Situs Batu Pangcalikan Syekh Baginda Ali di Desa Baginda Kecamatan Sumedang Selatan


Sampurasun 

Sudah lama saya mendengar batu Pancalikan bekas Syekh Baginda Ali yang berada di Desa Baginda Kecamatan Sumedang, batu Pancalikan tersebut bukanlah Batu Pancalikan bekas Sayyidina Ali karamallahu wajhah.

Kata Pancalikan dalam bahasa Sunda berasal dari kata calik yang artinya duduk, dan makna pancalikan berarti tempat duduk.

Desa Baginda yang berjarak sekitar 9 km dari pusat kota Sumedang, memiliki nilai-nilai strategis bagi pendalaman dan pengukuhan nilai-nilai adat. 

Hal ini terlihat kelak dari sekian jumlah mayoritas masyarakatnya yang berpendidikan, memiliki profesi pekerjaan yang cukup serta memiliki hubungan dengan dunia luar yang cukup terbuka, adat kepercayaan terhadap mitos dan legenda keberadaan dan kebesaran nenek moyangnya tetap saja tidak pernah tergoyahkan, walau dengan paham keagamaan yang rasional sekalipun. Bahkan beberapa ajaran agama Islam telah dilegitimasi untuk memperkukuh kekuatan terhadap paham adat setempat.

Di beberapa tempat masih banyak larangan-larangan yang mencerminkan kuatnya kesetiaan masyarakat setempat untuk ta’at pada kepercayaan orang-orang tua atau karuhun.  
Di desa Baginda, menyebut bulan Mulud atau Rabi’ul Awwal harus bulan Haji, bagi mereka pantang menyebutkannya, tapi harus diganti dengan Bulan Haji.  

Fenomena yang disebutkan diatas, sampai sekarang masih menunjukkan keajegannya. Melihat lebih jauh, bagaimana lahirnya mitos atau legenda yang muncul di sekitar masyarakat Baginda ini. Hal ini dikarenakan untuk menghormati nama leluhur masyarakat desa Baginda yaitu Sutra Mulud atau Syekh Baginda Ali.

Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda atau Embah Sutra Mulud, beliau seorang penyebar agama Islam di Kampung Baginda, adalah salah seorang anaknya Sutra Bandera  atau Sastra Pura Kusumah, yang makamnya di Sagara Manik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan dan nama desa Baginda juga diambil dari nama beliau. 

Menurut keterangan Juru kunci makam Baginda Bapak Iyat, Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda atau Embah Sutra Mulud masih ada kaitannya dengan kaitan kekeluargaan dengan Sutra Umbar dan Sutra Bandera, yang diceritakannya secara turun temurun atau folklore.

Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda atau Embah Sutra Mulud, beliau seorang penyebar agama Islam di Kampung Baginda, puteranya Sutra Bandera atau Sastra Pura Kusumah, yang makamnya di Sagara Manik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan dan nama desa Baginda juga diambil dari nama beliau. 

Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda atau Embah Sutra Mulud mempunyai sebutan lainnya yaitu Eyang Haji Jaga Riksa, yang hidupnya pada masa kebupatian Sumedang dan kesultanan Mataram, yang sejaman dengan Pangeran Aria Soeriadiwangsa atau Dipati Rangga Gempol dan Pangeran Rangga Gede atau Dipati Rangga Gede. Disebut Jagariksa karena bertanggungjawab terhadap keamanan di lingkungan terutama yang berhubungan dengan alam, seperti sumber daya air dan pemeliharaannya untuk kepentingan masyarakat.

Adapun silsilah  Syekh Baginda Ali atau Eyang Haji Baginda atau Sutra Mulud adalah sebagai berikut :
Prabu Nusiya Mulya alias Prabu Raga Mulya Surya Kancana atau Panembahan Pulosari Raja Pajajaran terakhir Pakuan Pajajaran yang bertahta di Kadu Hejo Pandeglang Banten 1567-1579,  selain isterinya Ratna Gumilang ibunya Raden Aji mantri juga mempunyai isteri lainnya yaitu Harom Muthida atau Imas Oo Imahu, dan mempunyai anak, yaitu : 
1. Harim Hotimah, makamnya di Bogor.
2. Sastra Pura Kusumah atau Sutra Bandera, senapati utama di jaman  Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang, makamnya di Sagara Manik Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan.
3. Istihilah Kusumah atau Sutra Umbar atau yang sering disebut Embah Ucing, senapati utama di jaman  Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang, makamnya di Tajur Desa Cipancar  Kecamatan Sumedang Selatan.
4. Sari Atuhu atau Buyut Eres, yang diperisteri oleh Pangeran Bungsu atau Santowan Awiluar putra Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata atau Nyimas Satyasih atau Ratu Pucuk Umun Sumedang. Makam Sari Atuhu atau Buyut Eres, di Kampung Cijambu, Desa Jambu Kecamatan Conggeang.
5. Suniasih, diperisteri Jaya Perkasa makamnya di Sagara Manik Kecamatan Sumedang Selatan.
6. Kokom Ruhada atau Buyut Lidah atau Buyut Roro, diperisteri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambu, Desa Jambu, Kecamatan Conggeang. 

Sutra Bandera atau Sastra Pura Kusumah memperisteri Nyimas Hatimah, mempunyai 4 orang anak, yaitu : 
- Anak ke 1 Sutra Mulud atau Syekh Baginda Ali atau Syekh Haji Baginda atau Haji Jagariksa,
- Anak ke 2 Marasuda, 
- Anak ke 3 Rohim, dan 
- Anak ke 4 Asidah, diperisteri menjadi salah satu isterinya Pangeran Rangga Gede dan mempunyai anak diantaranya Raden Bagus Weruh atau Rangga Gempol 2 Bupati Sumedang antara 1633 - 1656, yang meneruskan generasi kebupatian Sumedang berikutnya walaupun ada bupati penyelang.

Batu bekas Pangcalikan Syekh Baginda Ali atau Sutra Mulud atau Eyang Haji Baginda sering di ziarahi walaupun makamnya ada di makam Baginda Kecamatan Sumedang Selatan. 

Salam Santun.


Baca Juga :

1 komentar:

  1. Assalamualaikum, sampurasun aom dupi uninga tur kersa ngaguar karamat anu pernahna di Makam Gunung Merak Dsn.Pasirmunding Desa. Kebonkalapa Kecamatan Cisarua,
    Aya sababaraha tutunggul sahandapeun tangkal Kiara ageung anu ka pindingan ku pager saur beja eta makamna Uyut Kasih mung abdi sareng kaseeuran warga lokal teu Aya nu terang pasti silsilah tur lalakokon atanpi naon kalungguhan anu d cepeng ku Sohibul makam waktos masih Gumelar di alam Dunya , tapi eta makam teu weleh seeur anu ngaziarohan kalebet rengrengan Alam Rd Gumelar waktos masih jumeneng. Mugi kerasnya. Aom Dedi kersa maluruh muka turub medarkeun Saha sareng asalna ti mana eta Sohibul Maqom, Ngan sakedik anu ka tangkep ku pribados saurna asalna ti joglo daerah sekitaran Parigi kaoungkur ngaralihna ka desa Kebonkalapa ngabaladah lembur anu ayeuna di senat Babakan , haturnuhn Rahayu

    BalasHapus