Al-Khiḍr (Arab :الخضر, Khaḍir, Khaḍer) adalah seorang nabi misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa asal-usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan (Misterius).
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Para cendikiawan muslim telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.
Mahmud al-Alusi berkata "Aku tidak membenarkan semua sumber yang menyatakan tentang riwayat asal usul Khidir. Tetapi An Nawawi menyebutkan bahwa Khidr adalah putera raja". Fathul Bari juz v1 hal 390.
Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
“Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
“Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)”
Dalam Surah al-Kahfi ayat 65, Nabi Khidir as diungkapkan sebagai hamba di antara hamba-hamba Allah yang mendapatkan rahmat dan ilmu langsung dari sisi-Nya.
Allah berfirman : Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (SuratAl-Kahfi ayat : 65).
Para ahli kitab tafsir menjelaskan “Rahmat dari sisi Allah” sebagai wahyu dan kenabian, sedangkan “Ilmu dari sisi Allah” sebagai ilmu laduni, yakni ilmu di balik peristiwa kasatmata, baik yang telah lalu maupun yang akan terjadi. Menurut berbagai riwayat, Nabi Khidir adalah seorang nabi yang diutus Allah untuk menyeru kaumnya kepada tauhid dan keimanan terhadap para nabi, rasul dan kitab-kitab mereka.
Salah satu tanda kenabian atau mukjizatnya adalah setiap kali ia duduk di atas kayu kering ataupun tanah gersang, maka berubahlah tempat yang didudukinya menjadi hijau royo-royo. Itulah alasan mengapa dia dipanggil dengan sebutan Khidir atau “Yang Hijau”.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas sebagai berikut :
“Sesungguhnya Khidir disebut Khidir lantaran setiap salat di atas hamparan hamparan kulit putih, maka hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau”.
Menurut berbagai riwayat, nama Nabi Khidir yang sebenarnya adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfakhsyad bin Sam (atau Shem) bin Nuh.
Cerita Nabi Khidir dalam a- Kahfi ayat 60 dimulai dengan kata-kata Nabi Musa kepada seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun sebagai berikut :
“Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai di pertemuan dua laut; atau aku berjalan sampai bertahun-tahun”.
Tekad ini muncul lantaran Allah mewahyukan kepada nabi Musa as untuk berguru kepada Khidir as.
Imam Ja’far ash-Shadiq menuturkan bahwa setelah Allah berbicara langsung kepada Nabi Musa, menurunkan Taurat kepadanya dan memberinya berbagai karunia dan mukjizat, sifat kesombongannya yang manusiawi timbul hingga bertuturlah ia :
“Aku tidak melihat ciptaan yang lebih berilmu dari padaku”.
Mendengar ungkapan itu, Allah segera member Jibril perintah berikut :
“Selamatkan hamba-Ku ini sebelum ia hancur, dan katakan kepadanya untuk menemui dan berguru kepada seorang ‘abid yang tinggal di pertemuan dua laut.”
Kepada Musa, Allah memberikan dua pertanda untuk menunjukkan tempat tinggal Khidir, yaitu pertemuan dua laut dan hidupnya kembali ikan yang sudah mati. Mengenai pertemuan dua laut ini, riwayat yang dibawa oleh Ibn Babawayh dan al-Qummi menyebutkan bahwa tempat itu berada di sekitar wilayah Suriah dan Palestina, mengingat alur cerita berkaitan dengan orang-orang yang tinggal di Nazaret. Riwayat lain yang dibawa as-Suyuthi menyebutkan bahwa pertemuan dua laut itu berada di Lembah Kura Aras, wilayah dekat Azerbaijan.
Soal ikan, sebagian riwayat menyebutkan bahwa ikan itu sudah digoreng, tapi sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa ikan itu belum digoreng tapi sudah digarami. Menurut sejumlah, pertemuan dua laut itu juga merupakan sumber air kehidupan (ma’ al-hayah), sehingga orang yang meneguknya akan kekal abadi dan dan bangkai yang berada di sekitarnya akan hidup kembali.
Al-Qur’an menuturkan bahwa Yusya’ lupa menceritakan peristiwa hidup-kembali dan hilangnya ikan ke laut kepada Nabi Musa, sehingga ketika Nabi Musa merasa lapar dan memintanya untuk menyiapkan makanan, Yusya’ teringat kembali akan peristiwa itu. Yusya’ pun menuturkan peristiwa mencengangkan yang terjadi pada ikan itu. Kepada Yusya’ Nabi Musa mengatakan bahwa itulah tempat yang dituju. Sesampainya di tempat itu, Nabi Musa dan Yusya’ menemukan bongkahan batu besar yang memancarkan air.
Di dekat sumber air itu, Nabi Musa menemukan Nabi Khidir dan berkata kepadanya :
“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu bias mengajariku hal ikhwal yang telah diajarkan kepadmu secara benar”.
Nabi Khidir menjawab :
“Sesungguhnya kamu tidak akan bersabar mengiringiku. Bagaimana pula kamu sanggup bersabar tentang sesuatu yang belum kamu ketahui”.
Menghubungkan kesabaran dengan pengetahuan ini sangat relevan, sebab orang memang sering tidak bias bersabar atas sesuatu yang tidak diketahuinya. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata :
“Manusia adalah musuh apa yang tidak diketahuinya”.
Mendengar jawaban tersebut, Musa menegaskan niatnya untuk bersabar dan taat mengikuti perintah Khidir. Selanjutnya, Nabi Khidir meminta Musa untuk tidak bertanya-tanya dan bersabar menunggu keterangan mengenai hal-hal yang akan terjadi sepanjang perjalanan.
Cerita selanjutnya terungkapkan dalam Al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 71 hingga 82.
Allah berfirman : Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (Surat Al-Kahfi ayat : 71)
Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 72)
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 73)
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. (Surat Al-Kahfi ayat : 74)
Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” (Surat Al-Kahfi ayat : 75)
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 76)
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Surat Al-Kahfi ayat : 77)
“Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Surat Al-Kahfi ayat : 78)
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”(Surat Al-Kahfi ayat : 79)
“Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran”(Surat Al-Kahfi ayat : 80)
“Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (Surat Al-Kahfi ayat : 81)
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (Surat Al-Kahfi ayat : 82)
Ayat-ayat di atas mengisahkan perbedaan sudut pandang Nabi Khidir yang telah disingkapkan kepadanya alam gaib dan Nabi Musa yang hanya melihat secara indrawi. Kisah ini secara sederhana ingin mengemukakan sedikitnya tiga hal : pertama, alam eksistensi terdiri dari aspek yang tampak (syahadah) dan aspek tak tampak (ghaib); kedua, dua aspek ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi; dan ketiga, pengetahuan seseorang tentang aspek gaib pasti akan mempengaruhi perilakunya di alam nyata. Oleh karena itu, makin luas ilmu gaib yang diberikan Allah pada seseorang, makin berbeda pula perilaku orang itu di alam indrawi. Begitulah pengandaian Nabi Muhammad yang terekam dalam surah al-A’raf ayat 188 :
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik
Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Amalan Untuk Bertemu dengan Nabi Khidir Alahis Salaam
Menurut para ulama, sampai saat ini nabi Khidir Alaihis salaam merupakan salah satu nabi yang masih hidup namun tidak menyebarkan ajaran khusus seperti nabi lainnya. Nabi Khidir hidup dengan menganut ajaran nabi agung Muhammad Shalallaahu 'Alaihi wa Sallam dan senantiasa beribadah kepada Allah.
Dalam suatu keterangan juga dijelaskan bahwa nabi Khidir Alaihis Salaam akan meninggal setelah bertemu dengan Dajjal dan menjelaskan kebohongan Dajjal. Adapun saat ini hanya sedikit orang yang mengetahui dimana beliau berada. Dan hanya sedikit orang yang dapat bertemu dengan beliau, yaitu para ulama yang senantiasa mengamalkan ilmunya dan memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Nah, bagi para sahabat yang ingin bertemu dengan beliau, maka mutlak harus mengikuti cara berspiritual para ulama al-amiliin. Dan, pada kesempatan kali ini admin akan membagikan salah satu amalan yang bisa dikatakan sangat mudah yang dapat digunakan sebagai cara memohon kepada Allah agar kita dapat bertemu dengan Nabiyullah Khidir Alaihis Salaam.
Amalan ini saya ambilkan dari kitab salah satu kitab karya seorang ulama, dan berikut ini caranya:
1. Bimu'jizatin Nabi Khadhir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
2. Bibaarakatin Nabi Khadhir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
3. Ilaa Ruuhin Nabii Khadir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
Setelah itu baca al Fatihah selama 40 kali semoga kita dipertemukan dengan Nabi Khid
Amalan Lainnya yaitu :
Nabi Musa AS adalah sosok yang rasional, logis dan sangat-sangat mengandalkan akal. Pada suatu ketika dia menyombongkan diri. Saya ini orang paling suci dan paling cerdas di dunia ini. Allah SWt menegurnya dengan mengirimkan Hamba Allah yaitu nabi Khidir AS, sosok yang kecerdasannya melampaui Nabi Musa atas ijin Allah.
Ilmu Khidir adalah ilmu futurologis, tahu sebelum terjadi. Nah bila anda berguru kepada Nabi Khidir, bersiapkan menerima pengajaran-pengajaran tidak terduga dalam hidup kita di dunia yang sangat-sangat singkat ini.
Berikut ini adalah amalan untuk bertemu Sayidina Khidir Alahi Salam. Bila Allah SWT menghendaki maka Anda akan dipertemukan dengan Sayyidina Khidir. Bisa melalui mimpidan bisa pula dipertemukan secara fisik di sebuah tempat yang tidak anda sangka sebelumnya. Ingat, Nabi Khidir ahli melakukan penyamaran. Jadi setelah mengamalkan amalan ini waspadalah, siapa tahu dia berwujud sosok pengemis, sosok tukang semir sepatu, sosok tukang pencari ikan dan sebagainya.
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Para cendikiawan muslim telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.
Mahmud al-Alusi berkata "Aku tidak membenarkan semua sumber yang menyatakan tentang riwayat asal usul Khidir. Tetapi An Nawawi menyebutkan bahwa Khidr adalah putera raja". Fathul Bari juz v1 hal 390.
Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
“Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
“Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)”
Dalam Surah al-Kahfi ayat 65, Nabi Khidir as diungkapkan sebagai hamba di antara hamba-hamba Allah yang mendapatkan rahmat dan ilmu langsung dari sisi-Nya.
Allah berfirman : Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (SuratAl-Kahfi ayat : 65).
Para ahli kitab tafsir menjelaskan “Rahmat dari sisi Allah” sebagai wahyu dan kenabian, sedangkan “Ilmu dari sisi Allah” sebagai ilmu laduni, yakni ilmu di balik peristiwa kasatmata, baik yang telah lalu maupun yang akan terjadi. Menurut berbagai riwayat, Nabi Khidir adalah seorang nabi yang diutus Allah untuk menyeru kaumnya kepada tauhid dan keimanan terhadap para nabi, rasul dan kitab-kitab mereka.
Salah satu tanda kenabian atau mukjizatnya adalah setiap kali ia duduk di atas kayu kering ataupun tanah gersang, maka berubahlah tempat yang didudukinya menjadi hijau royo-royo. Itulah alasan mengapa dia dipanggil dengan sebutan Khidir atau “Yang Hijau”.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas sebagai berikut :
“Sesungguhnya Khidir disebut Khidir lantaran setiap salat di atas hamparan hamparan kulit putih, maka hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau”.
Menurut berbagai riwayat, nama Nabi Khidir yang sebenarnya adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfakhsyad bin Sam (atau Shem) bin Nuh.
Cerita Nabi Khidir dalam a- Kahfi ayat 60 dimulai dengan kata-kata Nabi Musa kepada seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun sebagai berikut :
“Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai di pertemuan dua laut; atau aku berjalan sampai bertahun-tahun”.
Tekad ini muncul lantaran Allah mewahyukan kepada nabi Musa as untuk berguru kepada Khidir as.
Imam Ja’far ash-Shadiq menuturkan bahwa setelah Allah berbicara langsung kepada Nabi Musa, menurunkan Taurat kepadanya dan memberinya berbagai karunia dan mukjizat, sifat kesombongannya yang manusiawi timbul hingga bertuturlah ia :
“Aku tidak melihat ciptaan yang lebih berilmu dari padaku”.
Mendengar ungkapan itu, Allah segera member Jibril perintah berikut :
“Selamatkan hamba-Ku ini sebelum ia hancur, dan katakan kepadanya untuk menemui dan berguru kepada seorang ‘abid yang tinggal di pertemuan dua laut.”
Kepada Musa, Allah memberikan dua pertanda untuk menunjukkan tempat tinggal Khidir, yaitu pertemuan dua laut dan hidupnya kembali ikan yang sudah mati. Mengenai pertemuan dua laut ini, riwayat yang dibawa oleh Ibn Babawayh dan al-Qummi menyebutkan bahwa tempat itu berada di sekitar wilayah Suriah dan Palestina, mengingat alur cerita berkaitan dengan orang-orang yang tinggal di Nazaret. Riwayat lain yang dibawa as-Suyuthi menyebutkan bahwa pertemuan dua laut itu berada di Lembah Kura Aras, wilayah dekat Azerbaijan.
Soal ikan, sebagian riwayat menyebutkan bahwa ikan itu sudah digoreng, tapi sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa ikan itu belum digoreng tapi sudah digarami. Menurut sejumlah, pertemuan dua laut itu juga merupakan sumber air kehidupan (ma’ al-hayah), sehingga orang yang meneguknya akan kekal abadi dan dan bangkai yang berada di sekitarnya akan hidup kembali.
Al-Qur’an menuturkan bahwa Yusya’ lupa menceritakan peristiwa hidup-kembali dan hilangnya ikan ke laut kepada Nabi Musa, sehingga ketika Nabi Musa merasa lapar dan memintanya untuk menyiapkan makanan, Yusya’ teringat kembali akan peristiwa itu. Yusya’ pun menuturkan peristiwa mencengangkan yang terjadi pada ikan itu. Kepada Yusya’ Nabi Musa mengatakan bahwa itulah tempat yang dituju. Sesampainya di tempat itu, Nabi Musa dan Yusya’ menemukan bongkahan batu besar yang memancarkan air.
Di dekat sumber air itu, Nabi Musa menemukan Nabi Khidir dan berkata kepadanya :
“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu bias mengajariku hal ikhwal yang telah diajarkan kepadmu secara benar”.
Nabi Khidir menjawab :
“Sesungguhnya kamu tidak akan bersabar mengiringiku. Bagaimana pula kamu sanggup bersabar tentang sesuatu yang belum kamu ketahui”.
Menghubungkan kesabaran dengan pengetahuan ini sangat relevan, sebab orang memang sering tidak bias bersabar atas sesuatu yang tidak diketahuinya. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata :
“Manusia adalah musuh apa yang tidak diketahuinya”.
Mendengar jawaban tersebut, Musa menegaskan niatnya untuk bersabar dan taat mengikuti perintah Khidir. Selanjutnya, Nabi Khidir meminta Musa untuk tidak bertanya-tanya dan bersabar menunggu keterangan mengenai hal-hal yang akan terjadi sepanjang perjalanan.
Cerita selanjutnya terungkapkan dalam Al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 71 hingga 82.
Allah berfirman : Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (Surat Al-Kahfi ayat : 71)
Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 72)
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 73)
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. (Surat Al-Kahfi ayat : 74)
Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” (Surat Al-Kahfi ayat : 75)
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”. (Surat Al-Kahfi ayat : 76)
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Surat Al-Kahfi ayat : 77)
“Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Surat Al-Kahfi ayat : 78)
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”(Surat Al-Kahfi ayat : 79)
“Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran”(Surat Al-Kahfi ayat : 80)
“Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (Surat Al-Kahfi ayat : 81)
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (Surat Al-Kahfi ayat : 82)
Ayat-ayat di atas mengisahkan perbedaan sudut pandang Nabi Khidir yang telah disingkapkan kepadanya alam gaib dan Nabi Musa yang hanya melihat secara indrawi. Kisah ini secara sederhana ingin mengemukakan sedikitnya tiga hal : pertama, alam eksistensi terdiri dari aspek yang tampak (syahadah) dan aspek tak tampak (ghaib); kedua, dua aspek ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi; dan ketiga, pengetahuan seseorang tentang aspek gaib pasti akan mempengaruhi perilakunya di alam nyata. Oleh karena itu, makin luas ilmu gaib yang diberikan Allah pada seseorang, makin berbeda pula perilaku orang itu di alam indrawi. Begitulah pengandaian Nabi Muhammad yang terekam dalam surah al-A’raf ayat 188 :
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik
Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Amalan Untuk Bertemu dengan Nabi Khidir Alahis Salaam
Menurut para ulama, sampai saat ini nabi Khidir Alaihis salaam merupakan salah satu nabi yang masih hidup namun tidak menyebarkan ajaran khusus seperti nabi lainnya. Nabi Khidir hidup dengan menganut ajaran nabi agung Muhammad Shalallaahu 'Alaihi wa Sallam dan senantiasa beribadah kepada Allah.
Dalam suatu keterangan juga dijelaskan bahwa nabi Khidir Alaihis Salaam akan meninggal setelah bertemu dengan Dajjal dan menjelaskan kebohongan Dajjal. Adapun saat ini hanya sedikit orang yang mengetahui dimana beliau berada. Dan hanya sedikit orang yang dapat bertemu dengan beliau, yaitu para ulama yang senantiasa mengamalkan ilmunya dan memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Nah, bagi para sahabat yang ingin bertemu dengan beliau, maka mutlak harus mengikuti cara berspiritual para ulama al-amiliin. Dan, pada kesempatan kali ini admin akan membagikan salah satu amalan yang bisa dikatakan sangat mudah yang dapat digunakan sebagai cara memohon kepada Allah agar kita dapat bertemu dengan Nabiyullah Khidir Alaihis Salaam.
Amalan ini saya ambilkan dari kitab salah satu kitab karya seorang ulama, dan berikut ini caranya:
1. Bimu'jizatin Nabi Khadhir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
2. Bibaarakatin Nabi Khadhir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
3. Ilaa Ruuhin Nabii Khadir Alaihis Salaam Al-Faatihah.
Setelah itu baca al Fatihah selama 40 kali semoga kita dipertemukan dengan Nabi Khid
Amalan Lainnya yaitu :
Nabi Musa AS adalah sosok yang rasional, logis dan sangat-sangat mengandalkan akal. Pada suatu ketika dia menyombongkan diri. Saya ini orang paling suci dan paling cerdas di dunia ini. Allah SWt menegurnya dengan mengirimkan Hamba Allah yaitu nabi Khidir AS, sosok yang kecerdasannya melampaui Nabi Musa atas ijin Allah.
Ilmu Khidir adalah ilmu futurologis, tahu sebelum terjadi. Nah bila anda berguru kepada Nabi Khidir, bersiapkan menerima pengajaran-pengajaran tidak terduga dalam hidup kita di dunia yang sangat-sangat singkat ini.
Berikut ini adalah amalan untuk bertemu Sayidina Khidir Alahi Salam. Bila Allah SWT menghendaki maka Anda akan dipertemukan dengan Sayyidina Khidir. Bisa melalui mimpidan bisa pula dipertemukan secara fisik di sebuah tempat yang tidak anda sangka sebelumnya. Ingat, Nabi Khidir ahli melakukan penyamaran. Jadi setelah mengamalkan amalan ini waspadalah, siapa tahu dia berwujud sosok pengemis, sosok tukang semir sepatu, sosok tukang pencari ikan dan sebagainya.
Amalannya sebagai berikut :
· Usahakan berwudhu terlebih dulu dan setelah itu jangan berbicara kepada siapapun sebelum tidur.
· Berbaringlah/tidurke sisi kanan tubuh anda.
· Baca LAILAHA ILALLAH setelah anda berbaring 11 x
· Kemudian baca doa berikut 15 kali.
BISMILLAHHIROHMANIRROHIM BISMILLAHI AL AMAAN AL AMAAN YA HANAAN AL AMAAN AL AMAAN YA MANAAN AL AMAAN AL AMAAN YA DA YAAN AL AMAAN AL AMAAN YA SUBHAN AL AMAAN AL AMAAN YA BURHAAN AL AMAAN AL AMAAN MIN FITNATIZ ZAMAANI WAJAFAA IL IKHWANI WA SHARRISH SHAITON WA DZULMIS SULTON BIFADHLIKA YA RAHIIM YA RAHMAN YA DZULJALAALI WAL IKROM WASALLALLOHUALA KHOIRI KHALIQIHI MUHAMMADIN WA ALIHI WAASHAABIHI AJMAIIN BI ROHMATIKA YA ARHAM AR ROHIMIIN WASALLALLAHU ALA KHOIRI KHOLIQIHI MUHAMMADIN WA ALIHI WA ASHAABIHI AJMAIIN BI ROHMATIKA YA ARHAM AR ROHIMIIN (15 X)
· Kemudian baca lagi
LAA ILAHA ILALLAH (11 X).
· Akhiri dengan doa untuk bertemu nabi khidir dengan bahasa anda masing-masing. Misalnya :
‘YA ALLAH, BILA PERTEMUAN DENGAN NABI KHIDIR ITU BAIK BAGIKU MAKA PERTEMUKAN AKU DENGAN DIA AGAR AKU BISA BERGURU LANGSUNG ILMU-ILMU MU”
Selanjutnya tidurlah
ULANGI AMALAN ITU DALAM TUJUH MALAM. SELAMA TUJUH HARI BERSIHKAN HATI NIAT DAN PERILAKU DARI HAL-HAL YANG TIDAK TERPUJI. AKAN LEBIH BAIK TENTU SAJA TIDAK HANYA TUJUH HARI TAPI SELAMANYA.
Insya Allah, Jika Allah menghendaki maka Anda akan dipertemukan dengan Nabi Sayyidina Khidir AS. Bisa saat tertidur selama mengamalkan, bisa jadi setelah kita mengamalkan selama beberapa waktu.
Ya Allah pertemukan hambamu dengan Nabi Khidir walaupun hanya sekedar dalam mimpi dan bukan mimpi yang berasal dari syaiton iddajilaknatullah, untuk berguru kepadanya dan memecahkan misterinya. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar