Menguak Pantun Aki dan Nini Balagantrang Sebagai Leluhur Kerajaan Sumedanglarang
Dalam sebuah pupuh dikatakan :
Rundayan Raja Sumedang
Sadulur Galuh Pakuan
Asal ti Medang Kamulyan
Riwayat nu saturunan
Kabuyutan ti Cipancar
Katelah Ratu Komara
Garwana Aki Sanepa
Kakoncara di Sumedang
Kakoncara Ratu Galuh
Katelah Sunan Baeti
Garwana Aki Sanepa
Pangeran Mandala Sakti
Kapungkur Cipancar Girang
Kiwari Cipancar Hilir
Rundayan Wretty Kandayun
Asal Raja Medang Jati
Aya di Pasir Astana
Nu nurunkeun putra-putri
Raja Galuh jeung Sumedang
Anu pinuh ku pangarti
Ki Sanghyang Resi Agung
Panutan Sunan Baeti
Kiwari keur ngadangiang
Kapungkur lembur Ciamis
Nu jenengan Balangantrang
Gaduh putra Aji Putih.
Sadulur Galuh Pakuan
Asal ti Medang Kamulyan
Riwayat nu saturunan
Kabuyutan ti Cipancar
Katelah Ratu Komara
Garwana Aki Sanepa
Kakoncara di Sumedang
Kakoncara Ratu Galuh
Katelah Sunan Baeti
Garwana Aki Sanepa
Pangeran Mandala Sakti
Kapungkur Cipancar Girang
Kiwari Cipancar Hilir
Rundayan Wretty Kandayun
Asal Raja Medang Jati
Aya di Pasir Astana
Nu nurunkeun putra-putri
Raja Galuh jeung Sumedang
Anu pinuh ku pangarti
Ki Sanghyang Resi Agung
Panutan Sunan Baeti
Kiwari keur ngadangiang
Kapungkur lembur Ciamis
Nu jenengan Balangantrang
Gaduh putra Aji Putih.
Rundayan Medang Kamulyan
Cumarita Darmaraja
Cumarita Darmaraja
Dalam Amanat Galunggung dikatakan “Hana nguni hana mangke, Tan hana nguni tan hana mangke, Aya na baheula hanteu tu ayeuna, Hanteu na baheula hanteu tu ayeuna, Hana tunggak hana watang, Tan hana tunggak tan hana watang, Hana na tunggulna aya tu catangna”, artinya yaitu ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tiada masa silam tak akan ada masa kini, ada tonggak tentu ada batang, bila tak ada tonggak tak akan ada batang, bila tak ada tunggulnya tentu ada catangnya.
Cerita mengenai leluhur Sumedang dideskripsikan berdasarkan hasil identifikasi situs (tinggalan budaya) terhadap obyek yang diteliti (tokoh). Dengan demikian, narasi dari cerita ini diharapkan mendekati realitas sejarah silsilah tokoh yang bersangkutan, bukan lagi sebuah dongeng atau legenda, juga merupakan pokok-pokok peristiwa. Sebab, untuk menyusun sebuah biografi dari tokoh yang hidup pada ribuan tahun yang lampau, sangatlah sulit, apalagi pada masa itu tradisi tulis belum begitu familier, jadi sangat langka untuk bisa menemukan dokumen, naskah atau sesuatu kitab yang ditulis sesuai fakta pada jamannya.
Cerita mengenai leluhur Sumedang dideskripsikan berdasarkan hasil identifikasi situs (tinggalan budaya) terhadap obyek yang diteliti (tokoh). Dengan demikian, narasi dari cerita ini diharapkan mendekati realitas sejarah silsilah tokoh yang bersangkutan, bukan lagi sebuah dongeng atau legenda, juga merupakan pokok-pokok peristiwa. Sebab, untuk menyusun sebuah biografi dari tokoh yang hidup pada ribuan tahun yang lampau, sangatlah sulit, apalagi pada masa itu tradisi tulis belum begitu familier, jadi sangat langka untuk bisa menemukan dokumen, naskah atau sesuatu kitab yang ditulis sesuai fakta pada jamannya.
SILSILAH MENGUAK MISTERI
Kandiawan yang menjadi Raja Medangjati (di Cipancar, Balubur Limbangan, Garut) menikah dengan Sariati, lalu berputra Wretikandayun yang disebut juga dengan nama Rahyangta ri Menir. Wretykandayun tersebut kemudian menikah dengan Dewi Minasih alias Pwah Bungatak Mangalengale yang merupakan anak dari Resi Makandria (Candraresmi) dengan Ratna Kancana.
Wretilandayun yang menjadi raja di Menir (Nagrek) ini dikarunia tiga orang anak yaitu:
Sempakwaja, disebut juga denga nama Si Kasep alias Batara Dangiang Guru Galunggung. Nama lainnya adalah Sang Hyang Wereh.
Jantaka, disebut juga dengan nama Praja Sasana. Nama lainnya adalah Rahyang ta Kidul.
Mandiminyak, disebut juga dengan nama Amara.
Ketiganya tersebut berdiam di kaki Gunung Cakrabuana, yang kemudian dikenal dengan sebuah daerah yang disebut Cipancar Girang, saat ini masuk wilayah administrasi Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Padepokannya tersebut juga dikenal dengan nama Galunggung, yang berarti Galuh Agung.
Jantaka menikah dengan Sawitri alias Nagara Nangsana (anak Purbasora, cucu Sempakwaja) berputra :
- Aria Bimaraksa (nama lainnya adalah Resi Agung alias Aki Balangantrang alias Aki Sanepa);
- Jagat Jayanata alias Wiragati;
- Sari Legawa (disebut juga dengan nama Embah Dalem, dan nama lainnya adalah Surya Legawa, Antra Legawa, Dewi Padi/Dewi Sri) yang menikah dengan Demunawan (Sang Paramarta, Rahyang Kuku, Raden Hindi). Kemudian berputra Sari Banon Kancana dan Tambak Wesi (disebut juga dengan nama Salaka Domas alias Mpu Anjali). Sedangkan Demunawan, merupakan putra Sempakwaja dengan Wulansari, dimana kakaknya Demunawan bernama Purbasora dan adiknya bernama Sari Arum.
- Aji Putih (Prabu Guru Haji Aji Putih alias Sunan Cipaku), menikah dengan Nawang Wulan;
- Darmakusumah;
- Astajiwa;
- Usuro, memiliki putra bernama Balung Tunggal;
- Siti Putih alias Iwa Pancakudra, menikah dengan Wiradikusuma alias Sunan Pamret berputra Naganingrum. Adapun Wiradikusuma adalah anak dari Purbasora dengan Citra Kirana;
- Sekar Kancana alias Lenggang Kancana, menikah dengan Wijayakusumah berputra Permanadikusumah. Permanadikusumah menikah dengan Naganingrum berputra Ciung Wanara (disebut juga Manarah alias Buyud Maja). Ciungwanara menikah dengan Kancana Wangi berputra Nawangsasih. Adapun Prabu Wijaya Kusuma Cipancar Girang Limbangan adalah juga anak dari Purbasora dengan Citra Kirana.
Alhasil, Aki Balangantrang (Aria Bimaraksa) dan Nini Balangantrang (Dewi Komalasari) sesungguhnya adalah kakek dari Prabu Permanadikusumah (Raja Galuh di Karangkamulyan, Ciamis). Jadi, Ciungwanara yang legendanya amat terkenal itu, dalam silsilah ini adalah cicit Aki dan Nini Balangantrang.
1. NINI BALANGANTRANG
Ajarannya yang terkenal disebut sebagai Dawuhan Sunan Pancer, yaitu “Kurang kuring aya di batur kuring, Rasa batur rasa kuring ngarasakeun.
Ajarannya yang terkenal disebut sebagai Dawuhan Sunan Pancer, yaitu “Kurang kuring aya di batur kuring, Rasa batur rasa kuring ngarasakeun.
Makam Ratu Galuh (Nini Balangantrang) di Komplek Astana Cipancar, Jalan Pagar Betis, Dusun Citeureup, Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan. Dikenal juga sebagai makam Sunan Pancer alias Ratu Komara/Sunan Baeti, berada di ketinggian 583 m dpl, pada koordinat 6º90’21,1” LS dan 107º94’19,4” BT.
Keadaan makam tersebut sudah
mengalami perubahan (tidak insitu lagi), sangat disayangkan di dalam
area situs inti ini telah dibangun semacam cungkup dan diplester semen,
sehingga mengurangi nilai dari segi arkeologi. Makam Dewi Komalasari
(Ratu Komara/Sunan Pancer) tersebut dipagar dengan susunan batu andesit
setinggi 50 cm berbentuk segi empat. Di dalam area makam terdapat dua
buah batu datar serta batu berlubang, dan juga terdapat dua makam yang
dikenal sebagai Citra Kirana (istri Purbasora) dan Kancana Wangi (istri
Ciungwanara).
Di area keramat Cipancar, juga terdapat makam-makam lainnya yang tidak kalah penting yakni:
Di area keramat Cipancar, juga terdapat makam-makam lainnya yang tidak kalah penting yakni:
- Makam Wiradikusuma alias Sunan Pamret;
- Makam Sari Banon Kancana dan Ki Anjali;
- Makam Jaksa Wiragati (berada di tengah sawah).
Di luar area makam Dewi Komalasari, terdapat beberapa makam yang terancam rusak, yakni:
- Sari Banon Kancana (istri Jaksa Wiragati) adalah ibu mertua Prabu Aji Putih;
- Ki Anjali alias Tambakwesi (Mpu Galuh);
- Purbasora (Sanghyang Permana);
- Purbasari/Puspasari (istri Guru Minda alias Lutung Kasarung);
- Demunawan (kondisi rusak).
Di luar komplek makam Sunan Pancer, terdapat makam Jagat Jayanata yang juga dikenal dengan sebutan Jaksa Wiragati adalah ayah Nawang Wulan atau mertua Prabu Aji Putih. Berada di sebelah barat sungai Cimandala dengan ketinggian 557 m dpl dan terletak pada koordinat 6º90’20,3” LS dan 107º94’07,7” BT. Kondisi makam terancam rusak karena di sekelilingnya dibuat sawah, sebab sedikit demi sedikit area makam ini di ambil untuk pelebaran sawah.
2. AKI BALANGANTRANG
Resi Agung alias Aki Balangantrang. Ajarannya yang terkenal disebut sebagai Syahadat Kasumedangan, yaitu :
Ciptanira ciptaningsun,
ciptaning dzatullahi,
urubing rasa rasulullah,
sun weruh ing deweke,
hangku tan perbadaha,
hangku ya insun,
kang sepuh nang sajagat kabeh.
Di Waduk Jatigede tepat pada lokasi yang dulunya adalah Desa Cipaku di Kecamatan Darmaraja, terdapat sebuah situs makam yang dikenal dengan nama Situs Cipaku, yaitu makam Resi Agung dan Prabu Aji Putih dan juga Dewi Nawang Wulan Isterinya Prabu Aji Putih. Situs ini termasuk situs penting di wilayah Kabupaten Sumedang, sudah di data dan di dokumentasi oleh BPCB Serang, Balar Bandung dan BPKSNT Disparbud Porpins Jabar. Situs ini merupakan situs yang terkena dampak genangan proyek.
Post a Comment