Aji Putih dan Aji Saka Dalam Riwayat Sumedanglarang
Sampurasun
Mugia Rahayu Sagung Dumadi
Dalam sebuah pupuh sunda disebutkan :
Rundayan Raja Sumedang, Turunan Sunan Baeti, Asal ti Medang Kamulyan, Aya di Cipancar Hilir Putraan Aji Putih, Nu ngadeugkeun Tembong Agung, cirina Gunung Medang katelahna Haji Putih.
Cikal bakal Raja di Sumedang Larang Karajaan Tembong Agung, Rajana ku Aji Putih, Asal ti Medang Kamulyan, Putrana Sunan Baeti, Migarwa ka Nawang Wulang Turunan ti Medang Jati.
Hubungan antara Aji Putih dan Aji Saka dalam silsilah leluhur Sumedang adalah bapak dan anak. Aji Saka merupakan nama julukan yang disematkan pada Sakawayana putra dari Prabu Aji Putih Raja Tembong Agung.
Adapun Kerajaan Tembong Agung didirikan oleh Aji Putih atas persetujuan keluarga-keluarga Batara Sempakwaja dan Jantaka dengan menyatukan tiga Padepokan, yaitu :
- Galunggung Kamulyan di Cipeuteuy Desa Mekarasih, Kecamatan Malangbong Garut, di pimpin oleh Batara Sempakwaja dan Jantaka.
- Cipancar Girang di Cipancar Kecamatan Balubur Limbangan Kabupaten Garut, di pimpin oleh Prabu Wijaya kusuma.
- Cipancar Hilir di Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan, dipimpin oleh Wiradi Kusuma dan Dewi Komalasari atau Ratu Komara.
Aji Putih menjadi Raja karena ditinjau dari segi tingkat derajat keturunan dan kedudukannya dalam silsilah keluarga sebagai anak tertua dan juga dianggap paling cocok dalam sosok kepemimpinannya. Disamping itu, istri dari Prabu Wijaya Kusuma yaitu Siti Putih dan istrinya Wiradi Kusuma yaitu Sekar Kancana adalah adiknya Aji Putih. Sedangkan Aji Putih adalah putra sulung dari Aria Bimaraksa ataw Resi Agung dengan Dewi Komalasari atau Ratu Komara.
Prabu Aji Putih beristrikan Nawang Wulan putri dari Jagat Jaya Nata atau Jaksa Wiragati dan Sari Banon Kencana, mempunyai anak :
- Anak ke 1, Brata Kusuma atau Prabu Tajimalela atau Batara Tuntang Buana, menjadi Raja Sumedang Larang.
- Anak ke 2, Sakawayana atau Aji Saka atau Zainal Mustopa atau Mbah Jalul, menjadi Mangkubumi di wilayah Medang Kamulyan di Gunung Tampomas.
- Anak ke 3, Haris Darma atau Abidin Muja Hairi atau Mbah Khotib, menjadi Mangkubumi di sekitar wilayah Gunung Haruman Limbangan Garut.
- Anak ke 4, Langlang Buana atau Jagat Buana, menjadi Mangkubumi di Cipancar Hilir dan hijrah ke Limbangan Garut.
Sakawayana ataw Aji Saka bermukim di kaki Gunung Tampomas. Tempat bermukimnya ini disebut wilayah Medang Kahiangan atau wilayah suku gunung Tampomas. Di Puncak Gunung Tampomas terdapat petilasannya, namun situs Sakawayana ataw Aji Saka alias Mbah Jalul berada di Astana Gede Cipaku Darmaraja.
Sakawayana memiliki banyak nama, yaitu Sanghyang Aji Saka atau Sanghyang Sirning Wiji atau Sanghyang Wenang atau Zainal Mustopa yang sering disebut Embah Jalul.
Sakawayana menikahi Sari Legawa atau Surya Legawa ataw Atra Legawa atau Sari Mujizad atau Mbah Dalem.
Dari pernikahannya dengan Sari Legawa dikaruniai putra bernama Jagadiwangsa ataw Jagaraksa ataw Sanghyang Hanjuang Beureum, yang beristrikan Sariningrum ataw Eyang Candi.
Makam Jaga Diwangsa di Desa Jemah Cinambo Cadasngampar yang kini telah terendam Bendungan Jatigede. Jaga Diwangsa dikenal juga sebagai Resi Galuh Pakuan Galunggung ataw Jaya Kabul.
Dari pernikahan yang pertama Sari Legawa atau Embah Dalem yang menjadi permaisurinya Prabu Demunawan alias Sang Paramarta alias Rahyang Kuku alias Raden Hindi mempunyai dua orang anak yaitu, Sari Banon Kancana dan Prabu Tambak Wesi alias Mpu Anjali.
Dalam silsilah keturunan, Sari Legawa adalah adik Aria Bimaraksa, dengan demikian Sari Legawa merupakan juga neneknya dari Sakawayana. Maka dapatlah dilukiskan betapa Sari Legawa atau Mbah Dalem ini, merupakan sosok wanita yang awet muda dan cantik jelita. Tidaklah aneh jika ia digambarkan sebagai perwujudan Dewi Kesuburan dan dijuluki dengan nama Dewi Sri.
Di Situs Astana Gede Cipaku Kecamatan Darmaraja terdapat Makam Prabu Lembu Agung, Makam Embah Dalem atau Sari Legawa, Makam Embah Sakawayana atau Embah Jalul dan Makam Siti Suljiah.
SITUS CITEMBONG GIRANG
Keramat Kabuyutan yang terletak di Citembong Girang Desa Ganeas, Kecamatan Ganeas oleh masyarakat dikenal sebagai petilasan Aji Putih dan merupakan petilasan Kerajaan Tembong Agung. Petilasan tersebut merupakan tinggalan budaya berupa struktur batu yang tersusun dari batuan andesit menyerupai sebuah punden berundak dan pada teras di bagian atas ditandai dengan 2 buah struktur batu berbentuk seperti sebuah jirat makam menghadap barat dan timur. Sedangkan pada teras bagian bawah terdapat struktur berupa batu datar yang ditopang oleh bebatuan dengan panjang 220 cm, lebar 120 cm dan tinggi 190 cm. Obyek tersebut terletak pada koordinat 6º85’30,3” LS dan 107°97’71,9” BT, pada ketinggian 451 m dpl.
AJI SAKA DAN KAHIANGAN TAMPOMAS
Gunung Tampomas (Gunung Gede), dipuncaknya terdapat situs Sanghyang Taraje dan petilasan Aji Saka.
Aji Saka alias Sakawayana bermukim di kaki Gunung Tampomas. Tempat tinggal Aji Saka ini disebut Medang Kahiangan atau Kahiangan Tampomas. Di Puncak Gunung Tampomas terdapat petilasannya, namun makamnya berada di Cipaku Darmaraja (yang kini terendam Waduk Jatigede).
Sedangkan yang dimaksud “Kahiangan Tampomas” adalah sebuah daerah yang dikenal sebagai Lembah atau Lurah Medang Kahiangan, yang disebut dalam catatan riwayat perjalanan Bujangga Manik alias Ameng Layaran alias Pangeran Jaya Pakuan pada abad ke-15, sebagai berikut :
Ku ngaing geus kaleu(m)pangan,
meu(n)tas di Cipunagara,
lurah Medang Kahiangan,
ngalalar ka Tompo Omas,
meu(n)tas aing di Cimanuk,
ngalalar ka Pada Beunghar,
meu(n)tas di Cijeruk-manis,
ngalalar aing ka Conam,
katukang bukit C(e)remay.
Kata “hyang” berasal dari bahasa Sansakerta yang berarti Dewa, dan pengucapan “kahyangan” sama dengan “kahiangan atau kayangan” yang berarti tempat para dewa, surga (sunda: sawarega). Dan kata “ngahiang” berarti jadi hiang, jadi dewa (Kamus Basa Sunda karangan R.A.Danadibrata, hal. 255).
Sakawayana memiliki banyak nama, yaitu Sanghyang Aji Saka, Sanghyang Sirning Wiji, Sanghyang Wenang, Embah Jalul. Ia menikahi Sari Legawa (janda Demunawan) adik dari Aria Bimaraksa. Dari pernikahannya dengan Sari Legawa dikaruniai putra bernama Jagadiwangsa (disebut juga Jagaraksa alias Sanghyang Hanjuang Beureum) yang beristri Sariningrum (Eyang Candi).
Sedangkan Sari Legawa disebut juga dengan nama Embah Dalem, Surya Legawa, Antra Legawa, Dewi Padi / Dewi Sri. Pernikahannya yang pertama dengan Demunawan (Sang Paramarta, Rahyang Kuku, Raden Hindi) dikarunia anak bernama Sari Banon Kancana dan Tambak Wesi (Salaka Domas, Mpu Anjali). Adapun Demunawan merupakan putra Sempakwaja dengan Wulansari, dimana kakaknya Demunawan bernama Purbasora dan adiknya bernama Sari Arum.
Dalam silsilah keturunan, Sari Legawa adalah adik Aria Bimaraksa, dengan demikian Sari Legawa merupakan sifat nenek dari Sakawayana. Maka dapatlah dilukiskan betapa Sari Legawa ini merupakan sosok wanita yang awet muda dan cantik jelita. Tidaklah aneh jika ia digambarkan sebagai perwujudan Dewi Kesuburan dan dijuluki dengan nama Dewi Sri.
Sakawayana dan isternya Sari Legawa (Eyang Dalem) mempunyai anak Jaga Diwangsa, makamnya di Desa Jemaah Cinamo Cadasngampar yang kini telah terendam Bendungan Jatigede. Jaga Diwangsa dikenal juga sebagai Resi Galuh Pakuan (Galunggung) Jaya Kabul.
Situs Aji Saka di Gunung Pangrango di Dusun Cibuntu Mandalaherang, Cimalaka.
Situs
Cibuntu berbentuk seperti struktur makam dengan 2 buah batu jirat dari
batu andesit, yang menghadap ke utara-selatan. Situs ini oleh masyarakat
dikenal dengan nama makam “AJI SAKA”. Berada pada ketinggian 658 mdpl
dan terletak pada koordinat 6º80’43,7” LS dan 107º96’24,7” BT.
Berdasarkan informasi Darsum Dipa Atmaja (Ki Kebo Kenongo) bahwa di lokasi situs ini dahulunya merupakan lembur atau kampung yang lebih dulu ada sebelum berdirinya Desa Mandalaherang, Kecamatan Cimalaka. Ki Kebo Kenongo mengetahuinya karena leluhurnya dari pihak Ibu berasal dari daerah ini, dan kampung ini pernah dibakar oleh kelompok DI/TII dan kemudian penduduknya pindah ke daerah Golempang, namun di tempat baru ini dibakar kembali oleh DI/TII dan selanjutnya pindah lagi ke daerah Cibeureum (Cimalaka).
Salam Santun
Post a Comment