Ziarah Syekh Abdul Jabar dan Syekh Ja’far Shidiq Gunung Haruman Garut

Tanggal 13 bulan Juli tahun 2017, saya bersama kawan berziarah ke Gunung Harumam Limbangan Kabupaten Garut.  Kecamatan Cibiuk menjadi saksi sejarah berkembangnya Islam di wilayah Garut. Jejak-jejaknya masih banyak terlihat, mulai dari masjid kuno yang masih berdiri megah hingga makam-makamnya.

Mesjid di Jalan Pesantren Tengah, Desa Cibiuk Tengah, Kecamatan Cibiuk, ini adalah peninggalan Syekh Jafar Shidiq alias Mbah Wali Cibiuk. Masjid ini dibangun pada abad ke-16. Warga sekitar menyebutnya dengan nama Masjid Agung atau Masjid Karamat. Sebagian orang juga mengenalnya dengan nama Masjid Mbah Wali.

Sebutan Masjid Mbah Wali muncul karena pendiri bangunan tersebut juga dikenal dengan nama Mbah Wali Cibiuk. Atap masjid ini khas, berbentuk kerucut yang disangga empat tiang kokoh dari kayu jati. Meski sudah berkali-kali direnovasi, bentuk asli atap kerucut ini masih bisa dilihat.

Menurut Encep Ahmad Junaedi (61), pengurus Masjid Mbah Wali Cibiuk, kayu jati tersebut berasal dari Banten dan usianya sudah mencapai 400-an tahun.

"Tiang penyangga masjid itu tidak lapuk, masih sangat terawat," ujarnya di Masjid Mbah Wali.





Cukup banyak tokoh yang terkenal jasanya dalam menyebarkan Islam di Kabupaten Garut yang gaungnya meluas hingga luar daerah. Salah satunya adalah Syekh Ja’far Shidiq asal Kec. Cibiuk yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Wali Cibiuk. Ia hidup sezaman, bahkan dikenal bersahabat baik dengan penyebar Islam lainnya di daerah Tasikmalaya, Syekh Abdul Muhyi.

Karena jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam serta perkembangan kehidupan masyarakat Garut, khususnya di Garut Utara, makamnya yang terletak di kaki Gunung Haruman Desa Cipareuan, Kec. Cibiuk tak pernah sepi dari para peziarah. Belakangan, makam Syekh Ja’far Shidiq ini dijadikan Pemkab Garut sebagai salah satu objek wisata ziarah, tergolong ke dalam atraksi budaya peninggalan sejarah dengan bentukan fisik (relik/artefak) berupa makam. Selain berdoa dan menafakuri kiprah perjuangan Syekh Ja’far Shidiq dalam menyebarkan Islam, para peziarah juga dapat mempelajari kebudayaan, khususnya sejarah dan kebudayaan Islam.

Syekh Ja’far Shidiq tidak henti-hentinya mendorong umat untuk terus menggali serta mengembangkan ilmu dan kemajuan ekonomi, termasuk keahlian membuat makanan. Salah satu warisan dari Syekh Ja’far Shidiq yang hingga saat ini terus dikenal, yaitu “sambal cibiuk” yang dikembangkan putrinya, Nyimas Ayu Fatimah. Sambal cibiuk bahkan sudah menjadi trade mark di sejumlah restoran di beberapa kota besar seperti Bandung dan Jakarta.

Syekh Ja’far Shidiq juga meninggalkan warisan lain yang tak kalah pentingnya bagi pengembangan Islam, yaitu sebuah bangunan masjid yang hingga kini masih bisa dimanfaatkan umat Islam untuk berbagai kegiatan keagamaan. Masjid yang dibangunnya memiliki ciri dan corak khas bangunan masjid buatan para wali di Pulau Jawa, yaitu beratap kerucut dengan disangga oleh tiang-tiang kayu kokoh yang sambungannya tidak menggunakan paku.

Pada bagian atas atapnya dipasang sebuah benda berukir terbuat dari batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “pataka”. Diperkirakan bangunan masjid tersebut sudah berusia lebih dari 460 tahun.

Masjid yang dikenal dengan sebutan masjid Mbah Wali tersebut terletak di Kampung Pasantren Tengah, Desa Cibiuk Kidul, Kec. Cibiuk. Sayangnya, bentuk bangunan masjid tersebut sudah banyak berubah dari aslinya. Sehingga harapan masyarakat setempat agar masjid tersebut bisa dijadikan salah satu bangunan cagar budaya sulit terwujud.

Menurut pengurus masjid Mbah Wali, Ahmad Zainal Muttaqien, masjid peninggalan Syekh Ja’far Shidiq tersebut aslinya berupa bangunan panggung berukuran 6 meter kali 6 meter terbuat dari bahan kayu dan bambu, dengan lantai dari palupuh (papan terbuat dari bambu, red). Atapnya berupa ijuk yang di atasnya dipasangi sebuah pataka. Masjid tersebut beberapa kali mengalami renovasi.

“Sekarang yang asli mungkin hanya tinggal kerangka dan bentuk bangunan serta patakanya itu. Atapnya sudah diganti genting dan palupuh juga sudah diganti dengan papan kayu,” katanya.

Saat ini, bangunan masjid Mbah Wali tersebut, bahkan sudah diperluas dengan cara disambungkan dengan bangunan masjid permanen di belakangnya yang berukuran 11 meter kali 13 meter. Perluasan bangunan dilakukan seiring bertambahnya jumlah penduduk di daerah tersebut. Dengan penambahan bangunan tersebut, masjid mampu memuat jemaah lebih dari 200 orang.

Sebelum memulai ziarahnya ke makam Syekh Ja’far Shidiq di kaki Gunung Haruman, biasanya para peziarah terlebih dahulu datang ke Masjid Mbah Ali. Mereka yang datang ke Cibiuk selain dapat berziarah ke kompleks makam Syekh Ja’far Shidiq dan Masjid Mbah Wali Cibiuk, juga bisa menikmati wisata kuliner sambal cibiuk yang tersedia di sejumlah warung dan restoran sepanjang jalur Jalan Raya Cibiuk. 


Makam Syekh Ja’far Shidiq berada di tengah kompleks makam seluas 5 hektare. Lokasi makam berjarak sekitar 300 meter dari ibu kota Kecamatan Cibiuk atau 21 km dari arah kota Garut. Dari arah Bandung maupun Tasikmalaya dapat dijangkau melalui jalur Nagreg-Balubur Limbangan. Dari Terminal Balubur Limbangan, makam tersebut hanya berjarak sekitar 10 kilometer.


Makam Syekh Ja’far Shidiq

Makam Syekh Ja’far Shidiq terdiri atas empat kompleks makam utama yang semuanya merupakan kerabat dekatnya yang juga terbilang penyebar Islam di daerah Garut. 


Keempat kompleks adalah Makam Eyang Abdul Jabar yang berada di sebelah Timur, dan agak ke tengah adalah makam Syekh Ja’far Shidiq sendiri. Ke arah barat terletak makam Nyimas Ayu Siti Fatimah, dan paling ujung makam Mbah Muhammad Asyim. Keempat kompleks makam utama tersebut dibatasi masing-masing oleh pagar bambu.

Pada kompleks makam Syekh Abdul Jabar terdapat juga makam Mbah Mas’ud atau Rd. Dipakusumah (cucu mantu dari Syekh Abdul Jabar), dan Nyimas Syu’batul Alam (istri Mbah Mas’ud). 


Pada kompleks makam Syekh Ja’far Shidiq terdapat juga makam Nyimas Ajeng Kalibah (istri Syekh Ja’far Shidiq), Nyimas Ajeng Sawiyah (juga istri Syekh Ja’far Shidiq), Nyimas Ajeng Arjawulan (masih istri Syekh Ja’far Syidiq), Eyang Badruddin (putra Syekh Ja’far Shidiq dari Nyimas Arjawulan), Eyang Mubarok, dan Eyang Zakaria.

Selanjutnya pada kompleks makam Nyimas Ayu Siti Fatimah terdapat juga makam Eyang Abdul Barri dan Nyimas Aini (saudari Nyimas Ayu Siti Fatimah). Pada kompleks makam Mbah Asyim (cucu mantu Nyimas Ayu Siti Fatimah) terdapat pula makam Mbah Muhammad Nail dan Mbah Muhammad Arif.

Syekh Abdul Jabar adalah seorang penyebar Islam yang pernah melanglang dan bermukim di sebuah daerah di Palembang, Sumatra Selatan. Konon, ketika ia kembali pulang ke kampung halamannya ke Cibiuk, Garut, masyarakat setempat menyebutkan bahwa sang prabu mulih atau pulang kembali. Sehingga dari situlah muncul nama Prabu Mulih untuk suatu daerah di Palembang, tempat Syekh Abdul Jabar pernah bermukim. Karena itu pula, ia sering juga disebut dengan nama Mbah Lembang, yang maksudnya asal Palembang.


Makam Syekh Abdul Jabar

Karena makamnya di kaki Gunung Haruman, Syekh Abdul Jabar sering disebut juga sebagai Sunan Haruman. Namun, sebutan Sunan Haruman juga terkadang ditujukan kepada Syekh Ja’far Shidiq.


SILSILAH SYEKH ABDUL JABAR dan SYEKH WALI JA`FAR SIDIQ  GUNUNG HARUMAN LIMBANGAN GARU
Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi / Raden Pamanah Rasa) menikah dengan Dewi Inten Dewata putra dari dalem Pasehan Timanganten - Leles Torogong Garut, berputra :

1. Sunan Dayeuh Manggung
2. Sunan Gordah
3. Siti Maemunah
Sunan Gordah menikah Kartika, berputra :
2.1 Sunan Ranggalawe
2.2 Sunan Patinggi
2.3 Sunan Rumenggong 
Sunan Rumenggong / Prabu Layaranwangi, menikah dengan Siti Juwinten,  berputra :
2.3.1 Ratu Putri Buniwangi / Ratu Ayu Rambut Kasih Sekar Arum Rutjitawati Kancana (Limbangan) menikah ke Prabu Sala Langu Layakusumah (putra dari Prabu Siliwangi   Raden Pamanah Rasa dan Ratu Anten),  berputra : 
2.3.1.1 Prabu Wastu Dewa 
2.3.1.2 Prabu Hande Limansenjaya
2.3.1.3 Prabu Angling Darma (Santowan Sukakerta), dimakamkan di Makam Curug Emas, Cadasngampar - Wado Sumedang. yang telah terendam bendungan Jatigede, berputra :
- Syekh Rd. Nawawi /Rd. Nawu
apuputra :
- Syekh Abdul Jabar (Syekh Lembang), Gunung Haruman,
apuputra :
- Syekh Rd. Ketib apu
putra :
- Nyimas Ayu Subah Nyimas Ayu Syu’bah + Syekh Rd. Mas’ud
berputra :
1. Syekh Wali Jafar Sidiq Gunung Haruman Limbangan
2. Syekh Fakih Ibrahim



Tambahah Silsilah keturunan Dalem Wangsanagara
Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi / Raden Pamanah Rasa) menikah dengan Dewi Inten Dewata putra dari dalem Pasehan Timanganten - Leles Torogong Garut, berputra :
1. Sunan Dayeuh Manggung
2. Sunan Gordah
3. Siti Maemunah 

Sunan Gordah menikah Kartika, berputra :
2.1 Sunan Ranggalawe
2.2 Sunan Patinggi
2.3 Sunan Rumenggong 
Sunan Rumenggong / Prabu Layaranwangi, menikah dengan Siti Juwinten,  berputra :
2.3.1 Ratu Putri Buniwangi / Ratu Ayu Rambut Kasih Sekar Arum Rutjitawati Kancana (Limbangan) menikah ke Prabu Sala Langu Layakusumah (putra dari Prabu Siliwangi   Raden Pamanah Rasa dan Ratu Anten),  berputra : 
2.3.1.1 Prabu Wastu Dewa 
2.3.1.2 Prabu Hande Limansenjaya
2.3.1.3 Prabu Angling Darma (Santowan Sukakerta), dimakamkan di Makam Curug Emas, Cadasngampar - Wado Sumedang. yang telah terendam bendungan Jatigede.

2.3.1.2 Prabu Hande Limansenjaya menikah Siti Rapiah Nursari, berputra :
2.3.1.2.1  Dalem Adipati Limansenjaya  (Sunan Cipancar)
2.3.1.2.2 Ahdiat Senjaya Kusumah.

2.3.1.2.1 Dalem Adipati Limansenjaya (Sunan Cipancar), menikah dengan Siti Ratnasari putra dari Prabu Wastu Dewa, berputra :
2.3.1.2.1.1 Wangsa Nagara (Sunan Karaseda)
2.3.1.2.1.2 Aria Sumanagara
2.3.1.2.1.3  Nyimas Ruhiat
2.3.1.2.1.4  Jaya Dibrata    
2.3.1.2.1.5  Nyimas Raja Panata
2.3.1.2.1.6  Nyimas Jayaningrat
2.3.1.2.1.7  Nyimas Raja Mirah
         
2.3.1.2.1.1 Dalem Wangsanagara (Sunan Kareseda, Sunan Cipacing, Prabu Cakrawati), berputra :- Raden Aria Jiwanata, apuputra :
- Dalem Adipati Rangga Megatsari,
apuputra :
- Dalem Mertasinga (1678 – 1726 ),
apuputra :
- Dalem Sutamerta / Dalem Eureun Sono, apuputra : 

- Eyang Hasyim Gunung Haruman.

-------------------------
Ket : Apuputra = berputra diantaranya.

Baca Juga :

1 komentar: