Melacak Jejak Floklore Sumedang, Medal Kamulyan Abad Ke 3 Masehi

Dalam sebuah pantun dinyatakan :
Nyukcruk Sumedang kapungkur
inget kana purwadaksi
Asal ti Medal Kamulyan
Jembar manah wening galih
Nu sajatining manusa
ngagem kana jati diri
Riwayat Medal Kamulyan
Jaman Salakanagara
Cirina Gunung Tampomas

Lalakon Dayeuh Sumedang
Kakoncara di Sumedang
Riwayat Medal Kamulyan

Baik kita ulas sejarahnya dari awal tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara, Kerajaan yang bercorak Hindu pertama di Jawa Barat yang didirikan oleh Dharma Loka Pala Aji Raksa Gapura Sagara atau Dewawarman pada tahun 52 saka atau tahun 130 Masehi. 

Diriwayatkan sebelum menjadi Kerajaan, wilayah Salakanagara pada awalnya diperintah seorang kepala Juru labuan setempat yaitu Aki Tireum atau Sang Aki Luhur Mulya atau Ki Sanata putranya dari Ki Srengga, Ki Srengga putranya Sariti Warawiri, Sariti Warawiri putrinya Aki Bajul Pakel. 

Aki Tireum yang menjadi Juru labuhan sekitar tahun 78-130 Masehi di Pandeglang Banten menikahkan putrinya Pohaci Larasati dengan Dharma Lokapala atau Dewawarman 1 Raja Salakanagara ke 1 yang berkuasa antara 130-168 Masehi dan berasal dari Palawa di India Selatan, yang kemudia menggantikan Aki Tireum. Setelah Aki Tireum meninggal pada tahun 130 Masehi, kekuasaannya kemudian diteruskan oleh menantunya, Dharma Loka pala atau Dewawarman I, yang dinobatkan sebagai Raja ke 1 Salakanagara.

Dewawarman Dharma Lokapala adalah pendiri dan sekaligus menjadi Raja pertama kerajaan Salakanagara, yang berkuasa antara 130-168 Masehi, dengan gelar Dharma Loka Pala Aji Raksa Gapura Sagara atau dikenal dengan nama Dewawarman I.

Konon pada awalnya ia merupakan duta keliling  kerajaaan Pallawa dari Bharata (India) ke negeri negri di Nusantara, dan juga negeri-negeri lainnya, seperti: Sanghyanghujung, kemudian Sopalanagari, Yawananagari, kemudian Syangkanagari Negeri Cina, dan Negeri Abasid dengan tujuannya persahabatan dan hubungan jasa dan perdagangan dengan negara-negara yang didatangi. Adapun Maharaja Wangsa Pallawa ialah sanak keluarganya yang berkuasa di negaranya yakni raja wangsa Pallawa di bumi Bhāratawarsa. 

Sementara Dharma Lokapala di Salakanagara menjadi Raja sebagai penguasa lautan Barat, sebab di situ banyak perahu dari Barat menuju Timur, dari Timur menuju Barat, berhenti sementara. Kemudian perahu-perahu itu harus memberi persembahan kepada Sang Raja Dharma Lokapala. Beberapa tempat pelabuhan perahu ada di Jawa Barat, yang pesisirnya dijaga oleh bala tentaranya, sampai pesisir Jawa Barat, Pulau Apuy dan pesisir Selatan Pulau Sumatra.

Dharma Lokapala kemudian menetap di wilayah Pulau Jawa Bagian Barat Paling ujung  yaitu di daerah sekitar Pandeglang sekarang, dan menikah dengan Dewi Pwahaci Larasati putri seorang penguasa setempat yaitu Aki Tireum.  Karena itu Sang Aki Tirem kemudian menganugerahkan pemerintahan dan wilayahnya kepada sang menantu. Dengan demikian, pada tahun 52 tarikh Saka atau sekitar 130 Masehi, Dharma Lokapala dinobatkan menjadi Raja Salakanagara, dengan berikut 15 wilayah bawahannya yang disebut Salakanagara, dengan ibukotanya adalah kota Rajata atau Kota Argyre.

Setelah Aki Tireum meninggal , ia kemudian resmi menggantikan sebagai penguasa dan kemudian dinobatkan sebagai Raja pertama Salakanagara dengan gelar Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara, dengan ibukota Rajatapura. Sedang istrinya, Dewi Pohaci diberi gelar Dwi Dwan Rahayu. Dan pada saat itu  juga diberlakukan penanggalan sunda yang kemudian dikenal dengan sebutan Saka Sunda.

Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara adalah raja yang gagah perkasa yang mahir dalam berperang. Pada zamannya perompak laut sangat merajai di lautan. Dan ada juga yang berusaha untuk merebut kekuasaannya. Tetapi para perompak dapat dikalahkan dan dibinasakan tanpa tersisa. Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara atau Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun, sejak dinobatkan pada tahun 52 saka atau sekitar 130 Masehi.

Selama masa pemerintahannya, ia mengutus adiknya yang merangkap menjadi senapati, bernama Bhahadura Hariganajayasakti untuk menjadi  Raja Daerah di Mandala Ujung Kulon atau Hujung Kulwan. Sedangkan adiknya yang lain yang bernama Sang Swetaliman Sakti, sebagai Pranaraja kemudian dijadikan Raja di Tanjung Kidul dengan ibukota Agrabhitapura sekitar daerah Cianjur.

Dharmalokapala  beristri 2 orang, pada awalnya ia menikah dengan putri dari Ghaudinagari India barat. Sang isteri meninggal di negaranya, dan di sana ia mempunyai anak beberapa orang. Sedangkan istrinya yang kedua yakni Sri Pwahaci Larasati namanya, putri dari sang Juru Labuhan di wilayah Banten yaitu Sang Aki Tireum. Dari perkawinannya dengan Sri Pwahaci Larasati atau Sang Dewi Dhwānirahayu, mereka mempunyai anak beberapa orang, seorang diantaranya yang tertua kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja, yang bernama Dhigwijayakasa Dewawarmanputra atau Dewawarman II. 

Dharma Lokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara atau Dewawarman 1 berkuasa selama 38 tahun antara tahun 90-117 tarikh Saka atau antara tahun 168-195 Masehi.

Raja ke 2 Salakanagara dari dinasti Dewawarman adalah Dhigwijayakasa Dewawarman Putra atau dikenal dengan Dewawarman 2.  Ia berkuasa selama 27 tahun, antara tahun 90-117 tarikh Saka atau antara 168-195 Masehi. Ia merupakan putra sulung dari raja salakanagara pertama, Dewawarman 2 dengan istrinya Dewi Pohaci. Dewawarman 2 beristerikan seorang putri dari keluarga Raja Singhalanagari. Dari pernikahannya ini lahir di antaranya seorang putra mahkota (Yunaraja), yang bernama  Singhanagara Bhimayasawirya atau Dewawarman 3.                     
Raja ke 3 dinasti Dewawarman, dengan gelar Singhanagara Bhimayasawirya dan terkenal dengan sebutan Dewawarman III.  Singhanagara Bhimayasawirya menggantikan ayahnya Dhigwijayakasa Dewawarman Putra atau Dewawarman II menjadi raja di Salakanagara sekitar tahun 117-160 Saka atau antara tahun 195-238 Masehi. Sang Dewawarman ketiga bersahabat dengan Negeri Cina, demikian pula dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Bharatanagari India.

Pada masa pemerintahan Dhigwijayakasa Dewawarman Putra  wilayah Salakanagara diserang perompak dari Negeri Cina yang menyerang penduduk dan mengjarah kekayaaan terutama perhiasan dan pakaian. Dan ia dengan bala tentaranya yang jumlahnya banyak, segera datang membebaskan penduduk dari bahaya  besar dari perbuatan khianat sang penyamun. Semua perompak tewas tanpa sisa, yang tertangkap semuanya dibunuh.

Singhanagara Bhimayasawirya  atau Dewawarwan III merupakan putra dari Raja Dhigwijayakasa Dewawarman Putra atau Dewawarman 2 dari isterinya yang berasal dari sanak keluarga Raja Singhalanagari putri dari Kerajaan yang ada di Jawa Tengah, dan Singhanagara Bhimayasawirya berputra beberapa orang, perempuan dan laki-laki. Salah seorang diantaranya yang tertua perempuan yaitu Dewi Tirthalengkara namanya, dijadikan istri oleh Sang Dharma Satyanagara, sang menantu Raja ini yang menggantikan menjadi penguasa negara.

Dharma Satyanagara Ratu Ujung Kulon atau kemudian terkenal dengan nama Dewawarman IV. Dharma Satyanagara menjadi raja ke 4 kerajaaan Salakanagara dari dinasti Dewawarman yang memerintah antara tahun 160–174 tarikh Saka  atau antara tahun 238-252 Masehi.

Pada awalnya Dharma Satyanagara menjadi Raja di Ujung Kulon dan setelah dijadikan menantu oleh Sang Raja Dewawarman III, ia kemudian mejadi raja ke 4 Kerajaan Salakanagara. Dharma Satyanagara menikahi  putri Singhanagara Bhimayasawirya atau Dewawarman III yang bernama Dewi Tirthalengkara atau Sang Dewi Ningrum. Dari pernikahannya dengan Dewi Tirthalengkara dengan Dharmasatyanagara Ratu Ujung Kulon lahir beberapa orang, salah seorang yang tertua perempuan yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi, yang nantinya ia memerintah kerajaan dengan suaminya yaitu Sang  Amatiyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa atau Dewawarman V. 

Amatyasarwajala Dharma Satyajaya Warunadewa menjadi Raja Salakanagara ke 5 dari dinasti Dewawarman, menggantikan mertuanya, Dharma Satyanagara atau Dewawarman IV.  Ia memerintah selama 24 tahun antara tahun 174-211 tarikh Saka atau antara tahun 252-276 Masehi. 

Dharma Satyajaya Warunadewa atau Dewawarman V menjadi raja karena menikahi putri sulung Dharmasatyajaya Warunadewa atau Dewawarman V yaitu Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama istrinya, tetapi ketika suaminya meninggal karena bertempur dengan para perompak di lautan, sang istri kemudian menggantikannya sebagai raja.

Dharma Satyajaya Warunadewa, meninggal di tengah lautan, ketika berperang melawan perompak. Ketika itu ia menjadi Panglima Angkatan Laut memimpin Balatentara, memerangi perahu  para perompak, yang menaiki perahu besar tiga buah. Sedangkan perahu kerajaan empat buah. Tampak saling menghantam pada waktu berperang. Dharma Satyajaya Warunadewa dipanah dari belakang oleh perompak, kemudian ia meninggal. Tetapi para perompak dapat dikalahkan oleh pasukannya dan banyak yang tewas terapung di air, dan yang masih hidup ditawan semuanya.

Raja ke 6 Salakanagara adalah Sang Ratu Mahisa Suramardini Warmandewi. Mahisa Suramardini Warmandewi menggantikan suaminya sebagai raja, ketika suaminya  gugur melawan bajak laut. Mahisa Suramardini Warmandewi memerintah antara tahun 174-211 tarikh Saka atau antara tahun 252-289 Masehi. Kemudian yang menjadi Raja di Kerajaan Salakanagara adalah putranya Sang Ghanayanadewa Linggabhumi atau Dewawarman VI.

Sewaktu Dharma Satyajaya Warunadewa atau Dewawarman V memerintah di Kerajaan Salakanagara sebagai Raja ke 5 antara tahun 174-211 tarikh Saka atau antara tahun 252-276 Masehi, putra-putranya dari isteri lainnya yaitu Sri Nurcahya putrinya Sang Prabu Wisesa dan Sang Dewi Kencana mempunyai anak 7 orang yang meninggalkan istana menuju ke arah timur dan memilih berdiam di daerah pegunungan, yang sekarang berada di wilayah Kabupaten Sumedang. Ketujuh putra Dharma Satyajaya Warunadewa tersebut adalah Prabu Daniswara atau Sumaradira, Jaya Sampurna, Indrasari atau Gajah Handaru, Larasakti, Jayabuana Ningrat atau Banas Banten dan Sanyak atau Sari Hatimah.

Dalam Carita Parahiyangan dan catatan Bujangga Manik bahwa sekitar kaki Gunung Tampo Omas atau Tampomas terdapat sebuah Kerajaan bernama Medang Kahyangan. Kerajaan Medang Kahyangan adalah salah satu Kerajaan Kuno yang ada di wilayah Sumedang Jawa Barat yang tidak pernah diulas dalam sejarah umum di Tatar Pasundaan. Didirikan sekitar tahun 174 tarikh saka atau sekitar tahun 252 masehi di kaki Gunung Tampomas yang terletak di antara Kecamatan Congeang dan Kecamatan Buah Dua Kabupaten Sumedang. 

Kerajaan Medang Kahyangan tersebut didirikan oleh Prabu Dhaniswara dibantu saudara-saudaranya yaitu, Jaya Sampurna atau Jaya Sakti, Indra Sari atau Tumenggung Gajah Handaru, Lara Sakti, Jagat Buana Ningrat atau Banas Banten, Sukmana atau Resi Cupu, Sanyak dan Tumenggung Surabima.

Pada awal abad ke 3 Masehi, wilayah Sumedang dahulu masih hutan belantara. putra-putranya Raja Salakanagara ini mendirikan sebuah negeri yang bernama Medang Kahyangan, di mana Gunung Tampomas dijadikan sebagai tanda atau simbol Keratuan. Di kaki gunung tersebut, Sumaradira berdiam dan menjadi seorang Raja yang dikenal dengan nama Prabu Daniswara sebagai Raja Kerajaan Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara di Sumedang, antara 252-290 Masehi atau antara abad ke 3 sampai dengan awal abad 4 Masehi,

situs makamnya di Cilumping Desa Ciemutan Pangkalan Hariang Kecamatan Buah Dua.

Kerajaan Medang Kahyangan lebih dahulu lahir sebelum berdirinya Kerajaan Tarumanagara oleh Singawarwan pada tahun 355 Masehi. Dan simbol pengakuan berdirinya Kerajaan Tarumanagara adalah Gunung Datar yang berarti Dangiang Tarumanagara, berada di wilayah Kecamatan Sumedang Utara. Di kawasan ini terdapat obyek yang diduga cagar budaya atau situs yang menghadap ke Gunung Tampomas.

Ke enam saudara Prabu Daniswara menyebar ke setiap wilayah di Sumedang, yaitu :
- Jaya Sampurna atau Jaya Sakti, menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi di Sumedang ke sebelah Selatan, situs makamnya di Dusun Parigi Kecamatan Pasanggrahan Baru Kecamatan Sumedang Selatan.

- Indra Sari atau Gajah Handaru, menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi  di Sumedang ke sebelah Selatan, situs makamnya di Dusun Parigi Kecamatan Pasanggrahan Baru Kecamatan Sumedang Selatan.

- Lara Sakti, menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi di Sumedang ke arah Timur, situsnya di Cisusuru Cisahang Desa Ambit Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang.

- Sukmana atau Resi Cupu, menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi di Sumedang di sebelah Selatan, situs makamnya di Gunung Cupu, kelurahan Kotakulon Kecamatan Sumedang Selatan.

- Banas Banten atau Jagat Buana Ningrat), menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi di Sumedang di sebelah utara, Situs makam Banas Banten di Dusun Banasbanten, Desa Babakan Asem Kecamatan Conggeang.

- Sanyak atau Sari Hatimah dan Tumenggung Surabima menyebarkan ajaran Hindu di wilayah Medang Kahyangan Pengiring Medal Kamulyan dari Kerajaan Salakanagara abad ke 3-4 masehi di Sumedang di sebelah utara, situs makamnya di Makam Umum Kampung Cieunteung - Cidempet Desa Cipta Mekar, Kecamatan Conggeang 

Ketujuh putra Raja Salakanagara tersebut saling berkaitan sebagai simbol ilmu pengetahuan, diantaranya adalah simbol 7 hari dalam seminggu dan lahirnya sebuah ajaran yang disebut dengan istilah Insun Medal.

Adapun di pusat Kerajaan Medang Kahyangan dimana Prabu Daniswara bertempat tinggal, daerah itu disebut Kadatuan atau tempat tinggal Raja, berada di sebelah barat sungai Cimamut. Dan ke sebelah selatan Kadatuan terdapat daerah yang bernama Tari Kolot. Di sebelah barat Tari Kolot terdapat sebuah tempat yang dinamakan Gandawesi (tempat Mpu Pande membuat perkakas). Kemudian, Prabu Daniswara menjadi seorang pertapa atay resi di Cieumutan dekat sebuah mata air yang berada di sebelah timur sungai Cimamut atau Kadatuan.

Selanjutnya, negeri Medal Kamulyan lebih dikenal sebagai negeri Kahyangan, tidak ada Raja lagi sampai 300 tahun lamanya, dan kemudian muncul lagi Raja yang berkuasa di abad ke-6 dengan berdirinya negeri Medang Kamulyan dan selanjutnya lahir istilah “INSUN MEDANG”.

Di samping itu, survey tinggalan budaya disekitar lereng Gunung Tampomas di Buahdua dan sekitarnya telah dilakukan oleh Tim Arkeologi Kemendikbud dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Hasil survey banyak ditemukan artefak berupa kubur batu tempayan, gerabah awal sejarah (abad 2 sampai 3 M) dan keramik Cina dari berbagai Dinasti, serta benteng.

TUJUH OBYEK TINGGALAN BUDAYA PADA MASA SUMEDANG AWAL
Dibawah ini merupakan obyek tinggalan budaya berupa struktur yang memiliki kaitan nilai sejarah tentang asal-usul riwayat Sumedang di abad ke-3, sebagai berikut:

1. SITUS DI GUNUNG SUSURU
Situs berupa struktur yang tersusun dari batuan andesit yang menyerupai punden berundak, dan dikenal oleh masyarakat sebagai makam Jaya Sampurna dan Dalem Tumenggung (Indrasari), berada  di Gunung Sururu Parigi lama, Desa Sukajaya, Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Situs tersebut terletak pada koordinat 6º86’90,8” LS dan 107º91’21,5” BT dan berada pada ketinggian 666 meter diatas permukaan laut.

Vegetasi yang terdapat disekitar situs antara lain pohon karut, nangka, aren, pisang, bambu, jeungjing, mahoni. Kondisi situs pada struktur bangunannya masih utuh, tapi pada makam Jaya Sampurna yang ditandai dengan sebuah batu andesit yang cukup besar, ada penambahan yakni sudah diplur dengan semen. Situs sangat perlu dilakukan ekskavasi (penggalian), karena banyak struktur bangunan yang tertutup tanah. Situs ini sungguh menakjubkan, karena di area puncak terdapat banyak sebaran struktur batu yang tertata. Situs ini sangat menarik dan menyimpan misteri.



2. SITUS GUNUNG CUPU
Situs ini terletak di Gunung Cupu, Lingkungan Pasarean RT 2 / RW 5, Kampung Sayang, Kelurahan Kotakulon, Kecamatan Sumedang Selatan dan berada pada koordinat 6º85’51,7” LS dan 107º92’09,7” BT, diketinggian 514 meter diatas permukaan laut.
 
Situs ini oleh masyarakat dikenal dengan makan Eyang Cupu (Sukmana). Sayangnya situs ini sudah rusak berat, banyak batu situs yang hilang dan struktur bangunan situs sudah tidak bisa dilihat karena sudah dihuma. Situs lainnya juga terancam rusak karena lahan situs beralih hak kepemilikan, dijualbelikan dan di huma. Sumur tua di lokasi situs ini juga sudah hilang. Di sekitar situs ini juga terdapat makam Sunan Munding Saringsingan dan Nyimas Pasarean istri ke 3 Prabu Geusan Ulun dan makam-makam lainnya yang tidak dikenal

3. SITUS CIEMUTAN

Situs terletak di blok Ciemutan Dusun Cilumping, Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, terletak di sebelah timur sungai Cimamut, pada koordinat 6º81’60,6” LS dan 107º89’0,45” BT dan pada ketinggian 734 meter diatas permukaan laut.

Terdapat makam Prabu Daniswara (Sumaradira), salah satu pendiri negeri Medal Kamulyan pada abad ke-3 di jaman Salakanagara. Makam ini dahulunya hanya sebuah batu tegak, namun sekitar tahun 1980 sudah dirombak dibuat dengan semen dan dipagar bata (sudah tidak asli lagi). Vegetasi di sekitar situs ini terdapat pohon bambu, pohon kiara. Di sebelah barat situs Prabu Daniswara kira-kira berjarak 50 m terdapat mata air Ciemutan dan di mata air tersebut terdapat sebuah batu datar.


4. SITUS BANAS BANTEN
Lokasi situs berada di Kampung Banas Banten, Desa Babakan Asem, Kecamatam Conggeang, terletak pada koordinat 6º85’51,8” LS dan 107º92’09,7” BT, di ketinggian 514 m dpl. Situs ini oleh masyarakat disebut dengan nama Eyang Banas Banten (Jayabuana Ningrat). Kondisi situs sudah mengalami perubahan yaitu dirubah dengan bentuk makam islam.

 
5. SITUS CIEUNTEUNG
Situs ini berada di Dusun Cieunteung, Desa Cipamekar Kec.Conggeang, terletak di ketinggian 570 m dpl dan pada koordinat  6º75’86,3” LS dan 108º00’00,6” BT. Menurut tradisi lisan, situs ini merupakan makam Sari Hatimah (Sanyak). Dan untuk masa sekarang, oleh masyarakat sekitar disebut dengan nama Dalem Tumenggung Surabima. Kondisi situs kurang terawat dan banyak batu yang hilang dari tempatnya yaitu sebuah batu yang disebut dengan nama “Batu Aji Sadepok” yang terletak di bawah struktur makam Surabima. Di sekitar struktur makam Surabima tersebut sudah banyak makam-makam baru.

6. SITUS GUNUNG CISUSURU
Situs berada di Dusun Sahang, Desa Dayeuh Luhur, Kec.Ganeas. Terletak di sebelah selatan Pasir Dayeuh Luhur kira-kira 1 KM ke selatan, pada koordinat 6º89’44,7” LS dan 107º98’49,1” BT, dengan ketinggian 877 m dpl.


Situs masih dalam kondisi asli (insitu), karena menempati tanah kas desa. Situs dikenal sebagai makam Larasakti, atau oleh masyarakat dikenal dengan nama Eyang Haji atau Eyang Santri atau Kyai Larasakti.

Di lokasi situs terdapat 2 buah struktur batu mirip sebuah makam yang menghadap Timur-Barat, yang masing-masing berdiri 2 buah batu tegak. Karena kurang terawat, keadaan situs terancam rusak oleh akar-akar pohon.

Salam Santun

Tidak ada komentar

Posting Komentar