Kenapa Orang Zaman Dulu Suka Bertapa di Gunung?
Pada zaman dulu, orang suka bertapa di gunung untuk berbagai tujuan. Selain itu, bertapa di gunung juga dianggap sebagai cara untuk mencari kedamaian batin dan mendekatkan diri dengan Tuhan. Kenapa gunung kerap dipilih sebagai tempat untuk menyepi dan meminta petunjuk kepada semesta oleh orang-orang zaman dulu? Tradisi ini bahkan masih berlanjut hingga zaman modern seperti sekarang.
Salah satu alasan mengapa orang zaman dulu suka bertapa di gunung adalah karena mereka percaya bahwa gunung adalah tempat yang sakral dan penuh energi spiritual. Gunung selalu menjadi bagian penting dalam budaya Asia. Keutamaannya bisa ditelaah dari berbagai perspektif, mulai dari aspek religius, historis, hingga ekologis.
Dalam berbagai agama Asia, seperti Hindu, Buddha, Tao, dan Shinto, gunung dianggap sebagai tempat tinggal para dewa, roh, atau leluhur. Mitologi Hindu, misalnya, menyebut Gunung Meru adalah gunung suci dengan lima puncak yang berdiri di tengah alam semesta. Dilansir Britannica, lima puncaknya menggambarkan lima elemen yang menjadi unsur kehidupan di bumi.
Orang-orang zaman dulu juga bertapa di gunung untuk mencari kedamaian batin dan mendekatkan diri dengan Tuhan. Mereka berharap dapat memperoleh petunjuk, kebijaksanaan, atau pencerahan dari semesta. Mereka melakukan berbagai ibadah, meditasi, atau ritual di gunung. Banyak pula yang menjadi pertapa atau asketis yang meninggalkan kehidupan duniawi dan mengabdikan diri kepada Tuhan.
Gunung telah menjadi bagian penting dari sejarah dan identitas banyak peradaban Asia. Gunung berfungsi sebagai penghalang alami, batas wilayah, dan sistem pertahanan bagi berbagai kerajaan dan kekaisaran di masa lalu. Gunung juga memfasilitasi pertukaran budaya, perdagangan, dan migrasi antara berbagai daerah dan bangsa.
Gunung memiliki peran penting bagi keseimbangan ekologi dan keberlanjutan banyak negara di Asia. Gunung menyediakan sumber daya penting, seperti air, mineral, keanekaragaman hayati, dan energi terbarukan. Gunung juga mengatur iklim dan mencegah bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor. Banyak orang bergantung pada gunung untuk mata pencaharian dan kesejahteraan mereka.
Mitologi China, India dan legenda dari berbagai negara di Asia menyebutkan tokoh yang bertapa di gunung untuk mendapatkan pencerahan atau kesaktian. Hanuman, dewa monyet dalam agama Hindu yang dikenal karena kekuatan dan kesetiaannya kepada Dewa Rama diceritakan melakukan meditasi di sebuah gunung di Sri Lanka sebelum menyelamatkan Sita dari raja iblis Ravana. Guanyin, seorang bodhisatwa yang berhubungan dengan belas kasih dalam agama Buddha China juga sering digambarkan tengah bermeditasi di gunung atau di tepi laut.
Tokoh-tokoh sejarah di Indonesia disebut melakukan ritual bertapa di gunung demi mendapatkan pencerahan. Sultan Agung, raja Mataram Islam yang memerintah pada abad ke-17 disebut melakukan ritual bertapa di Gunung Lawu untuk mendapatkan ilmu gaib dan kekuasaan. Sunan Kalijaga, salah satu wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-15 dikatakan pernah bertapa di Gunung Muria untuk mendalami ajaran Islam dan mencari hikmah. Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga yang juga menjadi wali dan penyebar agama Islam di Jawa pun bertapa di Gunung Muria. Karena tradisi yang sudah mengakar, cerita-cerita mistis yang masih dipercaya, ritual bertapa di gunung masih sesekali dilakukan. Ritual ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin meraih hal besar dalam hidup.
Post a Comment