Situs Dalem Haji Purbakawasa (Ratu Mutiasari) di Ciguling Desa Margalaksana Kecamatan Sumedang Selatan

Sampurasun
Dalam alinea Pembukaan pupuh Sunda Naskah Babad Sumedang B, karya Haji Muhamad Jen, yang tak lain adalah Bao saya sendiri, diceritakan, sebagai berikut : 
Sang Prabu Linggahiang jadi Ratu di Sumedang. bibit tulak Siliwangi, Ngeubatkeun ieu carita, nu jadi ratu gumanti, ku putra anu kakasih, Sang Prabu Linggawastu. Gancangna ieu carita, Prabu Linggahiang kagungan putra hiji istri, nyaeta Mutiasari, jeung panungtung ratu agamana Budha anu dipigarwa ku Sunan Guling putrana Prabu Pagulingan. Kota Sumedang harita, pindah ka kiduleun Gunung Kacapi, Kutamaya disebut na, sakalereun Palasari, nyanding walungan hiji, sisi na beulah ti kidul, tanah na lempar pisan, awas ningal sakuriling ngan dua pal ti kota anu ayeuna.

Situs makam Ratu Mutiasari atau Dalem Haji Purbakawasa atau Dalem Haji Pancasona berlokasi di Ciguling Desa Margalaksana Kecamatan Sumedang Selatan. Nisannya makamnya ditandai dengan batuan kecil dan diberi pagar penghalang besi oleh juru kunci Bapak Apong Nurhayat.




Menurut cerita rakyat, lokasi yang dijadikan makam ini pernah dijadikan dudukuh tempat tinggal atau mungkin juga kaputren Ratu Mutiasari atau Dalem Haji Purbakawasa atau Dalem Haji Pancasona

Gelar Haji Mukti Purbakawasa atau Haji Pancasona, gelar Haji disini adalah berasal dari kebudayaan kerajaan Sunda Galuh pra Islam di era Hindu Buddha, yaitu Haji atau Aji yang berarti Isteri Raja yang mempunyai kekuasaan. Dalam sejarah Kerajaan Galuh Sunda pra Islam, Haji atau Aji juga merupakan gelar untuk penguasa.  Demikian juga Ayahnya Ratu Mutiasari yaitu Prabu Linggahyang yang diberi gelar Haji Kusuma, Kerajaan Galuh Pakuan, yang berarti Raja.

Wilayah Geger Sunten di Ciguling sebagai bekas ibukota kerajaan Sumedanglarang memiliki tinggalan situs cagar budaya dalam bentuk artefak berupa tinggalan situs Cadas Gantung di Pasir Peti di Desa Margalaksana yang diperkirakan adalah sebagai pintu penjagaan keprabuan sebelum masuk ke pusat ibukota kerajaan, situs dan makam, karena di daerah tersebut pernah dijadikan pusat  pemerintahan kerajaan Sumedanglarang pada fase, yaitu :
- Pada fase Pertama kerajaan Sumedanglarang pada masa Prabu Gajah Agung atau Atma Brata dari 839-998 Masehi.
- Pada fase kedua kerajaan Sumedanglarang pada masa Prabu Pagulingan atau Prabu Wirajaya Manggala dari masa 998-1114 Masehi.
- Pada fase ketiga kerajaan Sumedanglarang pada masa Prabu Mertalaya atau Sunan Guling dari masa 1114-1234 Masehi.
- Pada fase ke empat kerajaan Sumedanglarang yang dimulai pada masa Jaya Diningrat Kusuma atau Pandita Sakti atau Pandita Wulung, Jaya Dinata atau Tanding Kusuma dan berakhir pada jaman Prabu Tirta Kusuma atau Sunan Tuakan selama 225 tahun antara 1237-1462 Masehi. 
- Pada fase kelima kerajaan Sumedanglarang pada masa Ratu Rajamantri sebelum diboyong ke Pakuan Pajajaran oleh Sri Baduga Jaya Dewata atau Prabu Siliwangi seperti yang tertulis dalam naskah Carita Ratu Pakuan, terakhir di masa Ratu Sintawati atau Ratu Patuakan antara 1462-1530 Masehi. 

Itulah Raja-raja sumedanglarang yang sempat menempati di Ciguling sebagai pusat ibukota kerajaannya, yang kemudian dialihkan ke Kutamaya yang daerahnya relatif maya datar atau lahan datar di Padasuka Kecamatan Sumedang Selatan, di masa Ratu Setyasih atau Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri atau Raden Sholih, memerintah kerajaan Sumedanglarang.

Ratu Mutia Sari atau Dalem Haji Purbakawasa adalah isteri Prabu Mertalaya atau Sunan Guling, Raja Sumedanglarang pada fase kerajaan antara 1114 -1234 Masehi.  

Ratu Mutia Sari adalah anak kedua, Prabu Lingga Hyang atau Dalem Haji Kusuma Raja Galuh Sunda Pakuan dari permaisurinya Amah Suriyanah yang Situs makamnya Di Pasir Gunung Panoknok Leuweung Dukuh Desa Cinanggerang Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. 


Silsilah Ratu Mutia Sari




Baca Juga :

Tidak ada komentar