Naskah Cariosan Prabu Siliwangi

Naskah Cariosan Prabu Siliwangi adalah naskah milik Musium Prabu Geusan Ulun Sumedang anda dapat mengaksesnya dalam Book HTML 5, disini : https://fliphtml5.com/liano/iyyw/basic, yang ditulis tahun  1626/1975.


Buku “Cariosan Prabu Siliwangi”, ditulis di atas daluang, atau kertas kulit kayu (1675). Milik Pangeran Panembahan / Rangga Gempol 3 (1656-1706). Koleksi Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang Larang. Disimpan di Museum Prabu Geusan Ulun.

Alkisah  Prabu Anggalarang raja Pajajaran mempunyai tiga orang putra, yakni Parbamenak bergelar Rajaputra, ia putra dari pernikahan dengan Astunalarang. Kedua Pamanahrasa bergelar Rajasunu, ketiga Rangga Pupuk, keduanya putra dari permaisuri Umadewi.

Parbamenak mendapat didikan dari Banyaksumba, kakak ibunya, sedangkan Pamanahrasa memiliki para pengasuh yang sekaligus mendidik budi pekerti dan ilmu kenegaraan, seperti Lampung Jambu atau katelah Nulawas, Kidang Pananjung nu katelah Parwakali (Purwagalih), dan Gelap Nyawang yang terkenal dengan manteranya Dadali Putih. Ketiga para pendampingnya tersebut telah menjadi pengasuh sejak masa kakeknya, sama seperti Pandawa mempunyai pawongan Lurah Semar Badranaya, Cepot, Dawala dan Nalagareng.

Pada masa itu Parbamenak dikisahkan telah berusia 15 tahun sedangkan Pamanahrasa berusia sembilan tahun. Parbamenak merasa iri atas pengangkatan Pamanahrasa sebagai putra mahkota, sehingga terpikir untuk melenyapkannya. Parbamenak menceritakan niatnya kepada Banyaksumba, Dan disetujuinya.

Parbamenak berniat membunuh Pamanahrasa di Leuwi Sipatahunan, dengan berpura-pura memberikan ujian yang lajim dilakukan seorang calon raja. Lantas ia pun memerintahkan punakawannya, Tandhesang, untuk mengundang Pamanahrasa ke Leuwi Sipatahunan. Disana Pamanahrasa akan diberikan beberapa ujian yang mungkin tidak dapat ia lakukan. Dengan cara itu Parbamenak bertujuan membunuh Pamanahrasa.

Setelah beberapa kali diundang Pamanahrasa tiba di sendirian di Sipatahunan, karena ibundanya hamil tua dan sedang sakit maka Pamanahrasa tanpa disertai para pengasuhnya.
Parbamenak memberikan ujian pertama agar Pamanahrasa menyebrangi sungai yang dihuni tiga ekor buaya putih. Pamanahrasa dengan sangat cerdiknya menyelesaikan ujian dengan baik, bahkan ketiga ekor buaya saling membunuh dan mati dengan sendirinya.

Parbamenak tidak merasa senang dengan selamatnya Pamanahrasa, ia pun memberikan ujian lanjutan. Pamanahrasa diharuskan memanjat tumbuhan merambat (areuy) Sanghiyang Keukeumbingan, dengan menggunakan kedua tangannya. Parbamenak lagi-lagi harus menelan kecewa, karena Pamanahrasa mampu melakukan ujian itu dengan baik.

Parbamenak menemukan akal baru agar dapat menyingkirkan Pamanahrasa dari lingkungan keraton. Kebetulan di atas Sanghyang Keukeumbingan ada tempat pemujaan yang harus dihormati semua orang. Keberhasilan Pamanahrasa mencapai puncak Sanghyang Keukeumbingan difitnahkan “merusak tempat pemujaan dan tidak menghormatinya”, sehingga harus dihukum. Pamanahrasa sangat menghormati tradisi dan leluhurnya, oleh karenanya ia sangat merasa bersalah dan meminta maaf.

Ketaatan Pamanahrasa digunakan Parbamenak sebagai celah penting untuk menyingkirkannya. Pamanahrasa diberi dua pilihan, menerima hukuman dengan cara dibunuh atau dijual dan tidak boleh kembali ke Pajajaran. Pamanahrasa memilih menjalani hukumannya dengan cara dijual, ia ikhlas harus berpisah dengan kedua orang tuanya, tanpa sepengetahuan mereka.

Pertama-tama Pamanahrasa dilumuri jelaga dan getah oleh kedua Punakawan Parbamenak (Tandhesang dan Papagrahang), dengan alasan agar tidak dikenali identitasnya. Parbamenak diam-diam memerintahkan kedua punakawannya untuk membunuh Pamanahrasa. Berkat kesaktiannya ia tidak dapat dibunuh, sehingga kedua Punakawan tersebut kehilangan akal dan menjual Pamanahrasa di pelabuhan. Menurut cerita ini, nama Siliwangi bagi Pamanahrasa untuk pertama kalinya digunakan sesuai dengan pesan kedua punakawan Parbamenak, agar menyelimuti identitasnya.

Hilangnya Pamanahrasa menjadi geunjleung sakanagara. Parbamenak dan Banyaksumba pura-pura tidak mengetahui. Untuk mengelabui sang raja mereka pura-pura ikut mencari. Demikian pula para pengasuh setia Pamanahrasa, mereka sibuk mencari junjungannya yang hilang tanpa jejak. Raja Anggalarang berduka, ia memerintahkan 15 ksatrian dan para bupati untuk Sang Prabu Anom. Pada kesempatan itu pula pengasuhnya berjanji : “akan mencari sampai kemanapun, tidak akan pulang sebelum menemukan Pamanahrasa”. Tunda !!!
----(xxx)----

Kita tunda tentang seisi negara yang kehilangan junjunannya, tersebutlan di daerah Sindangkasih, ada seorang penguasa daerah yang dikenal dengan nama Ki Gedeng Sindangkasih. Ia mempunyai putra bernama Wirataji dan seorang putri bernama Dewi Ambetkasih. Ki Gede Sindangkasih masih saudara sekandung Prabu Wangi, nu ajeg di Sumedang larang. Begitulah kisah ini di dalam Pantun.

Konon menurut Ki Juru Pantun, Dewi Ambetkasih bermimpi kedatangan seorang pemuda yang gagah dan tampan. Pemuda itu ditemani seorang pelayannya, anak kecil yang buruk rupa. Pemuda didalam mimpinya bersedia dijadikan adiknya jika Ambetkasih bersedia memelihara anak kecil itu. Impiannya seakan-akan nyata, sehingga berharap akan menjadi kenyataan.

Pada suatu hari Ambetkasih mendengar berita, di pelabuhan Cirebon ada seorang juragan perahu yang tidak memiliki biaya untuk memperbaiki perahunya, sehingga terpaksa harus menjual budaknya. Setelah diselidiki ternyata budak itu sama dengan anak kecil hitam buruk rupa yang ada didalam mimpinya. Lantas Ambetkasih meminta orang tuanya untuk membeli anak tersebut. Dan membawanya ke Istana. Sejak saat itu budak hitam yang bernama Siliwangi tinggal di istana Sindangkasih. Hanya saja sejak Siliwangi tinggal di istana, taman-taman sering rusak, sehingga di budak hitam dianggap biang malapetaka.

Pada saat yang bersamaan para pengasuh Pamanahrasa sudah lima tahun melakukan pencarian, mereka tidak berani pulang. Ketiga pengasuhnya itu diberi petunjuk oleh Mahamuni Dungusbitung dan di sarankan agar turun dari Meru Kidul menuju Riwahan. Konon disanalah jejak Pamanahrasa akan ditemukan.

Ketiga pengasuh Pamanahrasa tibalah di kampung Kategang dengan mengaku sebagai punakawan Raja Bali. Mereka menjadi tamu sang Akuwu Kawanda, sudah lebih setengah tahun tinggal di sana. Konon menurut Juru Pantun mereka sangat dicintai warga kampung, karena keahliannya menanam apa saja sehingga kampung Katenggang menjadi daerah yang sangat subur.

Suatu hari sang Kuwu membawa hasil tatanennya ke Ki Gedhe Sindangkasih. Nyi Gedhe merasa senang melihat hasil kebunnya yang subur. Nyi Akuwu menjelaskan tentang adanya tiga orang tamu yang akhli merawat dan menanam segala tumbuh-tumbuhan. Lantas Nyi Gedhe memohon agar ketiga orang itu mau membantu memperbaiki tanamannya yang rusak.
Ketika para pengasuh ada di lingkungan rumah Ki Gedhe, mereka melihat pelayan Ki Gedhe disibukan mengusir seorang budak kecil hitam. Mereka mengenali budak hitam lecil itu junjunannya. Pelayan tersebut mereka sirep, setelah tak sadarkan diri para pengasuh itu serempak bersujud di kaki Siliwangi menghaturkan sembah.

Keesokan hari dipagi yang cerah, para pengasuh dan Siliwangi melihat tanaman yang sudah mulai tumbuh. Kebetulan bertemu dengan Dewi Ambetkasih yang sedang melihat-lihat tanamannya. Dewi Ambetkasih dengan serta merta mengusir budak hitam kecil itu, ia takut jika tanamannya yang telah subur ini dirusak kembali oleh budak kecil hitam, namun para pengasuh Siliwangi menyarankan, agar Amberkasi mengusirnya dengan cara menyiramkan air ke tubuh budak kecil hitam itu, karena biasanya anak kudisan sangat takut disiram air. Padahal dibalik semua ini, para pengasuh Siliwangi bertujuan, dengan disiramkannya air ke tubuh anak kecil itu maka akan menjadi bersih dan terungkap siapa jatidir budak kecil hitam itu.

Alangkah terkejutnya setelah budak hitam kecil itu disiram air. Ia leungit tanpa lebih ilang tanpa karana, jleg kembali menjadi seorang pemuda yang tampan. Ambet kasih termenung sejenak. Tanpa diperintah ia lantas memeluk tubuh pemuda itu. Iapun mendesak agar Siliwangi mau dijadikan adiknya. Mula-mula Siliwangi menolaknya, namun atas anjuran para pengasuh dan Ki Gedhe Sindangkasih akhirnya Siliwangi mau menerima untuk diaku adik. Konon kabar keduanya berhias bagai raja dan putri, sehingga keduanya nampak seperti Kamajaya dan Dewi Ratih. Tunda !!!
----(xxx)----

Dalam kisah selanjutnya, diceritakan Prabu Wangi di Sumedanglarang mempunyai tiga saudara, yakni Ki Gedhe Sindangkasih, Prabu Singapura dan Mangkubumi. Keempat bersaudara ini masing-masing mempunyai sepasang putra-putri. Prabu Wangi mempunyai seorang putra Prabu Anom dan putri bernama Cepuk Agung. Ki Gedhe Sindangkasih mempunyai putra bernama Wirataji dan putri bernama Ambetkasih. Prabu Singapura mempunyai putra bernama Tajimalela dan putri bernama Ratna Larang tapa, sedangkan Mangkubumi mempunyai putra bernama Ki Gedeng Tapa dan putri bernama Subang larang.
Konon sebagaimana tradisi sunda buhun, para putra dari ketiga negara tersebut, yakni Prabu Anom (Sumedang larang), Wirataji (Sindangkasih), Tajimalela (Singapura) pergi bertapa ke ujung kulon untuk menyempurnakan diri mereka.

Menurut Ki Juru Pantun, Prabu Singapura memiliki putri yang cantik jelita, bernama Ratna Larangtapa, didalam babad dikenal dengan sebutan Mraja larangtapa. Karena kecantikannya, ia dilamar delapan belas raja domas.

Banyaknya lamaran menyebabkan Prabu Singapura merasakan kebingungan yang tak terhingga, ia menyurati kakaknya, yakni Ki Gedhe Sindangkasih untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Ki Gedhe kemudian mengutus Ambetkasih untuk membantu Prabu Singapura. Ambetkasih mengajak Siliwangi untuk menemaninya. Semula ajakan itu ditolak, namun Ambetkasih berjanji akan memperlakukan Siliwangi sebagai adiknya, dan Siliwangi menyetujui syarat itu.

Ditempat lain Adipati Anom meminta petunjuk untuk pergi ke Singapura bersama Cepuk Agung, adiknya. Berdasarkan petunjuk Adipati Anom harus menyabung ayamnya dengan ayam Angkatranjang tanpa taruhan di Darmawangi. Setelah dicari nama ayam Angkatranjang kemudian diketahui ayam itu milik Siliwangi.

Ketika terjadi sabung ayam, tiba-tiba Angkatranjang meninggalkan gelanggang dan lari kedalam hutan. Siliwangi sangat sedih melihat ayamnya lari. Karena Angkatranjang diturunkan dewata tepat pada hari kelahiran Ambetkasih. Melihat kesedihan Siliwangi, Adipati Anom menanyakan asal usulnya. Kemudian Siliwangi menceritakan jati dirinya dan kisah perjalanannya hingga ada di daerah sabung ayam Darmawangi.

Siliwangi bertekad tidak akan kembali ke Sindangkasih jika Angkatranjang belum ditemukan. Sementara itu Adipati Anom pergi kembali ke Sumedang larang untuk meminta ijin ayahnya agar diijinkan pergi dengan Cepuk Agung, adiknya ke Singapura, namun Prabu Wangi tidak mengijinkan sebelum ada berita dari Ambetkasih. Tak lama kemudian utusan Ambetkasih tiba dan memberitahukan bahwa ia belum dapat pergi ke Singapura karena menunggu adiknya yang akan serta ke Singapura. Oleh karena itu Adipati Anom dengan Cepuk Agung berangkat terlebih dahulu ke Singapura.

Kisah pencarian Angkatranjang oleh Siliwangi dan para pengasuhnya sudah sampai di puncak Gunung Meru. Pada saat hampir mendekati puncak gunung mereka mendengar kokok ayam, yang semula dikira Angkatranjang. Namun ketika hampir tiba di puncak Meru mereka bertemu dengan pendeta Susuk Amuk Bagawan Sang Jalajala, yang telah mengetahui akan kedatangan Siliwangi, ia teringat pesan gurunya, Muniwara Panjangrahang atau Mahawiku Panjang rahang. Konon menurut Sang Mahawiku pada suatu hari Selasa Kliwon, ia akan berjumpa dengan penjelmaan dirinya. Dan inilah orangnya.

Siliwangi menanyakan ayamnya yang hilang. Hal ini dijawab oleh sang Begawan tentang makna hilangnya Angkatranjang, agar Siliwangi harus lebih waspada dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang akan terjadi dalam waktu dekat, yakni menghadapi Raja Amuk Murugul yang sakti Mandraguna.

Kemudian Siliwangi menengok kebun Panglokatan. Ia menemukan pohon manggis, wuni dan ikan tambra yang bermata merah berkilau emas, disertai ikan-ikan kecil lainya yang mengiringi ikan tambra. Kemudian ia menanyakan makna dari penglihatannya.
Sang Begawan menjelaskan bahwa pohon manggis itu melambangkan gadis yang dicintai Siliwangi. Buah wuni yang dikerumuni semat melambangkan kebahagiaan Siliwangi yang akan di alami bersama si Gadis, sedangkan ikan tambra adalah lambang Amuk Murugul yang akan dihadapi Siliwangi, maka ia harus waspada dan berhati-hati, namun dari seluruh peristiwa nanti melambangkan bahwa Siliwangi akan disayangi semua orang kecuali Parbamenak.

Setelah selesai di papagonan Sang Begawan menyerahkan Angkatranjang kepada Siliwangi untuk di bawa serta. Sang Bagawan menyerahkan pula sebuah kantung berisi bokor emas tanpa tutup dan sebelah subang indah bermata biru, dan Siliwangi dengan senang hati memberikan pemberian tersebut. Konon pemberiannya ini akan bermanfaat bagi kehidupan Siliwangi.

Sebelum pulang Siliwangi memeluk erat Sang Begawan. Pada saat itu pula kesaktian Sang Panjangrahang yang ada didalam tubuh Sang Bagawan Muniwara Sang Jalajala beralih ketubuh Siliwangi. Sang begawan memberitahukan pula, bahwa nanti diperjalanan ia akan bertemu dengan raksasa kerdil yang bernama Anjawong. Raksasa itu di kutuk Sang Panjangrahang, Siliwangi harus menolong dan menyembuhkannya.

Pesan Sang begawan tersebut memang terbukti, Anjawong tiba-tiba menghadang jalan Siliwangi, kemudian Siliwangi menyembuhkannya. Berkat bantuan Siliwangi Anjawong kembali normal, Sang Anjawong kemudian berjanji, jika dikemudian hari Siliwangi menemukan kesusahan maka ia boleh mengetukan tangannya, maka ia akan hadir dan membantu Siliwangi. Tunda !!!
----(xxx)----

Di Sindangkasih Dewi Ambetkasih sedang menunggu Siliwangi dengan rasa rindu, namun Siliwangi tak kunjung tiba.

Pada suatu malam Siliwangi sampailah di Sindangkasih, namun ia tidak langsung menemui Ambetkasih, malahan bersembunyi untuk menguji kesetiaan Ambetkasih. Kemudian ia menirukan suara burung hantu, agar Ambetkasih mengira Siliwangi telah mati. Ambetkasih mengetahui bahwa bunyi burung itu adalah Siliwangi, ia pun tidak memberikan reaksi apa-apa.

Disiang hari timbul keisengan Ambetkasih, berpura-pura di patuk ular sehingga menyebabkan kegemparan di keraton Sindangkasih. Mendengar teriakan orang-orang dari dalam rumah, secara spontan Siliwangi berlari kedalam rumah, namun kakinya terantuk kayu, hingga ia harus terjatuh tepat dipelukan Ambetkasih. Peristiwa ini pun diketahui Ki Gedhe Sindangkasih, lantas merekapun berpelukan semua.

Keesokan harinya Ki Gedhe mempersiapkan perahu Sipekanglayang, untuk digunakan Siliwangi dan Ambetkasih ke Singapura. Ki Gedhe pun berpesan agar Siliwangi melindungi Ambetkasih. Tunda !!!
----(xxx)----

Raja-raja domas para pelamar Mrajangtapa, putri raja Singapura saat ini telah berjumlah 18 negara disamping saudara perempuan dari raja-raja tersebut yang berjumlah 150 orang. Mereka berkemah disekitaran keraton Singapura dan bertekad untuk tidak kembali kenegara masing-masing sebelum ada kejelasan tentang lamarannya.

Tekad para raja dan keluarganya tersebut tentu membuat bingung raja Singapura. Ia pun berembuk dengan Patih Mangkubumi untuk mencarikan jalan keluarnya. Pada akhirnya disepakati untuk segera meminta bantuan kakaknya, yakni Ki Gedhe Sindangkasih.

Ki Gedhe Sindangkasih mengutus Ambetkasih, putrinya. Kemudian Ambetkasih meminta agar Siliwangi mau mendampinginya. Mereka terlambat tiba, karena semua tamu sudah datang terlebih dahulu. Siliwangi dengan Ambetkasih menjadi pusat perhatian para tamu, karena kecantikan dan ketampanannya, sehingga Amuk Murugul tidak tahan untuk menggoda Ambetkasih, namun dicegah oleh Nulawas, dengan cara merubah wujudnya menjadi babi galak dan mengganggu Amuk Murugul.

Mrajalarangtapa menyambut gembira kedatangan Ambetkasih di Singapura, Ia pun menyampaikan rasa gembira karena Ambetkasih telah memiliki adik. Sekalipun demikian, Mrajalarangtapa juga seara diam-diam menaruh hati terhadap Siliwangi.

Perundingan pun segera dilakukan pada pagi hari oleh raja Singapura, dengan menggunakan Adipati Anom dan Siliwangi. Bertujuan agar tidak timbul kekacauan dari para pelamar itu. Pada akhirnya Siliwangi mengusulkan agar dilakukan pertandingan satu lawan satu, siapa yang dapat memenangkan pertandingan maka berhak untuk menikahi Mrajalarangtapa.
Keesokan hari pertandingan dimulai. Siliwangi datang kelokasi dengan menenteng Angkatranjang. Amukmurugul terpancing untuk mengadu ayam jagoannya dengan Angkatranjang. Ayam jago yang diandalkan sengaja diberi nama Siricawa. Siliwangi menyetujui dengan syarat harus menggunakan taruhan, dan Amukmurugul menyetujuinya.

Ditempat lain Mrajalarangtapa mengkhawatirkan jagoan Siliwangi kalah. Hal ini disampaikan pula oleh adik Amuk Murugul, yakni Dewi Kentrimanik Maha Sunda Sakeyan Sekar Seruni kepada Ambetkasih. Mrajang tapa larang, kemudian mengirimkan pesan kepada Siliwangi untuk membatalkan sabung ayam tersebut, tapi Siliwangi bersikukuh, bahwa ia tidak bisa membatalkan janjinya yang telah diucapakan. Mrajalarangtapa sangat marah terhadap penolakan ini, ia pun mengirimkan tutup cupu dan giwang hanya sebelah, dan berpesan : “agar barang tersebut dilengkapi sebelum dilakukan sabung ayam”. Siliwangi teringat pesan dan pemberian Panjangrahang melalui Sang Jalajala. Kemudian mengambil barang tersebut, ternyata tutup cupu dan gilang sebelah cocok berpasang-pasangan dengan pemberian Mrajang larangtapa. Ia pun tersenyum penuh arti.

Pada saat sabung ayam akan dimulai Angkatranjang lari ke luar arena. Siliwangi mengejar Angkatranjang sampai ketempat para tamu duduk. Mereka sangat terpesona melihat ketampanan Siliwangi. Setelah angkatranjang tertangkap dan diperiksa, ternyata Siliwangi salah memasang taji Angkatranjang, namun Siliwangi harus memenuhi janjinya membayar taruhannya. Dikarenakan Siliwangi tidak mempunyai uang maka pembayarannya dilakukan oleh Ambetkasih, Mrajalarangtapa dan Kentrimanik.

Sabung ayam kembali dilakukan, hanya delapan ronde ayam Si Siciwara rusak dan patah-patah. Penonton menyambut kemenangan Siliwangi, namun Amuk Murugul merasa tidak senang ayamnya rusak, ia pun menuntut rugi Siliwangi. Permintaan tersebut disetujui Siliwangi, ia memerintahkan para pengasuhnya untuk membereskan pembayarannya.

Gelap Nyawang diam-diam menyusup kepesanggrahan Amuk Murugul, ia mencuri hasil taruhan Amuk Murugul yang ada di dalam guci dan menyerahkan kepada Siliwangi. Kemudian dibayarkan kepada Amuk Murugul. Ketika Amuk Murugul hendak menyimpan uang hasil taruhannya kedalam guci, ia baru menyadari bahwa uang bayarannya tadi berasal dari uangnya sendiri, sontak terdengar sumpah serapah Amuk Murugul dari pesanggrahannya.

Pertandingan dihentikan setelah matahari condong kearah barat, para peserta sayembara pulang kepasanggrahan masing-masing, namun para putri tak henti-hentinya menceritakan ketampanan Siliwangi. Tunda !!!
----(xxx)----

Matahari bertengger di angkasa, pertanda pagi telah tiba. Sayup-sayup dari masing-masing pesanggrahan terdengar persiapan para peserta, tak lama kemudian mereka berkumpul dipanggung lapangan, untuk menyaksikan pertandingan Ratu Ponggang Romangiyang Mrajapanji yang terkenal dengan senjata gadanya melawan Amuk Murugul. Untuk memimpin jalannya pertandingan Prabu Singapura menyerahkan kepada Siliwangi untuk bertindak atas namanya. Maka raja memerintahkan Brajalengser dan 80 Mantri Anom untuk menjemput Siliwangi di pesanggrahannya. Siliwangi tiba dengan menunggangi Jaka Kalangan, seekor kuda hitam milik Mrajalarangtapa, nampak pula seekor gajah dan kerbau mengiringinya, sedangkan Nulawas dan Caraktuwa mengendarai sepasang kerbau kembar, Juluparadhu dan Kalang Ambek.

Siliwangi melalui Ambetkasih menyerahkan sekapur sirih kepada Mrajalarangtapa untuk dilembarkan ketengah-tengah kerumunan para raja domas. Konon siapa yang dapat menguasai sirih itu maka ia berhak memperistri Mrajalarangtapa. Sedangkan posisi Siliwangi berada di belakang Prabu Anom sebagai wasit.

Mrajalarangtapa mengumumkan, bahwa : “siapa yang mendapatkan sekapur sirih ini maka berhak mengawini aku”. Terdengar Amuk Murugul mulai menantang para raja domas, Ia berteriak-teriak : “ siapa yang sudah bosan hidup maju lawan aku”. Mrajalarangtapa melemparkan sirih itu kepangkuan Siliwangi, namun Siliwangi tidak berniat menjadi peserta karena ia bertindak sebagai wasit. Sirih itu ia lemparkan kembali ketengah kerumunan para peserta. Amuk Murugul menyeruak masuk kerumunan, ia mendapatkan sirih itu dan menyembunyikannya di dalam mulutnya (diheumheum). Ketika seorang raja hendak merebutnya, ia tepiskan hingga berdarah-darah. Amuk Murugul mengira itu darahnya, ia pun mengamuk sejadi jadinya.

Ketika acara itu sudah dimulai, Ratu Ponggang Wirapanji, raja dari Gunung Gonggang sedang asyik bersemedi. Ratu Ponggang di kenal tampan dan cakap menata pemerintahan. Karena terdengar hiruk pikuk maka ia keluar dan menunggangi gajahnya masuk kelapangan pertandingan. Ia mengayun-ayunkan gada dan berhasil memukul kepala Amuk Murugul dua kali. kemudian mengikatkan dan menyerahkan kepada Siliwangi.

Sebagai wasit, Siliwangi menolak kemenangan Ratu Ponggang, karena tidak pantas mengalahkan musuh yang sudah lemah. Akhirnya Amuk Murugul dilepaskan kembali, dan pertandingan disepakati untuk dilakukan dengan cara satu lawan satu.

Giliran pertama kali Amuk Murugul maju berhadapan dengan raja Ponggang, mereka melakukan pertandingan dengan seru, terdengar riuh rendah penonton bersorak sorai. Dari kejauhan nampak Mrajalarangtapa bersedih hati, ia tidak menyenangi kedua peserta yang sedang bertanding dan mencemaskan dirinya. Sesungguhnya Mrajalarangtapa menginginkan Siliwangi, tapi Siliwangi tidak menghiraukannya.

Raja Ponggang kalah telak, ia dirantai Amuk Murugul dan dibawa menghadap Siliwangi. Raja Ponggang berjanji, jika Siliwangi mampu memulihkannya maka ia akan mengabdi kepada Siliwangi.

Amuk Murugul berteriak kegirangan, ia memenangkan sayembara dan berhak membawa seluruh putri. Para putri mencemaskan kemenangan Amuk Murugul, mereka lebih senang bunuh diri dari pada dinikahi Amuk Murugul. Ketika Amuk Murugul mendekati para putri, tiba-tiba Subanglarang berteriak dan menunjukan Ambetkasih yang sedang melarikan diri. Amuk Murugul pun melihat dan langsung mengejarnya. Setelah hampir tertangkap, Ambetkasih berbalik badan dan berhadapan langsung dengan Amuk Murugul, Ambetkasih menyemprotkan lada dari mulutnya tepat mengenai mata Amuk Murugul hingga setengah buta. Amuk Murugul menjerit kesakitan dan terjatuh kedalam lubang. Konon kabar sebelah pelirnya jatuh di lubang.

Ambetkasih berlari dan bersembunyi dibalik punggung Siliwangi. Namun Siliwangi tidak menghiraukan Ambetkasih yang meminta perlindungannya. Dalam keadaan putus asa, Ambetkasih menghunus keris Siliwangi dari pinggangnya dan mengancam akan bunuh diri. Siliwangi membujuknya, lantas Ambetkasih mengurungkan niatnya.

Tiba-tiba Amuk Murugul telah berada dihadapan Siliwangi dan Ambetkasih. Siliwangi segera memerintah kan para putri untuk bersembunyi dibalik pepohonan, Amuk Murugul marah dan menantang Siliwangi, namun Siliwangi malahan mengetukan kukunya ketanah, kemudian muncul Anjawong tanpa terlihat orang lain. Karena kesaktiannya akhirnya Siliwangi dapat melukai dahi Amuk Murugul. Karena kelemahan Amuk Murugul tidak boleh melihat darahnya sendiri maka kesaktiannya menjadi hilang.

Amuk Murugul berjanjian akan mengabdikan diri kepada Siliwangi, dan menganggap Siliwangi sebagai bapaknya, terhadap Ambetkasih ia pun menganggap sebagai ibunya. Demikian pula raja-raja domas lainnya, mereka berjanji akan mengabdikan diri kepada Siliwangi, sedangkan adik-adik perempuannya diserahkan kepada Siliwangi untuk dinikahi.

Konon pada suatu hari nanti Siliwangi akan memerintah Pajajaran dengan adil dan bijaksana. Siliwangi akhirnya dikenal dalam carita rakyat Sunda, ia pun menjadi tokoh penting dari ajegna Pajajaran.

Sumber :
- "Naskah Asli Cariosan Prabu Siliwangi" digitalisasi EFEO pada flip book maker. 
- "Cariosan Prabu Siliwangi" balangantrang Diakses 2 Juni 2019
- Sunarto H. & Viviane Sukanda-Tessier (Ed). 1983. "Cariosan Prabu Siliwangi". Lakarta; Bandung: Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh ; Ecole francaise d'Etreme-Orient. (EFEO).

Tidak ada komentar

Posting Komentar