Ulasan Sunan Rumenggong (Prabu Layaran Wangi) Dari Mandala Kerajaan Kerta Rahayu Limbangan



1. SUNAN RUMENGGONG DALAM NASKAH KUNO BABAD LIMBANGAN

Naskah Kuno – Babad Limbangan

Ringkasan isi :
Pada zaman dahulu kala Prabu Layaran Wangi dari kerajaan Pakuan Raharja mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Setiap hari Aki Panyumpit diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur.

Pada suatu hari Aki Panyumpit pergi berburu ke arah Timur. Sampai tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah banyak bukit dan gunung didaki. Sesampainya di puncak gunung, ia mencium wewangian dan melihat sesuatu yang bersinar di sebelah Utara pinggir sungai Cipancar. Ternyata harum wewangian dan sinar itu keluar dari badan seorang putri yang sedang mandi serta mengaku putra Sunan Rumenggong, yaitu Putri Rambut Kasih, penguasa di daerah Limbangan.

Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Panyumpit kepada Prabu Layaran Wangi. Berdasarkan peristiwa itu Prabu Layaran Wangi menamai gunung itu Gunung Haruman (haruman = wangi).

Prabu Layaran Wangi bermaksud memperistri putri dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pakuan Raharja). Aki Panyumpit serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap untuk meminang putri tersebut dengan pesan lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil. Kendatipun pada awalnya Nyi Putri menolak lamaran tetapi setelah berhasil dinasehati Sunan Rumenggong, ayahnya, akhirnya menerima dijadikan istri oleh Prabu Layaran Wangi.

Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri (Rambut Kasih) mempunyai dua orang putra dari Raja Pakuan Raharja, yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong (kakeknya) dan kemudian dijadikan kepala daerah di sana. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Senjaya penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah Selatan dengan gelar Prabu Liman Senjaya.

Di kemudian hari Prabu Liman Senjaya setelah beristri membuka tanah, membuat babakan pidayeuheun (kota) dan lama kelamaan dibangun sebuha Negara dengan nama Dayeuh Manggung. Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiang Mayok, Timbanganten, Mandalaputang. Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termashur adalah Sunan Ranggalawe.


Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja
Tempat naskah : Jln Ciledug 225 Kel. Kota Kulon. Kec Garut Kota
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 20.5 x 32 cm
Ruang tulisan : 17 x 17 cm
Keadaan naskah : baik
Tebal naskah : 16 Halaman
Jumlah baris per halaman : 39 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 39 dan 23 baris
Huruf : Latin
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : agak tajam
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas bergaris ukuran folio
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : putih
Keadaan kertas : agak tebal, halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi


2. SUNAN RUMENGGONG DALAM KAJIAN SEJARAH
Berdasarkan Sejarah Limbangan, bahwa Sejarah Keluarga Besar Limbangan (Garut) dimulai sejak keberadaan Kerajaan Rumenggong atau Keprabuan Kerta Rahayu, yang rajanya bernama Prabu Rakean Layaran Wangi atau Prabu Jayakusumah.

Bila dikaitkan dengan nama Limbangan, Sejarah Keluarga Besar Limbangan (Garut) dimulai sejak Keprabuan Galeuh Pakuan (pecahan dari Kerajaan/ Keprabuan Rumenggong) yang dirubah namanya, menjadi Kabupaten Limbangan oleh Adipati Limansenjaya atau Prabu Wjayakusumah atas perintah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun 1525 M.

Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari Nyi Putri Inten Dewata (putra Dalem Pasehan Timbanganten) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe (Ratu Timbanganten).

Sunan Rumenggong mempunyai 3 putra, yaitu :
1. Prabu Mundingwangi atau Sunan Cisorok
2. Nyi Putri Buniwangi / Nyi Rambut Kasih Lh. + 1470
3. Dalem emas (dari isteri keduanya).
Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Layakusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Layakusumah adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja (Cicurug Sukabumi) sebagai vazal Kerajaan Pakuan Pajajaran (Bogor).

Pada sebagian rundayan silsilah Limbangan, Nyi Rambut Kasih sering dirancukan dengan Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih (Cirebon). Nyi Ambet Kasih adalah isteri dan saudara sepupu dari Prabu Jaya Dewata, yang saat itu masih bernama Raden Pamanahrasa putra Prabu Dewa Niskala. Prabu Dewa Niskala saat itu masih sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda Galuh, yang rajanya adalah Maharaja Linggawastu Kancana (1371 – 1475 M) yang berkedudukan di Kawali (Ciamis).

Di daerah Sindangkasih Majalengka, adapula seorang putri yang menjadi Ratu Sindangkasih benama Nyi Putri Rambut Kasih (petilasannya “Pasir Lenggik “di daerah Sindangkasih Majalengka). Menurut sesepuh di daerah Sindangkasih (Majalengka), dia itu adalah putra Prabu Jaya Dewata, yang ketika agama Islam mulai memasuki daerah Majalengka , dia menolak untuk menganut agama Islam. Ratu Sindangkasih bagi masyarakat di Majalengka, terkenal dalam cerita legenda “Majalengka“.

Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa bahwa Sunan Rumenggong dari isteri pertama tidak mempunyai putra, tetapi memelihara Putri Ambetkasih/Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Patinggi Buniwangi.

Dari isteri keduanya Sunan Rumenggong dikaruniai 6 orang putra, yaitu :
1. Dalem Mangunharja (Sunan Galunggung)
2. Dalem Manggunrembung/Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok)
3. Dalem Mangunreksa (Sunan Manglayang)
4. Dalem Manguntaruna (Purbalingga Jawa Tengah)
5. Dalem Emas (Sunan Bunikasih)
6. Dalem Mangunkusumah (Lemah putih Depok)

Menurut riwayat, bahwa pada + tahun 1600 M Nagaparana pernah mengadakan pemberontakan, yang menyebabkan tewasnya Tumenggung Wangsanagara (Sunan Kareseda) putra Prabu Wijayakusumah (Sunan Cipancar) di suatu tempat yang sekarang disebut Ragahiyang di Gunung Sadakeling. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Dalem Santowaan cucu Prabu Mundingwangi (Dalem Cibolerang Wanaraja).

Setelah wafat Sunan Rumenggong dimakamkan di Kampung Poronggol (sekarang termasuk Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan). Sedangkan saudaranya, Sunan Patinggi makamnya ada di Kampung Nangkujajar Limbangan. (Limbangan.com)

Silsilah Sunan Rumenggong lihat diblog ini : http://sr.rodovid.org/wk/Особа:906674


Kerajaan Kertarahayu Limbangan
Masa Pemerintahan
I. Lh. ~ 1415 M
Keprabuan Kerta Rahayu Merupakan Cikal Bakal Peradaban Sejarah Keluarga Besar Limbangan Garut. Yang Dipimpin Oleh Sunan Rumenggong atau Prabu Jaya Kusumah Sang Karanten Rakean Layaran Wangi.

II. Lh. ~ 1470 M
Keprabuan Kerta Rahayu Berkembang Pesat Di Limbangan Mengalir Ke Wilayah Selaawi. Keprabuan Kerta Rahayu Jilid Dua Di Lanjukan oleh Prabu Munding Wangi / Senjaya Kusumah (Sunan Cisorok).  Beliau Memindahkan Pusat Pemerintahan Dari Kerta Rahayu Limbangan Ke Daerah Dayeuh Manggung Lemah Putih Selaawi.  Prabu Mundingwangi Dimakamkan Di Daerah Kampung Cihaseum Pelitaasih Kaki Gunung Pabeasan Selaawi dikenal dengan sebutan Sunan Cisorok. Sejarah Selaawi Garut Jawa Barat Indonesia.

Prabu Mundingwangi atau Sunan Cisorok, nama beliau pun sering dirancukan dengan Prabu Mundingwangi atau Prabu Munding Surya Ageung (Raja Maja) putra Prabu Jaya Dewata, saudaranya Ratu Sindangkasih, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Silsilah Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok) lihat di blog ini :  http://sr.rodovid.org/wk/Особа:906703

Kembali kepada Prabu Mundingwangi putra Sunan Rumenggong, bahwa beliau menggantikan ayahnya menjadi Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu. Menurut Rd. Soemarna, ada kemungkinan beliau memindahkan pusat pemerintahannya dari Kertarahayu ke Dayeuhmanggung (Desa Selaawi) dan menikahi putri Sunan Dayeuhmanggung saudaranya Sunan Gordah dan mempunyai putra : Prabu Salalangu Layakusumah.

III. Lh. ~ 1485 M.
Keprabuan Kerta Rahayu dilanjukan oleh Prabu Salalangu Layakusumah, mempunyai putra :
Dalem Santowaan / Santowaan Nusakerta.

 IV. Lh. ~ 1505 M
Keprabuan Galeuh Pakuan Limbangan oleh Hande Liman Senjaya (Sunan Cipancar) 

VI. Lh. ~ 1505 M
Kaprabuan Sudalarang Sukawening.

VI. Lh. ~ 1505 M.
Kaprabuan Cibolerang Wanaraja

VII. Lh. ~ 1598
Keprabuaan Kertarahayu dilanjutkan oleh Dalem Santowan  / Santowan Nusakerta (Sunan Sukakerta),  Raja di Kadaleman Cibolerang Wanaraja, mempunyai anak :
1. Dalem Nayawangsa,  antara 1622 sd. 1678
2. Dalem Wangsareja, antara ... ~ 1624 
3. Kyai Gede Papandak (Kecamatan Wanaraja) 
4. Kyai Gede Dadap Cangkring Dalem di Kadaleman Cibolerang Kecamatan Wanaraja
5. Syekh Raden Nawawi / Kyai Raden Nawu 


Bupati Limbangan yang pertama (1660 – 1678 M)
Dalem Nayawangsa adalah Dalem di daerah Cipacing Wanakerta, yang sekarang termasuk wilayah Kec. Cibatu Kab. Garut.

Dalem Nayawangsa diangkat sebagai Bupati Limbangan yang pertama (1660 – 1678 M) oleh Pangeran Rangga Gempol III Bupati Sumedang (1656 – 1705). 

Setelah wafatnya Dalem Nayawangsa  pada pada tahun 1678 M, beliau digantikan oleh Dalem Mertasinga (1678 – 1726 ) Bupati Limbangan ke dua, putra Dalem Adipati Rangga Megatsari.

Kabupaten Limbangan, oleh karena saat itu penduduknya hanya 200 keluarga, maka berdasarkan Keputusan VOC tanggal 15 Nopember 1684 statusnya menjadi Distrik (Kawadanaan) Kabupaten Sumedang. Pada tahun 1705 statusnya dikembalikan menjadi Kabupaten di bawah Kesultanan Cirebon.

Dalem Nayawangsa menikah dengan Ny Rd. Ayu Kuningan putra Dalem Sanggadipati II (Ragadiyem ) cucu Prabu Wastu Dewa ( Keprabuan Sudalarang ).


Bupati Limbangan ketiga (1726 - 1740 M)
Ketika Dalem Nayawangsa wafat, cucunya bernama Wangsadita masih belum dewasa.oleh karena itu Dalem Nayawangsa diganti oleh Dalem Mertasinga. meskipun demikian, Wangsadita tetap memegang hak sebagai bupati. menurut Silsilah Limbangan Dalem Wangsadita adalah putera Dalem Kudawireksa,yang tidak sempat menjadi bupati mungkin karena wafat mendahului Dalem Nayawangsa. Didalam “Resulutie” VOC disingkat “R” tertanggal 23 Oktober 1710 ditetapkan bahwa Wangsadita (1) akan menjadi bupati Limbangan mengganti Dalem Mertasinga bila Dalem Mertasinga wafat, padahal Dalem Mertasinga mempunyai pula putera Dalem Sutamerta, dan ketika itu Dalem Mertasinga belum wafat.

Dalem Mertasinga wafat pada tahun 1727 sebagaimana diberitakan didalam D.14 Januari 1726. Menurut Jongsbloet tahun 1714 Dalem Mertasinga memiliki 160 umpi dan Raden Wangsadita (1) hanya 40 umpi,hal mana menunjukan bahwa Dalem Wangsadita (1) ketika itu menjadi kepala Distrik di Limbangan. 

Setelah Dalem Mertasinga wafat tahun 1726, Dalem Wangsadita (1) mengajukan permohonan untuk menjadi bupati menggantikan Dalem Mertasinga pada bulan Desember 1726 juga. nampaknya permohonan Dalem Wangsadita (1) dikabulkan oleh VOC dan menurut D.28 November 1730 Dalem Wangsadita (1) menyebut dirinya sebagai Raden Rangga Limbangan. Dalem Wangsadita (1) alias Raden Rangga Limbangan mempunyai putera 10 orang :
1. Dalem Surianagara
2. Dalem Wangsadita (II)
3. Dalem Suriapraja atau Suriadipraja
4. Nyi Raden Natakaraton
5. Nyi Raden Rajakaraton
6. Raden Panghulu Limbangan
7. Nyi Raden Purba
8. Raden Wangsapraja
9. Raden Wangsadinata
10. Nyi Raden Pandon
Raden Surianagara, putera sulung Dalem Wangsadita (1) menikah dengan Ratupanganten, yang terkenal dengan nama Nyi Raden Rajaningrat, puteri dari pangeran Adipati Kusumadinata.


NRA. Radjanagara, suami : Ki Dlm. Rd. Rangga Wangsadita (No.9) dikaruniai 13 putra putri : 
Kd. Adipati Soerianagara
Kd. Rangga Wangsadireja 
Kd. Surapraja 
Rd. Aria Wiradireja 
Kd. Adipati Wangsareja 
Rd. Aria H. Kusumah 
RM. Aria Tjakrayuda 
RM. Natapraja 
NRA. Natakaraton 
NR. Ratnanagara 
NR. Rajakaraton 
NRA. Siti Gede 
Dlm. Rangga Bungsu
Lihat pohon silsilahnya disini : https://sr.rodovid.org/wk/Особа:906457


SILSILAH KERTARAHAYU LIMBANGAN







Baca Juga :

Tidak ada komentar