Makam Keramat Sanghyang Hanjuang Beureum alias Jagadiwangsa di Dusun Cilumping Kecamatan Buah Dua Kabupaten Sumedang


Makam Keramat Sanghyang Hanjuang Beureum alias Jagadiwangsa alias Jagaraksa berlokasi di Dusun Cilumping Kecamatan Buah Dua Kabupaten Sumedang.

Nama Hanjuang Beureum meingsiyaratkan (silib) dari keturunan dari Kerajan Galuh, sedangkan Hanjuang Hijau meingsiyaratkan (silib) keturunan Kerajaan Sunda.

Berdasarkan literatur buku Jati sampurna Sumedang, Jagadiwangsa alias Jagaraksa alias Sanghyang Hanjuang Berureum, adalah salah seorang putranya Resi Sakawayana  alias Zainal Mustopa alias Sanghyang Ajisaka alias Mbah Jalul dari isterinya Embah Dalem alias Sari Legawa alias Surya Legawa alias Antra Legawa alias Sari Mujizad, situsnya di Astana Gede Cipaku Darmaraja dekat Situs Prabu Lembu Agung.

Sanghyang Hanjuang Beureum berserta isterinya meneruskan Keresian atau kEmandalaan Medang Kamulyan di Suku Gunung Tampomas dari ayahandanya yaitu Sakawayana putranya Prabu Aji Putih dari keprabuan Tembong Agung Mp. 678 – 721 M. Jadi Sanghyang Hanjuang Beureum sejaman dengan Prabu Lembu Agung atau Prabu Gajah Agung yang sama-sama cucunya Prabu Aji Putih.

Jagadiwangsa alias Jagaraksa alias Sanghyang Hanjuang Berureum memperisteri Wilwana Yuningsih alias Raga Legawa alias Sari Ningrum alias eyang Candi (putranya Dalem Uang Sadipa alias Embah Jago dan Anita Sari putranya Sukarasa dab Husnita), mempunyai anak :
1. Imas Malaati
2. Jagadinata (Husmaeni), situsnya Medang Kahyangan suku Gunung Tampomas.







Apa sebabnya di situs Candikarang yang berlainan lokasi dengan situs makam keramat  Sanghyang Hanjuang Beureum ditemukan beberapa arca yang berupa patung arca atau patung kabuyutan walaupun bentuknya sudah tidak kelihatan bentuk arcanya? Adanya patung arca atau patung kabuyutan tersebut mengisyaratkan bahwa dulunya merupakan tempat kemandalaan atau karesian, yaitu tempat suci atau tempat belajar ilmu keagamaan.






Sebagai kata benda, kemandalaan punya arti yang lebih spesifik, yakni tempat pendeta atau pujangga dahulu kala bekerja, atau tempat kegiatan religius. Di kamandalaa lah orang-orang terpelajar itu menulis naskah, mengajarkan ilmu agama, atau memanjatkan doa.

Menurut Undang A Darsa, pada zaman sistem pemerintahan kerajaan, lembaga formal pendidikan atau pabrik orang-orang cerdas itu salah satunya adalah mandala. Dengan kata lain, salah satu pengertian mandala adalah lembaga formal pendidikan di Sunda pada masa sistem kerajaan.

Sering didapati pengertian yang saling dipertukarkan atau dianggap sama antara Kemandalaan dan Kerajaan. Akibatnya masyarakat sering salah pengertian. Dalam sejarahnya, beberapa kemandalaan memang berubah menjadi kerajaan, misalnya kemandalaan Galunggung menjadi Kerajaan Galunggung., kemandalaan Kendan menjadi Kerajaan kendan. Namun kamandalaan lain bisa jadi tetap menjadi wilayah perdikan kemandalaan saja tidak berubah menjadi kerajaan.

Salam Santun
---------------------
Sumber Photo : Yadi Kusumah Conggeang


Baca Juga :

Tidak ada komentar