Silsilah Dari Nabi Adam Sampai ke Prabu Aji Putih

Membahas Silsilah Prabu Aji Putih tidak terlepas dari Kerajaan Galuh, dimana keturunan kerajaan Galuh di percaya berasal keturunanan Nabi Nuh alahis salam setelah banjir besar melanda dunia. (Baca Disini)
Berdasarkan sumber historiografi tradisional cikal bakal berdirinya kerajaan Sumedanglarang berawal dari kerajaan Tembong Agung, Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur.

Berdirinya kerajaan Tembong Agung sangat erat kaitannya dengan kerajaan Galuh Pakuan yang didirikan oleh Prabu Wretikandayun. Prabu Wretikendayun penguasa Kerajaan Galuh Purwa mempersunting Minawati atau Minasih atau Puteri Candraresmi Resi Makandria, melahirkan tiga orang anak, yaitu :
1. Sempakwaja, yang menjadi penguasa Saunggalah, yang bermukim di Kabataraan Galunggung.
2. Jantaka, menjadi penguasa di Denuh.
3. Mandiminyak, menjadi penerus Kerajaan Galuh.

Mandiminyak mempunyai kesempurnaan dibandingkan saudaranya Sempakwaja dan Jantaka yang lahir dalam keadaan cacat fisik. Dan 
Mandimiyak seorang pemuda yang tampan rupawan, cerdas dan memiliki bakat kepemimpinan sehingga timbul kecemburuan saudara-saudaranya, setelah Mandiminyak menikah dengan putri cantik rupawan.

Untuk mengobati kecemburuan Sempakwaja dan Jantaka, maka Prabu Wretikendayun menikahkan Sempakwaja dengan Pwah Rababu atau Dewi Wulansari asal Kendan sebagai 
persembahan dari kerajaan Saunggalah  dan setelah menikah Sempakwaja bermukim di Galunggung dan melahirkan putra : Purbasora, Demunawan dan Nur Ai Janah.
 
Sedangkan Jantaka dinikahkan dengan Dewi Sawitri, setelah menikah Jantaka serta Dewi Sawitri mengikuti Sempakwaja bermukim di Galunggung, karena merasa tidak layak tinggal di istana dipindahkan ke Denuh dan melahirkan : Aria Bima Raksa atau Buna Raksa atau Ki Balagantrang nama yang termashur ditatar sunda, Jagat Jaya Nata dan Sari Legawa.

Prabu Mandi Minyak lengser keprabuan kemudian menobatkan putranya Brata Senawa atau Sang Sena, menjadi pemangku kerajaan Galuh. 

Penobatan Brata Senawa tersebut mendapat reaksi dari kalangan pengagung Galuh, karena Brata Senawa lahir tidak melalui perkawinan yang syah, tetapi hasil perselingkuhan Prabu Mandiminyak dengan Pwah Rababu atau Dewi Wulansari istri Sempakwaja yang tidak lain kakak iparnya Prabu Mandi Minyak sendiri.

Akhirnya sebagai tindakan protes karena merasa berhak juga  atas tahta kerajaan Galuh Pakuan, maka Aria Bimaraksa dan Purbasora menyusun pasukan dengan merekrut rakyat Galuh Pakuan dari Cipancar Girang Limbangan Garut dan dan Sumedang untuk bergabung dengan pasukan Purbasora lalu menyerbu istana Kerajaan Galuh. Sehingga terjadi perang saudara dan Purbasora berhasil merebut istana Galuh, namun Brata Senawa atau Sang Sena berhasil meloloskan diri ke daerah Gunung Merapi, sehingga selamat dari gempuran pasukan Purbasora.

Setelah istana Galuh dikuasai Purbasora menjadi pemangku kerajaan Galuh kemudian mengangkat Aria Bimaraksa menjadi patih dan Purbasora menikahkan putrinya yaitu Dewi Komalasari dengan Aria Bimaraksa dari hasil pernikahannya, melahirkan 4 orang anak, yaitu : Aji Putih, Usoro, Siti Putih dan Sekar Kencana.

Di awal kekuasaanya Prabu Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa atau Sang Sena. Sementara Brata Senawa atau Sang Sena mendapat bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga Utara, kemudian Candraresmi Makandria menobatkan Brata Senawa atau Sang Sena menjadi Pemangku Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian menikah dengan Sanaha putrinya Mandi Minyak dari isterinya Dewi Parwati, putranya Maharani Sima. Perkawinan antara saudara antara Brata Senawa atau Sang Sena dengan Sanaha tetapi berlainan ibu tersebut (perkawinan manu) melahirkan Sanjaya.
 
Kelahiran Sanjaya setelah dewasa di Kalingga Utara membuat kekhawatiran Prabu Purbasora, bahwa Sanjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Brata Senawa atau Sang Sena sebagai penguasa sah Galuh.

Dugaan tersebut menjadi kenyataan istana Kerajaan Galuh diserang oleh pasukan Sanjaya di dalam pertempuran Prabu Purbasora di usia tuanya gugur ditangan Sanjaya. 
Sementara versi babon Cipancar hilir Sumedang, ketika penyerangan ke Istana kerajaan Galuh Pakuan, Prabu Purbasora tidak gugur tapi dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan Sanjaya, hingga akhirnya sampai ke daerah Cipancar di Sumedang Selatan. 

Sedangkan menantunya yaitu Patih Aria Bimaraksa dan istrinya Dewi Komalasari, Wiradi Kusuma dan Wijaya Kusuma putra-putri nya  Purbasora dari permaisurinya Citrakirana,  berhasil meloloskan diri ke masuk dalam hutan belantara sehingga pasukan Sanjaya kehilangan jejaknya, lalu mereka berempat  sampai di daerah Seger Manik atau Sagara Manik di Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan sekarang. Dan mendirikan Padukuhan Cipancar Hilir.

Perkawinan Aria Bimaraksa dengan Dewi Komalasari, melahirkan 6 orang anak, yaitu : Aji Putih, Darma Kusuma, Asta Jiwa, Usoro, Siti Putih dan Lenggang Kencana atau Sekar Kencana. Semasa kecil Prabu Aji Putih dan saudarannya di daerah Sagara Manik ini.

Kemudian Aria Bimaraksa melakukan perjalanan yang sangat jauh ke arah utara melintasi hutan lebat sampai Citembong Agung Girang, lalu kemudian melintasi Gunung Penuh, Mandalasakti, Gunung Sangkan Jaya atau Gunung Nurmala dan berakhir di Kampung Muhara Leuwi Hideung Darmaraja,  disinilah Aria Bimaraksa atau Sanghyang Resi Agung mendirikan Padepokan Bagala Asih Panyipuhan sekaligus mendidik putranya Aji putih yang akan dipersiapkan sebagai pemimpin Kerajaan Tembong Agung. Berdirinya kerajaan Tembong Agung menarik simpati para Resi di tatar Sunda, agar bisa mengatasi ambisi Prabu Sanjaya merebut dan menaklukan kerajaan-kerajaan berpengaruh di tatar Galuh Sunda.

Prabu Sanjaya berhasil menggabungkan kerajaan Medang Jati, kerajaan Indraprahasta dengan kerajaan Galuh. Kemudian mengangkat Patih Saunggalah Kuningan yaitu Wijaya Kusuma putranya Prabu Purbasora menjadi pemangku kerajaan Galuh Pakuan di wilayah Limbangan Garut

Kemudian Sanjaya pergi ke arah timur Bumi Mataram dan mendirikan kerajaan Wangsa Sanjaya. 

Namun tidak berlangsung lama berkuasa kemudian Wijaya Kusuma digantikan oleh Prabu Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang. 

Di awal kekuasaannya Prabu Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang. memindahkan kerajaan Galuh Pakuan ke Ciduging Darmaraja kemudian mengangkat Patih Agung Aria Bimaraksa dan mengangkat Tamperan Barmawijaya atau Sang Tamperan putranya Sanjaya, menjadi Mentri Muda kedudukanya sebagai ahli perang strategis perang tempur di Galuh Kawali.

Hubungan Prabu Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang dengan Patih Aria Bimaraksa bertambah dekat dan harmonis setelah Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang menikah dengan Dewi Naganingrum, putrinya Wiradi Kusuma dan Siti Putih, dimana Wiradi Kusuma adalah kakak ipar Aria Bimaraksa dari isterinya Dewi Komalasari. 

Prabu Permana Dikusuma mempunyai dua orang permaisuri yaitu, Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Perkawinan Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang menikah dengan Dewi Naganingrum, melahirkan Raden Jaka Suratama atau Ciung Wanara atau Sang Manarah. 

Namun karena Permana Dikusuma seorang Prabu yang gemar melakukan tapabrata di Gunung Padang Darmaraja, sehingga terjadi peristiwa ketika istana kerajaan tidak ada pemimpinnya, sehingga terjadi perselingkuhan antara Tamperan Barmawijaya atau Sang Tamperan dengan isterinya Permana Dikusuma yaitu Dewi Pangrenyep dan melahirkan Hariang Banga, selain itu  ambisi Tamperan Barmawijaya atau Aria Kebonan  untuk menguasainya Kerajaan Galuh dan melalui telik sandinya yaitu Patih Lembu Sangkala menyuruh membunuh Permana Dikusuma namun tak berhasil karena kesaktian Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang, namun akhirnya Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang berhasil dibawa ke Sang Tamperan atau Raja Bondan. Permana Dikusuma akhirnya melakukan aji ngawereng geni (membakar dirinya dirinya sendiri dengan keilmuannya). 

Kehadiran Patih Bimaraksa di istana Galuh punya peranan cukup besar dalam perkembangan kerajaan Galuh yang semakin besar pengaruh dan disegani kerajaan-kerajaan di sekitar galuh. Karena terjadi pergantian kekuasaan oleh Sang Tamperan Barmawijaya atau Aria Kebonan, putranya Sanjaya. 

Aria Bimaraksa kemudian menyusun kekuatan di Geger Sunten, sekarang kampung Sodong Desa Tambaksari Kecamatan Rancah, Ciamis.

Aria Bimaraksa  berserta pengikutnya berupaya menghimpun kekuatan untuk merebut kembali Kerajaan Galuh dari tangan keturunan Sanjaya. 

Sebagai patih kawaka Aria Bimaraksa dengan mudah memperoleh pengikut dan pendukung, akhirnya Aria Bimaraksa bersama cucunya Raden Jaka Suratama atau Sang Manarah atau Prabu Ciung Wanara berhasil merebut Kerajaan Galuh kembali, serangan dilakukan oleh Aria Bimaraksa ketika diadakan acara sabung ayam kerajaan, antara ayam Ciung Wanara dan ayam Tamperan Barmawijaya, putra Sanjaya. Di dalam babad layang Darmaraja, ketika dilakukan penyerangan ke Galuh adalah pada jaman kerajaan Sumedanglarang dipimpin oleh Prabu Tajimalela, pasukan dari Sumedanglarang yang dibantu pasukan Limbangan Garut.

Setelah berhasil merebut Galuh, tahta kerajaan diserahkan kepada Prabu Ciung Wanara atau Sang Manarah dan Aria Bimaraksa pensiun sebagai patih Galuh. kemudian pulang lagi ke Tembong Agung di Darmaraja menjadi Sang Resi Agung.

Aria Bimarkasa mempunyai beberapa orang anak yang salah satunya Guru Aji Putih. 
Prabu Guru Aji Putih awalnya mendirikan padepokan di Citembong Agung Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja kemudian mendirikan kerajaan Tembong Agung.

Prabu Guru Aji Putih dari hasil pernikahan dengan Dewi Nawang Wulan (Ratna Inten) mempunyai 4 orang anak, yaitu : yang sulung bernama Brata Kusuma atau Batara Tuntang Buana yang dikenal juga sebagai Prabu Tajimalela, yang kedua Sakawayana alias Aji Saka, yang ketiga Haris Darma dan yang terakhir Jagat Buana yang dikenal Langlang Buana.

Kemunculan kerajaan Tembong Agung mulai diperhitungkan oleh kerajaan lain, Tembong Agung mendapat pengakuan dan dukungan penuh dari Galuh, sebab Dewi Nawang Wulan adalah keponakan dari Prabu Purbasora selain kedudukan Aria Bimaraksa sebagai Maha Patih mempunyai peranan penting di Galuh sehingga memberikan pengaruh yang besar kepada Tembong Agung, selain itu pengakuan diberikan pula Prabu Resi Demunawan penguasa kerajaan Saunggalah, Resi Demunawan merupakan putera dari Batara Sempakwaja. serta penguasa Galuh.

Setelah menyerahkan kerajaan Tembong Agung kepada putranya Prabu Tajimalela, Prabu Guru Aji Putih menjadi Maha Guru atau Guru Loka yang menganut ajaran sunda wiwitan atau agama jati sunda yang mengakui bahwa Sang Pencipta Alam itu Tunggal. 

Agama Jati Sunda sudah dianut oleh masyarakat sunda kuna sebelum agama Hindu menyebar di tatar Sunda dan sudah ada sebelum Prabu Dewarman bertahta di Salakanagara antara 130–168 masehi.

Dalam Babad Darmaraja diceritakan setelah mengetahui adanya agama baru (Islam) yang hampir mirip dengan agama Sunda, maka Prabu Guru Aji Putih berangkat menuju Mekkah untuk menpendalam Agama Islam, sehingga Prabu Guru Aji Putih dikenal juga sebagai Prabu Guru Haji Aji Putih atau Haji Purwa Sumedang yang berarti orang Sumedang pertama berangkat Haji. Prabu Guru Haji Aji Putih adalah orang jawa yang masuk Islam dan berdakwah di wilayah bawahan kerajaan Sunda Galuh.

Prabu Guru Haji Aji Putih menciptakan beberapa karya sastra yang bernafaskan Islam salah satunya Ilmu Kacipakuan, di antaranya :  
Sir Budi Cipta Rasa, Sir Rasa Papan Raga, Dzat Marifat Wujud Kula, Maring Allah, Maring MalaikatMaring Purbawisesa, Terahwisesa, Ratu Galuh.  
Artinya : Getaran jiwa adalah untuk menciptakan perasaan, perasaan untuk menghidupkan jasmani. Dzat untuk mengetahui diri sendiri, untuk mendekatkan diri dengan Tuhan pencipta alam semesta, untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan dan mengetahui hati nurani, Cahaya Hati atau Nurani. 

Setelah wafat Prabu Guru Haji Aji Putih dimakamkan di Situs Makam Astana Cipeueut yang terletak di Kampung Cipeueut Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja Sumedang. 

Makam Prabu Guru Haji Putih tak jauh dari makam ayahnya yaitu Sanghyang Resi Agung atau Aria Bimaraksa dan isterinya Dewi Nawang Wulan.

Silsilah Prabu Aji Putih dapat dilihat Bagan di bawah ini :




 
Silsilah Dari Nabi Adam Sampai ke Prabu Aji Putih   
Sulit memang untuk mensilsilahkan dari mulai Nabi Adam Alahis salam, karena saya hanya mengkisahkan dari silsilah (zuriat) naskah yang ada. 
Silsilah Ini diambil dan disesuaikan dari Naskah-naskah; Kacipakuan Darmaraja,  Carita Waruga Guru, Silsilah  Kitab Waruga Jagat, penyesuaian berdasar naskah-naskah tersebut di atas, yaitu :

1. Berdasarkan Kitab Waruga Jagat
Kitab Waruga Jagat hanya didapatkan berasal dari keturunanan Nabi Nuh Alahis Salam. Adapun silsilahnya sebagai berikut :

Nabi Nuh apuputra baginda Sam, baginda Sam apuputra Baginda Asram, Baginda Asram apuputra Babar Buana, menurunkan putra Manah Putih, apuputra Arga Larang, apuputra Bandul Gantangan, apuputra Ratu Sayar, apuputra Radjakane, apuputra Prabu Komara (Wretikendayun),  berputra Prabu Prabu Permana (Jantaka) apuputra Resi Putih (Bimaraksa) apuputra Aji Putih


2. Berdasarkan Naskah Kacipakuan
Nabi Adam Alahis Salam  => Nabi Sis  => Sanghyang Nurcahya/Sayid Anwar => Sanghyang Darmajaka => Sanghiang Pasar-Pasar => Nabi Idris => Sanghiang Sakti => Sanghiang Lamkasang (Lamak) => Nabi Enoh => Bagenda Sam => Sanghiang Ngijaran/Ngabran/Asram => Sanghiang Babar Buana => Ratu Meneng Putih => Sanghiang Gandu Sayang => Sanghiang Arga Sayang => Sanghiang  Babar Buana => Ratu Sayang/Sayar => Radjakane => Prabu Komara => Ratu Permana (Jantaka) =>Resi Putih (Aria Bimaraksa) => Prabu Aji Putih

Keterangan :  Tanda panah (=>)  keturunannya atau berputra


3. Berdasarkan Carita Waruga Pustaka Raja Purwa dan Carita Waruga Guru
Nabi Adam Alahis Salam  => Nabi Sis Alahis Salam => Sayyid Anwas & Sanghyang Nurcahya/Sayyid Anwar => Sanghyang Sanghyang Darmajaka => Kaliyanggin => Malit => Malam => Nabi Idris => Mahur (Sanghyang Sakti) => Lamak (Sanghyang Lamkasang) => Nasar => Basar => Nabi Nuh => berputri Sanghyang Sanglinglang => Muladasadi (Sanghyang Ngabran)  => Ratu Babarbwana => Gandulgantung (Sanghyang Cipta Langgeng) => Ratu Meneng Putih (Sanghyang Cipta Wisena) => Ratu Gandul larang (Sanghyang Mekubuya) => Ratu Okanglarang (Sanghyang Mekuhurip) => Ratu Sayar/Siar (Sanghyang Medangtasa) => Ratu Komara / Wretikandanyun  (Sanghyang Lengisjati) => Baginda Permana (Jantaka) => Resi Putih (Aria Bimaraksa)  => Aji Putih

Keterangan :  Tanda panah (=>)  keturunannya atau berputra

4. Silsilah ini diambil dari yang ditulis oleh Mas Argasasmita tahun 1938 di Desa Dadiharja-Rancah Ciamis  dan Pustaka Raja Purwa (Rahasia Sejarah Tanah Dhawa)
Nabi Adam puputra; Nabi Esis/Syis puputra; Sanghyang Nurcahya / Sayyid Anwar puputra; Inabah puputra; Malit puputra; Sopus puputra; Nabi Idris puputra; Malut (Sanghyang Sakti) puputra; Lamak (Sanghyang Lamkasang) puputra; Nabi Noh puputra; Bagenda Syah puputra; Bagenda Ngabran (Sanghyang Ngabran) puputra; Sanghyang Babarbuana puputra; Manah Putih puputra; Gede Gantungan puputra; Anggalarang puputra; Gandularang puputra; Ratu Siar puputra; Sanghyang Majakane puputra; Prabu Komara / Wretikandayun puputra; Prabu Permana puputra (Jatnaka); puputra Resi Putih puputra Prabu Aji Putih.

Baca Juga :

Tidak ada komentar