Atsar (Petilasan), Eyang Jagat Nata Siapakah yang ada di Pasir Batara Guru Limbangan Garut?

Atsar menurut bahasa, atsar adalah: sisa dari sesuatu (jejak), dalam istilah bahasa indonesia dikenal petilasan. Atsar (Petilasan), Eyang Jagat Nata Siapakah yang ada di Pasir Batara Guru Limbangan Garut? Jaman Mandala Kendan ataukah jaman Mandala Galuh?

Raja-Raja Kendan Di Gunung Sanghyang Anjung 1061 Mdpl.
Raja Pertama Kendan Sang Resiguru Manikmaya. 
Ia berasal dari keturunan Pengiring Medal Kamulyaan dari Salakanagara Medang Kahiangan Gunung Tampomas Sumedang. Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirta Kencana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa Ke 7 Tarumanagara antara 535-561 Masehi. Oleh karena itu, Ia dihadiahi daerah Kendan wilayah perbukitan Nagreg Kabupaten Bandung, lengkap dengan rakyat dan tentaranya.

Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. Semua wilayah Tarumanagara diberitahu dengan surat. Isinya keberadaan Rajaresi Manikmaya di Kendan, harus diterima dengan baik, sebab Ia menantu sang Maharaja. Terlebih lagi seorang Brahmana ulung berjasa terhadap agama. Siapapun yang berani menolak Raja Kendan, akan dihukuman dan kerajaannya akan dihapuskan.

Ringkasan Kerajaan Kendan
Candrawarman (515-535 Masehi) meletus Gunung Krakatau. Suryawarman (535-561 Masehi) tidak hanya melanjutkan Kebijakan politik, yang memberikan kepercayaan lebih kepada daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur, daerah Nagreg Bandung dan Limbangan Garut.

- Penerus tahta Kerajaan Kendan
  1. Raja Maha Guru Manikmaya. 536-568 Masehi. (Di Kendan Nagreg).
  2. Raja Putra Suraliman. 568-579 Masehi. (Di Kendan Nagreg).
  3. Raja Kandiawan. 597-612 Masehi. (Di Medang Jati, Candi Cangkuang Garut).
  4. Raja Wretikandayun, 612-702 Masehi.
  5. Memindahkan lagi pusat Kerajaan Kendan ke Galuh (Permata).
- Kerajaan Kendan berubah nama menjadi Kerajaan Galuh.

- Kerajaan Tarumanegara berubah menjadi Kerajaan Sunda.

Muncul dua kerajaan penerus kerajaan Sunda di belahan barat dan Kerajaan Galuh di belahan timur, dengan batas wilayah Kerajaan Sungai Citarum. 
Pada tahun 1482, kedua kerajaan ini dipersatukan oleh Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi menjadi Kerajaan Sunda Pajajaran, berdasarkan Naskah Carita Parahiayangan.

Bukti-Bukti Kerajaan Kendan yang ada sekarang, yaitu :
- Kampung pasir Dayeuh Kolot disebut Kampung Kendan.
- Ditemukannya Arca Manik Arca Durga, pusaka Naga Sastra, naskah berbahasa Sangsakerta disimpan di Museum Nasional Pusat Jakarta.
-Situs Candi Cangkuang dan puing Candi Bojong Menje di Cicalengka.
- Situs makam keramat Sanghyang Anjung, makam Embah Singa, makam Eyang Cakra, makam Kiara Jenggot.
- Batu Cadas di Nagreg Jawa Barat.



Makam Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman alias Sanghyang Jagat Nata di Gunung Batara Guru
Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman, Lahir + 526 M
Ada tiga trek yang dapat ditempuh untuk sampai ke Puncak Gunung Batara Guru Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut, yaitu :
- Trek Pendakian Pertama : Curug Gorobog Cibugel Sumedang Selatan - Cibubut Buana Mekar - Samida Dayeuh Manggung Selaawi - Kampung Okko Baeud - Gunung Batara Guru.
- Trek  Pendakian Ke dua : Makam Sunan Rumenggong Limbangan - Petilasan Kolam Siliwangi - Wisata Curug Kahuripan - Makam Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman alias Sanghyang Jagat Nata di Gunung Batara Guru.
- Trek Pendakian Ke tiga : Jalur pendakian Gunung Calancang,  Napak Tilas Makam Gorodog - Panto Dipati Ukur - Petilasan Tajimalela - Makam Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman alias Sanghyang Jagat Nata di Gunung Batara Guru.



Di awali jalur trek pendakian ke tiga di kaki gunung, ketika kami tim investigasi mulai melangkah menapaki Gunung, area tanah terasa goyang. Dugaan sementara di area bawah adalah susunan batuan, diperkuat oleh banyaknya tumbuhan sejenis semak belukar (bukan pohon keras) serta ditemukan batu-batu yang bergeletakan dengan bentuk hasil buatan tangan manusia.

Pasir Batara guru merupakan jajaran pegunungan Calancang Di Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut dan Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

Sebuah lokasi yang berada di kawasan Limbangan, tempat makamnya Sanghyang Batara Guru Jagat Nata. Setelah menyelesaikan jalur pendakian yang cukup melelahkan. Di area Puncak Pasir Batara Guru terdapat sebuah petilasan ataupun makam, yang diyakini tempat moksanya dari Sang Batara. Menurut sebagian besar kabar beliau adalah adik dari Sang Resiguru Manikmaya bernama Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman dari Kerajaan Kendan Nagreg.

Kalau kabar itu benar, berarti keberadaan Resi guru Abhi Sanja Wirahwarman hidup kira-kira dikurun tahun 536 Masehi, sejaman dengan saudaranya. Dan di bawah kekuasaan Kerajaan besar Tarumanagara dengan Rajanya pada waktu Itu Prabu Suryawarman. 

Gunung Batara Guru, adalah sebuah tempat menggodog Pengetahuan Ilmu : Para Calon Resi (Kaum Agamawan), Para Raja (Pemimpin) dan, para calon Kesatria yang dididik dan dibina.

Kemungkinan nama Gunung Batara Guru itu adalah nama gelar kehormatan, karena keluasan ilmunya Resi Jagatnata dan yang jadi anak didiknya kebanyakan calon pemimpin untuk mengatur dan mengelola negeri.

Kalaupun Gunung Batara Guru Di Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut adalah tempat makam Resi Guru Abhi Sanja Wirahwarman alias Sanghyang Jagat Nata di Gunung Batara Guru di jaman peradaban sangat tua, sekelas kerajaan Kendan di Nagreg Kabupaten Garut. Itu harus diinvestigasi lagi secara akademik. 

Semoga saja informasi ini menjadi penambah penggugah hati generasi muda sunda kini, agar timbul rasa cinta dan rasa memiliki kekayaan peradaban tinggi yang banyak berserakan. Supaya termotivasi untuk merawat dan melestarikan, sehingga dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.



Raja-Raja Kerajaan Kendan
1. Raja Maha Guru Manikmaya 536 - 568 M, Sang Resiguru Manikmaya. Ia berasal dari keturunan Pengiring Medal Kamulyaan dari Salakanagara Medang Kahiangan Gunung Tampomas Sumedang. adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Tarumanagara pada waktu itu adalah Suryawarman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manikmaya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manikmaya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Keraton Kasepuhan Jawa Barat.  

2. Raja Putra Suraliman 568  - 597 M, menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.

3. Raja Kandiawan 597  - 612 M, memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan (Kelang) dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Namun pada saat bersamaan di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Agama Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang putra Kertawarman   


4. Raja Wretikandayun 612  - 702 M, memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan atau Kelang ke Galuh didesa Karang Kamulyaan, kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini, dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang putra yaitu ; Sampakwaja menjadi Resi Guru Wanayasa, Amara menjadi Resi Guru Deneuh dan Jantaka, Mandiminyak. Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra, Pada masa itu Kerajaan Kendan (Kelang) berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi Kerajaan Induk Kendan  (Kelang) Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan (Kelang) menjadi Kerajaan Galuh, sehingga Kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ;

- Kerajaan Sunda bekas Kerajaan Tarumanagara dengan Rajanya Sri Maharaja Tarusbawa, menguasai wilayah pada bagian Barat, Ibu kota Bogor, Jawa Barat, berkuasa sampai tahun 723 M, hal terbut berdasarkan carita  Parahiyangan, sedangkan menurut Prasasti Jaya Bupati yang ditemukan di Cibadak Sukabumi tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di Bogor.  

- Kerajaan Galuh bekas Kerajaan Kendan (Kelang)  dengan Rajanya Wretikandayun, menguasai wilayah bagian Timur, ibu kota Kawali di Ciamis, Jawa Barat. sehingga Raja Wretakandayun berani melepaskan diri dari Tarumanagara. Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mahkota Galuh Mandiminyak menikah dengan Parwati, putri Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, pernikahan melahirkan Rahyang Sena atau Bratasena yang berputra Sanjaya, Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 730 M. Namanya dikenal melalui prasasti Canggal ataupun naskah Carita Parahyangan. Sebagian para sejarawan menganggap Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya


Prabu Resi Manikmaya Raja Kerajaan Kendan Di Nagreg Garut (536-612 M)
Situs Batu Kerajaan Kendan terletak di Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Nagreg.


Salah satu yang menjadi wisata budaya dan sejarah itu yakni Situs Batu Kerajaan Kendan. Kerajaan ini telah ada sejak tahun 536 Masehi dan didirikan oleh Resiguru Manikmaya. Kerajaan inipun kemudian berkembang menjadi kerajaan besar bernama Galuh ketika kekuasannya dipegang oleh Prabu Wretikandayun pada tahun 612 Masehi.

Batu Kasar dan Hitam
Nama Kendan berasal dari kata Kenan yang memiliki makna sejenis batu cadas, berongga dan di dalamnya mengandung kaca yang berwarna hitam. Batuan inipun akan tampak kemilauan saat tersorot oleh sinar matahari. Memiliki permukaan yang sangat kasar dan tajam. Dan konon, jenis batuan semacam ini hanya terdapat di wilayah Kendan saja. 

Daerah Nagreg, yang ketika mudik lebaran sering kali menjadi titik kemacetan merupakan bekas ibukota Kerajaan Kendan. Ada banyak cerita dan versi yang berada di seputar Kerajaan Kendan ini. Dulunya di kerajaan ini sering digelar kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan di sekitar kabuyutan di mana di dalam kabuyutan tersebut biasanya ditandai dengan bangunan punden berundak.

Punden ini tersebar di beberapa tempat yang sering disebut orang sebagai candi. Istilah ini di dasarkan adanya kemiripan bahan material dengan bangunan umat Hindu. Meskipun sebenarnya antara arsitektur punden dan arsitektur candi sangat jauh berbeda. 

Candi merupakan bangunan tertutup atau berdinding, sedangkan punden merupakan bangunan terbuka tanpa dinding maupun atap. Di dalam konsep tata ruang puseur dayeuh kerajaan pra-Islam di Tatar Sunda, bangunan punden berfungsi sebagai goah.

Selain ditemukan arca manik, di daerah ini juga sempat di temukan mahkota serta sebuah pusaka naga sastra yang kemudian tersimpan di salah seorang sesepuh Kampung Kendan. Sebagai nagara rasa, hanya orang yang memiliki kehalusan rasa dan ketajaman bathin yang dapat merasakan peninggalan-peningalan kerajaan Kendan yang sudah terkubur ratusan tahun lamanya. Dan sampai saat ini pun, belum dapat dipastikan di mana material bekas karaton-nya.

Sejarah Jawa Barat mencatat Kendan telah eksis sejak tahun 536 sampai dengan 612 Masehi. Kendan berubah nama menjadi Galuh (permata) ketika masa Wretikandayun, penerus Kendan menyatakan diri melepaskan diri dari Tarumanagara (Sundapura). Karena Tarusbawa merubah Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (pura). Sejak tahun 670 Masehi ditatar sunda dianggap ada dua kerajaan kembar, yakni Sunda Pakuan dan Sunda Galuh.


Nama Kendan seolah tenggelam dalam kebesaran nama Galuh, sangat jarang diketahui masyarakat tentang wilayah dan kesejarahannya, kecuali beberapa masyarakat yang berminat mendalami sejarah Sunda. 

Bagi sejarawan sunda eksistensi Kendan tidak dapat dilepaskan dari Galuh. Kendan danggap cikal bakal Galuh. Bahkan sejarawan Sumedang di Musium Prabu Geusan Ulun membedakan Galuh Kendan dengan Galuh Kawali.

Letak Kendan
Kendan di dalam catatan sejarah Jawa Barat diperkirakan terletak disuatu daerah di wilayah Kabupaten Bandung, ditepi sebuah bukit (Kendan), kurang lebih 500 meter sebelah timur stasiun Kereta Api Nagreg. Terdapat daerah hunian yang bernama Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Cicalengka. Namun berdasarkan on the spot, letak Kendan berada di sebelah barat Stasiun Nagreg dan termasuk Desa Nagreg.

Bukit Kendan yang dimaksud sangat jauh untuk disebutkan memiliki jejak Sejarah, mengingat perbukitan Kendan saat ini sudah hampir habis akibat tanahnya dieksploitasi untuk bahan pembuatan bata merah.

Di sekitar Nagreg dan Citaman ditemukan pula suatu tempat yang disebut masyarakat sekitarnya “tempat pamujaan”, Sayang istilah tempat pamujaan dalam paradigma masyarakat sunda dewasa ini dikonotasikan negatif, karena sering digunakan “pamujaan”, suatu cara meminta harta kekayaan kepada mahluk gaib, dan dianggap menyekutukan Tuhan. sama dengan istilah pesugihan.

Nama Kendan lebih dikenal dalam dunia arkeologi, identik sebagai pusat industri perkakas neolitik pada jaman purbakala. Batu Kendan sudah lama disebut-sebut dalam dunia kepurbakalaan. Di sinyalir daerah Kendan sudah ramai dihuni penduduk sejak sebelum tarikh masehi.

Pasir batu bukit Kendan sampai saat ini masih di eksploitasi penduduk setempat, karena mengandung bahan perekat yang sangat cocok untuk pembuatan gerabah. Haji Atang pemilik bukit itu sekarang, memanfaatkan bukit kendan untuk dijadikan bahan campuran bata merah. 

Konon kabar menurut cerita Pak Anang, keponakan Haji Atang, pada waktu jaman belanda kakeknya mengeksploitasi tanah Kendan untuk dikirim ke Belanda dari stasiun Nagreg melalui Pelabuhan Surabaya, bahkan pembangunan gedung sate dan gedung lainnya di kota Bandung di sinyalir menggunakan bahan dari bukit Kendan. 

Mungkin keberadaan setasiun Nagreg pada awalnya tidak dapat dilepaskan dari Daerah Kendan. Stasiun ini merupakan saksi bisu dari diangkutnya material Kendan ke daerah lain.

Di daerah Kendan pernah ditemukan ditemukan sebuah patung kecil. Para akhli sejarah menyebutnya patung Dewi Durga. (saat ini disimpan dimusium Jakarta). Sedangkan di dalam prasasti Jayabupati disebutkan, bahwa : kekuatan Durga dianggap kekuatan Gaib. Dalam cerita Lutung Kasarung, Nini Durga dianggap berasal dari Kanekes.

Keberadaan patung Durga ditempat pamujaan menimbulkan spekulasi dari beberapa akhli sejarah. Pleyte (1909) mensinyalir daerah tersebut termasuk daerah Mandala atau Kabuyutan. Sama dengan daerah Mandala atau Kabuyutan yang ada di wilayah Cukang Genteng, dekat Ciwidey Kabupaten Bandung.

Kerajaan Kendan selain dikenal melalui gerabah purbakalanya juga disebut-sebut di dalam Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta. Kedua sumber dianggap duplikasi dari Pararatwan Parahyangan. 

Sayangnya Pararatwan Parahyangan saat ini tidak diketahui rimbanya. Namun karena dijadikan sebagai naskah rujukan maka Pararatwan Parahyangan dipastikan keberadaannya lebih tua dari Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta.
----------------------------------------
Sumber : Agus Setiya Permana

Situs Manikmaya Di Puncak Gunung Sanghyang Anjung Kecamatan Nagreg, Kabupaten Garut
Kerajaan Kendan berdiri antara tahun 536 - 612 Masehi. Awalnya dirajai oleh Prabu Manikmaya antara 536 - 568 Masehi. Yang kedua Prabu Suraliman Sakti antara 568 - 597 Masehi, dan yang ketiga Prabu Kandiawan Dewaraja antara 597 - 612 Masehi.

Prabu Manikmaya adalah sekadar nama gelar, kalau nama sebetulnya adalah Abhi Sanja Wirahwarman.
Prabu Manikmaya mempunyai permasuri, yaitu Sang Ghiah.

Prabu Suraliman Sakti juga sekedar nama gelar, kalau nama sebenarnya yaitu Suraliman Whadiya Dharma.
Prabu Suraliman Sakti mempunyai permasuri, yaitu Haristabhihanji.

Kalau Prabu Kandiawan Dewaraja, nama yang sebenarnya yaitu Dewa Brahja Patuhja Salahtarahma Adiyadharma. Prabu Kandiawan Dewaraja mempunyai permasuri,Salastri Amiwaja Daniya Ningrum, dan mempunyai anak :
- Anak pertama, Wretikandayun alias Ejah Wangunputra,
- Anak Kedua,  Nyai Anupadewi Ngeisti, 
- Anak ketiga, Palangtajajar Angundharma.

Kerajaan Kelang (atau Kendan menurut para ahli sejarah), bisa disebutkan tidak mempunyai masalah-masalah pelik. Dalam menata pusat pemerintahan kerajaan dan mengolah negara, yang mememegan jabatan bisa membuat negara aman dan sentosa. Negara bisa membuat kemakmuran untuk  rakyat, rakyatnya mengabdi ke negara. Ketiga Raja juga akrab dengan hamba sahaya dan rakyat

"Nu asih ka pangasih, nampi kanu peryogi, nampa ka saluhur dada," kitu saur Prabu Kandiawan. 
Maksudnya : tolong menolong tidak melihat siapapun, diterima saja."

"Wing estu parataja mahada antara pratata ngayung ka istanija." maksudnya : ke para tamu yang datang ke keraton, dipersilahkan diterima dengan hati baik.

Para Raja Kerajaan Kelang (Kendan) sama mempunyai prinsip hidup seperti itu. Artinya, hal itu semua merupakan prinsip hidup para raja Kerajaan Kelang secara turun-temurun. Mungkin ini juga merupakan prinsip hidup para raja Kerajaan Tarumanagara. yaitu kerajaan sebelum Kendan.

Sayang sekali di jaman Prabu Kandiawan Dewaraja, pengaruh wibawa negara mulai menurun. Gara-garanya bukan salah yang menjadi raja, cuma sebab tingkah lakunya yang menjadi senapati-nya jauh dari sifat terpuji, senapati yang namanya Walung Tarja, sudah berkelebihan menggunakan kekekayaan negara dan melanggar aturan hukum, mungkin kalau bahasa sekarang adalah penyalahgunaan wewnang atau korupsi.

Bisa jadi Sang Senapati menginginkan hal tersebut karena ada keinginan yang tidak tercapai. Apa itu?  Senapati Walung Tarja mempunyai hati kepada Nyai Anupadewi Ngeisti. tapi ditolak mentah-mentah.

Sang Putri tidak memberi pengharapan soalnya seperti kepada saudara. Sang Prabu sudah tahu puterinya menolaknya, beliau juga sama menolaknya secara sopan dan bijaksana, namun Sang Senapati tetap sakit hati karena terhina dan tersimpan terus dalam hati. Oleh sebab itu menjadikannya tidak bekerja dan mengabdi dengan jujur.

Malah banyak kekakayaan negara dipindah-pindahkan ke negara lain, yaitu ke Krrajaan Biratakarta atau Kerajaan Parakan Muncang,  dalam tahun 610 M.

Karajaan Kendan atau Kelang, cuma bisa bertahan 2 tahun  sebab di tahun 612 M ekonomi negara ambruk dan negara juga turun pamornya. Sejak saat itu oleh Wretikandayun kerajaan dipindahkan ke Galuh, dan dikenal kerajaaan Galuh. 
--------------------------------
Sumber : "Sasakala Lembur" - Wawanncara Kang Aan Permana Merdeka dengan Kuncen Wa Ikim


Baca Juga :