Nama Kota Bandung Diambil dari Nama Sumur Purba

SAMPURASUN...

Nama kota Bandung ternyata diambil dari sebuah Sumur Purba. Sumur itu bernama Sumur Bandung. Ia adalah sumur purba yang terbentuk karena suatu keajaiban. Sumur ini sebenarnya ada dua. Lokasi keduanya berada tepat di pusat kota. Persisnya di tepi sungai Cikapundung yang membelah kota Bandung.

Kedua sungai ini jaraknya berdekatan. Hanya dipisah jalan protokol Asia Afrika. Uniknya, meski di atas Sumur Bandung yang satu, telah berdiri bangunan kokoh. Meski begitu, keberadaan Sumur Bandung dibiarkan tetap utuh. Bahkan diberi penutup berhiaskan mirip mahkota. Sehingga ada kesan bila sumur ini dihormati dan dijaga kelestariannya.

Lokasi sumur yang satu ini terletak di lantai dasar Gedung PLN Distribusi Jawa Barat. Keberadaannya sangat terawat. Bahkan airnya sering diambil oleh para pejabat PLN dan masyarakat umum untuk dibawa pulang.

Menurut kabar, dulunya air itu sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit. Uniknya lagi, aula gedung PLN ini pun diberi nama Bale Sumur Bandung. 




Seorang Planolog ITB Haritage Bandung, Ir Haryoto Kunto (almarhum), pernah bercerita soal Sumur Bandung. Katanya, Sumur Bandung adalah singgasananya penguasa Mandalahyang kota Bandung.

Berdasarkan Naskah Sewaka Darma Kabuyutan Ciburuy yang dibuat pada tahun 1405 Saka (1484 Masehi) dan mengacu kepada konsep  Papat Kalima Pancer maka di Tatar Sunda ada Lima Daerah Cipaku yang terdiri dari Satu Cipaku sebagai pusatnya/Pancer dan Empat Cipaku lainnya tersebar sesuai arah penjuru mata angin yaitu Cipaku Timur, Cipaku Barat, Cipaku Utara, dan Cipaku Selatan. Kata “Tji” (Ci) yang artinya CAHAYA di berbagai wilayah. Lima kualitas Cahaya tersebut sesungguhnya merupakan nilai waktu dalam hitungan  Wuku Lima di Bumi.


Berdasarkan Konsep Papat Kalima Pancer tersebut maka lokasi 5 Cipaku yang merupakan Mandala/Kabuyutan Tatar Sunda dengan masing-masing dihuni oleh hyang pelindung dunia adalah sebagai berikut:

~  Cipaku Timur (Purwa) Sumedang : Mandala Timur Sunda yang memiliki simbol warna PUTIH, dengan material perak tempat Hyang Iswara. Merupakan penanda pagi hari, namun sekaligus sebagai penanda awal peradaban manusia, jaman para leluhur bangsa, berlokasi di Situs Lemah Sagandu Cipaku Darmaraja Sumedang yang ditenggelamkan oleh Proyek Bendungan Jatigede.




~ Cipaku Selatan (Daksina) Garut : Mandala Selatan Sunda yang memiliki simbol warna MERAH dengan material tembaga atau api/Braja, tempat tinggal Hyang Brahma. Merupakan penanda siang hari, namun juga sebagai penanda jaman beradab atau masa kejayaan (kemakmuran), berlokasi di Cipaku Garut Kabuyutan Ciburuy dan sekitarnya.
 
~ Cipaku Barat (Pasima) Bogor : Mandala Barat Sunda yang memiliki simbol warna KUNING dengan material emas/bokor tempat tinggal Hyang Mahadewa, merupakan penanda senja hari (sore), tetapi juga sebagai penanda menurunnya masa kejayaan atau lunturnya jaman kemakmuran, berlokasi di Cipaku Prasasti Batutulis Bogor.

~ Cipaku Utara (Utara) Subang  : Mandala Utara Sunda yang memiliki simbol warna HITAM dengan material besi/Tarum, tempat tinggal Hyang Wisnu. Merupakan penanda malam hari, yang juga menunjukan keruntuhan kejayaan manusia atau kehancuran peradaban manusia untuk menyelamatkan kehidupan mahluk-mahluk lain (non-manusia) di Bumi, berlokasi di Situs Eyang Taruma Jaya Cipaku Subang.

~ Cipaku Tengah (Madya) Bandung : Mandala Tengah Gunung Sunda Purba yang memiliki simbol SEGALA WARNA Cahaya di Pusat yang merupakan tempat tinggal tempat Hyang Siwa. adalah penanda penguasa waktu/era/jaman yang mengembalikan segala kehidupan di Bumi seperti pada mulanya, jaman sebelum manusia menguasai (merusak) planet Bumi, berlokasi berpencar di Rajamandala, Dago Pakar dan Gunung Puntang.




 
Menurut Planolog Haryoto Kunto (alm) dalam bukunya "Semerbak Bandung", sebelum kota Bandung berubah rupa seperti saat ini, dahulu ditemukan banyak kuburan kuno.
 
“Orang bandung tempo dulu, mengubur anggota keluarganya yang meninggal di halaman rumah,” tuturnya dalam buku itu.

Penduduk Bandung baheula, katanya, sangat meyakini falsafah kuburan sebagai tempat yang tenang dan damai.

Tidak heran bila setiap halaman rumah selalu ada kuburannya. Kondisi itu bertahan hingga tahun 1906, ketika kemudian pemerintah Belanda mengeluarkan larangan mengubur mayat di halaman rumah.

Jadi sebenarnya, di tengah hiruk pikuk Bandung, di bawahnya merupakan kuburan-kuburan penduduk Bandung tempo dulu.


Dewi Kentring Manik
Soal nama Sumur Bandung memang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Bandung. Beberapa nama tempat dan jalan di kota Bandung, ada yang diberi nama Sumur Bandung. Konon, keberadaan sumur ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan seorang dewi yang cantik jelita. Seorang bekas sipir penjara Banceuy dahulu menjelaskan - sebelum dipindah ke LP Sukamiskin Bandung, kepada Kuncen Bandung.

Orang yang suka bermediumisasi ke alam ini lantas menyebut bahwa penghuni sumur itu adalah seorang putri bernama Kentring Manik.

Kentring Manik adalah seorang dewi yang cantik rupawan. Di singgasananya itu, ia tinggal bersama saudara pengiringnya, yakni Eyang Dipayasa.

Oleh seorang penulis asal Belanda, WH Hoogland, dewi Kentring Manik Mayang Sunda disebut pula sebagai Bron Goding, atau dewi penguasa mata air sungai Citarum.

Dalam Wawacan Guru Gantangan, disebut pula adanya seorang tokoh Kentring Manik Mayang Sunda. Dia adalah salah seorang permaisuri Prabu Siliwangi (Entah Prabu Siliwangi yang ke berapa?) yang punya putra bernama Guru Gantangan. Sanghyang Guru Gantangan yang Brahmana Lelana ini adalah putra Prabu Banjarsari dari istrinya yang ke-74, yakni Ken Buniwangi. Cuma, yang jadi pertanyaan adalah, apakah Kentring Manik Mayang Sunda ini pula yang menghuni Sumur Bandung???

Sebagian warga Bandung memang ada yang meyakini bila alam gaib kota Bandung dikuasai Dewi Kentring Manik ini. Hal ini berdasarkan fakta-fakta, ketika kondisi politik tanah air sedang bergejolak dan dimana-mana terjadi kerusuhan. Bandung sebagai salah satu dari lima kota terbesar di tanah air, nyaris tak pernah terjadi kerusuhan. Konon hal itu karena alam Bandung dihuni oleh penguasa gaib yang menjaga ketenteraman warganya.

Selain karena keberadaan Dewi Kentring Manik, keadaan itu pula yang menyebabkan Bandung terasa sejuk dan adem ayem.

Rampes....

Tabe Pun,
_/|\_


Hampura sapapanjangna
Rahayu salawasna
 

Baca Juga :

Tidak ada komentar