Sasaka Domas adalah tempat keramat dalam kepercayaan Urang Kanekes atau yang juga dikenal dengan sebutan Suku Badui. Setelah orang Kanekes meninggal, roh-roh mereka akan kembali ke Sasaka Domas dan bersatu dengan Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa). Sasaka Domas tidak sama dengan Arca Domas yang merupakan tempat penyimpan arca-arca kuno di suatu tempat.
Konon Sasaka Domas terletak di hulu Sungai Ciparahiyang di dalam hutan terlarang. Orang Kanekes sendiri merahasiakan lokasi sasaka ini, dan yang mengetahui tempatnya hanya beberapa tetua saja.
Berbekal karena keingintahuan dan misi untuk mengetahui Sasaka Domas di Kampung Kanekes Baduy tersebut, kami malah tak diijinkan oleh puun jero (tetua) Cikertawarna, soalnya tabu untuk menuju lokasi sasaka domas tersebut, apalagi kita dari luar daerah.
Kami dan team dari Sumedang ingin tahu ke tempat yang disebut sasaka domas, padahal kami dan team melewatinya yaitu sebuah bukit yang berundak-undak (mandala panta) tempat dimana orang awal yang menghuni kanekes dikebumikan, tak sengaja kami melewati perjalanan untuk menemui 3 puun, yaitu puun Cikerterwarna, puun Cikeusi, dan puum Cibeo. Di antara perjalanan dari Cikerterwarna, Cikeusik sampai Cibeo, 3 bukit yang Sasaka Domas itu.
Sampai dewasa ini saya belum menemukan pendapat para ahli yang berani memastikan, apa agama orang sunda pada masa Sunda Kuna. Walaupun berita sejarah memberikan indikasi anasir Hindu dan Budha nampak dominan.
Secara ekstrim saya berpendapat, agama orang sunda kuna, sebut saja zaman Pajajaran, adalah Agama Sunda. Saya percaya beberapa berita yang sudah ditemukan mayoritas telah memberikan kejelasan-kejelasan.
Contohnya naskah lontar kropak-406, Carita Parahyangan (CP) yang menunjukkan adanya para wiku nu ngawakan Jati Sunda, yaitu para resi yang menganut dan mengamalkan agama lokal seraya memelihara kabuyutan parahyangan.
Indikasi dari sisa pranata religi semacam itu, kini masih tetap hidup di lingkungan masyarakat Urang Kanekes (Baduy), yang disebut agama "Sunda Wiwitan".
Sisa dari Kabuyutan Jati Sunda atau Parahyang, adalah Mandala Kanekes, tempat hunian mereka. Sebab pemeliharaan mandala atau kabuyutan Jati Sunda, dengan penuh kesetiaan mereka laksanakan hingga kini, yang kini lajim mereka sebut SASAKA DOMAS atau SASAKA PUSAKA BUANA atau disebut juga SASAKA PADA AGEUNG.
Sisa dari Kabuyutan Jati Sunda atau Parahyang, adalah Mandala Kanekes, tempat hunian mereka. Sebab pemeliharaan mandala atau kabuyutan Jati Sunda, dengan penuh kesetiaan mereka laksanakan hingga kini, yang kini lajim mereka sebut SASAKA DOMAS atau SASAKA PUSAKA BUANA atau disebut juga SASAKA PADA AGEUNG.
Kesaksian lain secara primordial merujuk kepada berita serial Pantun Bogor Versi Aki Uyut Baju Rambeng. Dalam "Pantun Gede" (Pantun Sakral) episode "Curug Si Pada Weruh", diceritakan bahwa : "Saacan Urang Hindi ngaraton di Kadu Hejo oge, Karuhun urang mah geus baroga agama, anu disarebut agama sunda tea..." (Sebelum orang Hindi bertahta di Kadu Hejo pun, leluhur kita telah memiliki agama, yakni yang disebut agama Sunda).
Secara hipotesis, yang dimaksud urang Hindi disini, adalah tokoh Dewa Warman. Sebagaimana diberitakan Pustaka Wangsakerta, ia dipungut mantu oleh Aki Tirem alias Aki Luhur Mulya, dikawinkan kepada puterinya, Pohaci Larasati, kemudian diangkat jadi Raja di Salakanagara yang beribu kota di Rajatapura Kota Perak (130 - 168 M), menggantikan dirinya. Nama tempat Kadu Hejo, sejalan dengan berita pantun berlokasi di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten, sampai sekarang masih bemama demikian.
Pada tahun 1972 Ayah Sacin (alm), akhli sastra bambu dan mantan Panengen (penasehat Puun) Baduy Tangtu Cikeusik menjelaskan, bahwa zaman para prahajian Pakuan Pajajaran, agama mereka "Agama Sunda Pajajaran".
Sampai sekarang masih mereka agungkan, terpatri dalam ikrar yang mereka namakan "Sadat Sunda" (Sahadat Sunda) : "Pun, Sadu Sadat Sunda, tuan katata tuan katepi, Selam larang teu ka sorang. tuan urang (h)aji Pakuan".
Sahadat Sunda ini, setaun sekali mereka ucapkan pada kegiatan upacara muja di Babalayan Pamujan "Sasaka Pada Ageung" (Pemujaan Urang Baduy).
Beralih kepada pengertian kata "Sunda" sebagai nama suatu agama. Dalam mitos Ngadegna Nagara Sunda berita Pantun Bogor episode Pakujajar Beukah Kembang, Sunda berarti suci atau bahagian yang menyempumakan Ciharu Sunda teh suci, wareh nu nyampurnakeun".
Tanah Sunda pada awalnya disebut Buana Sunda. Nama yang diberikan oleh Sanghyang Wenang. Sebab, ketika tanah ini masih berupa hamparan kosong, banyak didatangi orang untuk "nyundakeun diri" (bertapa menyucikan diri).
"..di dinya ta hade jasa pieun panyundaan nyundakeun diri : pikeun nyampumakeun raga eujeung sukma, ameh bisa ngarasa paehsajero hirup. ngarasa hirup sabari paeh"
Artinya : disana bagus sekali untuk menyucikan diri, untuk menyempurnakan raga dan sukma, agar mampu merasakan mati selama hidup, merasa hidup sambil dalam keadaan mati".
Kian hari buana Sunda kian padat oleh para petapa yang nyundakeun diri Karenanya, lama kelamaan mereka menyandang sebutan "wang sunda" manusia suci, nama mewujud suatu komunitas, "etnik sunda".
Telah dimaklumi, agama sunda sudah ada semenjak sebelumnya Dewawarman bertahta di Salakanagara (130 - 168 M). Dihitung sampai sekarang, eksistensinya sudah kurang lebih 19 abad bahkan mungkin Iebih. Kitab Suci sebagai pegangannya disebut Sambawa, Sambada dan Winasa, tiga kitab yang ditulis oleh Prabu Resi Wisnu Brata.
"Pikukuhan Agama Sunda Pojajaran dituliskeun dina Loyang Sambawa, Sambada, Winasa anu dituliskeun ku Prabu Resi Wisnu Brata. Nya inyana anu tukang tapa ti ngongora. lnyana anu saenyana ngagalurkeun jadi kabehan pada ngarti Agama anu kiwari disebut Agama Sunda Pajajaran tea. Agama anu hanteu ngabeda-bedakeun boro-boro ngagogoreng ngahaharuwan agama sejen. Lantaran euweuh agama anu hanteu hade. Anu hanteu hade mah lain agama, tapi metakeun agama, jeung Laku lampah arinyana anu arembung bae ngarti hartina Ahad teh Nunggal nu ngan sahiji-sahijina, ngan sahiji bae".
Artinya : Ajaran-ajaran agama sunda Pajajaran dituliskan dalam Kitab Suci Sambawa Sambada Winasa yang dituliskan oleh Prabu Resi Wisnu Brata. Dialah yang suka bertapa dari semenjak muda. Dia pulalah yang mengajak semua jadi mengerti agama yang sekarang disebut Agama Sunda Pajajaran. Yakni agama yang tidak membeda-bedakan bahkan juga tidak menjelek-jelekan memusuhi agama lain. Sebab tidak ada agama yang jelek. Yang jelek itu bukan agama, tapi cara mengamalkan agama dan kelakuan mereka yang tidak mau mengerti kepada makna "AHAD" itu berarti TUNGGAL yang benar-benar hanya satu,hanya "Satu-satu-nya"), penjelasan ini mengesankan bahwa ajaran urang kanekes, yang intinya penegasan ke ajaran Budhi.
Basa kuring nanya ka mang Acin Samin,
"Mang ari ieu tempat naon?" ceuk Kuring.
"Kuburan..," pokna mang Acin Samin.
"Mana batu balay mang geuning teu aya? ceuk Kuring, bari ngahuleng.
Oleh sebab itu Sasaka Domas oleh orang Baduy Luar maupun Baduy Dalam dianggap sakral sehingga tidak boleh orang luar sampai pada tempat sasaka domas berada.
"...didinya ta hade jasa pieun panyundaan nyundakeun diri : pikeun nyampunakeun raga eujeung sukma, ameh bisa ngarasa paeh sajero hirup, ngarasa hirup sabari paeh", 1)
Dari pantun ini, sebabnya mengapa Sasaka Domas tersebut dianggap sakral karena merupakan kuburan dalam tingkatan beberapa generasi dari generasi pertama hingga generasi berikutnya, atau merupakan mandala panta atau mandala undakan (tingkatan). cuma tidak terlihat dikuburkan orang-orang baduy di tempat mandala sasaka domas tersebut, dan kuburan orang baduy tidak diberi batu nisan, hanya cukup dikuburkan begitu saja.
Jadi "Sasaka Domas" adalah mandala panta-panta merupakan kuburan massal dari beberapa generasi orang baduy kanekes yang pertama menempati tempat tersebut, oleh sebab itu tabu atau pamali disaba oleh orang luar.
Kitu deui mun puun jero ngadon tatapa di eta Sasaka Domas, bisa ngarasakeun diri rus-ras ka alam Pangbalikan, da sakabeh jalma bakal ngalaman balik kanu nyieunNA..
Prof. Jakob Sumarsono menerangkan Kabuyutan Sunda yang merupakan 5 Mandala Sunda yang tersebar di wilayah Tatar Sunda. Mandala merupakan susunan atau cluster atau tingkatan kabuyutan yang jumlahnya ada 8 yang ada di 4 arah penjuru mata angin (8×4=32), masing-masing Mandala mempunyai 25 Kampung Buhun dengan situs-situs dan hutan larangan atau keramatnya, sehingga totalnya ada 32x25=800 kabuyutan yang disebut Sasaka Domas (Sasaka artinya tempat suci, dan domas artinya 2 omas = 2 x 1 omas (400) = 800; jadi sasaka domas adalah tempat suci atawa kabuyutan.
Sumber :
1) Fenomena Keagamaan Masa Sunda Kono Menurut Pantun dan Babad, Disampaikan pada Gotra Sawala (Seminar) "Revitalisasi Makna dan Khasanah Situs Sindang Barang ", 20 April 2008 di Kampung Budaya Sindang Barang Kabupaten Bogor, Anis Djatisunda. hal 1.
Tidak ada komentar
Posting Komentar