Tiga Tokoh Pendiri Caruban Nagari : Ki Danusela, Pangeran Walangsungsang dan Sunan Gunung Jati
Kerajaan Cirebon adalah Kerajaan Islam tertua di Jawa Barat, Kerajaan ini didirikan oleh tiga tokoh utama pendiri Cirebon. Yaitu Bramacari Siramana (Ki Dnusela), Pangeran Walangsungsang (Cakrabuana) dan Syarif Hidyatullah (Sunan Gunung Jati).
Ki Danusela sejatinya seorang Ekonom, karena ia terbiasa dengan urusan Ekapor dan Impor, sementara Pangeran Walangsungsang sebetulnya orang yang ahli dalam manajemen pemerintahan dan militer, sementara Syarif Hidayatullah adalah ahli politik ulung dan juga sebagai ahli agama yang luas.
Bramacari Siramana atau yang lebih populer disebut Ki Gede Alang-Alang, atau juga yang mempunyai nama lain Ki Danusela adalah orang yang mula-mula membuka perkampungan Cirebon.
Sebelumnya, Cirebon hanya daerah hutan pesisir yang banyak ditumbuhi alang-alang (Rerumputan). Oleh Ki Danusela tempat tersebut dijadikan perkampungan, pada mulanya perkampungan tersebut dinamai Dukuh Tegal Alang-Alang. Karena itulah beliau dijuluki Ki Gede Alang-Alang.
Ki Danusela, sebetulnya tokoh terpandang, karena ia merupakan Syah Bandar (Kepala Pelabuhan) Pelabuhan Muarajati menggantikan kedudukan Ki Gede Tapa yang telah mangkat.
Daripada menampati rumah dinas yang disediakan Kerajaan Pajajaran, Ki Danusela memilih membuat perkampungan baru yang letaknya tidak terlampau jauh dari Pelabuhan Muara Jati.
Karena kedudukannya sebagai orang penting, tempat tinggal baru Ki Danusela banyak didatangi oleh orang dari berbagai negara guna meminta izin berlabuh di pelabuhan maupun yang meminta izin berdagang dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelabuhan. Selain itu, lambat laun Dukuh Tegal Alang-Alang juga banyak ditinggali orang dari berbagai bangsa, seperti Jawa, Cina, India, Melayu, Perisa, Arab dan lain sebagainya.
Setelah mengamati begitu majemuknya penduduk Dukuh Alang-Alang, Padukuhan tersebut akhirnya diubah namanya menjadi Caruban. Kata Caruban dalam bahasa Sunda maksudnya Majemuk/Campur. Dinamakan demikian karena memang penduduknya sangat majemuk atau terdiri dari berbagai bangsa.
Setelah mengubah nama Tegal Alang-Alang menjadi Caruban (Dikemudian hari Karena Pelafan berubah menjadi Carbon-Cirebon), Ki Danusela juga membentuk Pemerintahan desa disana, beliau menjabat sebagai Kuwu (Kepala Desa) pertamanya, karena itulah beliau juga di juluki Ki Kuwu Cirebon I.
Berlalunya waktu, Putri Ki Gede Alang-Alang yang bernama Kencana Larang berjodoh dengan Pangeran Walangsungsang, anak Prabu Siliwangi yang kala itu meninggalkan Istana Pajajaran untuk belajar agama Islam pada Syekh Nurjati di Gunung Jati.
Ki Danusela kemudian mengangkat Pangeran Walangsungsang menjadi Pangraksabumi (Raksabumi) di Desa Cirebon.
Setelah kedatangan Pangeran Walangsungsang, Caruban berubah menjadi desa yang sangat maju. Selanjutnya berbarengan dengan masa Pensiunnya sebagai Syah Bandar, Ki Danusela menyerahkan kedudukan jabatan Kuwu Cirebon kepada menantunya, mulai selepas itu yang menjabat sebagai Kuwu Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang.
Suatu hari, di Kerajaan Singapura (Sekarang Mertasinga) diputuskan pembagian harta warisan peninggalan Ki Gedeng Tapa (Ki Jumajan Jati), karena Pangeran Walangsungsang adalah anak Subang Larang binti Ki Gedeng Tapa, maka iapun memperoleh harta warisan ibunya.
Harta warisan yang didapat oleh Pangeran Walangsungsang dipergunakan untuk membangun Keraton dan membentuk angkatan bersenjata, sehingga kala itu Caruban menjelma menjadi Kota Besar yang otonom, baik secara militer maupun ekonomi.
Manakala Caruban menjadi Kota Besar yang otonom, (Negara Gede/Grage), Prabu Siliwangi mengutus Patih Jagabaya ke Caruban untuk memberikan stempel pengakuan Pajajaran kepada Pangeran Walangsungsang, mulai selepas itu Pangeran Walangsung diberi gelar Sri Manggana (Pimpinan Kota Otonom yang juga sebagai Panglima Bersenjata).
Berlalunya waktu, ketika Caruban sudah berkembang sangat pesat, Pangeran Walangsungsang kedatangan Syarif Hidayatullah, yang tak lain merupakan Keponakannya sendiri.
Oleh Pangeran Walangsungsang, Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan anak perempuannya Nyi Mas Dalem Pakungwati, selain itu, Syarif Hidayatullah juga diserahi jabatan penting di Cirebon.
Dibawah bantuan Syarif Hidayatullah, Cirebon berkembang tambah pesat, jangkuan kerja sama Cirebon pada masa itu dapat menembus Giri dan Kesultanan Demak, pusat Islam di Jawa, bahkan Syarif Hidayatullah ditetapkan oleh dewan Wali Kesultanan Demak sebagai anggota Wali yang tugasnya mengislamkan pulau Jawa bagian barat. Oleh dewan Wali, Syarif Hidayatullah digelari Kanjeng Sunan Gunung Jati Panatagama Ing Jawa Kulon.
Mengamati perkembangan Cirebon yang makin maju setelah kedatangan keponakannya, maka meskipun mempunyai anak laki-laki, Pangeran Walangsungsang menyerahkan kekuasaannya atas Grage (Cirebon) kepada keponakanya.
Dua tahun selepas diprintah oleh Syarif Hidayatullah, tepatnya pada tahun 1479 Masehi, Syarif Hidayatullah yang mendapat persetujuan dari uwaknya Pangeran Walangsungsang, membentuk Kerajaan Islam Cirebon yang merdeka dari Kerajaan Pajajaran. Mulai setelah itu, Cirebon menjelma menjadi Kerajaan Islam yang pengaruhnya sangat kuat di Jawa Barat.
Demikianlah uraian mengenai sejarah 3 tokoh Pendiri Kerajaan Cirebon, Kerajaan Islam tertua di Jawa Barat. Bahwa kesimpulannya, Pendirian Kerajaan Cirebon, tidak lepas dari 3 tokoh utama, yaitu Ki Danusela, Pangeran Walangsungsang dan Syarif Hidayatullah.
Penulis : Bung Fei
Post a Comment