Rd. Lucky Djohari Soemawilaga Ziarah ke Makam Pangeran Soeria Atmadja di Pemakaman Ma'la Mekah Arab Saudi

Raden Lucky Djohari Soemawilaga yang beribadah umrah ke Mekkah menyempatkan diri untuk berjiarah ke makamnya Pangeran Soeria Atmadja / Rd. Sadeli, oleh pemerintahan Arab Saudi  (12 s/d 22 Februari 2023). Pangeran Soeria Atmadja (Rd. Sadeli) digelari Muhamad Solih Qodri As Samadani / Emir Java. Letak makam Pangeran Soeria Atmadja / Rd. Aom Sadeli di sebelah Makam Sayiddah Khadidjah R.A isteri pertama Rasulullah Muhamad SAW dan para putranya.






Bupati Sumedang Raden Adipati Soeria Atmadja dan Isterinya NRA Radja Ningroem (kanan),   Patih Sumedang Rd. Rangga Wirahadisoeria Soeriahaditenaja Kosasih Wiradegha dan isterinya NR. Jogjainten (Oebed) dan Cucu Pangeran Mekah Rd. Ahmad Basari Wirahadi Wirahadisoeria (kiri), Photo 1899. 

Pangeran Aria Soeria Atmadja dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Januari 1851 dengan nama panggilan Raden Sadeli, dari ayahnya Rd. Somanagara atau Pangeran Aria Soeria Koesoemah Adinata atau Pangeran Soegih (Bupati Sumedang 1836-1882) dan isteri ketiganya R.A Ratnaningrat, putra Rd. Demang Soemadilaga Jaksa Sumedang.

Takdir tak dapat dipungkir, Qodar tak bisa dihindarkan, tepat pada waktunya, di hari jumat tanggal 22 bulan September 1882, pangeran Soeria Koesomah Adinata (Rd. Somanagara), meninggal dunia di kedaleman Sumedang. Oleh sebab banyak putra, banyak harta kekayaannya, dikenal dengan "Pangeran Soegih". Yang menghadiri meninggalnya Pangeran Soeria Atmadja sewaktu meninggal, yaitu putra menantu keponakan Patih Sumedang R. Rangga Martanagara, diangkat menjadi Patih Sumedang dari Wadana Kota Sumedang mengganti Patih Sumedang Rd. Demang Satjadipradja yang oleh bisloeit 9/2/1881 meminta pengsiun dan tinggal di kampung Sayang Sumedang, itu adalah eyangnya Rd. Tumenggung Aria Hasan Soemadipradja, bupati Betawi. Yang  terpilih menjadi Bupati Sumedang (Gb. 30/12/1882) Rd. Rangga Soeria Atmadja, Patih Afdelling Soekapoera Kolot, bukan putra tertua  Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih), oleh sebab putra pertama Patih afdeling Tasikmalaya Rd. Demang Somanagara oleh pemerintah Agung Belanda tidak terpilih. 

Tidak akan panjang bercerita bagaimana Bupati Sumedang terpilih mengolah dan mengatur pemerintahan, menngatur sistem pemerintahan dengan rupa-rupa penghargaan dari pemerintahan Agung yang oleh Rd. Soeria Atmadja diterima juga, yang akan ditataan dibawah ini, sudah tahu besar jasanya untuk rakyat Sumedang dan governement Hindia Belanda. Dan Siapa saja yang tahu jasanya Pangeran Soeria Atmadja yang dikenal juga Pangeran Sampurna Mekah, baca saja Sri Poestaka halaman 135 yang menceritakan waktu dibukanya "Lingga Pangeran Aria Soeria Atmadja Marhoem" oleh tuan besar G.G Mr. D Fock di hari selasa tanggal 25 bulan April tahun 1922, yang menyebut ke Pangeran Aria Soeria Atmadja yaitu "Pangeran Sampoerna", tulisan tuan H. de Bie, Inspekteur Landbouw Marhoem, mitra Pangeran.


Riwayat Hidup Pangeran Soeria Atmadja :
  • Menginjak usia 8 tahun, mulai menerima pendidikan sekolah sambil mengaji Al Quran.
  • Pada usia 14 tahun mulai magang, sambil belajar bahasa Belanda, bahkan bahasa Inggris dan Prancis.
  • Sejak masa kecil sudah tampak memiliki karakter terpuji. Suka menepati janji, rajin, cerdas, aktif dan penuh inisiatif.
  • Karier pekerjaan dimulai sejak diangkat sebagai KALIWON pada usia 18 tahun, sejak 1 Agustus 1869 di Sumedang.
  • Diangkat menjadi Wedana Ciawi pada tanggal 7 Pebruari 1971.
  • Pada tanggal 29 November 1875 diangkat sebagai Patih Afdeling Sukapura kolot di Mangunreja.
  • Dalam usia 32 tahun, diangkat menjadi bupati pada tanggal 30 Desember 1882 dan dilantik terhitung sejak tanggal 31 Januari 1883, sebagai Bupati Sumedang. Dalam tempao 13 tahun sejak menjadi KALIWON di Sumedang.
Gelar penghargaan yang dianugrahkan kepada beliau selama bekerja di pemerintahan adalah:
  • Gelar Rangga, ketika menjabat Patih Manonjaya, pada tanggal 29 November 1875.
  • Gelar Tumenggung, pada tanggal 30 Desember 1882.
  • Anugerah Bintang Emas, pada tanggal 21 Agustus 1891
  • Gelar Adipati, pada tanggal 31 Agustus 1898.
  • Anugerah Bintang Officier Van De Orde Van Orange Nassau, pada tanggal 27 Agustus 1903.
  • Gelar Aria, diraih pada tanggal 29 Agustus 1905
  • Anugerah Songsong Kuning, pda tanggal 26 Agustus 1905
  • Gelar Pangeran dengan Payung Emas, diraih pada tanggal 26 Agustus 1910.
  • Anugerah Bintang Agung Ridder Der Orde Van Den Nederlandschen Leeuw, penghargaan tertinggi, diraih pada tanggal 17 September 1918.

Selama masa jabatan pada pemerintahan, beliau banyak memberi perhatian pada masalah keagamaan, pendidikan, anak-anak dan generasi muda, pertanian, perekonomian kerakyatan, peternakan, pelestarian lingkungan hidup, kesehatan bahkan perhubungan, politik, dan keamanan.

Beliau banyak sekali mewakafkan tanah untuk kegunaan keagamaan dan kesejahteraan rakyat. Diantara sekian banyaknya wakaf beliau, adalah Sekolah Pertanian di Tanjungsari, dahulu namannya Landbouwshool, luasnya kira-kira 6 (enam) bau. Tanah seluas itu dibeli dengan uang beliau seharga f.3.000,-, demikian pula dengan pembangunan sekolah, didirikan atas biaya pribadi beliau sendiri. Guru sekolah pertanian yang pertama ialah R. Sadikin. Sekolah Pertanian di Tanjungsari ini menjadi kebanggaan masyarakat di Jawa Barat.

Oleh sebab sudah merasa tua Pangeran Aria Soeria Atmadja meminta turun dari jabatannya dari jabatannya sebagai Adipati / Bupati Kabupaten Sumedang. Oleh Pemerintah Belanda diijinkan serta dipensiunkan oleh Gubernur Belanda tanggal 17 bulan Maret tahun 1919, serta pindah dari kabupaten, bumen-bumen (tinggal sementara) di Sindangtaman (yang mana tanah tersebut tanah keluarga Rd. Entjoh Soerialaga, wafat selasa 1 November 1921) 




Selang 2 tahun tinggal di Sindangtaman Pangeran Aria Soeria Atmadja tanggal 21 bulan Maret tahun 1921 (15 Rewah 1339), berangkat menunaikan rukun Islam ke 5, beliau berangkat menunaikan Ibadah Haji, cuma setelah melaksanakan ibadah Haji Pangeran Mekah wafat disana, begitu juga isterinya dan pengiring badal-nya juga meninggal di tanah Mekah, tidak kembali lagi ke Sumedang, sempurna meninggal di tanah Suci Mekah. (penj. pengiring badal adalah pengiring ahli agama yang menuntun Pangeran Soeria Atmadja ketika menunaikan ibadah Haji).

Sepeninggal Pangeran Aria Soeria Atmadja, Sumedang dipimpin oleh adiknya beliau yang semula Wedana Plumbon yaitu Raden Koesoemadilaga menjadi Bupati Sumedang pada 17 Maret 1919. 


Berita Meninggalnya Pangeran Mekah 
Berita meninggalnya Pangeran Soeria Atmadja oleh J. J Oudemas diberitakan pada Surat Kabar bahasa Belanda terbitan 11 Januari 1922 di Den Haag.


Transkrip :
Pengeran Aria Soeria Atmadja Dari Sumedang 
Dalam terbitan ke 7 tahun ke 6 dari majalah ini *) dimuat tulisan saya tentang pejabat negara yang berjasa besar tersebut di atas. Kemudian saya membaca dalam salah satu surat kabar suatu berita bahwa beliau itu dengan interinya di dalam perjalanan ibadah haji ditewaskan oleh perampok-perampok badewi. Dari pihak yang paling berwenang, ialah tuan Gobee, pada waktu itu consul di Jeddah, sekarang jelas kepada saya, berita itu tidak benar. Dari perjalanan ini saya mendapat keterangan yang cukup bernilai untuk tidak dilupakan dan yang saya khabarkan dibawah ini.

Pangeran itu waktu tibanya dengan Raden Ayu di Jeddah telah sangat lemah. Kedatangan itu telah diketahui, dengan penyelamatan yang besar sekali beliau diperlakukan oleh orang-orang Jawa dan orang-orang Sunda yang ada di situ. Raja Hejaz yang tinggal di Mekkah telah mengirimkan mobilnya untuk dipakai oleh beliau dalam perjalanannya ke Mekkah. Dengan beliau dan Raden Ayu turut serta Raden Prawira Dinata, Sekertaris dari konsulat Negeri Belanda di Jeddah serta isterinya. Pangeran itu telah lemah dan lesu waktu berangkat dari Jeddah, tambah pula dengan cuaca yang sangat buruk, karena pada waktu itu di seluruh tanah Arab berjangkit udara panas yang mematikan. Akibat itu sehari setelah tiba di Mekkah beliau wafat (1 atau 2 Juni 1921) dan dikebumikan di sana dengan penghormatan militer yang besar. Raja mengutus seorang menterinya untuk menyatakan bela sungkawa kepada keluarganya (Pangeran itu didampangi juga oleh seorang saudara isterinya. Selain dari pasukan-pasukan kerajaan pada waktu pemakaman itu hadir juga jemaat mesjid Agung, sedangkan salat gaibnya dilaksanakan di Mesjid tersebut. Segala sesuatu menandakan, penghormatan besar untuk beliau itu.

Meskipun ibadah haji itu dilaksanakan penuh di Mekkah, kebanyakan orang Indonesia pergi juga ke Medinah, perjalanan sebelas hari melalui gurun pasir, karena kalau tidak mereka akan mempunyai perasaan, bahwa ibadahnya itu tidak lengkap. Oleh sebab itu Raden Ayu pun bekehendak pergi ke sana, meskipun udara masih juga sangat panas dan orang menasehatkan, agar jangan pergi. Raden Ayu melakukan juga perjalanan itu, akan tetapi sehari sebelum tiba di Medinah beliau wafat. Jenasahnya dibawa dan dikebumikan di situ. Dalam perjalanan itu meninggal pula saudara perempuan. Pangeran dan dua pelayannya, hanya dua orang pelayannya tertinggal hidup.

Den Haag 11 Januari 1922
J. J Oudemas


Suksesi
Setelah merasa tua ia meminta berhenti dari jabatan bupati dengan Bisluit Gubernemen tanggal 17 April 1919. Ia  menjabat Bupati Sumedang selama 36 tahun, sejak tanggal 31 Januari 1883 sampai dengan tanggal 17 April 1919. Dan jabatan bupati jatuh kepada saudaranya beda ibu, Pangeran Kusumah dilaga atau Dalem Bentang pada tahun 1919.

Setelah pensiun ia kemudian menetap di Sindangtaman Desa Sindangjati di pinggiran kota Sumedang. Pada tanggal 23 April 1921 ia berangkat ke tanah suci dan meninggal  di Mekkah dan dimakamkan di pemakaman Ma’ala pada tanggal 1 Juni 1921. Karena itu dikemudian hari ia dikenal dengan nama Pangeran Mekah.

Keturunan  : Pangeran Mekah menikah dengan NRA Rajaningroem, dan mempunyai putra bernama NR. Jogjainten (Oebed).

Lihat silsilah dibawah ini :
Generasi ke 1
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1 Pangeran Kusumah Adinata (Rd. Somanagara), menikahi isteri ke 3 NRA. Ratnaningrat, putra dari Jaksa Soemadilaga Sumedang, berputra :
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.10 NRA. Radjaretnadi 
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11 Pangeran Mekah Soeriaatmadja
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.12 NR. Radjapermana 
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.13 NR. Banoningrat 
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.14 Rd. Soemawilaga 

1.1.1.4.1.6.1.1.1.2 Rd. Dmg. Adiwidjaja II, makamnya di Pasarean Gede Sumedang
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.1 NR. Koesoemaningsih 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.2 Rd. Dmg. Adiwidjaja III 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.3 Rd. Asih Saupanta 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.4 Rd. H. Umar Jayasutisna 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.5 Rd. Somawijaya 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.6 NR. Tejamantri 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.7 NR. Mantriya 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.8 NR. Lasmi 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.9 NR. Asariya 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.10 Rd. Natawijaya 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.11 Rd. Adiwijaya 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.12 Rd. Ganda 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.13 Rd. H. Mustapa 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.14 NRA. Radjaningroem  
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.15 NR. Rajakusumah 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.16 Rd. Mahmud Kusumanagara 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.17 NR. Hj. Soja 
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.18 Rd. Karta Saleh 

Generasi ke 2
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11 Pangeran Mekah Soeria Atmadja  (Rd. Sadeli) X NRA. Radjaningroem (1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.14), putranya Demang Adiwijaya II, berputra :
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11.1 NR. Jogjainten (Oebed)
Pangeran Mekah  dan NRA. Radjaningroem, wafat di Mala Mekah ketika menunaikan rukun Islam ke lima.

Generasi ke 3
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11.1 NR. Jogjainten (Oebed), putra dari Pangeran Mekah Soeria Atmadja menikah dengan Rd. Rangga Wirahadisoeria Soeriahaditenaja Kosasih Wiradegha (1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.10.2), patih Sumedang sewaktu Pangeran Mekah Soeria Atmadja menjabat Bupati, berputra :
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.14.1.1 Rd. Ahmad Basari Wirahadi Wirahadisoeria (meninggal tidak mempunyai keturunan)


WAKAP PANGERAN SOERIA ATMADJA





Salinan amanat Pangeran Aria Suria Atmadja, dari surat zegel,

Soemedang, 22 September 1912.

IJEU SOEPAJA DJADI TANDA KAKOEATAN

Kaoela anoe nan-tangan, Pangeran Aria Soeria Atmadja, Boepati Soemedang, ajeuna di powe tanggal djeung tahoen noe kaseboet diloehoer soerat ijeu, ngawaktjakeun jen eta barang BANDA KAOELA PITOEIN noe ditoelis dina lampiran sedjen ti ijeu, noe diseboet koe kaoela wintjikanana tina nomer hidji nepi ka nomer 235, salianna ti imah djeung lianna adegan2 kabeh eta barang2 ditapelan nomerna di noe boeni noe dipambrih soepaya awet, ari tanah2 dinomeran dina paigemna.

Sadjoemlahna eta barang kaoela aja noe ASAL POESAKA TI SEPOEH2 djeung aja tina oesaha kaoela pribadi.

Ajeuna kaoela neda disaksian koe :
  • Rd. Demang SOERIA AMIDJAJA, Patih-Wadana,
  • Rd. Hadji Achmad Kosasih, Hoofd Panghoeloe,
  • Rd. NATAWIJOGJA, Djaksa,
  • Rd. SOERIA ADIWIDJAJA, Tjamat Kota Soemedang,
  • Rd. HADJI ACHMAD,
  • Rd. HADJI MOEHAMAD ISHAK,
  • Rd. HADJI MOEHAMAD ALI, djeung
  • Rd. HADJI ABDOELAH IBRAHIM, leden Raad Agama,
  • Mas HADJI MOEHAMAD SANOESI, hatib serta SOEWANGGANA,
  • Rd. HADJI SADIKIN, djeung
  • Rd. Hadji SAPENGI, hatib
  • Rd. HADJI MOEHAMAD KOSIM, sarat Kaoem,
  • Rd. WIRADIPOETRA, Mantri Kaboepaten djeung
  • Rd. ANGGA KOESOEMA, Djoeroe toelis Kaboepaten, kabeh di Kaboepaten Soemedang.

Yen saetoena eta barang2 noe geus diseboetan tea samangsa kaoela geus MAOT, atawa EUREUN TINA DJADI BOEPATI didijeu eta barang2 koe kaoela DIWAKAPKEUN KA ANU NGAGANTI KAOELA didijeu djeung satoeloey-toeloejan ka OENGGAL2 noe djadi PANGGEDE bangsa priboemi noe dikawasakeun koe KANGDJENG GOEVERNEMENT didijeu di Soemedang pangkat naon bae diseboetna mah, sapaninggal kaoela saoemoerna eta barang2 AJA KENEH (beunang keneh diala mangpaatna) djeung sapandjang aja noe diangkat kawasa panggede didijeu, nyaeta noe ditoendjoek, DIWAKAPKEUN KOE KAOELA SAOEROET-OEROETNA.

HEUNTEU MEUNANG DIWARISKEUN, HENTEU MEUNANG DIGOEGAT-GOEGAT KOE SAHA2 OGE, HENTEU MEUNANG DIDJOEWAL, HENTEU MEUNANG DIROBAH-ROBAH, HENTEU MEUNANG DITOEKEUR-TOEKEUR, HENTEU MEUNANG DIGOENTA-GANTI.

Kitoe deui aja barang noe henteu diseboet dina nomor wintjikan, kajaning :

Sakotak wajang golek, doewa kotak wajang koelit, opat bangunan salendro, tiloe bangunan pelog, sabangoenan degoeng, koe kaoela ditetepkeun minangka djadi POESAKA atawa TJARIK SOEMEDANG, toeroet sakoemaha di noe dinomeran tea.

Ajeuna kaoela ka sakoer noe djonghok, noe pada nyaksian didijeu sanggeusna soedi, neda pada nanda tangan disandingan tanda tangan kaoela.

Ijeu toetoelisan tanda tangan kaoela didijeu rangkep lima, nyaeta diteundeun di kaoela, dipamadjikan kaoela, di kantor2 Raad Agama, di Kantor Kaboepaten djeung di Kantor Kapatihan Soemedang.

                                                                                                       Tanda tangan kaoela noe ikrar.                                                                            
                                                                                                                               Ttd.
  
                                                                                                        
Tanda-tangan saksi-saksi                                                           (P. A. SOERIA ATMADJA)
1. Ttd. Rd. Dmg. Soeria Amidjaja.       
2. s/d 14 dsb.
                                                                                                             


WAKAP PANGERAN ARIA SURIA ATMADJA (PANGERAN MEKAH)
Pangeran Aria Suria Atmadja mendapat berbagai penghargaan atau tanda jasa dari pemerintah kolonial Belanda salah satunya tanda jasa Groot Gouden Ster (1891) dan dianugerahi beberapa bintang jasa tahun 1901, 1903, 1918, Payung Song-song Kuning tahun 1905, Gelar Adipati 1898, Gelar Aria 1906 dan Gelar Pangeran 1910. Pada masa pemerintahan Pangeran Aria Suria Atmadja mendapatkan warisan pusaka-pusaka peninggalan leluhur dari ayahnya Pangeran Aria Suria Kusumah Adinata (Pangeran Soegih), Pangeran Aria Suria Atmadja mempunyai maksud untuk mengamankan, melestarikan dan menjaga keutuhan pusaka. Selain itu agar pusaka merupakan alat pengikat kekeluargaan, kesatuan dan persatuan wargi Sumedang, maka diambil langkah sesuai agama Islam Pangeran Aria Suria Atmadja mewakafkan pusaka ia namakan sebagai “barang-barang banda”, “kaoela pitoein”, “poesaka ti sepuh”, dan “asal pusaka ti sepuh-sepuh” kepada Tumenggung Kusumadilaga pada tanggal 22 September 1912, barang yang diwakafkannya itu tidak boleh diwariskan, tidak boleh digugat oleh siapa pun juga, tidak boleh dijual, tidak boleh dirobah-robah, tidak boleh ditukar dan diganti. Dengan demikian keutuhan, kebulatan dan kelengkapan barang pusaka terjamin. 

Wakaf mulai berlaku jika Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti sebagai bupati Sumedang atau wafat. Pada tahun 1919 Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti sebagai bupati Sumedang dengan mendapat pensiun. Pada tanggal 30 Mei 1919 dilakukan penyerahan barang “Asal pusaka ti sepuh-sepuh” dan “Tina usaha kaula pribadi” kepada Tumenggung Kusumadilaga yang menjadi bupati Sumedang ke 21, menggantikan Pangeran Aria Suria Atmadja. Tumenggung Kusumadilaga baru menerima barang-barang yang diwakafkan kepadanya dengan ikhlas dan bersedia mengurusnya dengan baik seperti dalam suratnya tertanggal 18 Juni 1919. 

Wakaf PASA sudah berusia 106 Tahun sejak pada tanggal 22 September 1912, Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) mewakafkan pusaka ia namakan sebagai “barang-barang banda”, “kaoela pitoein”, “poesaka ti sepuh”, dan “asal pusaka ti sepuh-sepuh” kepada Tumenggung Kusumadilaga


Sejarah Perjalanan Wakaf PASA dan Terbentuknya Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) 
Jangan Sekali melupakan Sejarah, pentingnya untuk mengingatkan suatu peristiwa sejarah agar kedepannya dalam memahami alur sejarah tidak kacau, seperti hal fakta sejarah perjalanan Wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja (PASA) banyak dilupakan atau diputar balik oleh seseorang demi mengejar ambisinya. Akan saya postingkan berapa bagian sampai terbentuknya Yayasan Nahzir Wakaf Pangeran Sumedang.


Pengertian Wakaf Pakar
Kata wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab, yaitu Waqafa berarti menahan atau berhenti atau berdiam di tempat atau tetap berdiri. Wakaf dalam Kamus Istilah Fiqih adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat (Mujieb, 2002:414).

Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam (M. Zein, 2004:425).

Pengertian Wakaf Menurut Imam Nawawi adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.

Setelah wafafnya Pangeran Suria Kusumah Adinata pucuk kepemimpinan Sumedang jatuh ke putranya Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) atau Raden Sadeli dilahirkan di Sumedang tanggal 11 Januari 1851 merupakan putra ke dua dari Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Sugih Bupati Sumedang (1836 – 1882). Hasil pernikahan Pangeran Suria Kusumah Adinata dengan Nyi.Rd. Ayu Ratnaningrat (Istri pertama/Padma) dikaruniai putra-putri 5 orang : 
1. Nyi Rd. Ayu Radjaretnadi 
2. Rd. Aria Soeria Atmadja
3. Ni. Rd. Radjapermana 
4. Ni. Rd. Banoningrat 
5. Rd. Soemawilaga

Sebelum menjadi bupati Sumedang Raden Sadeli menjadi Patih Afdeling Sukapura – kolot di Mangunreja. Pada tanggal 31 Januari 1883 diangkat menjadi bupati memakai gelar Pangeran Aria Suria Atmadja (1883– 1919). Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) merupakan pemimpin yang adil, bijaksana, saleh dan taqwa kepada Allah. Raut mukanya tenang dan agung, memiliki displin pribadi yang tinggi dan ketat. Pangeran Aria Suria Atmadja memiliki jasa dalam pembangunan Sumedang di beberapa bidang, salah satunya seperti pada bidang pendidikan tahun 1914 Pangeran Aria Suria Atmadja menghibahkan tanahnya seluas 6 bau untuk mendirikan sekolah pertanian di Tanjungsari dan menetapkan wajib belajar diterapkan pertama kalinya di Sumedang. Masih banyak jasa lainnya dan atas segala jasanya dalam membangun Sumedang, baik itu pembangunan sarana fisik tetapi juga pembangunan manusianya. Pangeran Aria Suria Atmadja mendapat berbagai penghargaan atau tanda jasa dari pemerintah kolonial Belanda salah satunya tanda jasa Groot Gouden Ster (1891) dan dianugerahi beberapa bintang jasa tahun 1901,1903, 1918, Payung Song-song Kuning tahun 1905, Gelar Adipati 1898, Gelar Aria 1906 dan Gelar Pangeran 1910. 

Selain itu Pangeran Aria Suria Atmadja dijuluki Bupati pembangunan karena keberhasilannya membangun Sumedang disegala aspek kehidupan sehingga Sumedang mencapai kesejahteraan yang baik waktu itu. Pada masa pemerintahan Pangeran Aria Suria Atmadja mendapatkan warisan pusaka-pusaka peninggalan leluhur dari ayahnya Pangeran Aria Suria Kusumah Adinata, Pangeran Aria Suria Atmadja mempunyai maksud dan Tujuan untuk MENGAMANKAN, MELESTARIKAN dan MENJAGA keutuhan pusaka. Selain itu agar pusaka merupakan ALAT PENGIKAT KEKELUARGAAN, KESATUAN DAN PERSATUAN WARGI KETURUNAN LELUHUR SUMEDANG, maka diambil langkah sesuai agama Islam Pangeran Aria Suria Atmadja mewakafkan pusaka ia namakan sebagai "BARANG-BARANG BANDA, KAOELA PITOEIN, POESAKA TI SEPUH dan ASAL PUSAKA TI SEPUH-SEPUH" kepada Tumenggung Kusumadilaga pada tanggal 22 September 1912. 

Proses pemindahan pusaka dari kekuasaan yang satu kepada kekuasaan berikutnya tidak dikuatkan dengan serah terima, administratifnya lebih atas dasar kepatuhan kepada tradisi. Lainnya bila diwakafkan sebagai bentuk perwujudan ajaran Islam, sodaqoh jariah harta bendanya dari milik pribadi menjadi barang wakaf, milik penciptaNYA milik Allah SWT. 

Wakaf PASA terdiri dari tanah darat, tanah sawah dan barang-barang peninggalan leluhur Sumedang, seperti Keris Pusaka, Mahkota Kerajaan Sumedanglarang, Gamelan-gamelan pusaka dan lain sebagainya, sedangkan tanah darat dan tanah sawah tersebar diberbagai pelosok daerah Kabupaten Sumedang. 

Dalam IKRAR WAKAFnya Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) beramanat agar barang yang diwakafkannya itu " TIDAK BOLEH DIWARISKAN, TIDAK BOLEH DIGUGAT OLEH SIAPAPUN JUGA, TIDAK BOLEH DIJUAL, TIDAK BOLEH DIROBAH2, TIDAK BOLEH DITUKAR-TUKAR, dan DIGANTI-GANTI". 

Dengan demikian keutuhan, kebulatan dan kelengkapan barang pusaka terjamin. Wakaf mulai berlaku jika Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti / pesiun sebagai bupati Sumedang atau wafat. Setelah PASA menyelesaikan urusan wakafnya dan pesiun 17 April 1919 dan pada tanggal 21 April 1921 PASA berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Di Arab Saudi PASA disambut sebagai seorang raja dari Jawa dengan penuh kehormatan. 

Setelah selesai melaksanakan ibadah Haji pada tanggal 1 Juni 1921 Pangeran Aria Suria Atmadja wafat di Mekkah sehingga beliau dikenal sebagai Pangeran Mekkah. Untuk mengenang jasa-jasa Pangeran Aria Suria Atmadja oleh pemerintahan Kolonial dibangunlah monumen Lingga. 

Dengan wafatnya PASA 1 Juni 1921 Raad Agama Sumedang mengeluarkan keputusan Akte Waris bulan Juli 1921 No. 40 dan bulan Desember 1921 No. 80, :
Kepoetoesan Raad Agama Soemedang No. 40 tahun 1921 (WAKAF PASA)
Padahari Kamis tt: 7 Juli 1921(tt: 1Hapit 1339) soedah berdoedoek di madjlis Raad Agama; Raden Hadji Moehamad Ishak Waarnemend President, Raden Hadji Abdoelah Ibrahimdan Raden Hadji Moehamad Sadikin Leden.

Telah priksa seorang laki-laki bernama Raden Soemawilaga kira oemoer 63 taoen, pekerdjaan pensioen Assistant Wedana Onderdistrict Wanaradja afdeeling Garoet tinggal di dessa Regol district Kotta Soemedang.

Ijamoe hoenken ditetapken mendjadi achliwarisnja Kangdjeng Pangeran Arija Soerija Atmadja pensioen Boepati Soemedang jang telah mati dan mendenger peroendjoekannja 2 orang saksi, 1’ nama Moehammad Hamim kira oemoer 60 taoen pekerdjaan Sarat Kaoem negri Soemedang, 2’ nama Moehamad Tahir kira oemoer 45 taoen, pekerdjaan Amil dessa Regol district Kotta Soemedang djoega.

Oendjoek katrangan betoel itoe bernama Raden Soemawilaga achli warisnja Kandjeng Pangeran Arija Soerija Atmadja, mendjadi soedarah betoel, tempo matinja K. Pangeran Arija Soerija Atmadja tt:1 Juni 1921 (tt: 24 Ramadan 1339) di Mekkah, lamanja sampe sekarang soedah ada 37 hari, meninggalken achli waris terseboet dibawah ini :
1. Bernama Njai Raden Ajoe Radja Ningroem binihnja K. Pangeran Arija Soerija Atmadja.
2. Bernama Njai Raden Radja Permana soedarah perempoean satoe mamah satoe bapa K .Pangeran.
3. Bernama Raden Soemawilaga soedarah laki-laki K. Pangeran Arija Soerija Atmadja djoega.

Menimbang bahwa peroendjoekannja 2 orang saksi terseboet di atas, sampe terang, maka permoehoenannja Raden Soemawilaga di trima, krana soedah sampe katrangannja.

Dipoetoes
Raad Agama menetepkan jang mendjadi achliwarisnja Kangdjeng Pangeran ArijaSoerija Atmadja terseboet dibawah ini :
1. Njai Raden Ajoe Radja Ningroem binihnja dapat 3/12.
2. Njai Raden Radja Permana soedarah pram dapat 3/12.
3. Raden Soemawilaga soedarahl aki-laki dapat 6/12.
Maka kita ini tetepken di dalem doedoekan Raad Agama, pada hari boelan jang terseboet diatas, di Madjlis Kaoem negri Soemedang dan mendapat ongkost f7,-



President Raad Agama
Ttd
Raden Hadji Moehamad Ishak

Leden:
Ttd.
Raden Hadji Abdoelah Ibrahim.
Raden Hadji Moehamad Sadikin.

Catatan :
Ditulis sesuai aslinya.


Berdasarkan keputusan Raad Agama Soemedang No. 40 tahun 1921 bahwa R. Soemawilaga menjadi ahli waris PASA tunggal, dikarenakan Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) sudah tidak mempunyai lagi istri, anak maupun cucu, begitu pula dari lima bersaudara yang masih ada hanyalah adiknya yakni Rd. Soemawilaga. Sebagai ahli waris wakaf R. Soemawilaga bersama Nazhir wakaf dari PASA yaitu Bupati Sumedang Adipati Kusumadilaga / Dalem Bintang (1919 – 1937) berusaha menjaga amanat PASA sebaik mungkin, selama itu wakaf berjalan secara sah, baik dan mulus, tidak ada berita yang merugikan jalannya wakaf. 

Setelah Adipati Kusumadilaga pesiun digantikan oleh Bupati Tumenggung Aria Soeria Koesoemah Adinata / Dalem Aria Sumatri (1937 – 1946) yang diangkat oleh Kandjeng Gouvernement. Pada masa itu kondisi Republik sedang kacau sehingga estafet wakaf tidak jelas, tidak diketahui proses administrasinya tidak diketahui serah terimanya wakaf tetapi barang-barangnya turun kepada penerusnya. Begitu pula masa R. Hasan SoeriaSatja Kusumah (1946 – 1947) sehingga keamanan barang wakaf menjadi kacau barang-barang menjadi tercecer, ada yang diamankan oleh ahli waris, ada juga oleh keluarga lain dan masyarakat luar, bahkan oleh tentara Belanda sendiri. 

Dalam situasi yang kacau di Kota Sumedang karena adanya agresi militer Belanda ke Sumedang Juli 1947 yang menduduki KotaSumedang, Bupati Sumedang R. Hasan mengungsi, sehingga pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat Tumenggung R. Mohammad Singer sebagai Bupati Sumedang. Tumenggung Mohammad Singer merasa sedih melihat barang-barang wakaf tercecer dan bertanggung jawab atas amanat PASA sebagai Nazhir wakaf. Lalu beliau mulai mengumpulkan barang-barang wakaf kembali, tindakannya mendapat simpati dari para wargi keturunan leluhur Sumedang, masyarakat Sumedang termasuk dari tentara Belanda untuk mengembalikan barang-barang yang pernah diambil. 

Kesempatan itu para wargi menghimbau agar Bupati Tmg. R. Moh. Singer mengambil over estafet wakaf PASA tetapi Tmg. R. Moh. Singer tidak kuasa untuk menerima estafet wakaf PASA. Dengan demikian estafet wakaf menjadi terhenti, sehingga Tmg. R. Moh. Singer bingung sendiri dengan wakaf PASA khususnya barang-barangnya. Setelah diadakan rapat wargi pada tanggal 5–6 November 1949 dan melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, dirinya yang menyandang hak dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan sebagai Bupati Sumedang mempunyai keyakinan bahwa barang-barang wakaf tersebut harus diserahkan kepada ahli waris PASA yaitu R. SOEMAWILAGA, karena situasi dan kondisi menghendaki demikian. 

Serah terima wakaf PASA diserahkan kepada keturunan R. Soemawilaga, antara lain: 
1.  R. Rangga Kosasih Soemadiningrat 
2. R. Apandi Soemawilaga 
3. R. Hanapi Soemawilaga 
4. R. Abdul Hamid Soemawilaga
5. R. Danoe Soemawilaga

Pelaksanaan serah terima dilaksanakan tanggal 1 Desember 1949 yang diperkuat oleh Keputusan Pengadilan Negeri Sumedang No. 2 / 1049, peristiwa tersebut merupakan titik tonggak baru bagi perjalanan wakaf Pangeran Aria Suria Atmadja. Setelah para ahli waris menerima barang-barang wakaf tersebut, kemudian para keturunan ahli waris wakaf PASA ingin melaksanakan suatu maksud demi CITA-CITA PASA semula yang menginginkan barang-barang yang diwakafkan TETAP LANGGENG dan LESTARI maka didirikan YAYASAN PANGERAN ARIA SURIA ATMADJA (YPASA) dengan Akte Notaris Mr. Soedja No. 59 tertanggal 28 April 1950. 

Sejak awalnya berdirinya YPASA dirongrong unsur-unsur dari berbagai pihak yang berkeinginan menguasai barang-barang wakaf tersebut, tapi semua itu bisa diatasi oleh para ahli waris. Karena ada gugatan dari wargi sendiri yang berkeinginan untuk mendapat hak terhadap barang pusaka ke Pengadilan NegeriSumedang tanggal 4 April 1953 maka berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Sumedang tanggal 9 Februari 1955 tentang catatan perdamaian gugatan tahun 1953. 

Mengeluarkan keputusan “Catatan perdamaian” yang menghukum penggugat dan tergugat, untuk mendirikan yayasan baru yaitu YAYASAN PANGERAN SUMEDANG (YPS) dengan Akte Notaris Tang Eng Kiam No. 98 tertanggal 21 April 1955. 

Dengan Anggaran Dasar YPS sama dengan anggaran dasar dari YPASA, dalam masa itu YPASA menyerahkan segala sesuatunya kepada YPS dan Hak pemeliharaan barang-barangmilik YPASA. Sejak terbentuknya Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) sejak tahun 1950, telah dipimpin beberapa Ketua YPS : 
1. R. Rangga Kosasih Soemadinigrat (1950 – 1955) 
2. R. Rangga Sadeli. (1955– 1960) 
3. R. Danoe Soemawilaga. (1960– 1968) 
4. R. Ating Natadikoesoema. (1968– 1980) 
5. R. Tumenggung Mohammad Singer. (1980– 1988) 
6. H.R. Lukman Hamid Soemawilaga. (1988– 1992) 
7. H.R. Djamhir Soemawilaga. (1992 –1997) 
8. H.R. Otje Salman Soemadiningrat (1997– 1998) 
9. H.R. Hadian Soemaadiningrat. (1998– 2006) 
10. R. I. LukmanSoemadisoeria (2006– 2009)
11. H.R. Koenraad Soeriaputra (2009 - 2016)

Salah satu tujuan dari amanat PASA agar barang-barang peninggalan leluhur tetap lestari dan langgeng maka Untuk melestarikan benda-benda wakaf tersebut Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) merencanakan untuk mendirikan sebuah Museum. Karena banyak sekali benda-benda peninggalan tersebut yang dapat dijadikan untuk tujuan kegiatan museum sebagai upaya pengembangan kegiatan Yayasan yang dapat bermanfaat bagi para wargi Sumedang khususnya dan masyarakat Sumedang pada umumnya. Maka pada tahun 1973 Museum Wargi YPS didirikan, yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan seketurunan Leluhur Pangeran Sumedang saja. 

Seiring berjalannya waktu Museum Wargi –YPS ternyata mendapat respon yang baik dari para wargi Sumedang demikian juga respon yang baik ini datang dari masyarakat Sumedang, pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum “Prabu Geusan Ulun Yayasan Pangeran Sumedang”. 

Selain memlestarikan barang-barang pusaka peninggalan leluhur Sumedang, YPS pun memelihara dan mengelola tanah wakaf Pangeran Aria Suria Atmadja yang tersebar di berbagai pelosok daerah Kabupaten Sumedang tapi sayang tanah Wakaf PASA tiap tahun makin menyusut karena banyak status tanah Wakaf berubah menjadi tanah Hak Milik karena ada oknum menjual tanah wakaf tersebut, dalam hukum Islam menjual tanah wakaf hukumnya haram dan PASA pun Dalam IKRAR WAKAF-nya Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) beramanat agar barang yang diwakafkannya itu, "TIDAK BOLEH DIWARISKAN, TIDAK BOLEH DIGUGAT OLEH SIAPAPUN JUGA, TIDAK BOLEH DIJUAL, TIDAK BOLEH DIROBAH-ROBAH, TIDAK BOLEH DITUKAR-TUKAR dan DIGANTI-GANTI". 

Dalam perkembangnya YPS selain memelihara, melestarikan barang-barang wakaf PASA dan sesuai dengan Akta Perubahan Anggar Dasar Yayasan Pangeran Sumedang, tentang Kegiatan Pasal 3 point 5 : Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kesenian, antara lain Sebagai pemangku adat /tradisi / budaya dari masa kerajaan Sumedanglarang sampai masa Kabupatian Sumedang, YPS pun berperan aktif dalam pelestarian budaya peninggalan leluhur Sumedang salah satunya ikut berperan aktif dalam kegiatan Festival Keraton Se-nusantara setiap dua tahun sekali di berbagai pelosok Nusantara, Ngumbah dan Kirab Pusaka setiap bulan Maulud, Acara Halal Bihalal Silaturahmi Keluarga Besar Keturunan Leluhur Sumedang sesudah Idul Fitri bersama Rukun Wargi Sumedang (RWS) dan lain sebagainya. 

Demikianlah perjalanan wakaf Pangeran Aria Suria Atmadja (PASA) mudah-mudahan dapat memberikan pengetahuan kepada para wargi keturunan leluhur Sumedang yang tersebar diseluruh di tatar Sunda khususnya Nusantara untuk lebih memahami wakaf PASA yang sebenarnya.

Masa kerja, beliau mencapai 50 tahun sejak diangkat KALIWON. Pada tanggal 23 April 1921 beliau berangkat ke tanah suci dan wafat di Mekkah serta dikebumikan di pemakaman MA’ala pada tanggal 1 Juni 1921. oleh karena itu, Pangeran Aria Soeria Atmadja mendapat gejar “Pangeran Mekah”.

Mengingat Pangeran Aria Soeria Atmadja banyak sekali jasanya bagi raqkyat Sumedang, maka atas inisatif Pangeran Stichting, dibangunlah sebuah monument di tengah alun-alun dinamakan LINGGA. Bentuk bangunan monument tersebut sekarang menjadi lambing Kabupaten Sumedang.

Monumen Lingga diresmikan oleh Gubernur Jendral Mr. D. Fock, pada tanggal 25 April 1922, yang diresmikan Gubernur Jenderal D. Fock serta dihadiri para bupati, residen se-priangan serta pejabat-pejabat Belanda dan pribumi, pada salah satu prasasti Lingga tersebut ditatahkan kalimat :
“URANG SADAYA SAMI TUNGGAL KAWULANGGIH ALLAH. SAASAL SATEDAK KENEH. UPAMI DIKAPALAAN KU NU SAMPURNA, WENING GALIH SARENG LINUHUNG, AYEM TENGTREM SADAYANA.”


KETURUNAN
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11 Pangeran Mekah Soeriaatmadja KOESOEMAH ADINATA (Rd. Sadeli)
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11 X NRA. Radjaningroem  (1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.14)
1.1.1.4.1.6.1.1.1.2.14.1 NR. Jogjainten Soeriaatmadja.

Ieu Papatah Dalem Pangeran Mekah teh, langkung keuna anu janten pangagungna Kabupaten Sumedang sareng nu janten wawakil rakyatna, poma kitu deui urang salaku pamimpin keluarga.

1. Manusa mah kudu cicing dina rasa sareng rumasa, nganggo nyalikan dina korsi eling, mayungan meja wiwaha, nu ditaplakan ku iman, nganggo amparan ku kasabaran, ditelekungan ku elmu, nu dibanderaan ku ikhlas.

2. Manusa nu lumampah kudu tutunggangan wiwaha, bulu napas, diselaan ku asihan, dikadalian ku pamilih, disebrakan ku kahormatan satia, didudukuy ku lungguh, disanggawedian ku pangarti, sareng rintih, diapis buntutna ku jujur, nganggo pecutna ku elmu, nu dicandakna banderana sabar, panganggona ridho, soleh, pibalukareunnana kabagjaan. (Tah ieu jalanna jalmi Islam).

3. Kanggo nu nyarengannana kawalapadna Bani Adam nu disebut Islam, nu linggih dina korsi eling, sareng lumampah tunggang kuda miwaha :
- Ka pasrah,
- Ka sumerah,
- Ka ridho,
- Ka iklas,
- Ka tumamprah,
- Ka sumangga, kakudrat Illahi dikapalaan ku percaya. (Iman).

4. Sawangsulna manusa ulah aya dina jagal cidra sareng ngarasula, ulah linggih dina korsi hilap sareng bengbatan, mayunan meja lalawora, nu ditaplakan ku mang-mang, nganggo amparan ku kabarangasan, nganggo telekung ku hasud takabur, nyandak banderana haranga.

5. Anu lumampah tunggang kuda amarah, nu diselaan ku haranga, dikadalian ku dengki, disebrakan ku harak, didudukuy ku umangkuh, disanggawedian ku licik sareng delit, nganggo pecutnta ku takabur, diapis buntutna ku murugul, nu dicandak banderana Bengal, panganggona bohong, pibalukareunana bahaya. (Tah ieu jalana atanapi erelna Islam)

6. Kanggo nu nyarengan kawalapadna karunia Bani Adam nu di sebut islim, linggih dina korsi bengbatan, sareng kuda amarah :
- Ka reuwasan,
- Ka risi,
- Ka riweuh,
- Ka hariwang,
- Ka keueung,
- Ka sieun, dikapalaan ku mang-mang, numawi disebut jalmi islam.

Penulis :
Sumber :
- Sejarah Sumedang (Sambungan VA) ditulis oleh RA Natanagara, 1935 hal. 38-39
- R. Moch. Achmad Wiriamadja (SIKAP!, 2009)
- Koleksi; R.A.A Soeria Danoeningrat

Baca Juga :

Tidak ada komentar