Petilasan Bumen-Bumen Rumah Pangeran Mekah
Sampurasun
semoga kita semua diberikan keselamatan, kesehatan dan umur yang panjang.
Petilasan bumen-bumen atau rumah tinggal sementara Pangeran Mekah setelah turun dari kebupatian dan setelah mewakafkan harta pribadinya, kemudian bumen-bumen di Sindang Taman, yang kini menjadi Perum Asabri Desa Jatimulya Kecamatan Sumedang Utara.
Warga Sumedang, pasti sudah pada tahu siapa Pangeran Aria Soeria Atmadja atau Pangeran Mekah, bahkan Petilasan rumah tinggal sementaranya pun, telah dijadikan sebagai peninggalan Cagar Budaya, seperti apa dan bagaimana terlihat kondisinya saat ini.
Dari sedikit peninggalan fisik itu adalah Petilasan Rumah Pangeran Aria Soeria Atmadja adalah rumah tinggal sementara di mana Pangeran Mekah, bertafakur menghabiskan masa pensiunnya sejak tanggal 17 April 1919 dan 2 tahun setelah beliau tinggal di Sindang Taman pada tanggal 24 April 1921 Raden Sadeli atau Pangeran Soeriaatmadja berangkat ke tanah suci untuk menunaikan Ibadah haji bersama isterinya Nyi Raden Ayu Radja ningrum dan putrinya Nyi Raden Jogja Inten.
Hal tersebut diterangkan dalam Buku Sejarah Sumedang Sambungan V.A 1935 karangan Raden Asikin Natanagara, halaman 39 dalam bahasa sunda sebagai berikut :
Tina parantos ngaraos sepuh, pangeran Aria Soeria Atmadja mundut lugay tina ngasta kabupate Sumedang, ku Pamarentah Agung kaidinan sarta teras dipansiun ku Governement Belanda tanggal 17 April 1919, ngalih bumen-bumen di Sindang Taman, ti dinya teu lami tanggal 24 April 1921 atawa 15 rewah 1339 Hijriah nohonan rukun Islam nu kalima, mantenna angkat jarah ka tanah Suci, munggah haji, ngan sasumpingna ka Mekah lajeng wafat, nya kitu deui garwa sareng saderek istri anu dicandak ka Mekah, malah badal-badal nu ngiring pada tilar dunya, teu mulih deui ka bali geusan ngajadi, nya ka dayeuh Sumedang, sampurna di tanah suci.
Salugayna Pangeran Soeria Atmadja (bisluit jeung pansiun tanggal 19 April 1919), digentos ku saderek sarama teu saibu, lantaran teu kagungan putra pamegat, mung putra istri hiji sareng putu pameget pupus ti payun, gentosna teh rayi Pangeran Soeria Atmadja nu nyepeung Wadana Plumbon Raden Koesoemadilaga.
Dari petilasan Pangeran Mekah yang berlokasi di Dusun Sindang Taman Desa Jatimulya Kecamatan Sumedang Selatan atau Perum Asabri sekarang tersebutlah, Pangeran Mekah sering pergi berburu rusa yang memang sangat disukainya. Lokasinya memang tidak jauh dari hutan-hutan tempat berburunya. Dan rumah panggung dengan tiga kamar tersebut, cukup jauh dari pemukiman warga. Kini petilasan Pangeran Mekah hanya berupa tembokan bekas pondasi dan batu tatapakan bekas rumah.
Selain pondasi-pondasi yang kini di sekelilingnya tumbuh beberapa pohon besar, yang tersisa pada aksi pembakaran rumah bumen-bumen pangeran mekah tersebut adalah sumur yang tepat berada di belakang rumah tempat Pangeran Mekah tirakat.
Sumur itu masih sangat bermanfaat hingga sekarang. Pada musim kemarau pun, sumur tersebut seolah tidak pernah kehabisan air meski warga yang datang mengambil air siang malam.
Dulu tepat di dekat sumur, terdapat tajuk tempat pangeran Mekah atau Raden Soeriaatmadja dan para embannya melakukan shalat.
Saat ini, patilasan rumah Pangeran Mekah sudah masuk dalam daftar Cagar Budaya. Di sekeliling fondasi yang masih tersisa, sudah dikelilingi pagar tembok pendek yang cukup kokoh. Di bagian bekas halaman depan rumah, dibuatkan tugu petunjuk Cagar Budaya. Tak jauh dari tugu, di sebelah pojok timur telah dibangun pendopo untuk duduk-duduk dan berbincang di sekitar petilasan.
Rumah Bumen-Bumen Pangeran Mekah dan keluarganya yang bangunannya didominasi kayu jati dan atapnya dari genteng yang sudah hangus dibakar gerombolan pada tahun 1925.
Dulu tak jauh dari rumah yang menghadap ke sebelah selatan itu, terdapat Situ Rancabango. Sebuah kolam yang merupakan sumber irigasi untuk pertanian di sekelilingnya. Dengan alasan seringnya terjadi kebanjiran saat musim penghujan, beliau menyendat sumber mata airnya dan Situ Rancabango. Namun hal itu, tidak lagi bisa disaksikan saat ini.
Sewaktu kecil saya sering dibawa ayah saya R.A Sukarsah almarhum yang dulunya kebun dan tanah pesawahan, untuk mengambil hasil panen yang ditanami di sekitar kebun Sindang Taman yaitu kelapa, durian, dan cengkih.
Dulu tanah yang ditempati bumen-bumen Pangeran Soeria Atmadja atau Pangeran Mekah adalah tanah keluarga Mas Entjoh Soerialaga Menak Sumur Bandung Sumedang yang wafat 1 September 1921, warisan dari ayahnya yaitu Raden Somaatmadja Soerialaga putra Raden Rangga Soerialaga putranya Pangeran Soegih dari isteri ke 2 yaitu Nyi Raden Ayoe Radja Pomerat atau Nyi Raden Ratna Wiranatakusumah putra Raden Adipati Aria Wiranatakusumah 3 atau Dalem Karang Anyar Bupati Bandung.
Mas Entjoh Soerialaga adalah buyut saya sendiri, namun kini tanah kebun Sindang Taman tinggal kenangan, karena diperdatakan oleh keturunan keluarganya Pak Jawi suaminya Nenek Samsiah anak pertama Uyut Entjoh Soerialaga dari ke 6 adik-adiknya yaitu Djamhari Soerialaga, Sawiah Soerialaga, Mas Aan Soerialaga, Maskan Soerialaga, Mas Inten Soerialaga dan Mastijah Soerialaga.
Secara garis darah dari Pangeran Soegih, Mas Entjoh Soerialaga, ke Pangeran Soeriaatmadja masih terbilang kakeknya, namun berlainan garis keturunan Ibu dari Pangeran Soegihnya, karena Pangeran Mekah atau Pangeran Soeria Atmadja adalah putra dari isteri ke 3 Pangeran Soegih yaitu Nyi Raden Ayu Ratnaningrat putrinya Raden Demang Soemadilaga atau Demang Biskal Jaksa Sumedang.
"Petilasan Bumen-bumen atau Rumah Pangeran Mekah diberi plang ketika ketua pengurus yayasan Pangeran Sumedang antara 1988–1992 ayah saya yaitu Haji Raden Lukman Hamid Soemawilaga, waktu itu pengurus yayasan mendapat laporan dari developer pengembang perumahan Asabri Sindang Taman, ketika tanah yang ada bekas pondasi rumah pangeran mekah akan dibuldoser, namun buldoser mogok" kata Raden Lukcy Djohari Soemawilaga.
Namun Raden Lucyk Djohari Soemawilaga pun tak mengetahui asal mula tanah perum Sindang Taman.
1. Rd, Somanagara (Pangeran Soegih) x NRA. Radjapomerat, isteri ke 2 (putra Rd. Ar. Wiranatakusumah III Bupati Karang Anyar Bandung), berputra :
1.2 NRA. Radjaningrat
1.3 NR. Hendranagara
1.4 Rd. Oemoer, tidak menikah
1.5 Rd. Moestambi, tidak menikah
1.6 Rd. Rangga Soerialaga (Among)
1.7 NR. Radjapermas
1.8 Rd. Somadiningrat
1.9 NRA. Sangkaningrat
1. Rd, Somanagara (Pangeran Soegih) x NRA. Ratnaningrat, isteri ke 3 (putra Rd. Demang Soemadilaga Jaksa Sumedang), berputra :
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.10 NRA. Radjaretnadi
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.11 Rd. Soeriaatmadja (Pangeran Mekah)
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.12 NR. Radjapermana
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.13 NR. Banoningrat
1.1.1.4.1.6.1.1.2.1.14 Rd. Soemawilaga
Generasi ke 2
1.6. Rd. Rangga Soerialaga (Among) pekerjaan Wadana Cibalagung Cianjur, mempunyai dua istri yaitu :
1. NR. Radjanagara (Enah), putra Rd. Aria Soerianagara (Dalem Alit) Patih Sumedang jaman Pangeran Soegih, berputra :
1.6.1 Rd. Somaatmadja Soerialaga (Badja), wadana di Conggeang, terus pindah ke Cibalagung Cianjur dan pindah lagi ke Bandung sebagai Naib di Bandung.
1.6.2 NR. Jogjapomerat
1.6.3 Rd. Moestambi
1.6.4 Rd. Waktoera
1.6.5 Rd. Tamtoe
1.6.6 Rd. Rahmat
Generasi ke 3
1.6.1 Rd. Somaatmadja Soerialaga (Badja) beristeri NR. Atikah Soemadilaga / NR. Entjoh, berputra :
1.6.1.1 Mas Entjoh Soerialaga (di Patung Sumedang, meninggal pada tanggal 1 September 1921).
1.6.1.2 R. Muhamad Hasan Soerilaga (pada tahun 1921 menjadi kalipah / wadana distrik di Conggeang sebelumnya kalipah under di Buah Dua pada tahun 1887 - 1912).
Makam Menak Sumur Bandung Sumedang R. Mas Entjoh Soerialaga di Pemakaman Umum Cilengkrang kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang |
1.6.1.1. R. Mas Entjoh Soerialaga, beristri 2, yaitu :
R. Entjoh Soerialaga x 1. NR. Enong, berputra :
1.6.1.1.1 NR. Samsiah Soerialaga (Iah), menikah dengan Djawi tidak berputra, mengurus Adeng putra dari Oeam dan Erum (Rumsiah).
1.6.1.1.2 R. Djamhari Soerialaga (Enjam), menikah dengan NM Ook Rapiah Prawira Koesoemah (tidak berputra), mengurus N. Masinten.
(R Djamhari dan N. Masinten sama-sama putranya Mas Entjoh, namun berlainan ibunya / dari istri ke satu dan kedua Mas Entjoh)
1.6.1.1.3 NR. Sawiah Soerialaga (Ioh), tidak berputra mengurus R. E Maskan.
(NR. Sawiah dan R. Eme Maskan sama-sama putranya Mas Entjoh bin Somaatmadja, namun berlainan ibunya / dari istri ke satu dan kedua Mas Entjoh)
1.6.1.1.4 R. Aan Soerialaga, tidak berputra mengurus H. Mas Katidjah.
(R Aan dan H. Mas Katidjah sama-sama putranya Mas Entjoh, namun berlainan ibunya / dari istri ke satu dan kedua Mas Entjoh)
R. Entjoh Soerialaga x 2. NR. Onah Soemadiwangsa
Silsilahnya Haji Hasan berputra Haji Muhammad Jen, Haji Muhammad Jen dari istrinya NR. Ayu berputra : Onah Soemadiwangsa, Empu Soemadiwangsa, Basit Ariadiwangsa dan Cepo Ariadiwangsa dari Gending Sumedang.
1.6.1.1.5 H. Eme Maskan Soerialaga
1.6.1.1.6 H. Mas Inten Soerialaga
1.6.1.1.7 H. Mas Kadtijah Soerialaga
Salugayna Pangeran Soeria Atmadja, digentos ku saderek sarama, lantaran teu kagungan putra pamegat, mung putra istri hiji sareng putu pameget pupus ti payun, gentosna tea (bisluit jeung pansiun tanggal 19 April 1919) rayi Pangeran nu nyepeng Wadana Palumbon Raden Koesoemadilaga.
Ganjaran ti Gouvernement anu katampi ku mantenna, nya ku Gouvermet Belanda 24 Augustus 1923 gelaran Aria. Ku Bisluit Gouvernement (G.b.) tanggal 31 Augustus 1926 nampi gelaran Adipati. Ku bisluit Gouvernement tanggal 24 Agustus 1931 nampi anugrah Songsong Kuning. Ku Ku Bisluit Gouvernement (G.b.) tanggal 25 Augustus 1936 nampi ganjaran Bintang Emas Ageng (Groote Gouden Ster), ari dina tanggal 30 Januari 1937 seseren damel ka putra kaponakan (bisluit Gouvernement tanggal 28 Januari 1937) tina Patih Krawang Raden Kandaroean Soeria Soemantri, diistrenan di Sumedang tanggal 6 Maart 1937. Duanana waktu nulis ieu karangan jumeneng keneh, kusabab eta moal maka dicaturkeun sajarahna.
Hayang nerangkeun heula, yen Kabupaten Sukabumi nu diadegkeun taun 1921, dibupatian ku saderek saibu-sarama Raden Adipati Aria Koesoemadilaga, tunggal putra Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (pangeran Soegih) keneh, diangkatna Bupati Sukabumi ku Bisluit Gouvernement (G.b.) tanggal 22 Augustus 1925 jujuluk Raden Tumenggung Soeria Nata Brata; Bisluit Gouvernement (G.b.) tanggal 22 Augustus 1925 nampi gelaran Aria, Gouvernement Belanda tanggal 22 Augustus 1928 nampi gelaran Adipati. Ku Bisluit Gouvernement (G.b) .tanggal 2 Mei 1932 dipansiun, digentos kana Bupati Sukabumi ku putra saderek, tina Patih-warnen Bupati Sukabumi (bisluit Gouvernement tanggal 31 Mei 1933), nampi gelaran Aria (Bisluit Gouvernement (G.b.) tanggal 25 Augustus 1936), jadi waktu nulis karangan ieu, jujuluk Raden Tumenggung Aria Soeria Danoeningrat. (Sumber : Karangan Raden Asik Natanagara dina “Volksamanak Soenda” Tahun 1935).
Post a Comment