Batu Besar Di Puncak Gunung Sangkanjaya Bekas Patahan Batu Meteror?

Kisah Gunung Sangkanjaya dan Putra Prabu Tajimalela

Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih).

Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya).

Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, karena Prabu Gajah Agung sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri.

Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi Raja di Tembong Agung. Prabu Lembu Agung dan keturunannya tetap berada di Darmaraja.

Apakah Batu Sebesar Tronton di Puncak Gunung Sangkanjaya (Nurmala) adalah patahan batu Meteror yang jatuh 4 juta tahun yang lalu ? 


Analisa ini pertama saya rasakan ada energi yang lain, pada batu sebesar mobil tronton yang berdiri dipuncak Gunung Sangkanjaya (Nurmala) hanya ditopang batuan kecil, berbeda dengan batu-batu biasa.

Analisa selanjutnya berdasarkan pendapat Guru Besar Teknik Geologi ITB, R.P. Koesoemadinata.

Sekitar 4 Juta Tahun lalu Daerah Majalengka Pernah Dihantam Rentetan Meteor Raksasa

Ditulis oleh R.P. Koesoemadinata Gurubesar Emeritus Geologi Institute Teknologi Bandung

Suatu penelitian sekilas pada Google Earth map memperlihatkan bahwa adanya Geo Circles (saya meniru istilah  crop circles yang diberitakan di sekitar Jogya) bersekala besar di daerah barat daya Majalengka. Bentuk morfologi ini pernah dipetakan secara geologi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, P3G (sekarang Pusat Survai Geologi, Bandung), dan ditafsirkan sebagain anjakan (thrusting) yang melengkung pada Lembar Arjawinangun (sekala 1: 100.000)  yang diterbitkan tahun 1973.

Namun struktur geo-circles ini sulit untuk dapat dijelaskan sebagai gejala tektonik, sebagai anjakan (thrusting)  walaupun usaha untuk menjelaskan dengan ”gliding tectonics” (tektonik longsoran) sering diajukan,. Penjelasan demikian tidak memuaskan karena struktur anjakan  (thrusting, sesar naik) yang berbentuk setengah lingkaran (semi-circles) ini menghadap ke semua arah penjuru angin, sehingga memerlukan keberadaan  suatu pusat tinggian, yang justru tidak ada. Juga jurus tektonik regional (regional tectonic trend) sini ada mengarah Barat-laut –Tenggara relatif tanpa gangguan.  Justru  pusat-pusat geo-circles ini merupakan cekungan, antara lain Cekungan Sungai Cilutung, yang dapat ditafsirkan sebagai kawah raksasa yang  di bentuk karena dihantam oleh suatu rentetan beberapa meteor berukuran besar (a train of meteors). Gejala geo-circles baratdaya Majalengka ini merupakan suatu kompleks kawah meteor, dan paling tidak dapat dihitung adanya 5 kawah hantaman (impact craters), yang saling bertumpukan pada citra Google Earth Map ini.

Dasar kawah ini ditutupi oleh batuan pasir tufaan Formasi Citalang, yang ditetapkan umurnya sebagai Pliocene, sekitar 4 juta tahun yang lalu. Dengan demikian kompleks kawah meteor tersebut berumur paling tua 4 juta tahun yang lalu. Keberadaan adanya ”multi- meteor craters” di satu tempat dapat dijelaskan dengan membenturnya  iring-iringan meteor yang terdiri pecahan asteroid yang menghantam  bumi, sebagaimana halnya dengan yang terjadi di Jupiter beberapa tahun yang lalu yang dibentur secara beruntun oleh  Levy-Schumacher 9 yang terdiri dari iring-iringan 9 buah meteor. 
 
Di lereng-lerengnya kita dapat menyaksikan jejak fosil, dll. Tak kalah menariknya bila mampir di Pasir Malati, lokasinya di luar kawasan danau, karena bukit ini diduga oleh Prof Dr. RP. Koesoemadinata sebagai lokasi tempat jatuhnya meteor. Lokasi jatuhnya meteor menurut Kang Deni Sugandi  diduga tumbukan meteor: S 6°50’8.7648″, E 108°8’26.466″. Lokasi singkapan endapan turbidit, formasi Cinambo di aliran sungai Cinambo, Jatigede Sumedang.

Dimanakan lokasi jatuhnya meteor itu? Lokasi diduga tumbukan meteor: S 6°50’8.7648″, E 108°8’26.466″ Cinambo, lintasan dari Desa Sukakersa ke Parakan Kondang di kecamatan Jatigede.

Lokasi singkapan endapan turbidit, formasi Cinambo di aliran sungai Cinambo, Jatigede Sumedang: S 6°52’2.6868″, E 108°6’10.0404″. Lokasi singkapan endapan turbidit, formasi Cinambo di aliran sungai Cinambo, Jatigede Sumedang: S 6°52’2.6868″, E 108°6’10.0404″. Kira-kira 30-25 juta tahun yang lalu.

Semula kawasan ini berupa laut dalam, lalu berbagai material masuk ke wilayah ini dari arah selatan. Endapan datang silih berganti dari waktu ke waktu, sehingga berbagai jenis batuan dan ukuran mengendap. Tekanan datang dari arah selatan, dari Samudra Hindia, mendorong endapan ini ke utara, yang tertahan oleh lempeng Erasia, sehingga endapan itu terangkat, melengkung, melipat, patah, membentuk bukit yang memanjang barat – timur. Setelah itu terjadi erosi yang sangat intensif, sehingga bagian atasnya habis.

Namun Sudah barang tentu perlu peninjauan ahli Geologi untuk menelitinya apakah batu di Gunung Sangkanjaya merupakan pecahan daripada batuan Meterorit yang jatuh 4 juta tahun yang lalu.

Namun Sudah barang tentu perlu peninjauan ahli Geologi untuk menelitinya apakah batu di Gunung Sangkanjaya merupakan pecahan daripada batuan Meterorit yang jatuh 4 juta tahun yang lalu.



Batu Asteroid Seberat 15 Kg yang ditemukan di Daerah Situraja Sumedang
Foto Bayu Kusumah Adinata

Baca Juga :

Tidak ada komentar