7 Orang Pengiring Medal Kamulyaan Jaman Kerajaan Salakanara Awal Abad ke 3-4 M Di Sumedang






Pada jaman ke 7 orang pengiring medal kamulyan dari Kerajaan Salakanagara, Gunung Gede atau Gunung Agung atau Gunung Tampomas dijadikan sebagai pusat spiritual keagamaan, hal ini bisa kita buktikan dengan adanya situs batu sandung sebagai yantra kedewataan tempat berkumpulnya para resi dari setiap mandala kawikuan pada waktu tertentu. Masing-masing Mandala dipimpin oleh seorang Wiku atau Resi sehingga sering juga disebut Mandala Kawikuan dan Puncak Manik Gunung Tampomas sebagai Mandala Dewa Sasana nya.

Dalam falsafah hindu ada yang disebut yantra. Yantra adalah alat atau simbol-simbol keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan kesucian. 

Yantra adalah bentuk  "niyasa" atau simbol atau pengganti yang sebenarnya, yang diwujudkan oleh manusia untuk mengkonsentrasikan baktinya ke hadapan Sanghyang  Widhi Wasa, misalnya dalam perpaduan warna : kembang, arca, Banten dan lain-lain. Banten adalah bahasa simbol yang sakral menurut pandangan Hindu. sebagai bahasa simbol maka Banten sebagai media untuk menvisualisasikan ajaran-ajaran Hindu. sebagai media untuk menyampaikan Sradha dan Bhakti pada kemahakuasaan Hyang Widhi.

Yantra telah dikenal sejak jaman Purba dimana oleh para Resi dan orang bijak memanfaatkan yantra untuk membantu mencapai tujuan kesuciannya. 

Keberadaan Batu Lingga yang berbentuk persegi menyerupai kubus tersebut tentunya tidak terlepas dari sejarah peradaban para leluhur prasejarah dan di masa lalu, menurut cerita dahulu Gunung Tampomas lebih dikenal dengan sebutan Gunung Agung atau Gunung Gede karena merupakan gunung terbesar di wilayah Sumedang yang dahulu disebut tempat Medang Kahyangan atau Medal Kamulyan.

Medal Kamulyan sendiri mengandung makna bersinergi dengan alam, karena semua unsur kehidupan terdiri atas : Tanah, Api, Udara dan Air, di mana puncak manik dianggap sebagai awal  peradaban dan dianggap paling dekat dengan Sang Maha Pengendali Alam.

Sebagaimana umumnya peradaban gunung di masa lalu seperti gunung-gunung lain pada zamannya, Gunung Agung Tampomas atau Gunung Gede Tampomas pun memiliki peranan penting bagi perkembangan peradaban manusia, baik masa pra sejarah maupun masa sejarah yang hidup di wilayah Medang Kahyangan atau Medang Kamulyan kala itu, sesuai keyakinan dan kebudayaannya. Dan di Gunung Tampomas banyak ditemukan temuan tradisi megalitik seperti arca ganesha, arca domas, batu sandung,  pundan berundak, makam kuno di puncaknya.

Batu Sandung puncak manik Gunung Tampomas yang bermotifkan pahatan tengkorak kecil di sekelilignya adalah salah satu situs peninggalan jaman megalitik dan pada jaman pengiring medal kamulyan dari kerajaan Salakanagara antara abad ke 3-4 masehi, kerajaan yang bercorak Hindu pertama di Jawa Barat. Pada jaman pengiring medal kamulyan dari kerajaan salakanagara ini ritual keagamaan dari setiapa mandala kawikuan dipusatkan di Puncak Manik Tampomas sebagai mandala dewa sasana,  batu Sandung ini diduga menjadi batu altar atau batu tempat memanjatkan puja dan persembahan.

Batu Sandung ini  berfungsi untuk tempat meletakan Patung Puncak Manik pada saat upacara Pamujan Gede atau Pemujaan Agung, di mana manusia kala itu duduk melingkar-disekeilingnya dan di Batu Sandung tersebut diletakan arca Dewa Siwa, sedangkan di bawah batu sandung diletakan arca ganesha dan arca-arca kecil lain nya sebagai gambaran nenek moyang.

Tempat wilayah Pemujaan di puncak manik gunung tampomas tersebut terbagi dalam 2 teras ; teras pertama merupakan tempat para resi tetua adat duduk mengitari batu Sandung dan teras kedua merupakan tempat para cantrik atau para siswa yang ikut dalam acara pemujaan tersebut 

Shema Pun Nihawah.


Baca Juga :

Tidak ada komentar