Ratu Sunyalarang dan Raden Ragamantri
Sebagai puteri tunggal beliau naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri yang kemudian bergelar Prabu Pucuk Umum Talaga [ada juga Ratu Pucuk Umum Sumedang].
Begitu juga Raden Rangga Mantri bukan ayahnya Ratu Pucuk Umun Sumedang, karena ayah ibunya Ratu Pucuk Umun Sumedang atau Ratu Satyasih atau Ratu Inten Dewata, yaitu Rd. Sonda Sonjaya / Sunan Corendra (saudara kandungnya Rd. Rangga Mantri) dan Ratu Sintawati, Ratu Sumedanglarang putrana Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan), lihat silsilah dibawah ini :
Secara Silsilah Rd. Rangga Mantri adalah sebagai berikut :
Generasi ke 1
1. Prabu Jaya Dewata (Rd. Pamanah Rasa) atau yang lebih kita kenal dengan julukan Prabu Siliwangi menikahi Nay Haspari Kencana (isteri ke 10) putra dari Sari Fin dan Sari Hatinah, mempunyai anak :
1.1 Haini
1.2 Prabu Liman Senjaya
1.3 Prabu Munding Sari Ageung (Rd. Jaka Puspa) dikenal dengan Prabu Guru Gantangan.
Dari buku Sislilah keturunan Asli Sumedang : Putra-putri Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari isteri-isterinya :
1, Rd. Tenga dari Ratu Raja Mantri putranya Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) dan Ratu Nurcahya dari Sumedang Larang.
2. Rd. Meumeut atau Rd. Cameut, dari Padma Larang
3. Munding Keleupeung atau Munding Kelemu Wilamantri, dari Padma Larang
4. Rd. Saken, dari Nyai Ageung
5. Munding Sari Ageung atau Prabu Munding Surya Ageung, dari Ratu Bancana
Generasi ke 2
1.3 Prabu Munding Sari Ageung (Rd. Jaka Puspa) dikenal dengan Prabu Munding Sari Ageung menikahi Mayang Karuna putranya Purwayana Kancana Dewa (Raden Panglurah) dari Talaga, mempunyai anak :
1.3.1 Rd. Sonda Sanjaya (Sunan Corendra)
1.3.2 Rd. Rangga Mantri (Prabu Pucuk Umun) Rajagaluh Majalengka.
Generasi ke 3
1.3.1 Rd. Sonda Sanjaya (Sunan Corendra) menikahi Ratu Sintawati alias Nyimas Rendra Kasih alias Sunan Patuakan, putra Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) Sumedanglarang, mempunyai anak :
1.3.1.1 NR. Satyasih atau Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun Sumedang.
1.3.1.2 NR. Simadu
1.3.1.3 NR. Panelem (Loperes)
1.3.1.4 Rd. Tanurja
1.3.2 Rd. Rangga Mantri (Prabu Pucuk Umun) Rajagaluh Majalengka, menikahi Ratu Parung atau Ratu Sunyalarang putra dari Batara Sokawayana (Sunan Parung) dari Talagamanggung, berputra :
1.3.2.1 Prabu Haur Kuning (1535-1580 Mashi)) yang menurunkeun ke kerajaan Galuh Salawe Nagara atau Galuh Pangauban Ciamis.
1.3.2.2 Pangeran Aria Kikis (Sunan Wanaperih / Sunan Ciburang) [Talagamanggung]
1.3.2.3 Dalem Lumaju Agung
1.3.2.4 Dalem Panuntun
1.3.2.5 Dalem Panakean
Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum pun memeluk agama Islam. Oleh karena itulah (menurut ceritera lain) Raden Rangga Mantri oleh Sunan Gunung Jati diberi gelar Prabu Pucuk Umum Talaga. Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka (Rajagaluh bukan bagian dari Kerajaan Talaga, sementara “Majalengka” tidak tersebut-sebut dalam cerita Talaga yang manapun, kecuali untuk menyebutkan yang sekarang termasuk wilayah Majalengka).
Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari Prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah beliau yang bernama Raden Munding Sari Ageng merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV. Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Kerajaan Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan.
Raden Ranggamantri alias Prabu Pucuk Umun putranya Prabu Mundingsari Ageng dengan Ratu Talaga Ratu Sunyalarang diislamkan oleh uwaknya yaitu Pangeran Walangsungsang dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dalam tahun 1469 Masehi (pamekaran dakwah ajaran Islam ke raja-raja Sunda - Galuh di wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Gelar Prabu Pucuk Umun (pemingpin Hindu yang Utama) diganti memjadi Sunan Pucuk Umum (pemimpin baru umat). Islam yang dibawa oleh Pangeran Walang Sungsang baru merupakan Islam Syahadah belum masuk kepada Islam Syariat dan Ibadat. Tata kehidupan di masyarakat masih menganut ajaran Hindu - Budha tetap hidup tidak dirubah.
Hasil pernikahan Ratu Parung atau Ratu Sunyalarang dengan Raden Ragamantri (Prabu Pucuk Umum) mempunyai anak 6 orang, yaitu :- Prabu Haurkoneng (Ratu Galuh Panyocok) tanggal 3 oleh adanya Banjir sungai Citanduy kerajaan tenggelam berubah menjadi Rawa Lakbok, (Mp. 1550-1560). Ketika Prabu Haurkoneng menjadi Narpati di Talaga, kerjajaan Talaga menjadi vatsal Kasultanan Demak namun menjadi bagian dari wilayah Cirebon oleh Dipati Cirebon berdasarkan perjanjian Karaton Ciburang (1557 Masehi)
- Ariya Kikis alias Sunan Wanaperih (Mp. 1560-1565).
- Ariya Tjutjuk alias Dalem Lumaju Agung (Bupati Majaagung).
- Pangeran Singalodra alias Dalem Santoan Luar Singandaru (Sunan Umbul Luar).
- Dalem Panungtung alias Santoan Patra Djenar (Girilawungan).
- Dalem Panaekan alias Siriwati
Sebenarnya makam Sunan Parung di Situ Sangiang adalah makam pengalihan dari lokasi makam aslinya yang berada di Desa Campaga Kecamatan Talaga, infonya yang saya dapatkan infonya dari sahabat di FB yang masih keluarganya Musium Talagamanggung Majalengka dan dijelaskan pada blog "Padepokan Talaga Manggung" dalam bahasa Sunda, yaitu :
"Pada tahun 1917 diadakan rundingan oleh Para Ulama Talaga mengenai kemusyrikan-kemusyrikan yang dilakukan oleh para peziarah di Situ Sangiang, maka diputuskeun di Sangiang mesti ada makam keturunan Kerajaan Talaga Manggung, agar ritual penyembahan ke situ bisa hilang, maka pilihan diputuskan bahwa kuburan Batara Sokawayana yang berlokasi di Desa Champaga Kecamatan Talaga dialihkan makamnya ke Situ Sangiang. Sidang pertemuan dipimpin oleh para Kiyai Terbuka keturunan Sayed Ibrahim Cipager," Kata Rd. Sastradilaga - Ulama Talaga.
Tahun 1922 jasad Prabu Parunggangsa alias Batara Sokawayana alias Sunan Parung yang masih utuh, akibat pengaruh ajian ilmu Batara Karang yang dipunyai, dan jasadnya dialihkan dari Champaga ke Sangiang. Rd. Djayadipradja menjadi saksi wakil keturunan Ratu Laubarangsari, dan mertuanya Rd. Sastradilaga jadi saksi wakil keturunan Pangeran Natadilaga / Sunan Maro, dan banyak saksi lainya yang waktu itu disaksikan juga oleh 20 orang termasuk Rd. Acap Kartadilaga menantunya Rd. Natadiputra saksi wakil keturunan Pangeran Dipati Wiranata.
Di tahun 1921 di pinggir Situ Sangiang ada kuburan Islam ditemukan oleh tukang ngala Howe (Penjalin), ditengah-tengah kuburannya ditanami pohon Howe (Penjalin), pohon howenya tidak bisa dipotong dengan golok. Berdasarkan mimpi (wangsit) yang keterima oleh juru kuncinya makam di Sangiang Bapa Uho (1961), ketika mengantar Esu Sutrisno bin Djoyowinangun (73 tahun) berjiarah ke Sangiang, itu makam adalah tempat dikburkannya jasad Raden Ranggamantri, beliau meninggal sesudah berusaha menyelam di situ Sangiang dengan pinggangnya diikat dengan tali yang panjangnya kira-kira seratus depa.
Berdasarkan cerita Raden Djayadipradja (dongeng sepuh), Raden Ranggamantri ketika menyelam hanya bisa bergantungan satu tumbak dari pucuk pohon bambu bitung yang tumbuh di pekarangan Puri Ageng yang moksa. Sesudah naik ke darat beliau ngalemar (makan sirih) lalu bersuci dan sidakep sinuku tunggal mengheningkan cipta rasa dan karsa menghadap ke situ, tidak lama kemudian kira-kira waktu tunggang gunung (antara pukul 16.00 - 17.00 sore hari), beliau meninggal dan dikuburkan di sana juga serta pohon howe yang melilit dipinggangnya yang dipake untuk menyelam, dan rupanya pohon howe tersebut sirungan (tumbuh) lagi. Ini howe dipakai oleh ahli Maenpo (silat) Ujungan, sebab sangat manjur untuk memukul musuh dan kalau howe kemasukan roh karuhun katanya bisa berdiri.
Ratu Dewi Sunyalarang pada awalnya dimakamkan di tepi Sungai Cilutung, dan demi keamanan dan pengikisan oleh air kemudian makam beliau dipindahkan ke makam keluarga Raden Natakusumah di Cikiray oleh Raden Acap Kartadilaga pada tahun 1959 M.
Sedangkan Raden Ranggamantri dimakamkan di tepi Situ Sangiang, makamnya diketemukan pada hari Senin, 22 Rajab 1424 H. atau bertepatan dengan 22 September 2003. Kuburan beliau terletak diluar bangunan utama tempat penjiarahan, persisnya di bawah rindangnya pepohonan besar ditandai dengan sebatang pohon rotan. Sesuai saran beliau, kuburannya ditandai tiga buah batu biasa sebagi batu nisan.
"Disinilah Sunan Parung disemayamkan pada awalnya, istrinya dan putrinya sebelum dialihkan ke Situ Sangiang. Lokasi sebelum dipindahkan makamnya Sunan Parung berada di Desa Campaga Kecamatan Talaga" ungkap ki Balung Karuhun dari Keluarga Besar Musium Talagamanggung Kec. Talaga Kabupaten Majalengka.
(Wallohu a’lam).
Artikel Terkait : Ziarah Makam
Baca Juga :
Post a Comment