Situasi Makam Prabu Lembu Agung Astana Gede Benteng Terakhir

Di hari ke 241 di Makam Raja Sumedang Larang Prabu Lembu Agung, posisinya tinggal 5 meter lagi oleh keadaan/posisi Air Waduk Jatigede Sumedang. (27/4/2019). Informasi terakhir dari Kang Fajar Nur Kurnia dan Teh Away Kurnia.

Penenggalaman Sajarah Kasumedangan Purwa Carita,
anu kauger/kasawang ti baheulana ku luluhur Sumedanglarang anu wacis,
nyuwung nyawang ka alam nu bakal karandapan.

Penulis ketika ziarah ke Makam Prabu Lembu Agung Darmaraja bersama Away Kurnia dan Ratna Muliasari
Menurut Kang Rahmat Leuweung (kang Asep) dari KPLH (Ketua Paguyuban lingkungan Hidup Belantara) dari Bandung, yang kebetulan bertemu sewaktu di Darmaraja Ketinggian air bendungan jatigede sampai hari ini adalah 251 dmpl, dengan ketinggian  max 260 yang bakal tergenang,  jadi tersisa 9 meter. (28/7/2019)

Bersama kang Fajar Kurnia Fathurahman dan Kang Asep (Rahmat Leuweung)

Sekilas Sejarah Prabu Lembu Agung
Prabu Lembu Agung adalah saudara sekandung Prabu Lembu Agung Putra Raja Sumedang larang yaitu Prabu Tadjimalela Raja Sumedang Pertama setelah Tembong Agung menjadi Kerajaan Sumedanglarang dicetuskan oleh Prabu Tadjimalela. Insun Medal Insun Madangan (saya lahir untuk memberikan penerangan).


Makam Prabu Lembu Agung di Astana Gede Cipaku Darmaraja 

Dahulu kala, Sumedang merupakan sebuah kerajaan yang bernama Sumedang larang dimana kerajaan ini merupakan kerajaan sunda Galuh, sebuah kerajaan yang Besar di Jawa Barat Pada awal abad ke 6 M dahulu.

Kerajaan Sumedanglarang mengalami pergantian nama sejak pertama kali didirikan.

Pada awal masa kerajaan Sumedang larang didirikan bernama Tembong Agung. Sebuah kerajaan kecil yang didirikan oleh Prabu Aji Putih (678 - 721 M), putra Ratu Komara (Dewi Komala Sari putranya Prabu Purbasora yang dibesarkan dengan suaminya Aria Bimaraksa alias ki Baragantrang putranya Rsi Jantaka Resi di Denuh).



Tembong berarti tampak agung dan besar, jadi Tembong Agung diartikan Kerajaan yang akan menjadi besar dan Agung. 

Pada awalnya kerajaan ini didirikan di desa Leuwi Hideung Darmaraja. Prabu Guru Aji Putih mempunyai empat anak yaitu :
1. Brata Kusuma alias Batara Tuntang Buana alias Prabu Tadjimalela alias Prabu Tajigaluh, petilasannya ada di Gunung Lingga Sumedang.
2.  Haris Darma alias Mbah Khotib makamnya di Pasir Astana Kecamatan Limbangan
3.  Jagat Buana alias Batara Langlang Buana
4.  Sakawayana  (Mbah Jalul)



Makam Sakawayana (Mbah Jalul) di Astana Gede Cipaku 


Menurut babad  2 nama Sakayawana di jaman yang berbeda oleh karena kita sering terkecoh jika tak memahami sejarah, yaitu Sakawayana alas Mbah Jalul sekitar 721-778  masehi putranya Prabu Guru Aji Putih (Arya Jaya Sumirat Kancana Putih) yang makamnya di Astana Gede Cipaku dan Raden Keling Sakawayana atau Raden Aji Mantri yang hidup sampai 1660 Masehi, wafat dimakamkan di Gunung Keling Dusun Serang, Cimalaka - Sumedang, putranya Prabu Nusiya Mulya alias Prabu Seda alias Prabu Raga Mulya Surya Kencana Panembanhan Pulosari  dan  Ratna Gumilang (pernaisuri ke 1), di Pulosari Pandeglang, Raja Pajajaran ke 6 yang memerintah dari tahun  1567   sampai deengan tahun 1579 masehi.


Di akhir masa kepemimpinannya kerajaan Tembong Agung ini oleh Prabu Guru Aji Putih di serahkan kepada putranya Prabu Brata Kusuma Tajimalela (Pangeran Cinde Kancana Wulung). Pada masa pemerintahan Prabu Brata Kusuma Tajimalela (Pangeran Cinde Kancana Wulung),  Tembong Agung mengalami dua kali perubahan nama, yaitu Himbar Buana yang berarti menerangi alam, jadi kerajaan Himbar Buana bisa diartikan kerajaan yang menerangi alam tentunya untuk skala lokal adalah lokasi Kerajaan Sumedang pada waktu itu.


Brata Kusuma alias Prabu Tajimalela alias Prabu Tajigaluh  dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang dan merupakan raja pertama Kerajaan Sumedanglarang (721 – 778 M) yang berkedudukan Tembong Agung Darmaraja dibekas kerajaan Prabu Guru Aji Putih. Setelah wafat Prabu Brata Kusuma Tajimalela dimakamkan di Puncak Kabuyutan Gunung Lingga terletak di Desa Cimarga Kecamatan Cisitu Sumedang. 
"Ceuk sakaol Anjeunna ngahiang sarta warugana lebeng teu kapaluruh, Kunta Wisesa merenahkeun batu (menhir) dina patilasan ngahyang tandana pangeling-ngeling. Rea jalma nu nyebutken yen Prabu Tajimalela resi pinuji, arif bijaksana. Nalika ngaresi nyiptakeun elmu kasumedangan (tassawuf) jeung putika Kasumedangan atawa atikan Tata Krama Urang Sumedang".
Situs Gunung Lingga berbentuk bangunan teras berundak terdiri dari beberapa teras yang tersusun dari batu. Pada teras teratas terdapat batu “Lingga” dengan tinggi + 1.5 Cm yang dipercaya sebagai makam Prabu Tajimalela. Kemunculan Sumedanglarang sejalan dengan kasus kemunculan kerajaan Talaga. Dirintis oleh tokoh Praburesi, tumbuh otonom tetapi yuridis berada dibawah Galuh.

Prabu Tajimalela mempunyai tiga orang putra yaitu ; 
1. Jayabrata atau Arya Surya Agung atau Batara Sakti alias Prabu Lembu Agung. 
2. Atmabrata atau Arya Kancana Agung atau Bagawan Batara Wirayuda yang dikenal sebagai Prabu Gajah Agung.
3. Mariana Jaya atau Brata Dikusuma atau Arya Jaya Agung dikenal sebagai Sunan Ulun. 

Yang pertama menjadi raja kedua Sumedanglarang adalah Lembu Agung (778 – 893 M) kemudian digantikan oleh Gajah Agung (778 - 839 M)

Baca Juga :

Tidak ada komentar