Awalluddin Ma’rifatullahi


Awalluddin ma’rifatullahi
Awal mula beragama adalah mengenal Allah dan meng-Esa-kan Allah (TAUHID). Laa illaaha illallaah, tiada Tuhan selain Allah. Qulhuwallaahu ahad, katakanlah bahwa Allah itu ESA, setelah itu carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Hai orang-orang yang beriman bertakwa-lah kepada Allah, carilah jalan supaya dekat kepada-Nya dan berjihadlah di jalan Allah supaya kamu berjaya. (AL MAIDAH 5 : 35)

Jika mereka tetap (istiqomah) menempuh jalan itu (tariqat) sesungguhnya akan kami beri air (rizki, rahmat) yang berlimpah-limpah (AL JIN 72 : 16)

Barang siapa menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah dan berbuat kebaikan, baginya pahala pada Tuhan-nya, tiada mereka ketakutan dan tiada mereka bersedih hati (Al BAQARAH 2 : 112)

Banyak jalan menuju kepada Allah, sebanyak bintang di langit, sebanyak ruh manusia itu sendiri. Seperti halnya jari-jari roda sepeda yang semuanya menuju ke titik pusat as. Titik Pusat As adalah Al Haqq, Yang Maha Benar, Allah Yang Maha Esa, yang akan memberikan penjelasan kepada kita semua mengenai apa-apa yang kita perselisihkan.  Kita pun harus berserah diri secara total kepada-Nya.

Untuk setiap umat, Kami telah berikan pola syari’at (aturan) dan jalan hidup yang benar (tata cara pelaksanaannya), sekiranya Allah menghendaki, pastilah kamu dijadikannya satu umat saja, namun Allah hendak mengujimu dalam hal karunia yang telah diberikan kepadamu, karena itu berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan, hanya kepada Allah tempat kalian kembali lalu Tuhan memberitahukan kepada kalian apa-apa yang kalian perselisihkan itu. (AL MAIDAH 5 : 48)

Dan bagi setiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya.  Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.  Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian.  Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segalanya (AL BAQARAH 2 : 148).

Dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhan-mu. Dan Allah tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan. (AL BAQARAH 2 : 149)

Dan dari mana saja kamu keluar palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan di mana kamu (sekalian) berada palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzolim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku- sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan agar kamu mendapat petunjuk. (AL BAQARAH 2 : 150)  

KATAKANLAH (HAI MUHAMAD) : Kami beriman kepada Allah dan kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan hanya kepada-NYA kami berserah diri (IMRAN 3 : 84)

Dan mereka beriman kepada Kitab yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum-mu, serta mereka yakin akan adanya akhirat. (AL BAQQRAH 2 : 4)

KATAKANLAH : Barang siapa yang memusuhi Jibril, maka Jibril itulah yang telah menurunkan (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan apa (Kitab-Kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (AL BAQARAH 2 : 97)

Tidak ada hak bagi seorang Rosul medatangkan suatu ayat, melainkan atas izin Allah.  Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu). (AR RAD 13 : 38)

Bagi setiap umat ada Rosul, maka bila datang Rosul mereka, antara mereka diberikan keputusan dengan adil dan mereka tiada teraniaya. (YUNUS 10 : 47).

Kami tidak mengutus seorang Rosulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka. (IBRAHIM 14 : 4).

Allah telah menciptakan bermacam-macam umat. Untuk setiap umat ada Rosulnya yang memberi petunjuk dalam bahasa kaumnya.  Untuk setiap umat, Allah telah memberikan pola syari’at dan juga untuk setiap masa ada kitabnya sendiri, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi umat tersebut. Allah Maha Mengetahui segalanya sehingga menurunkan seorang Rosul dan Al Qur’an yang sangat sesuai dengan situasi dan kondisi untuk budaya jahiliyah di Arab saat itu.!!!  Orang Eskimo di daerah Kutub Utara mempunyai tata cara beribadah tersendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam di sana. Daerah ini mendapat cahaya matahari hanya 6 bulan, yaitu pada saat matahari berada di wilayah utara khatulistiwa.  Waktu siang disini terasa begitu panjang.  Pada saat matahari berada di wilayah selatan khatulistiwa, selama 6 bulan tanpa matahari, malam hari pun terasa panjang. 

Oleh karena itu konsep sholat yang 5 waktu akan sangat sulit untuk diterapkan di daerah ini. Haruskah kita memaksakan konsep agama Islam di wilayah Eskimo? Konsep agama Islam ini hanya cocok di wilayah yang mempunyai putaran waktu 24 jam sehari semalam, 12 jam siang dan 12 jam malam. Lalu apakah tata cara ubudiyah seperti orang Eskimo tidak akan diterima oleh Tuhan? Apakah kita sebagai umat yang beragama Islam berhak mengatakan bahwa mereka yang non muslim itu adalah kafir? Sesungguhnya apa dan siapa yang disebut kafir? Kafir artinya adalah menutupi. Arti kiasan bagi siapapun dan apapun agamanya, bila dia menutupi suatu kebenaran maka disebutnya orang kafir. Lalu apakah orang Eskimo beserta umat lainnya yang non muslim akan masuk neraka semua? Itu semua urusan Allah dan Allah adalah Al Alim, yang memiliki semua ilmu. Semua tata cara syari’at setiap umat berasal dari Allah. Setiap umat memiliki kiblatnya masing-masing. Semua umat sama di hadapan Allah. 

Yang berbeda adalah kadar keimanan dan ketakwaannya. Namun untuk umat Muhammad Allah memberikan ketentuan lain, sehingga ada keseragaman di dalam tata cara beribadah yang sudah dibakukan, yaitu pada saat sholat di manapun umat Islam itu berada, harus menghadap ke Masjidil Haram.  Hal ini sebagai salah satu penjelasan bahwa Allah telah menyempurnakan syariat Islam ajaran Muhammad.

Pada awal perjalanan menuju kepada Allah tidak harus sama, tata cara syari’at, tata cara ubudiyah setiap umat bisa saja berbeda-beda, dengan demikian pengalaman bathin yang terjadi pasti akan berbeda-beda pula, sebagaimana halnya bila kita melakukan pendakian dari arah yang berbeda.  Pada saat kita semua bersama-sama telah berada di puncak kemudian melihat ke bawah, maka apa yang kita lihat pasti akan sama.  Misalnya bila kita melihat Istana Negara dari arah yang berbeda, tentu saja apa yang kita lihat akan berbeda pula, akan tetapi bila kita sama-sama melihatnya dari atas tugu Monas tentu apa yang kita lihat akan sama.

Bila kita  berada di tempat yang lebih tinggi, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, Istana Negara serta seluruh benda yang ada di atas bumi ini akan nampak semakin kecil bahkan selanjutnya akan hilang sama sekali dari pandangan mata lahir kita, yang ada hanyalah kekosongan semata. Akan tetapi bila mata lahir tersebut kita pejamkan, maka istana tersebut akan tampak kembali, karena mata bathin bisa menembus ruang dan waktu.

Tuhan ada.  Dia berdiri dengan sendirinya tanpa pertolongan dari siapapun. Tidak ada apa-apa di sisiNya. Tidak ada swara ataupun nada.  Tidak ada aksara.  Tidak ada kitab apapun di sisiNya.  Zabur, Taurat, Injil, Qur’an dan Hadits pun tidak ada.

Oleh karena itu bila kita ingin menghayati perjalanan Haqiiqat, mulai dari bentuk-bentuk lahiriyah kepada makna yang haqiqi dan tersembunyi, tutuplah mata dan telinga, tutuplah semua kerangka teoritis tentang masalah Dzat yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan pikiran kita ( transenden ).  Tutup semua kitab termasuk diri kita sendiri, karena jasmani ini adalah kitab Allah.  Tutup semua panca indera kita.  Bukalah mata hati, maka tak ada yang perlu untuk diperdebatkan lagi.

Seseorang bisa saja kehilangan objek pemujaannya, akan tetapi Yang Dipuja tidak akan kehilangan Dirinya Sendiri. Dia Maha Mengetahui siapa pemujanya.  Dia Maha Mengetahui atas segalanya.

Para  ahli sufi mengatakan bahwa seorang arif adalah dia yang melihat Tuhan dalam semua benda atau makhluk. Dia tidak hanya melihat Tuhan dari semua benda atau makhluk, akan tetapi dia juga melihat semua makhluk adalah merupakan realitas dari pada Tuhan. Tauhid murni adalah penglihatan atas Tuhan dalam semua benda, demikian menurut Al Ghazali.

...Tanda-tanda Kami disegenap penjuru, dan didalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu benar...(FUSHSHILAT 41 : 53)

...di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan (ADZ-DZARIYAT 51 : 21). 

Dia ada di mana-mana, namun dalam ke-Esa-an-Nya Dia tidak ke mana-mana.  Itulah  sifat dualitas Allah dalam ke-Esa-an-Nya. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.  Oleh karena itu silahkan pilih sendiri jalan yang mana, agama apa yang kita inginkan, sesuai dengan keyakinan kita.

Tuhan pun berfirman :                                                                                                          
  • Sesungguhnya agama kamu ini satu agama saja (AL ANBIYA 21 : 92)
  • Agama di sisi Allah adalah Islam-Fitrah (ALI IMRAN 3 : 19)
  • Aku ridhoi Islam-Fitrah sebagai agama bagimu (AL MAIDAH 5 : 3).
  • Tuhan kami dan Tuhan-mu adalah satu dan hanya kepada-Nya kami berserah diri (AL ANKABUT  29 : 46)
  • Tidak ada paksaan dalam ajaran Islam (AL BAQARAH 2 : 256).  

Menjadi orang Islam (Islam-Fitrah) bukan berarti kita menjadi orang yang kehilangan kepribadian.  Kita tidak harus menjadi orang Arab atau ke Arab-Araban dan juga bukan karena pakaian kita menjadi orang Islam.  Sesungguhnya sebaik-baiknya bekal, sebaik-baiknya pakaian adalah taqwa, bukan jilbab dan bukan pula baju gamis. 

Perhatikan Firman-firman Allah berikut ini :
Sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (AL BAQARAH 2 : 197)

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian taqwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.  (AL A’RAF 7 : 26)

Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah dia yang paling takwa di antara kalian (AL HUJURAT 49 : 13).

Prinsip Islam adalah keimanan, ketakwaan, kesucian, keselamatan, kedamaian, kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan serta berserah diri kepada Allah. Islam adalah fitrah manusia dan semua agama mengajarkan tentang Fitrah. 

Sekali lagi tidak ada paksaan dalam ajaran Islam (AL BAQARAH 2 : 256).  Hanya saja, kata Rosulullah saw : Dzikrullah adalah jalan yang terdekat menuju kepada Allah.  Menurut Al Qur’an : Dzikrullah lebih utama dalam kehidupan (AL ANKABUT 29 : 45), dengan dzikir hatipun akan menjadi tenang dan tenteram (AR RAD 13 : 28). Adz-Dzikir adalah Al Qur’an (AL HIJR 15 : 9).

Al Qur’an adalah An Nuur (ASY- SYURA 42 : 52) dan An Nuur adalah Allah (AN NUUR 24 : 35). Berarti Adz-Dzikir adalah Allah… Bila kita berdzikir dengan menyebut Asma Allah maka Allah akan memperlihatkan Cahayanya.

Bagimu agamamu, bagiku agamaku (AL KAFIRUN 109 : 6)

Amalku untuk-ku dan amal-mu untuk-mu. Kamu tidak bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan, akupun tidak tidak bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan (YUNUS 10 :  41).

Kedekatan seorang hamba dengan Tuhan-Nya, seperti yang telah di Firmankan Allah didalam sebuah Hadits Qudsi (Yang langsung datang kedalam Qalbu Rasulullah) :

ﻤـﺎاﺗـﻘـﺮبااﻠﻲاﻠﻤﺗـﻘـﺮﺒـﻮﻥ ﺒـﻤـﺜـﻞاﺪاﺀ ﻤﺎاﻓـﺗﺮﻀﺖ ﻋـﻠﻴـﻬـﻢ ﻮﻻﻴـﺰاﻞ اﻠﻌﺒـﺪﻴـﺗـﻘﺮﺐاﻠﻲ ﺒﺎﻠﻧﻮاﻓﻞ ﺤـﺗﻰاﺤـﺒـﻪ ﻓﺎﺀ ﺬااﺠـﺒﻠـﺗـﻪ ﻜـﻧـﺖ ﺴـﻤـﻌـﻪاﻠـﺬﻱ ﻴﺴﻤـﻊﺒـﻪ ﻮﺒﺼﺮﻩاﻠﺬﻱ ﻴﺒﺼﺮﺒـﻪ ﻮﻠﺴﺎ ﻧـﻪاﻠﺬﻱ ﻴـﻧﻃﻖ ﺒـﻪ ﻮﻴﺪﻩاﻠﺗﻰ ﻴـﺒﻃﺶ ﺒـﻬﺎﻮﺮﺠﻠـﻪاﻠﺗﻲ ﻴـﻤﺷﻰ ﺒﻬﺎ ﻮﻗﻠﺒـﻪاﻠﺬﻱ ﻴـﻀﻤﺮﺒـﻪ
“MA ATAQARRABA ILAYYAL MUTAQARRIBUNA BIMISTLI ADA’I MAFTARADLTU’ALAIHIM, WALA YAZALUL’ABDU YATAQARRABU ILAYYA BIN NAWAFIL, HATTA UHIBBAHU, FA IDZA AHBABTUHU KUNTU SAM’AHULLADZI YASMA’U BIHI WABASHARAHUL LADZI YUBSHIRU BIHI WA LISANUHUL LADZI YANTHIQU BIHI WAYADAHUL LATI YABTHISYU BIHA WA RIJLAHUL LATI YAMSYI BIHA WA QALBAHUL LADZI YADLMIRU BIHI”

Artinya : Orang-orang yang merasa dekat kepada-KU, tidak hanya melaksanakan apa yang aku fardhukan kepada mereka, malah si hamba itu merasa dekat kepadaku dengan melaksanakan amal-amal Nawafil (tambahan) hingga akupun mencintainya. Apabila AKU sudah mencintainya, Aku-lah menjadi pendengarannya yang dengan itulah dia mendengar, Aku-lah yang menjadi matanya untuk melihat, Aku-lah yang menjadi tangannya untuk menggenggam, Aku-lah yang menjadi kakinya untuk berjalan, dan Aku pulalah yang menjadi hatinya yang dengan itu ia dapat berfikir dan bercita-cita. (Riwayat Imam Bukhari).


MA’RIFAT / ﻤﻌﺮﻓﺔ
Didalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT Berfirman :

ﻜـﻧﺖ ﻜـﻧﺰا ﻤﺧـﻔـﻴﺎ ﻓﺎﺀ ﺤـﺒـﺒـﺖ اﻦ اﻋـﺮﻒ ﻓـﺧـﻠﻘﺖ اﻠﺧﻠﻕ ﻠﻴـﻌﺮﻓـﻧﻲ
KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN, FA AHBABTUAN ’URAFA FA KHALAQTUL LIYA’RIFANI

Artinya : “Aku adalah Rahasiah (Perbendaharaan) Yang tersembunyi. Lalu Aku berkeinginan agar dikenal, kemudian aku Ciptakan alam serta makhluk (Muhammad) tidak lain agar mereka bisa Ma’rifat (mengenal) kepada Aku”.

AL-INSANU SIRRI WANA SIRRUHUU
Artinya : “Manusia adalah gudangnya rahasiahku dan AKU adalah gudang rahasiahnya”. Dan tak akan memuat Dhat-KU (Zat Allah) Bumi dan langitku kecuali hati hamba-hambaku yang mukmin yang Lunak (ikhlas), dan tenang (Sabar lagi Mutmainah).

Kata al insanu sirri ialah manusia adalah rahasiahku Artinya sarung memasuki keris tetapi bila keris memasuki sarung itulah diungkapkan dengan wana sirruhu, Akulah rahasiahnya. Artinya ucapan terakhir ini ialah sesudah kata Kun dunia menjadi nampak.

Sarung memasuki keris atau yang dalam bagian pertama hadist qudsi dilukiskan dengan kata al – Insanu sirri adalah manusia didalam Tuhan, itulah makhluk, atau semesta alam ciptaan secara umum, sebelum nampak pada kata ciptaan Kun, tersembunyi didalam Tuhan dan seolah-olah merupakan rahasiah-Nya.

Keris yang memasuki sarung atau yang dalam bagian kedua hadist qudsi disebut wana sirruhu, ialah Tuhan didalam manusia. Bila alam raya yang tersembunyi didalam Tuhan terungkap lewat emanasi, lalu karena eksteriorisasi itu seolah-olah terdapat diluar Tuhan tanpa terputusnya tali keberadaan dengan-Nya Tuhan mencari makhlukNya, memasukinya dan bersemayam didalam bagaikan didalam SirrNya, rahasiahNya, sebagai sukma yang manunggal dengan Hyang Sukma.

AL-INSANU DHOHIRULLAHI WA ILLAHU BATHINUL IMAMMA
Artinya : Manusia adalah wujud nyatanya sedangkan Allah wujud Ghaib-Nya.

ﻮﻤﺎﺧﻠـﻘـﻞاﻧـﺴﻦ ﻠﻞ ﻤـﻌـﺮﻓـﺘـﻴـﻪ
WAMA KHOLAQOL INSANAA LIL MA’RIFATIHI
“Dan Tidaklah Aku Ciptakan Manusia Melainkan Untuk Ma’rifat (mengenal) ke pada-KU”.

YAA AYYUHAN NAS !, MAN QASHADANII’ARAFANII WAMAN A’RAFANII ARAADANII WAMAN ARAADANII THALABANII. WAMAN THALABANII WAJADANII WAMAN WAJADANII DZAKARANII WALAM YANSANII. WAMAN DZAKARANII WALAM YANSANII DZAKARTUHUU WALAM ANSAHUU.

(Hai Manusa ! Singsaha anu nuju ka Kami, manehna bakal nyaho (Marifat) ka Kami. Singsaha anu nyaho ka Kami, menehna miharep ridho kami. Singsaha anu miharep Kami, tangtu neangan Kami. Singsaha anu neangan Kami, tangtu bakal menangkeun Kami. Singsaha anu geus menangkeun Kami, salawasna manehna nyebut tur eling ka Kami, jeung moal rek mopohokeun Kami, Singsaha jalma anu salawasna nyebut tur eling ka Kami, maka Kami salawasna ingeut jeung manehna moal Kami popohokeun.

WAMAN ARAFALLAAHA FA ATHOO’AHU NAJAA WAMAN ARAFASY SYAITHAANA FA TARAKAHUU SALIMA. WAMAN ARAFADDUNYA FARAFADLAHAA KHOLISHO. WAMAN ARAFAL AKHIRAH FATHALABAHAA WASHOLA FA INNALLAAHA YAHDII MAN YASYAA’U WA ILAIHI TUQLABUUN.

(Jeung singsaha anu nyaho ka Allah, manehna taat, maka manehna salamet. Singsaha anu nyaho setan, manehna ninggalkeun godaannana, manehna salamet. Singsaha anu nyaho dunya, manehna nolak, maka menehna bersih jeung lepas tina sagala keterikatannana. Singsaha anu nyaho akherat manehna nuntut kalawan miharepna, maka manehna nepi kanu ditujuna. Saenyana Allah mere pituduh ka singsaha wae anu dikehendakina jeung mung ka Anjeunna urang bakal dikembalikeun.

Ari kawajiban Ma’rifat pikeun manusa aya 4 (opat) hal nyaeta :
  1. Marifatul Kholqi (Nyaho kana sakabeh makhluk ciptaannana),
  2. Marifatul Al-Ghair (Nyaho kana sakabeh jiwa jeung tabeat manusa)
  3. Marifatu Nafsi (Nyaho ka dirina sorangan),
  4. Marifatullah (Nyaho ka Allah).
Ari Ma’rifat ka Allah SWT wajib pikeun sakabeh jalma anu geus akhir baleg (mukhalaf).
Kapan ceuk dalilna oge :
ﺍﻮﻠـﻮﺪ ﻴﻦ ﻤـﻌـﺮﻓــﺔ ﺍﷲ ﺗـﻌـﻼ



AWALUDINI MA’RIFATULLAHI TA’ALA
Naon Artina “ AWALUDINI (ﺍﻮﻠـﻮﺪ ﻴﻦ ) ? Yakni Permulaan Agama.
Dan Permulaan Agama itu Ma’rifatullah (ﻤـﻌـﺮﻓــﺔ ﺍﷲ ), nyaeta mengenal dan mengaku adanya Allah.

Ari awal permulaan agama nyaeta kudu nyaho ka Allah Ta’ala. Maksudna supaya enggoning urang ngalakonan ibadah teh ngarah syah ditarima amal ibadahna ku Allah Ta’ala sabab “amal teh kudu kalawan elmu, lamun teu kalawan elmuna bakal batal, moal aya manfaatna pikeun di akhirat, ngan saukur keur mapaesan dunya wungkul”.

Tapi nganyahokeun ka Allah eta lain saperti nganyahokeun kahawades beh jentulna tapi kudu ku Elmuna sabab ceuk dalilna oge ari Allah mah “ Dhat Laesa Kamislihi Saiun” (teu aya upamana bakating kuhiji-hijina) mung Anjeuna nyalira anu jumeneng ku Anjeun “Dhat tanpa wiwitan-Dhat tanpa wekasan”.

“AWALU WAJIBUN ALAL INSAN MARIFATULLAHI BI ISTIQANI”
Ari awalna (mimitina) kawajiban manusa nyaeta kudu nyaho ka Allah ku kayakinan anu panceug/kuat (istiqomah) nyatana anu teu umbut kalinuan teu gedag kaanginan. Lir ibarat urang ngucapkeun dua kalimah syahadat, lain ngan ukur bisa ngucapkeun wungkul dina sungut, bahwa urang geus nyaksi yen teu aya deui panggeran iwalti Allah sareng Muhammad Rasul Allah, lain saperti kitu bae tapi kudu jeung sidikna nyatana Sidik kana Dhatna, Sidik kana Sifatna, Sidik kana Af’al-na jeung Sdik ka Rasulna. Lamun urang geus sidik kanu opat perkara tadi baru urang bisa disebatkeun syah ibadahna, ari kangaranan SYAHADAT nyaeta Syah/ bener nurutkeun Adat/carana nyatana Syah Dhat-na, Syah Sifat-na, Syah Asma-na jeung Syah Af’al-na. Kapan ceuk dalilna dina Qur’an oge “WABUDU ROBBAKA HATTAA YA’TIYAKAL YAQIN” (Jeng Ari nyembah ka Allah teh kudu sidik kalawan yakin Q.S Al-Hijir : 99). Kecap yakin didieu ngandung harti anu geus bener-bener percayana, percaya oge cumah lamun teu dibarengan ku Ma’rifatna ari hartina Ma’rifat nyaeta nyaho. Jadi percaya kana ayana Allah teh kudu jeung nyaho kalawan sidikna, upama teu jeung nyahona/sidikna berarti Iman-na Taklid (Nyaeta ngaku Iman ngan saukur sabatas omongan jeung mung sakadar ceuk kitab wungkul).

Ari jalanna nyaho ka Allah eta kusabab aya bukti jeung wujudna, ari buktina ayana Allah kusabab aya ciptaannana nyaeta termasuk diri urang kaleubeut bumi, langit, sawarga jeung naraka katut pangeusina, eta masih keneh dadamelan mantenNa “LAHUUMAA FISSAMAWAATI WAMAA FIL ARDLI…,WA LAYAUDDUHUU HIFZHUHUMAA” (Kagungan AnjeunNa naon-naon anu aya dilangit jeung dibumi….,Sareng Mantenna heunteu ngarasa beurat dina miara kaduana Q.S Al-Baqarah :255 ). Tinggal urangna anu kudu nafakuran tur ngariksa kana sakabeh ciptaannana sesuai jeung dalilna dina Qur’an “QUL NUDZURUU MAADAFIISSAMAWATI WAL ARDLI” (Bejakeun (Muhammad) ! Riksa ku aranjeun sakabeh naon-naon anu aya dilangit jeung dibumi Q.S Yunus : 10 ). Jadi mikiran tentang penciptaan alam ieu eta geus ngarupakeun kaharusan pikeun manusa-manusa anu berakal anu keyeung miharep nyaho kana sagala kaagungan Allah. Nyaho kana ka agungan Allah secara tidak disadari ku urang, maka urang pasti bakal nyaho kana sifat-sifatna Allah.

Ma’rifat kana sifa-sifat Allah sami sareung ma’rifat kana sagala wujud perbuatannana Allah. Kecuali tentang Dhat-Na Allah, hal ieu di pahing pisan(teu meunang), pikeun urang ngudag kana Dhat-na Allah. Sabab ceuk dalilna oge “TAFAQARU FI KHOLQILLAHI WALA TAFAQARU FI DATTIHI FAINNAKUM LANTAQDIRUU QOD’RAHU” (Pikirkeun mah tentang sagala makhluk ciptaan Allah, jeung ulah hayang mikiran kana Dhat-na Allah, ari sabab najan anu aya jeung anu teu aya oge masih dadamelannana Manten-Na, jeung deui moal kabeurik ku elmu manusa pon kitu deui ku umur manusa), Lintang ti kudu nganyahokeun heula kana dirina sorangan nyatana Ma’rifatun-Nafsi

Ma’rifatun-Nafsi nyaeta : Nganyahokeun kana dirina sorangan atau disebut oge Mu’atabah.

Mu’atabah adalah pengenalan diri dan jiwanya. Hakikat perhubungan Roh dengan badan hanya Allah yang tahu. 
 
WAYAS’ ALUUNAKA ‘ANI RUUHI, QULI RUUHU MIN’AMRI RABBII (Jika mereka bertanya kepadamu tentang masalah Ruh, Katakan bahwa itu adalah rahasiah Allah). Q.S Al-Israa Ayat 85

Seorang Ahli Marifat berkata : Kebenaran akan Tuhan hanya dapat ditemukan didalam diri :
“TINGGALKAN PENCARIAN AKAN TUHAN DAN CIPTAAN DAN HAL-HAL LAIN YANG SERUPA. CARILAH DIA DENGAN MENJADIKAN DIRIMU SENDIRI SEBAGAI TITIK AWALNYA.
CERMATI SIAPA YANG BERADA DIDALAM DIRIMU YANG MENYEBUT SEGALA SESUATU SEBAGAI MILIKNYA DAN MENGATAKAN, TUHANKU, PIKIRANKU, AKALKU, JIWAKU, TUBUHKU, CERMATI SUMBER-SUMBER KESEDIHAN, CINTA, BENCI. PERHATIKAN BAGAIMANA ITU TERJADI SEHINGGA MEMBUATMU MELIHAT TANPA BERKEHENDAK, MENCINTAI TANPA BERKEHENDAK. JIKA ENGKAU SECARA SEKSAMA MENELITI PERSOALAN-PERSOALAN INI, ENGKAU AKAN MENEMUKAN DIA DIDALAM DIRIMU SENDIRI”

ﻮﻤﻦﺍﻋـﺮﻑ ﻧـﻔـﺴـﻪ ﻓـﻘـﺪ ﺍﻋـﺮﻑ ﺮﺒـﻪ
“WAMAN ARAFFA NAFSAHU FAKOD ARAFFA ROBBAHU”.
Artinya : Siapa yang mengenal Roh-nya atau Jiwa-nya atau Diri-nya berarti ia telah mengenal Allah.

ﻤﻦﻋـﺮﻒاﷲ ﻻﻴـﺧـﻔﻰﻋـﻠﻴـﻪ ﺷـﻲ
MAN ‘ARAFALLAHA LA YAKHFA ‘ALAIHI SYAI’UN
Artinya : Barang siapa yang telah mengenal Allah tidak ada rahasiah sesuatupun yang tersembunyi kepadanya.

Pengenalan terhadap dirina sorangan ngarupakan Fardhu Aen sesuai jeung dalilna “Wala Ana awala nafsi fardhu aen”. (Jeung kanyahokeun ku anjeun saenyana mimitina kudu nganyahokeun kana sifatna hirup kalawan “aen”/wajib). Bagi tiap-tiap manusia mengenal bahwa diri itu harus dikenal sebagai suatu Zat yang hina, lemah, dhoif, umi dan fana pengenalan mana dapat menimbulkan keyakinan bahwa Tuhan itu Mulia, Berkuasa dan Kekal AdaNya. Orang yang tidak mengenal dirinya tidak akan mengenal Tuhan-Nya baik didunia maupun di akhirat dan apabila ia tidak kenal akan TuhanNya maka ia tidak dapat menyembah TuhanNya itu dengan sebaik-baiknya. Bukankah orang yang buta didunia ini akan buta pula nantinya di akhirat bahkan lebih sesat lagi ?

Kusabab eta mempeng urang keur hirup didunya, urang kudu bener-bener ibadahna ka Allah, jeung ikhtiar pikeun beukeul urang engke mulang lamun geus di parengkeunnana cunduk waktu ninggang mangsa balik ka akherat nyatana maot anu bakal pasti kaalaman kusakabeh anu hirup, aya paribasana “Mawa payung samemeh hujan” tegesna kudu bisa nganjang kapageto nyaeta kudu bisa ngarasakeun maot samemeh maot anu sabenerna ( ﻤـﻮﺘـﻮ اﻗـﺒﻞ اﻦ ﺘﻞ ـﻤﻮﺘـﻮ /MAUTU QOBLA ANTAL MAUTU), Jeung kudu bisa ngariksa ka badan sorangan samemeh ngahisab ka batur (HASABU ANFUSAKUM QOBLA ANTAL HASABU). Panggihkeun diri urang jeung diri urang anu saestuna nyatana Jirim jeung Jisimna atawa anu kasebat Kula jeung Kawulana tea, lamun urang geus manggihannana tinangtu urang bakal salamet hirup boh didunia pon kitu deui engke di akherat. Satemen-temenna manusa nyaeta anu geus bisa ngariksa jeung ngawasa kana dirina sorangan, samangsa-mangsa geus nyaho kana dirina tangtu bakal nyaho kanu kawasana nyata Allah atawa anu kasebatkeun Ma’rifattullah.

Ma’rifattulloh nyaeta nyaho ka Allah Ta’ala, ari jalanna bisa nyaho ka Allah eta nyaeta Marifattunafsi nyatana kudu geus nganyahokeun heula kadirina sorangan. Sesuai jeung dalilna :

ﻮﻤﻦﺍﻋـﺮﻑ ﻧـﻔـﺴـﻪ ﻓـﻘـﺪ ﺍﻋـﺮﻑ ﺮﺒـﻪ ﻮﻤﻦ ﺍﻋـﺮﻑ ﺮﺒـﻪ ﻓـﻘـﺪ ﺠـﻬـﻳﻼ ﻧـﻔـﺴـﻪ
“WAMAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU, WAMAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU” (Singsaha jalma anu geus nganyahokeun kadirina sorangan tangtu bakal nyaho ka Panggerannana, Samangsa-mangsa geus nyaho ka Panggerannana tangtu bakal leuwih nyaho kadirina anu bodo).

اﻋـﺮﻓـﻜﻢ ﺒـﺮﺒـﻪ اﻋـﺮﻓـﻜﻢ ﺒـﻧـﻔـﺴـﻪ
ARAFUKUM BIRABBIHI ARAFUKUM BINAFSIHI 
Harrtina : Jalma anu bener-bener nyaho ka Allah nyaeta anu geus lewih ngarti jeng nyaho ka dirina sorangan.

Tapi nyaho ka Allah lain cukup kupanon lahir wungkul tapi kudu jeung elmuna, sabab Ghoib kudu ku Ghoib deui da manusa oge aya ghoibna kapan saur dalilna oge “WALLAHU GHOIBUN AL-INSANU GHOIBUN” (Ari Allah teh Ghoib manusa oge Ghoib), Iwalti kudu nganyahokeun ka dirina sorangan.

ﺍﻻﺣﻖ ﺒـﺎﻻﺣﻖ ﺍﻻﺣﻖ ﺒـﺎﻻﺣﻖ
ILLA HAQQA BILLA HAQQIN - ILLA HAQQIN BILLA HAQQA
(Hak Allah teh Hak Muhammad – Hak Muhammad teh Hak Allah)

Ngandung harti baik Hak Allah pon kitu deui Hak Muhammad, dua duana oge masih keneh hak urang. Anu nyakup kana “Kalimah SAHADAT”.

Jadi ngeunaan Hak Allah jeung Hak Muhammad eta kabeh oge geus kahimpun tina “Dua Kalimah Sahadat”.

Kapan Ari Kasampurnaan SAHADAT eta aya 4 (opat) perkara :
  1. Nganyahokeun : Ngandung harti kudu geus Sidik kalawan Ma’rifat-na Ka Allah Ta’ala kapan Hak Mutlak Allah SWT yaeta dikenali dan diketahui keberadaan Diri-Nya, Yang meskipun Al-Ghaib (tidak akan pernah menampakan diri di muka bumi ini) namun dapat dirasakan amat sangat dekat sekali dalam rasa hati ini (lewih deket tibatan urat beheng hamba-hambaNa).
  2. Ngucapkeun : Ngandung harti nandesken atawa negaskeun ku ucap, kana naon hal anu geus kapanggih jeung kasungsi ku diri pribadina. Sebagai ikrar penyaksian kana Ka-Agungan Allah SWT.
  3. Ngabenerkeun : Ngandung harti nga enyakeun kana naon hal anu geus jadi padamelannaNa, Nyatana ayana Urang, Bumi, langit, Sawarga jeung Naraka, katut sakabeh pangeusina. Anu ngarupakeun bukti nyata tina sagala Af’alna Kang Maha Suci.
  4. Ngayakinkeun : Ngandung harti anu geus nyampai kana Syarat syah-na Sahadat.

Sedengkeun Ari Syarat Syahna Maca Sahadat teh :
  • Kudu geus Netepkeun Kana Dhat-na Allah Ta’alla
  • Kudu geus Netepkeun Kana Sifat-na Allah Ta’alla
  • Kudu geus Netepkeun Kana Af’al-na Allah Ta’alla
  • Kudu geus Sidik Ka Rasululloh kalawan geus netepkeun kana Sifat Rasululloh, nyatana : Sidik, Amanah, Fathonah, jeung Tabligh.

Ceuk paribasa sepuh mah Ulah nuduh kanu jauh ulah nyawang kanu anggang, Anu anggang geuwat raketan, anu deukeut geuwat dehesan (Anu hartina : riksa kudiri sorangan naon-naon anu aya dina diri/awak sorangan). Saur Pidawuh Rasulullah oge “NAFSIKA MATIYATUKA FARFUK BIHAA” Artina : Diri anjeun lir ibarat Jalan (Alat) pikeun bisa Nyampai kana Ridho-Na Kami.

ﻮﻤﻦ ﻄﻠـﺒﻞ ﻤﻮﻠﻦ ﺒـﻐـﻴـﺮﻱ ﻧـﻔـﺴـﺢ ﻓـﻘﺪ ﻇﻞﻇﻞ ﻷ ﻦ ﺒـﻴـﺪ
WAMAN THOLABAL MAULANA BIGHOIRI NAFSIHI FAQOD DHOLA DHOLALAN BA’IDA
(Jeng Saha-saha jalma anu neangan Panggeran (Allah) kaluar tina dirina sorangan mangka satemen-temenna eta jalma geus kasasar.) Dina hal ieu nembe kuurang tos tiasa kasawang jeung kalenyeupan yen hakekatna Panggeran sabenerna teu jauh jeung diri urang sorangan, malahan justru leuwih moncongok Manten-Na tibatan diri urang sorangan “Nahnu Aqrabun Illaihi Min Hablil Warid” (Kami leuwih deukeut kamaraneh tibatan urat beheungna sorangan Q.S Qaaf Ayat 16 ) “Wahuwa Ma’akum Ainama Kuntum” (Jeung kami marengan kamaraneh sakabeh (Dimana anjeun aya nya didinya kami aya) Q.S Al-Hadid Ayat 4).

“Ru’yatullahi Ta’ala fidunya bianil Qolbi” (Ningalina Allah didunya kupanon (mata hati) tapi teu kalawan kafiat sabab teu adu hareupan, kusabab geus ngahiji sagulung sagalang lir upama sagara jeung ombakna, seneu jeung panasna, cai jeung tiisna, kembang jeung sengitna, gula jeung amisna, kopi jeung paitna, uyah jeung asinna. Kapan ceuk dalilna oge “Innalloha Ala Kulli Sai’in Muhit” (Saenyana Allah Ta’ala ngaangliputi kasakabehna lir ibarat cahaya kaangliputi ku caangna, seneu kaangliputi ku panasna).

Baca Juga :

Tidak ada komentar