuran besar, dan dua nisan tipe troloyo dengan ukuran yang cukup besar. Dalam area situs ada beberapa makam yang dikeramatkan, namun yang paling terkenal adalah makam Prabu Dimuntur.  Orientasi makam utara-selatan, permukaan tanah disekitar makam ditumbuhi lumut hingga terhampar hijau dan di sekeliling area situs makamnya dipagari besi.

Gunung Susuru merupakan patilasan dari kerajaan Galuh Kertabumi yang didirikan oleh Putri Tanduran Ageung, putri dari Raja Galuh yang bernama Sanghyang Cipta, berkedudukan di Salawe, Cimaragas. Putri ini menikah dengan Rangga Permana atau Kiai Rangga Patra Kelana, salah satu putranya Prabu Geusan Ulun antara 1578-1610 Masehi, sebagai Balendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi sargah 1  jilid 2 halaman 69, yang berbunyi : Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala. yang artinya Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton Raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang. 

Dan sebagai hadiah pernikahannya adalah wilayah Muntur (ditepi sungai Cimuntur). Di tempat inilah kemudian berdiri Kerajaan Galuh Kertabumi dengan rajanya yang bergelar Prabu Dimuntur pada tahun 1585 Masehi. Dan kerajaan ini merupakan cikal bakal kota Banjar saat ini.

Menurut Sejarah Sumedang Larang, Prabu Munding Surya Ageung atau Prabu Munding Wangi adalah salah satu anak Sribaduga Jaya Dewata atau Prabu Siliwangi, Raja Pakuan Pajajaran antara 1482-1521 Masehi dari Ratu Raja Mantri Ratu Sumedang Larang yang diboyong ke Pakuan Pajajaran, putrinya Prabu Tirtakusuma Raja Sumedang Larang yang berakhir berkuasa di tahun 1462 Masehi. 

Prabu Munding Surya Ageung atau Prabu Munding Wangi Raja Maja adalah orang tua dari Raden Ranggamantri atau Sunan Parunggangsa dan Ratu Mayang Karuna putrinya Purwayana Kancanadewa atau Raden Panglurah. 

Raden Rangga Mantri selanjutnya menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang atau Ratu Parung Talaga antara 1456-1514 Masehi putrinya Batara Sokawayana atau Sunan Parung Raja Talaga antara 1440-1490 Masehi.  

Kemudian Raden Ranggamantri meneruskan tahta Ratu Sunyalarang antara 1514-1534 Masehi dan diislamkan oleh Pangeran Walangsungsang tahun 1469 Masehi (Pemekaran dakwah atikan Islam kepada Raja-Raja Sunda - Galuh yang ada di wilayah kekuasaan Dipati Cirebon dan Pajajaran. 

Gelar Prabu Pucuk Umun atau pemimpin Hindu Budha yang Utama, diganti menjadi Pucuk Umum atau pemimpin baru umat. Islam yang dibawa oleh pengeran Walangsungsang baru merupakan Islam Syahadah belum masuk kepada Islam syariat dan ibadat tata kehidupan menurut agama Hindu Budha tetap hidup tak diganggu. 

Raden Ranggamantri dari Ratu Sunia Larang mempunyai 3 orang anak, di antaranya yaitu Prabu Haur Kuning Narpati Talaga antara 1534-1540. Kemudian Prabu Haur Kuning, diangkat menjadi Radja Galuh Penyocok antara 1540-1575 Masehi. 

Di masa tersebut Keraton Galuh tenggalam berubah menjadi Rawa Lakbok, oleh sebab adanya kejadian prahara galugu banjir bandang, akibat bobolnya tanggul Kali Sungai Serayu dan adanya Perjanjian Damai antara pihak Sunda Galuh dengan pihak Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon dan Demak diadakan di istana Ciburang Maniis, tahun 1541 Masehi. 

Isi dari perjanjian tersebut adalah : Kesatu : tidak akan saling serang atau saling ganggu antara kekuasaan  Demak-Cirebon dengan kekuasaan Sunda-Galuh.  Kedua : pihak Cairebon setuju menjual lagi garam ke tatar Sunda-Galuh. Ketiga : Raja-raja Sunda Galuh agar membayar upeti tahunan kepada Sultan Cirebon berupa hasil pertanian. Kempat : ke depan kalau ada  pertikaian antara dua pihak, Gusti Sinuhun mempunyai kewajiban turun untuk mendamaikan. 

Dari pihak Sunda-Galuh perjanjian diwakili oleh Prabu Haur Kuning Narpati Talaga atau Ratu Sunda-Galuh Penyocok. Lalu Prabu Haur Kuning mendirikan Kerajaan Galuh Pangauban di Putrapinggan Kalipucang, diperkirakan sekitar 1530 Masehi. 

Prabu Haur Kuning memiliki 3 orang anak, yaitu :
Anak ke 1, Maharaja Upama, menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban di Putra Pinggan.
Anak ke 2. Maharaja Sanghyang Cipta, menjadi Raja di Galuh Salawe (Daerah Cmaragas Sekarang).
Anak ke 3. Sareuseupan Agung.
Sebagai anak tertua, Maharaja Upama mewarisi kerajaan Galuh Pangauban dari ayahnya. Maharaja Sanghyang Cipta diberi wilayah Salawe di Cimaragas dan mendirikan Kerajaan Galuh Salawe. Sedangkan Sareuseupan Agung menjadi Raja di wilayah Cijulang.


Maharaja Sanghyang Cipta mempunyai 3 orang putra, yaitu :
1. Tanduran Ageung, beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi antara tahun 1585-1602 Masehi. 
Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kecamatan Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.
2. Cipta Permana,
3. Sanghyang Permana.

Tanduran Ageung kemudian menikah dengan Pangeran Rangga Permana, anaknya Prabu Geusan Ulun pada tahun 1585 Masehi. Wilayah Muntur pun diberikan oleh Maharaja Sanghyang Cipta sebagai hadiah perkawinan. 

Di wilayah tersebut kemudian berdiri Kerajaan Galuh Kertabumi dan Pangeran Rangga Permana diberi gelar Prabu Dimuntur yang memerintah dari tahun 1585-1602 Masehi
Adiknya Tanduran Ageung, yang bernama Cipta Permana diberi wilayah Kawasen - Banjarsari dan mendirikan kerajaan Galuh Kawasen. Sedangkan Sanghyang Permana mewarisi kerajaan ayahnya, memerintah di Galuh Salawe - Cimaragas dengan gelar Prabu Digaluh.

Pangeran Rangga Permana atau Prabu Di Muntur dengan Nyi Tanduran Ageung mempunyai 3 orang anak, yaitu : 
- Anak ke 1, Maraja Cita atau Adipati Kertabumi I,  beliau adalah mertua Adipati Panaekan atau Bupati Nagara Tengah.
- Anak ke 2,  Demang Singarante atau Dalem Bujang 
- Anak ke 3,  Raden Kanduruan Singaperbangsa atau Dalem Turgina Raden Wirananggapati atau Adipati Kertabumi II, beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi - Ciancang. 


Makam Prabu Dimuntur / Pangeran Rangga Permana / Kiyai Rangga Patra Kelana dan Keluarga Lokasi Dusun Bunder RT 9 RW 04 Desa Kertabumi Kecamata Cijeungjing Kabupaten Ciamis Juru Kunci Bapak Jejen Nurjana

Silsilah Prabu Dimuntur / Pangeran Rangga Permana / Kyai Rangga Patra Kelasa
1. Ratu Pucuk Umum atau Nyi Mas Ratu Inten Dewata menikah dengan Pangeran Santri atau Kusumadinata I (Raden Solih), kelahiran : 29 Mei 1505 perkawinan : Ratu Pucuk Umum / Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Pangeran Istri), Keprabonan Kutamaya Padasuka : 21 Oktober 1530 - 1580, Sumedang Larang, Raja Sumedang Larang Ke 9, meninggal 1580 M, beputra :
1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya), kelahiran : 19 Juli 1556.
- Perkawinan ke 1 : Ratu Cukang Gedeng Waru
- Perkawinan ke 2 : Ratu Harisbaya
- Perkawinan ke 3 : Nyi Mas Pasarean
Masa Keprabonan di Kutamaya dan Dayeuh luhur: 1578 - 1610, Prabu Sumedang Larang Ke 9, Meninggal : 1610

1.2. Demang Rangga Hadji, makamnya di Ujungjaya
1.3. Kiyai Demang Watang, makamnya di Walakung perbatasan Ujungjaya - Indramayu.
1.4. Santowaan Wirakusumah, makamnya di Pagaden Subang.
1.5. Santowaan Cikeruh, makamnya di Cikeruh
1.6. Santowaan Awiluar (Pangeran Bungsu), makamnya di Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang.

Nasab (Silsilah) ke Prabu Siliwangi III (Prabu Sribaduga Jaya Dewata)
1. Raden Pamanah Rasa atau Sribaduga Jaya Dewata alias Prabu Siliwangi II (1482 - 1521 M) memperistri Ratu Ratnasih atau Nyi Rajamantri putri Prabu Tirta Kusuma / Sunan Patuakan dari istrinya Ratu Nurcahya, berputra :
2. Rd. Meumeut, menikah dengan Nyimas Mala Rokaya berputra :
3. Sunan Pada (Rd. Hasata), menikah dengan Nyimas Aishah berputra :
4. Ratu Cukang Waru (Imas Sari Hatin) menikah dengan Prabu Geusan Ulun Koesoemahdinata II (Rd. Angkawijaya).

1.1 Pangeran Geusan Ulun / Rd. Angkawijaya (Koesoemahdinata II) menikah dengan NM. Cukang Gedeng Waru / Nyimas Cukang Gedeng Waru / Nyimas Sari Hatin, putranya Sunan Aria Pada (Rd. Hasata), berputra :
1.1.1 Pangeran Rangga Gede (Koesoemahdinata IV), Makam di Panday Kec. Sumedang Selatan.
1.1.2 Rd. Aria Wiraradja I, makam di Desa Darmawangi Kecamatan Tomo.
1.1.3 Kiai Kadu Rangga Gede
1.1.4 Kiai Rangga Patra Kelana / Kiai Rangga Patra Kelasa / Prabu Dimuntur
1.1.5 Kiai Aria Rangga Pati
1.1.6 Kiai Ngabehi Watang
1.1.7 NM. Demang Cipaku, makamnya di Dayeuh Luhur Kecamatan Ganeas.
1.1.8 NM. Ngabehi Martayuda, beremigrasi ke Cipancar, makamnya di makam Umum Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan,
1.1.9 NM. Rangga Wiratama, beremigrasi ke Cibeureum
1.1.10 Rd. Rangga Nitinagara atau Dalem Rangga Nitinagara atau Dalen Rangga Dipa makamnya di Pagaden Subang.
1.1.11 NM. Rangga Pamade
1.1.12 NM. Enden Saribanon, ditikah oleh Raden Dipati Oekoer / Adipati Wangsanata (Wangsataruna)

1.1 Pangeran Geusan Ulun / Rd. Angkawijaya (Koesoemahdinata II) menikah dengan Harisbaya puteri asal pajang putra Pangeran Adipati Katawengan keluarga Raja Sampang Madura.
1.1.13 Pangeran Soeriadiwangsa (Rangga Gempol), makamnya di Lempunyangan, Kota Gede dan di Imogiri Jogjakarta.
1.1.14 Pangeran Tumenggung Tegal Kalong, makamnya di Tegalkalong Kecamatan Sumedang Utara.

1.1 Pangeran Geusan Ulun / Rd. Angkawijaya (Koesoemahdinata II) menikah Nyimas Pasarean, putra Sunan Munding Saringsingan (Asal Pajajaran), berputra
1.1.16 Kiai Demang Cipaku, makamnya di Dayeuh Luhur Kecamatan Ganeas

Masa berdirinya Kerajaan Galuh Kertabumi merupakan masa pengembangan agama Islam dari Cirebon dan Sumedang ke wilayah-wilayah kerajaan Galuh. Salah satu penyebarannya adalah dengan melangsungkan pernikahan antara keluarga kerajaan yang masih menganut agama pra Islam dengan kerajaan yang sudah diislamkan oleh Cirebon.

Hal tersebut dilakukan oleh Rangga Permana dengan Tanduran Ageung. Dan jejak Tanduran Ageung diikuti oleh Cipta Permana yang menikahi Putri Maharaja Kawali yang sudah Islam. Tokoh yang mengislamkan Kawali saat itu adalah Adipati Singacala dari Cirebon (makamnya di Astana Gede Kawali). Sejak saat itulah pengaruh Islam semakin kuat di Kerajaan-kerajaan Galuh.

Menurut riwayat dari wilayah Talaga, Prabu Haur Kuning ternyata merupakan generasi ke empat Prabu Siliwangi. Ayah dari Prabu Haur Kuning bernama Rangga Mantri atau Sunan Parung Gangsa (Pucuk Umun Talaga) yang menikah dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang / Wulansari). Sedangkan ayah Rangga Mantri adalah salah seorang putra Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Munding Surya Ageung (Prabu Mundingwangi yang sejaman dengan Raja Sumedanglarang ke 7 yaitu Prabu Tirta Kusuma / Sunan Tuakan).

Rangga Mantri yang awalnya beragama Budha masuk Islam setelah ditaklukan Cirebon tahun 1530 M.

Dalam Riwayat lain, disebutkan pula tokoh Anggalarang sebagai salah satu putra Prabu Haur Kuning. Anggalarang adalah suami dari Dewi Siti Samboja yang kelak menciptakan Ronggeng Gunung. Tokoh Anggalarang diduga kuat adalah nama lain dari Maharaja Upama sebelum menjadi Raja. Sebagai pembanding, keterangan lainya menyebutkan di wilayah Pangandaran juga terdapat kerajaan Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung dan beribukota Bagolo yang jauh sebelumnya pernah dikunjungi Bujangga Manik.

Menurut Babad Imbanagara yang disusun Ir. Rd. Gumiwa Partakusumah, Raja Bagolo adalah Sawung Galing yang menikahi Dewi Siti Samboja yang menjadi janda setelah suaminya yaitu Raden Anggalarang meninggal terbunuh Bajo (Perompak Laut).

Sawung Galing dalam sejarah Ronggeng Gunung adalah patih yang diutus oleh Prabu Haur Kuning untuk membantu Dewi Samboja dalam membalaskan kematian suaminya yaitu Anggalarang.

Di beberapa daerah (Talaga, Majalengka, Sumedang dan Ciamis) adanya kesamaan nama beberapa tokoh sejarah ternyata saling memperkuat keberadaannya, walau terkadang sedikit berbeda, baik jujutan tahun keberadaanya, garis silsilah, riwayat hidup, maupun nama kerajaannya. Namun semuanya rata-rata bersumber atau berasal dari keturunan yang sama, yaitu seuweu-siwi Prabu Siliwangi, penguasa agung Kerajaan Pajajaran.

Raden Permana adalah cucu dari Pangeran Santri hasil pernikahan dengan Ratu Pucuk Umun. Prabu Dimuntur adalah anak nomer 4 Raden Angkawijaya yang terkenal dengan nama Prabu Geusan Ulun.

Sang Raja Cita, salah seorang putra Prabu Dimuntur, menjadi penguasa Kertabumi berikutnya dengan pangkat Adipati, bergelar Kertabumi I  (1602 - 1608 M). Sedangkan pada waktu itu kekuasaan Prabu Geusan Ulun di Sumedanglarang (1580 - 1608 M) meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh Ciamis dengan Kutamaya sebagai ibukota kerajaannya.

Putri Raja Cita bernama Natabumi diperistri oleh Dipati Panaekan, pada saat itu pengaruh Mataram Islam dibawah pemerintahan Mas Jolang yang bergelar Sultan Hanyokrowati (1601-1613 M) mulai masuk ke wilayah Galuh. Sedangkan putra kedua Raja Cita yang bernama Wiraperbangsa kelak menggantikan kedudukan ayahnya dengan gelar Adipati Singaperbangsa I (1608-1618 M). Raja Cita dimakamkan di Kampung Buner, Desa Bojongmengger.

Riwayat Kota Banjar yang dimulai dari Galuh Kertabumi semakin berkembang ketika Singaperbangsa I memindahkan pusat Kerajaan Galuh Kertabumi dari Gunung Susuru ke Banjar Patroman (Desa Banjar Kolot). Penyebab perpindahan tersebut, akibat terjadinnya perselisihan faham antara Singaperbangsa I dengan Adipati Panaekan (kakak iparnya) dalam rencana penyerangan terhadap Belanda di Batavia.

Adipati Panaekan condong kepada rencana Dipati Ukur untuk menyerang secepatnya ke Batavia sebelum kekuatan Belanda makin besar. Sedangkan Singaperbangsa I lebih sependapat dengan Rangga Gempol yang merencanakan membangun kekuatan dengan mempersatukan wilayah Priangan. Rangga Gempol adalah penguasa Sumedanglarang (1620 - 1625 M) dan berada dibawah pengaruh Sultan Agung Mataram.

Akibat perselisihan tersebut membuat Adipati Panaekan terbunuh. Jasadnya dihanyutkan ke Sungai Cimuntur kemudian dimakamkan di Karangkamulyan. Akibat peristiwa tragis itu membuat Singaperbangsa I tidak genah tinggal di Gunung Susuru, sehingga akhirnya pindah ke Banjar Patroman.

Pangeran Rangga Permana atau Prabu di Muntur dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 3 orang yaitu :
1.  Maraja Cita atau Adipati Kertabumi II, beliau adalah mertua Adipati Panaekan (Bupati Nagara Tengah).
2.   Demang Singarante atau Dalem Bujang
3. Rd. Kanduruan Singaperbangsa  (Dalem Turgina, Raden Wirananggapati) atau Adipati Kertabumi II, beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi / Ciancang.

Selanjutnya Rd. Kanduruan Singaperbangsa atau Adipati Kertabumi III, beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi Ciancang, sebagai berikut :
1.  Adipati Singaperbangsa II atau Raden Pager Gunung atau Adipati Kertabumi III (1618 – 1641 Masehi), putra Rd. Kanduruan Singaperbangsa  (Dalem Turgina, Raden Wirananggapati) atau Adipati Kertabumi II.
2.  Kanduruan Singaperbangsa III atau Adipati Kertabumi IV (1641– 1654), putra no 1
3. Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656), Bupati Galuh Kertabumi terakhir, kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I ( 1679 – 1721 ) putra 2
4.  Rd. Candramerta (1676 - 1681) putra 3
5.  Rd. Jayanagara (1681 – 1683) putra 4
6.  Rd. Puspanagara (1683 – 1685) putra 4
7.  Panembahan Wargamala (1685 – 1700)
8.  Dalem Candranagara ( 1700 – 1714 ) putra 4
9.  Nyi Rd. Ayu Rajakusumah (Bupati Istri) (1714 – 1718) putra 8
10. Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I ( 1718 – 1736) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.(menantu 8)
11. Dalem Wiramantri II (1736 – 1762) putra 10
12. Dalem Wiramantri III (1762 – 1787) putra 11
13. Dalem Wiramantri IV (1787 – 1803) putra 12 (Kabupaten Utama).
14. Rd. Demang Wirantaka (1803 – 1811) putra 13 Bupati terakhir
Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.

Keterangan : *).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama (1679 – 1721 M ) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :

Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd. Sastrapraja (Demang Karawang) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Soerialaga II (1811 – 1813 M) putra Dalem Soerialaga I (Bupati Sumedang). 

Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura. Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali sampai dengan sekarang.

Rahayu Sumedang Jaya Sampurna.

Salam Santun 🙏
-------------------------------------------
Sumber : Dari Berbagai Sumber.
- Penulis Panata Kamatren Budaya KSL

Baca Juga :

Tidak ada komentar