Surga Bukan Tujuan Para Pencari Sejati

Awalluddin Ma’rifatullahi... 

Awal mula beragama adalah mengenal Allah dan meng-Esa-kan Allah (TAUHID).  Laa illaaha illallaah, tiada Tuhan selain Allah. Qulhuwallaahu ahad, katakanlah bahwa Allah itu ESA, setelah itu carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Hai orang-orang yang beriman bertakwa-lah kepada Allah, carilah jalan supaya dekat kepada-Nya dan berjihadlah di jalan Allah supaya kamu berjaya (AL MAIDAH 5 : 35)

Jika mereka tetap (istiqomah) menempuh jalan itu (tariqat) sesungguhnya akan kami beri air (rizki, rahmat) yang berlimpah-limpah (AL JIN 72 : 16)

Barang siapa menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah dan berbuat kebaikan, baginya pahala pada Tuhan-nya, tiada mereka ketakutan dan tiada mereka bersedih hati (Al BAQARAH 2 : 112)

Banyak jalan menuju kepada Allah, sebanyak bintang di langit, sebanyak ruh manusia itu sendiri. Seperti halnya jari-jari roda sepeda yang semuanya menuju ke titik pusat as. Titik Pusat As adalah Al Haqq, Yang Maha Benar, Allah Yang Maha Esa, yang akan memberikan penjelasan kepada kita semua mengenai apa-apa yang kita perselisihkan.  Kita pun harus berserah diri secara total kepada-Nya.

Untuk setiap umat, Kami telah berikan pola syari’at (aturan) dan jalan hidup yang benar (tata cara pelaksanaannya), sekiranya Allah menghendaki, pastilah kamu dijadikannya satu umat saja, namun Allah hendak mengujimu dalam hal karunia yang telah diberikan kepadamu, karena itu berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan, hanya kepada Allah tempat kalian kembali lalu Tuhan memberitahukan kepada kalian apa-apa yang kalian perselisihkan itu (AL MAIDAH 5 : 48)

Dan bagi setiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya.  Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.  Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segalanya (AL BAQARAH 2 : 148).

Dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhan-mu. Dan Allah tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan (AL BAQARAH 2 : 149)

Dan dari mana saja kamu keluar palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan di mana kamu (sekalian) berada palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzolim di antara mereka.  Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan agar kamu mendapat petunjuk (AL BAQARAH 2 : 150)   

KATAKANLAH (HAI MUHAMAD) : Kami beriman kepada Allah dan kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan hanya kepada-NYA kami berserah diri (ALI IMRAN 3 : 84)

Dan mereka beriman kepada Kitab yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum-mu, serta mereka yakin akan adanya akhirat (AL BAQQRAH 2 : 4)

KATAKANLAH : Barang siapa yang memusuhi Jibril, maka Jibril itulah yang telah menurunkan (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan apa (Kitab-Kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman (AL BAQARAH 2 : 97)

Tidak ada hak bagi seorang Rosul medatangkan suatu ayat, melainkan atas izin Allah.  Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu) (AR RAD 13 : 38)

Bagi setiap umat ada Rosul, maka bila datang Rosul mereka, antara mereka diberikan keputusan dengan adil dan mereka tiada teraniaya (YUNUS 10 : 47).Kami tidak mengutus seorang Rosulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka (IBRAHIM 14 : 4).

Allah telah menciptakan bermacam-macam umat. Untuk setiap umat ada Rosulnya yang memberi petunjuk dalam bahasa kaumnya.  Untuk setiap umat, Allah telah memberikan pola syari’at dan juga untuk setiap masa ada kitabnya sendiri, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi umat tersebut.  Allah Maha Mengetahui segalanya sehingga menurunkan seorang Rosul dan Al Qur’an yang sangat sesuai dengan situasi dan kondisi untuk budaya jahiliyah di Arab saat itu.!  

Orang Eskimo di daerah Kutub Utara mempunyai tata cara beribadah tersendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam di sana. Daerah ini mendapat cahaya matahari hanya 6 bulan, yaitu pada saat matahari berada di wilayah utara khatulistiwa.  Waktu siang disini terasa begitu panjang.  Pada saat matahari berada di wilayah selatan khatulistiwa, selama 6 bulan tanpa matahari, malam hari pun terasa panjang.

  
Oleh karena itu konsep sholat yang 5 waktu akan sangat sulit untuk diterapkan di daerah ini. Haruskah kita memaksakan konsep agama Islam di wilayah Eskimo? Konsep agama Islam ini hanya cocok di wilayah yang mempunyai putaran waktu 24 jam sehari semalam, 12 jam siang dan 12 jam malam. Lalu apakah tata cara ubudiyah seperti orang Eskimo tidak akan diterima oleh Tuhan? Apakah kita sebagai umat yang beragama Islam berhak mengatakan bahwa mereka yang non muslim itu adalah kafir? Sesungguhnya apa dan siapa yang disebut kafir? Kafir artinya adalah menutupi. Arti kiasan bagi siapapun dan apapun agamanya, bila dia menutupi suatu kebenaran maka disebutnya orang kafir.
                                                                                                                                                                                                                      
Lalu apakah orang Eskimo beserta umat lainnya yang non muslim akan masuk neraka semua? Itu semua urusan Allah dan Allah adalah Al Alim, yang memiliki semua ilmu.  Semua tata cara syari’at setiap umat berasal dari Allah.  Setiap umat memiliki kiblatnya masing-masing. Semua umat sama di hadapan Allah.  Yang berbeda adalah kadar keimanan dan ketakwaannya.  Namun untuk umat Muhammad Allah memberikan ketentuan lain, sehingga ada keseragaman di dalam tata cara beribadah yang sudah dibakukan, yaitu pada saat sholat di manapun umat Islam itu berada, harus menghadap ke Masjidil Haram.Hal ini sebagai salah satu penjelasan bahwa Allah telah menyempurnakan syariat Islam ajaran Muhammad.

Pada awal perjalanan menuju kepada Allah tidak harus sama, tata cara syari’at, tata cara ubudiyah setiap umat bisa saja berbeda-beda, dengan demikian pengalaman bathin yang terjadi pasti akan berbeda-beda pula, sebagaimana halnya bila kita melakukan pendakian dari arah yang berbeda.  Pada saat kita semua bersama-sama telah berada di puncak kemudian melihat ke bawah, maka apa yang kita lihat pasti akan sama.  Misalnya bila kita melihat Istana Negara dari arah yang berbeda, tentu saja apa yang kita lihat akan berbeda pula, akan tetapi bila kita sama-sama melihatnya dari atas tugu Monas tentu apa yang kita lihat akan sama.

Bila kita  berada di tempat yang lebih tinggi, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, Istana Negara serta seluruh benda yang ada di atas bumi ini akan nampak semakin kecil bahkan selanjutnya akan hilang sama sekali dari pandangan mata lahir kita, yang ada hanyalah kekosongan semata. Akan tetapi bila mata lahir tersebut kita pejamkan, maka istana tersebut akan tampak kembali, karena mata bathin bisa menembus ruang dan waktu. 

Tuhan ada.  Dia berdiri dengan sendirinya tanpa pertolongan dari siapapun. Tidak ada apa-apa di sisiNya. Tidak ada swara ataupun nada.  Tidak ada aksara.  Tidak ada kitab apapun di sisiNya.  Zabur, Taurat, Injil, Qur’an dan Hadits pun tidak ada.

Oleh karena itu bila kita ingin menghayati perjalanan Haqiiqat, mulai dari bentuk-bentuk lahiriyah kepada makna yang haqiqi dan tersembunyi, tutuplah mata dan telinga, tutuplah semua kerangka teoritis tentang masalah Dzat yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan pikiran kita (transenden).  Tutup semua kitab termasuk diri kita sendiri, karena jasmani ini adalah kitab Allah.  Tutup semua panca indera kita.  Bukalah mata hati, maka tak ada yang perlu untuk diperdebatkan lagi.

Seseorang bisa saja kehilangan objek pemujaannya, akan tetapi Yang Dipuja tidak akan kehilangan Dirinya Sendiri. Dia Maha Mengetahui siapa pemujanya.  Dia Maha Mengetahui atas segalanya. .

Para ahli sufi mengatakan bahwa seorang arif adalah dia yang melihat Tuhan dalam semua benda atau makhluk. Dia tidak hanya melihat Tuhan dari semua benda atau makhluk, akan tetapi dia juga melihat semua makhluk adalah merupakan realitas dari pada Tuhan. Tauhid murni adalah penglihatan atas Tuhan dalam semua benda, demikian menurut Al Ghazali. 

...Tanda-tanda Kami disegenap penjuru, dan didalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu benar...(FUSHSHILAT 41 : 53 )


...di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan (ADZ-DZARIYAT 51 : 21).  

Dia ada di mana-mana, namun dalam ke-Esa-an-Nya Dia tidak ke mana-mana. Itulah  sifat dualitas Allah dalam ke-Esa-an-Nya. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.  Oleh karena itu silahkan pilih sendiri jalan yang mana, agama apa yang kita inginkan, sesuai dengan keyakinan kita.

Tuhan pun berfirman :                                                                                                           
Sesungguhnya agama kamu ini satu agama saja (AL ANBIYA 21 : 92)
Agama di sisi Allah adalah Islam-Fitrah (ALI IMRAN 3 : 19)
Aku ridhoi Islam-Fitrah sebagai agama bagimu (AL MAIDAH 5 : 3).
Tuhan kami dan Tuhan-mu adalah satu dan hanya kepada-Nya kami berserah diri (AL ANKABUT 29 : 46)


Tidak ada paksaan dalam ajaran Islam (AL BAQARAH 2 : 256).   
Menjadi orang Islam (Islam-Fitrah) bukan berarti kita menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Kita tidak harus menjadi orang Arab atau ke Arab-Araban dan juga bukan karena pakaian kita menjadi orang Islam.  Sesungguhnya sebaik-baiknya bekal, sebaik-baiknya pakaian adalah taqwa, bukan jilbab dan bukan pula baju gamis.  
Perhatikan Firman-firman Allah berikut ini : 
Sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (AL BAQARAH 2 : 197)

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian taqwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat  (AL A’RAF 7 : 26)

Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah dia yang paling takwa di antara kalian (AL HUJURAT 49 : 13).

Prinsip Islam adalah keimanan, ketakwaan, kesucian, keselamatan, kedamaian, kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan serta berserah diri kepada Allah.   Islam adalah fitrah manusia dan semua agama mengajarkan tentang Fitrah.  Sekali lagi tidak ada paksaan dalam ajaran Islam (AL BAQARAH 2 : 256).  Hanya saja, kata Rosulullah saw : Dzikrullah adalah jalan yang terdekat menuju kepada Allah.  

Menurut Al Qur’an : 

Dzikrullah lebih utama dalam kehidupan (AL ANKABUT 29 : 45), dengan dzikir hatipun akan menjadi tenang dan tenteram (AR RAD 13 : 28).  

Adz-Dzikir  adalah  Al Qur’an   (AL HIJR 15 : 9).  Al Qur’an adalah An Nuur  (ASY- SYURA 42 : 52) dan  An Nuur adalah Allah (AN NUUR 24 : 35).  

Berarti Adz-Dzikir adalah Allah. Bila kita berdzikir dengan menyebut Asma Allah maka Allah akan memperlihatkan Cahayanya.

Bagimu agamamu, bagiku agamaku (AL KAFIRUN 109 : 6)

Amalku untuk-ku dan amal-mu untuk-mu. Kamu tidak bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan, akupun tidak tidak bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan (YUNUS 10 :  41).

Baca Juga :

Tidak ada komentar