Situs Makam Keramat Pangukusan Prabu Lingga Hyang, Prabu Lingga Wastu dan Prabu Tambakbaya Di Gunung Panoknok Desa Cinanggerang Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang
Sampurasun
Mugia Rahayu Sagung Dumadi.
Baik kita ulas sejarahnya, seperti kita ketahui Prabu Ciung Wanara alias Prabu Jaya Prakosa Mandeleswara Salakabuana alias Buyut Maja alias Jaka Suratama Raja di Kawali Ciamis (Darma ngarajaan) antara 739-783 Masehi, lalu melakukan manurajasunya ke Puncak Damar Darmaraja, kebiasaan raja-raja terdahulu menjadi Praburesi dan melepaskan atribut kemewahan atau kemelakatan faktor duniawi. Begitu pula ayahandanya Prabu Ciung Wanara yaitu Prabu Permana Di Kusuma Raja Galuh Pakuan antara 724-725 Masehi, melakukan manurajasunya ke Gunung Padang Darmaraja, Prabu Tajimalela Raja Sumedanglarang ke 1 antara 721-778 Masehi, melakukan manurajasunya ke Gunung Lingga Darmaraja.
Dalam buku Pakuning Alam Darmaraja dipantunkan silsilah Prabu Linggahyang dan Prabu Lingga Wastu dari bahasa Sunda, dan transkrip ke bahasa Indonesia sebagai berikut :
Ciung Wanara sudah menjadi Raja, Surawacana menjadi Patih, sudah menjadi Ratu Agung berada di Galu, panday domas banyaknya empat puluh, membuat keris dan pedang, akhir kemudiam akan ada perang.
Sekarang cerita Hariang Banga, menjadi Raja di Majapahit, lalu membuat kedaton dan mengumpulkan pasukan Hariang Banga, Tunda lagi yang diceritakan meneruskan cerita Ciung Wanara untuk melayani keperluan dirinya sudah terkumpul dengan adanya 40 pandai besi, dan Ciung Wanara telah menjadi Ratu Agung, sudah mempunyai menantu Guru Minda. Guru Minda mempunyai anak Sang Prabu Linggahyang. Linggahyang menjadi Raja Kerajaan Pajajaran lama, mempunyai anak yang sudah meninggal, digantikan oleh Lingga Wastu, tidak disebutkan putranya yang banyak, yang diceritakan hanya seturunan satu. Lingga Wastu puputra lagi, Lingga Weusi namanya sudah lama di Karaton, Lingga Weusi lalu meninggal, mempunyai anak Lingga Larang. cepatnya cerita Lingga Larang menjadi Raja, mempunyai anak Prabu Siliwangi, sudah lama menjadi Raja.
Kerajaan Pajajaran telah berlalu, Siliwangi yang menjadi Raja nya, Pajajaran lebih ramai, isterinya kita ceritakan, Ratu emas Raja Mantri, banyak sekali anaknya, yang diceritakan hanya seorang putra, tidak diceritakan anaknya yang lainnya.
Raja Mantri sudah mempunyai anak Raden Meumeut dan Raden Deungah, Sekarang diceritakan yaitu Raden Meumeut mempunyai anak Sunan Pada di Sumedang tinggal di lembur Karedok namanya, mempunyai anak namanya Gedeng Waru.
Dalam buku pupuh sunda lainnya, Pupuh pembukaan wawacan Sejarah Sumedang B, karya Haji Muhamad Jen maupun Pupuh Pembukaan sejarah Sumedang karya Raden Adipati Aria Martanagara Bupati Bandung, yang isi semuanya menceritakan kisah di jaman Prabu Geusan Ulun, pembukaan pupuh transkrip dari bahasa sunda ke dalam bahasa Indonesia diceritakan sebagai berikut :
Sang Prabu Linggahiang menjadi Ratu di Sumedang. bibit tulak Siliwangi, diceritakan kisah ini, yaitu raja yang digantikan oleh putra terkasih Sang Prabu Lingga Wastu. Singkat cerita, Prabu Lingga Hyang dari istrinya mempunyai seorang putri yaitu Mutiasari, dan ratu terakhir adalah beragama Budha yang menikah dengan Sunan Guling putra Prabu Pagulingan.
Kota Sumedang waktu berpindah ke sebelah selatan Gunung Kacapi Kutamaya disebutnya, di sebelah utara Gunung Palasari, dibatasi dengan satu sungai sisinya terhalang dari selatan, tanahnya datar sekali, kelihatan sekelilingnya, hanya dua pal dari kota Sumedang yang sekarang. 2)
Makam keramat Gunung Pangukusan berada pada Kawasan Geger Sunten Sumedang Larang paling atas di Ciguling bekas Ibukota Kerajaan Sumedang Larang. Jika anda berniat berjiarah ke Makam Keramat Pangukusan Di Gunung Panoknok, bisa di mulai memasuki kawasan Geger Sunten Ciguling terus ke atas menuju ke arah Gunung Panoknok wilayah administratif Desa Cinanggerang Kecamatan Pamulihan
Kawasan Geger Sunten yang sekarang disebut Geger Hanjuang di Ciguling sebagai bekas ibukota kerajaan Sumedanglarang memiliki tinggalan Situs Cagar Budaya (SCB) dalam bentuk artefak bekas kerajaan karena di daerah tersebut pernah dijadikan wilayah Kerajaan Sumedanglarang pada fase pemerintahan kerajaan Sumedanglarang, yaitu :
- Pada fase kerajaan pada masa Prabu Gajah Agung atau Atma Brata antara 839 - 998 Masehi.
- Pada fase Prabu Mertalaya alias Sunan Guling antara 1114 - 1234 Masehi.
- Pada fase estafet pemegang kekuasaan kerajaan Sumedang kakak beradik antara 1237 - 1462 Masehi yang dimulai dari Prabu Jayadinata, lalu Jaya Diningrat alias Pandita Sakti alias Pandita Wulung sampai dengan Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan.
- Pada fase Ratu Raja Mantri sebelum diboyong ke Pakuan Pajajaran oleh Prabu Jaya Dewata atau Prabu Siliwangi yang tersirat dalam Naskah Primer Carita Ratu Pakuan, dan berakhir di masa Ratu Sintawati alias Ratu Patuwakan antara 1462 - 1530 Masehi.
Yang kemudian dialihkan ke Kutamaya yang daerahnya relatif lahan datar di Padasuka kecamatan Sumedang Selatan, pada masa Ratu Setyasih alias Ratu Inten Dewata alias Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang dan Pangeran Santri.
Di Gunung Panoknok Kampung Linggawastu Desa Cinanggerang Kecamatan Pamulihan yang berbatasan dengan Desa Mekar Rahayu Kecamatan Sumedang Selatan, ada makam-makam keramat pangukusan yaitu makam Prabu Lingga Hyang atau Dalem Haji Kusuma, makam Prabu Lingga Wastu alias Prabu Heulang Ngambang dan makam Prabu Lingga Wesi alias Prabu Gilingwesi alias Prabu Tambakbaya.
Prabu Jagabaya alias Prabu Pagulingan adalah ayahnya Prabu Mertalaya alias Sunan Guling, kemungkinan juga makam Prabu Jagabaya alias Prabu Pagulingan ada di sini makamnya. Hal ini dikarenakan Prabu Linggahyang alias Dalem Haji Kusuma adalah besan dari Prabu Jagabaya alias Prabu Pagulingan. Jadi besar kemungkinan makam Keramat Panhukusan Gunung Panoknok, Desa Cinanggerang Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang dulunya tempat pekuburan para raja dan keluarganya.
Prabu Linggahyang atau Dalem Haji Kusuma, beliau adalah Raja Sunda Pakuan Galuh dan Limbangan Garut yang melakukan manurajasunya, hingga wafatnya di Gunung Panoknok Leuweung Dukuh Kampung Linggawastu, Desa Cinanggerang, Kecamatan Pamulihan yang berbatasan dengan Desa Mekar Rahayu Kecamatan Sumedang Selatan atau wilayah Geger Sunten Ciguling dahulu.
Prabu Linggahyang atau Dalem Haji Kusuma mempunyai permaisuri Ratu Amah Suriyanah atau Dalem Isteri, generasi ke 5 dari Sunan Ulun alias Maridja Jaya Limbangan Garut putranya Prabu Tajimalela alias Brata Kusuma.
Prabu Linggahyang atau Dalem Haji Kusuma dari Ratu Amah Suriyanah, mempunyai 2 orang anak yaitu :
- Siti Wulung, yang diperisteri oleh Prabu Linggawastu alias Prabu Baros Ngora alias Prabu Heulang Ngambang
- Mutia Sari alias Haji Purbakawasa, yang diperisteri oleh Sunan Guling atau Prabu Mertalaya alias Haji Raja Mukti, putranya Prabu Pagulingan alias Manggala Wirajaya alias Prabu Jagabaya, mempunyai anak :
1. Jayadinata
2. Kusuma Jayadiningrat alias Pandita Sakti
3. Sunan Tuakan alias Prabu Tirtakusuma
Agar kita tidak gagal paham, dalam memaknai Prabu Linggahyang digelari Dalem Haji Kusuma, Haji disini bukan orang yang berhaji ke tanah Suci, baiknya saya jelaskan sebagai berikut, dalam sejarah Nusantara pra-Islam, Haji atau Aji juga merupakan gelar untuk penguasa. Gelar ini dianggap setara dengan raja, akan tetapi posisinya di bawah Maharaja. Gelar ini ditemukan dalam Bahasa Melayu Kuno, Sunda, dan Jawa kuno, dan ditemukan dalam beberapa naskah kuno atau Prasasti.
Sebagai contoh, legenda Jawa Aji Saka menjelaskan mengenai asal-usul peradaban dan aksara di tanah Jawa. Nama Aji Saka bermakna “Raja Permulaan”. Kemudian pada tahun 1482 Raja Kerajaan Sunda Pajajaran Prabu Siliwangi, dalam Prasasti Batu Tulis diberitakan bahwa Prabu Siliwangi saat dinobatkan menjadi penguasa Sunda-Galuh bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Pakuan adalah ibu kota Kerajaan Pajajaran.
Begitu juga dengan penyebutan Sunan, orang Sunda memakai sunan, untuk menyebut orang yang memiliki kedudukan terhormat atau Susuhunan. Pemakaian lainnya untuk istilah sunan dan adalah sebagai gelar bagi raja-raja.
Salam Santun.
Buku Silsilah Jati Sampurna Cipancar Hilir Sumedang Larang dan Cipancar Girang Limbangan, silsilahnya dibagankan sebagai berikut :
Sumber Referensi :
1) Buku Pakuning Alam Darmaraja
2) Sumedang B (Wawacan), warisan orang tua - Haji Muhamad Jen Cibitung, Padasuka, Sumedang dan Wawacan Sejarah Sumedang karya RAA Martanagara Bupati Bandung.
3) Babad Cipancar Hilir Sumedang, Buku Jati Sampurna Sumedang".
Post a Comment