Sanghyang Ambu Srikandi ti Pajajaran Mangsa Sumedanglarang
Menurut kisahnya Sanghyang Ambu ini adalah seorang jawara/srikandi wanita yang ikut menyertai ketika pemasrahan Mahkota Binokasih dari Raja Pajajaran kepada Sumedanglarang pada masa pemerintahan Pangeran Geusan Ulun ketika pajajaran runtag,
Dalam kisah sejarah Sumedanglarang pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh :
Dalam kisah sejarah Sumedanglarang pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh :
- Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa
- Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan)
- Sangiang Kondanghapa
- Batara Pancar Buana Terong Peot.
Membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya/Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610 M), sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi :
“Ghesan Ulun nyakrawarti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala”.
Yang artinya : Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang.
Selanjutnya diberitakan : “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun”, yang artinya, Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun.
“Anyakrawarti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya.
Dalam hal ini istilah “nyakrawarti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
Pada saat penobatannya Pangeran Angkawijaya berusia 22 tahun lebih 4 bulan, sebenarnya Pangeran Angkawijaya terlalu muda untuk menjadi raja sedangkan tradisi yang berlaku bahwa untuk menjadi raja adalah 23 tahun tetapi Pangeran Angkawijaya mendapat dukungan dari empat orang bersaudara bekas Senapati dan pembesar Pajajaran, keempat bersaudara tersebut merupakan keturunan dari Prabu Bunisora Suradipati.
Dalam Pustaka Kertabhumi I/2 menceritakan keempat bersaudara itu “Sira paniwi dening Prabu Ghesan Ulun. Rikung sira rumaksa wadyabala, sinangguhan niti kaprabhun mwang salwirnya”
Yang artinya : "Mereka mengabdi kepada Prabu Geusan Ulun. Di sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain-lainnya".
Sehingga mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi, untuk menjadi nalendra baru pengganti penguasa Pajajaran yang telah sirna. Tidak semuanya bekas kerajaan bawahan Pajajaran mengakui Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra, sehingga terpaksa Prabu Geusan Ulun menaklukan kembali kerajaan-kerajaan tersebut seperti Karawang, Ciasem, dan Pamanukan.
Dalam kisah tersebut tidak diberitakan padahal selain 4 kandaga lente masih ada srikandi Pajajaran yang ikut menjadi pengiring ketika pamasrahan Mahkota Binokasih.
Dari informasi yang didapat Sanghyang Ambu adalah seorang srikandi/jawara perempuan dari pajajaran istri dari Eyang Kadiran yang turut serta pula menyerahkan Mahkota Bino kasih ke Sumedanglarang. Namun namanya tidak dikenal dalam sejarah sumedanglarang, bahkan mungkin masih ada sejumlah tokoh lain yang tidak diketahui dalam naskah-naskah.
"Sanghyang Ambu adalah seorang perempuan jawara dari Pajajaran istri dari Eyang Kadiran," Kata Rakean Nurjaya
"Yang ikut menyertai ketika pemasrahan mahkota binokasih dari Raja Pajajaran kepada kerajaan Sumedang Larang," kata Bayu Kusumah Adinata.
Lebih jelasnya Kang Aji menjelaskan dalam bahasa Sunda sebagai berikut :
Aji Guna : Prabu Jaya Perkosa nalika jadi papatih Sumedang, waktos dipapancenan masihkeun serat Talak ka Cirebon, ngahaja nempatkeun Pasukan khusus ngajaga mertua Prb.Geusan Ulun kanggo ngajaga kamungkinan pasukan Cirebon rerencepan nyerek Sunan Pada, teras nyerang Sumedang via jalan motong ka Pager Rucukan, nanjak ti Parakan Kondang
Aji Guna : tina Tapak Lacak gurat Sajarah Eyang Jaya Perkosa ieu nya eta tempat kocap jadi pos Pangjagaan dina gurit sajarah satutasna, upamana di jaman Sumedang kooperatif jeung Walanda jaman perkebunan kopi (antara jaman Pangeran Panembahan ka Pangeran Kornel), Pangjagaan dipake tempat nyegat/ngajaga nu nyulundupkeun kopi ka Kadipaten.
atuh dina jaman perang Pra-Kamerdekaan oge Pangjagaan jadi basis Tentara Republik dina ngabela Lemah Cai, sahingga kacutat dina sajarah Desa Pajagan upama Pangjagaan teu kungsi kaasupan ku Walanda, ku Jepang, ku DI-TII (Gorombolan), kitu deui jaman PKI oge salamet Pajagan mah teu kaasupan, antukna PKI nyebarkeun pahamna di Desa Karedok nu asup ka Wilayah Tomo, tetela Tapak Lacak PANGJAGAAN anu geus diceblokkeun ku Mbah Jaya Perkosa sakitu kuatna, nu geus nempatkeun Pasukan Intina di eta tempat, diantarana:
1. Ki Ajar Gede (Layang Dikusumah) salaku Panglima Jurit (Komandan Kompi)
2. Eyang Kadhiran (turunan Galunggung) salaku Hulu Jurit (Komandan regu) dibantos ku SangHyang Ambu (Garwana)
3. Jawara Pinilih:
a. Eyang Sacadinanga (ketua),
b. Buyut Kalong,
c. Mbah Sayon,
d. Mbah Kasiah,
d. Mbah Nariman,
e. Mbah Meded,
f. Mbah Nasi (situsna di Jami Bakih : kiwari Cilopang)
g. Mbah Suba (rayina Mbah Yoda/Yuda - Cipeles - Tomo) di Makam Gubrul ~ Pajagan,
h. Gulang-gulang sakembaran (Jaga Lawang) : Mbah Kaula Jaya & Kaula Maya (makam Cipipisan - Kampung Cisasak ~ Pajagan).
i. Uyut Bantayan (Uyut Banten) makamna di Gumbrang tonggoheun Lamping Batu Seuneu ~ Pajagan.
Aji Guna : SangHyang Ambu rayi Bungsu ki Ajar Gede/Layang Dikusumah (Balung Tunggal), di Kampung Ci Cau (Kapungkur Ci Kole Beres) ~ Desa Pajagan (Pangjagaan) tonggoheun Pageur Ageung (Makam Eyang Gusti Sunan Pada/mertua Eyang Prabu Geusan Ulun)
Makam SangHyang Ambu, di Kampung Ci Cau Desa Pajagan |
Post a Comment