Situs Ibu Manikmaya di Kampung Puncakmanik Kecamatan Buah Dua, Ibunya Manikmaya Pendiri Mandala Kendan

 




Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, ti Medang Kahiangan, ngalalar di Tompo Omas, meu(n)tas aing di Ci-Manuk, ngalalar ka Kendan...

Banyak Situs-situs tua di sekitaran Gunung Tampomas dan di sekitar lereng Tamp(o)mas  dalam naskah Carita Ratu Dipakuan diceritakan ada beberapa kemandalaan diantaranya : Gunung Cupu Bukit Tamporasih, Mandala Tanpo Wahanan, Gunung Lenggang Mandala Herang. 

Selain itu terdapat pula Batu Nagrak di Kecamatan Buah Dua yang diperkirakan telah ada sebelum masa Pra Sejarah dsbnya, yang tidak tertuliskan dalam wawasan sejarah lokal sekitar Medang Kahyangan.

Sebuah pemukiman tersembunyi  yang berada di lereng Gunung Tampomas di Kecamatan Buah Dua. 

Nama Pemukiman tersebut sungguh elok dan unik. Di balik keunikan nama pemukiman tersebut ada sebuah cerita yang bersangkutan dengan sejarah masa lalu dan para leluhur di tempat itu. Pemukiman tersebut bernama Kampung Puncakmanik.

Nama pemukiman tersebut berkaitan dengan sebuah larangan atau kata masyarakat setempat disebut PAMALI. 

Selain kata pamali nama pemukiman ini yang berkaitan dengan tokoh di jaman Kendan dan jaman Pajajaran, sang tokoh tersebut bernama Ibu Manikamaya dan Cakrabuana.

Nama puncak manik di ambil dari kata puncak dan manik. Puncak berarti tempat tertinggi dan manik adalah cahaya, .yang berarti cahaya dari tempat tertinggi.

Kampung puncak manik berada sebelah selatan  lereng gunung tampomas. Meskipun berada di tengah hutan, pemukiman ini bisa di akses oleh kendaraan roda 2.

Menurut salah seorang tetua kampung yang sering disapa  Bpk Adun yang sekaligus pengurus situs puncak manik, ada beberapa keunikan di kampung Puncak Manik ini.

Kampung Puncak Manik ini hanya dihuni oleh 10 kepala keluarga (konsep unik dan kearifan lokal pemukiman masyarakat Sunda Kuno) , dan uniknya dari dulu sampai sekarang jumlah kepala keluarga dan warganya  tidak bertambah dan tidak berkurang.... Seandainya ada yang lahir pasti ada saja alasan warga yang ingin meninggalkan kampung puncak manik ini.  Jadi warga disini jumlah tetap tidak berubah.

Sebelum masuk ke situs petilasan / tempat singgah / jejak yang ditinggalkan KI Ajar Sidiweca dan Maha Guru Maniknya.

Sebelum masuk / mendoakan para leluhur yang pernah singgah di tempat ini, Ada sebuah tradisi yang di lakukan oleh para peziarah. Para peziarah biasanya diharuskan mandi dan berwudu di mata air yang bernama mata air Cikakap.

Menurut Bapak Adun, mata air Cikakap ini merupakan sebuah aliran dari 7 mata air yang bersatu di saat Prabu Siliwangi melewati daerah ini.

Dengan cerita dari masyarakat setempat Rsi Manikmaya alias Rsi Makandria berasal dari sekitar kawasan kaki Gunung Tampomas. oleh sebab Ibu Rsi Manikmaya berasal dari sini. 

Hal mungkin saja karena jaun sebellum Mandala Kendan berdiri di sekitar kaki gunung Tampomas telah ada jaman Mandala Medang Kahiangan atau jaman Pengiring dari Kerajaan Salakanagara Medal Kamulyan sekitar abad 3 s/d 4 M, yaitu Prabu Resyi Danishwara di Ciemutan Kec. Buah Dua, Reysi Banas Banten, Reysi Indrasari, Reysi Cupu, Reysi Lara Sakti dan Reysi Sanyak, putra-putranya Dharma Satya Jaya Waruna Dewa (252 s/d 290 M) dan Sri Nur Cahya dari Salakanagara, yang beraliran agama Hindu bhakta Siwaisme. (lihat silsilah dibawah ini)


Konon Maha Guru Manikmaya atau Raja Maha Guru Manikmaya atau Sang Manikmaya adalah seorang Resi, rahib. pendeta atau guruloka di Mandala Kendan. Mandala Kendan ini adalah cikal bakal Kerajaan kendan. 

Namanya sering disalahartikan dengan bataraguru Manik Maya dalam kisah pewayangan. Istilah atau sebutan Manikmaya ini dalam kehidupan masyarakat sunda sangat familiar dan dikenal dari nama tokoh dewa di dalam cerita Mahabarata. Sehingga banyak runtutan kisahnya yang menghubungkan sejarah para leluhurnya dengan tokoh pewayangan dan menjadi rancu berasal dari India. lihat silsilahnya dibawah ini :


Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561 M). Oleh karena itu, ia dihadiahi daerah Kendan (suatu wilayah perbukitan Nagreg di Kabupaten Bandung), lengkap dengan rakyat dan tentaranya, dengan batas CiMAnuk dan diluar wilayah CiTARUM (Matarum ~ Tarumanagara).  

Resi Maha Guru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang Rajaresi di Mandala Kendan. Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. 

Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat. Isinya, keberadaan Rajaresi Manikmaya di Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan mesti dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana ulung, yang telah banyak berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menolak resiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan.

Mandala Kendan dikisahkan dalam Naskah Sunda Kuno (NSK) Carita Parahyangan:

“Ti Inya carek Bagawat Resi Makandria: ‘Ai(ng) dek leumpang ka Sang Resi Guru, ka Kendan.’

Datang Siya ka Kendan.

Carek Sang Resi Guru:’Na naha beja siya Bagawat Resi Makandria, mana siya datang ka dinih?’

‘Pun sampun, aya beja kami pun. Kami me(n)ta pirabieun pun, kena kami kapupudihan ku paksi Si Uwuruwur, paksi Si Naragati, papa baruk urang heunteu dianak.

Carek Sang Resi Guru: ‘Leumpang siya ti heula ka batur siya deui. Anakaing, Pwah Aksari Jabung, leumpang husir Bagawat Resi Makandria, pideungeuneun satapi satapa, anaking.’


Raja-Raja Kerajaan Kendan
1. Raja Maha Guru Manikmaya (536-568 M), berasal dari Pengiring Medal Kamulyaan Salakanagara Medal Kamulyaan Gunung Tampomas adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Tarumanagara pada waktu itu adalah Suryawarman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manikmaya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manikmaya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Keraton Kasepuhan Jawa Barat.

2. Raja Putra Suraliman (568-597 M), menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.

3. Raja Kandiawan (597-612 M), memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan / Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Namun pada saat bersamaan di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Agama Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang putra Kertawarman.

4. Raja Wretikandayun (612-702 M), memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan atau Kelang ke Galuh di desa Karang Kamulyaan untuk Sanjaya, kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini, dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang Putra yaitu ; Sampakwaja menjadi Resi Guru wanayasa, Amara menjadi Resi Guru Deneuh dan Jantaka/ Mandiminyak. Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra, Pada masa itu Kerajaan Kendan / Kelang berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi Kerajaan Induk Kendan / Kelang / Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan / Kelang menjadi Kerajaan Galuh, sehingga Kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ;
  • Kerajaan Sunda bekas Kerajaan Tarumanagara dengan Rajanya Sri Maharaja Tarusbawa, menguasai wilayah pada bagian Barat, Ibu kota Bogor, Jawa Barat, berkuasa sampai tahun 723 M, hal terbut berdasarkan carita Parahiyangan, sedangkan menurut Prasasti Jaya Bupati yang ditemukan di Cibadak Sukabumi tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di Bogor.
  • Kerajaan Galuh bekas Kerajaan Kendan atau Kelang dengan Rajanya Wretikandayun, menguasai wilayah bagian Timur, ibu kota Kawali di Ciamis, Jawa Barat. sehingga Raja Wretakandayun berani melepaskan diri dari Tarumanagara. Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mahkota Galuh Mandiminyak menikah dengan Parwati putri Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, pernikahan melahirkan Rahyang Sena atau Bratasena yang berputra Sanjaya, Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 730-an. Namanya dikenal melalui prasasti Canggal ataupun naskah Carita Parahyangan. Sebagian para sejarawan menganggap Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya.


Salam Santun 


Baca Juga :

Tidak ada komentar