R.A.A Koesoemaningrat (Dalem Pancaniti) Regent Cianjur 1834-1862 M

R.A.A Koesoemaningrat (Dalem Pancaniti) Regent Cianjur 1834-1862 M, (lahir 1834, meninggal 1862) atau lebih dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti adalah bupati Cianjur ke-10 yang berjasa besar dalam mengembangkan seni Tembang Cianjuran. Ia juga merupakan orang Sunda pertama yang membuat kamus dwibahasa Melayu-Sunda.


Sebutan Dalem Pancaniti ia dapatkan karena kebiasaanya untuk berada di sebuah ruangan yang disebut pancaniti, yaitu berupa pavilyun di dalam lingkungan pendopo Cianjur. Di tempat itu ia sering bekerja dan bertafakur untuk mencurahkan pemikiran dan karya-karyanya.


Latar Belakang Keluarga
Semasa kecil ia bernama Raden Hasan. Ia dikirimkan ke berbagai pesantren oleh ayahnya untuk belajar agama, di antaranya ke Pesantren Cigawir, Limbangan. Sejak kecil ia mendalami pantun Sunda dan seni gamelan degung kepada R. Wasitareja (Wasitaredja) bersama saudara-saudaranya yang lain seperti R.Suryakusumah (Soerjakoesoemah), R.Adinegara, R. Habib Kusumanagara (Koesoemanagara), R. H. Mohammad Syafe'i (Sjafe'i), R. Jayasudibja (Djajasoedibdja) dan R. Natawireja (Natawiredja). Setelah meninggal (1862), ia dimakamkan di Pasarean Agung, Cianjur. Pengembangan seni tembang dilanjutkan oleh anaknya, Raden Alibasyah yang setelah menjadi bupati Cianjur bernama R. A. A. Prawiradireja (Prawiradiredja) II. 1)

Pelopor Mamaos Ciajuran
R.A.A. Kusumahningrat merupakan Bupati Cianjur yang pertama kali memperoleh gelar R.A.A. (Raden Aria Adipati), dari Pemerintah Kolonial Belanda. Hal itu dapat diperoleh karena ke­berhasilannya dalam meningkatkan berbagai sektor pembangunan, untuk ke-sejahteraan masyarakat Cianjur pada waktu itu.

Rd. Aria Wiratanu Datar VIII atau yang sangat terkenal dengan julukan Dalem Pancaniti ini, merupakan Bupati Cianjur ke-tujuh keturunan. langsung Dalem Cikundul yang sangat dicintai dan mencintai rakatnya.

Berbagai keberhasilan dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Cianjur kala itu, memang sangat luar biasa Dalem Pancaniti bukan saja dianggap sebagal Bupati pemimpin rakyat Cianjur, yang memiliki sikap keteladanan sebagai seorang negarawan. Namun terlebih dari. itu, ia juga merupakan seorang. budayawan Sejati. dan Agamawan/Ulama yang memiliki Ilmu adiluhung: Sehingga kalangan ahli sejarah menyebutnya sebagal seorang Primus Interpares, atau lebih kurang orang yang serba bisa. Ia juga pernah membuat kamus Bahasa Sunda Belanda, yang hingga saat ini masih tersimpan pada salah satu museum di Belanda.

Dalem Pancaniti juga merupakan seorang tokoh pencipta Mamaos Cianjuran yang sangat piawai dan mengagumkan. Ketika mencipta Mamaos la lebih senag menyendiri dalam sebuah kamar khusus di pendopo Kabupaten Cianjur. Syair-syair lagu mamaos Cianjuran ciptaannya, sebagian besar berisi pji-pujian terhadap kebesaran Allah SWT yang ditulisnya dengan sangat puitis dan indah. Selain juga menciptakan lagu mamaos dengan syair yang menggambarkan keindahan Iingkungan alam, sebagai ungkapan rasa cintanya terhadap Sang Maha Pencipta.

Bila sedang mencipta lagu mamaos Cianjuran, Dalem Pancaniti terkadang bisa menghabiskan waktu berjam-jam didalam kamar khususnya. Para pembantunya terkadang merasa kesulitan, untuk hanya sekedar menghantarkan makanan dan minuman saja. Karena dikhawatlrkan akan sangat mengganggu konsentrasinya. Sebab Dalem Pancaniti ketika mencipta lagu mamaos, bukan hanya sekedar menuliskan kata-kata. Namun ia lebih memusatkan konsentrasinya terhadap Sang Maha Kuasa, agar dapat memperoleh izin dan Ridho-nya. Begitulah sebelum Dalem Pancaniti memulai menulis syair lagu Mamaos Cianjuran, ia senantiasa berdoa serta melakukan perenungan terlebih dahulu dengan sungguh-sungguh.

Dan yang cukup menarik, para pembantunya hanya akan berani masuk ke kamarnya untuk menghantarkan makanan dan minuman, apabila mereka telah mendengar suara Dalem Pancaniti mendehem. Atau batuk-batuk kecil, sebagai isyarat. Hanya apabila telah terdengar Dalem Pancaniti mendehem, itu artinya ia telah selesai melaksanakan pekerjaannya menulis lagu mamaos Cianjuran. Atau setidak-tidaknya, memberikan kesempatan kepada pembantunya untuk masuk ke ruangan khusus tersebut.

Usai mencipta dan menyelesaikan sebuah lagu, Kangjeng Dalem biasanya langsung duduk-duduk beristirahat di paviliun Pancaniti yang terletak di belakang pendopo bagian barat. (Saat ini paviliun tersebut dijadikan kantor Kesbang). Sehingga Bupati Cianjur R.A.A. Kusumahningrat yang biasa duduk-duduk disana, akhirnya memperoleh julukan Dalem Pancaniti. Sesuai nama paviliun tersebut.

Di ruang itu pula Kangjeng Dalem Pancaniti biasa berunding dengan para seniman Cianjur al ; Rd. H. Abdul Palil (ayahnya Rd. Ece Madjid), Rd. Askaen, Rd. Jaya Uhi. Mereka mendiskusikan lagu Mamaos Cianjuran yang baru saja selesai diciptakan. Sekaligus mulai berlatih bersama penuh kekeluargaan dengan nuansa yang sangat religius.

Pada masa kepemimpinannya pula filsosofr tentang Ngaos, Mamaos, Maenpo mulai terus dilaksanakan warga masyarakat Cianjur. Saat itu Dalem Pancaniti kerap melakukan pertemuan rutin dengan para pegawai maupun rakyat kebanyakan, dengan mengambil tempat di pendopo Kadaleman. Dalam kesempatan pertemuan rutin seperti itu pula, ia senantiasa mempraktekkan Ngaos, Mamaos, Maenpo yang kemudian diikuti hadirin.

Dalam pembacaan ngaos atau lantuman ayat suci AI Qur’an misalnya, ia terkadang membawakannya sendiri dengan irama yang sangat khas. Setelah selesai melantunkannya, ia akan senantiasa meminta pendapat para Ulama yang hadir pada saat itu. Sekaligus meminta mereka untuk menterjemahkannya secara baik dan benar. Kalau tidak membacanya sendiri, ia akan meminta salah seorang hadirin untuk melantumkan sekaligus menterjemahkannya.

Hal itu dilakukan Dalem Pancaniti biasanya untuk menjawab beragam persoalan atau pertanyaan, bahkan keluhan yang muncul dalam pertemuan tersebut. Mulai dari urusan politik ketata negaraan hingga urusan rumah tangga, tak jarang mencuat. Termasuk mendiskusikan tentang perkembangan Maenpo Cianjur. Namun Dalem Pancaniti senantiasa mampu memberikan solusi-nya kepada seluruh hadirin. Itulah sosok dari Pahlawan Cianjuran yang kita kenal sekarang.

Seperti kata peribahasa Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, mengandung arti bahwa manusia mati akan dikenang dari jasa atau semua perbuatannya. Perbuatan baik ataupun buruk akan tetap dikenal meskipun seseorang sudah mati.

Salam Santtun

Sumber :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/R.A.A._Kusumahningrat
2. http://cianjuranku.blogspot.com/2015/12/pahlawan-cianjuran.html


Baca Juga :

Tidak ada komentar