NASKAH NAGARA KRETABHUMI DWITYA SARGA (BUKU JILID KE SATU / JILID SATU)
Alih Aksara dan Bahasa :
Oleh: T. D. SUDJANA
Cirebon, 23 Oktober 1987
Pustaka Nagara Kretabhumi.
Semoga tiada aral melintang. Ini Sargah Pertama Nagara Kretabhumi, Pustaka Kerajaan Carbon serta para raja di pulau Jawa.
Ini naskah, adalah (menggambarkan ?) Kerajaan lama yang besar. Karenalah sesuai faktanya. Peri kehidupan masyarakat luas dahulu kala. Ini tidak begitu saja (tidak saja?) tentang kerajaan Carbon tetapi (juga) seluruh pulau Jawa serta Nusantara, dan juga ya ini naskah, diantaranya keinginan (menuangkan ? mengungkapkan ?) intisari pemikiran, petunjuk sepanjang hidupku, adapun tujuan pertama saya, yaitu ini naskah menjadi (sumber) pengetahuan (bagi) masyarakat umum semuanya, semoga demikian.
Terlebih dahulu mengha-turkan puja-puji saya kepada Susuhunan Jati. Manusia utama yang agung terunggul. Keagungannya abadi hakikat awal(nya). Sempurnalah ya Sang Pemimpin di pulau Jawa, setelah Susuhunan Ampel wafat. Saya sebagai anak cucu Susuhunan Ja-ti, senantiasa tak henti-henti (melaksanakan) kewajibanku, yakni mengikuti jejaknya.
Ketahuilah olehmu, Beliau dikenal (sebagai) Susuhunan Jati yang jaya di seluruh Jawa barat raja yang berkuasa juga guru besar agama Islam. Karenanya Beliau yang wafat di Gunung Sembung, senantiasa dipuja oleh saya anak cucunya, serta semua sanak keluarga Carbon dan penduduk di seluruh pulau Jawa.
Dengan itu semoga tiada aral melintang. Tuhan yang Esa hamba berserah diri, berikanlah hamba hidup sejahtera, hidup berlimpah di dunia berikut juga anak cucunya Susuhunan Carbon, Susuhunan Mataram, Sultan Banten, Sultan Demak, Pajang, para ratu di seluruh Jawa barat.
Karenanya sayanglah engkau kepada sesama manusia serta berbagai mahluk hidup. Janganlah engkau saling membunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati (wiramantri?). Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian (?), meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia. Senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa. Demikianlah pesan Susuhunan Jati kepada semua anak cucunya.
Semoga tiada aral melintang.
Inilah tulisanku, ini kisah agung naskah Nagarakre-tabhumi. Karenanyalah naskah ini senantiasa menjadi pemimpin dan pemberi petunjuk yang membahas berbagai kronologis serta kehidupan masyarakat di masa lampau. Juga sebagai uraian perihal tata negara. Berdiri dan sirnanya sejumlah kerajaan dan sebagainya.
Oleh karena itu hendaknya tak ada perselisihan dalam mengartikan cuplikan-cuplikan (kisah) dalam naskah ini. Oleh aku membuka jalan cerita sesungguhnya (?) mendalami pengetahuan tentang riwayat yang telah lalu (?).
Dengan besarnya keinginan, serta itu dengan pertolongan Tuhan yang Penguasa awal, harapan serta cita-citanya akhirnya terlaksana.
Adapun, dahulu pulau Jawa, menurut kisah para pertapa jaman dulu (?), adalah sebuah pulau tua yang besar (?), hingga diantara pulau-pulau di Nusantara. Beginilah Cendikiawan berbagai (disiplin ilmu) pengetahuan (mengetahui segala hal ?), sempurnalah kisahnya, serta pula sesungguhnya pulau Jawa, buminya makmur sejahtera. Laksana surga di bumi. Karena berbagai dewa dipuja semuanya ada di sini.
Ini pertama awal mula cerita, kejadiannya beberapa ribu tahun lampau di pulau Jawa, di sini telah didiami oleh penduduk. Di sana kelompok mereka pergi berpencar, sebab mereka datang ke pulau Jawa, tak datang menyatu yakni bertahap-tahapan. Hingga beberapa puluh tahun antaranya.
Itu penduduk di masa lampau, memakai kulit kayu dan bercawat. Adapun negeri asal usul-nya dari sebelah timur Bharata Warsa, yakni sekitar timur utaranya Sanghyang Hujung, yaitu tempat tinggalnya negeri Syangka dan negeri Yawana.
Beliau menaiki perahu kayu rakit siang malam mengikuti alur sungai ke selatan menuju lautan. Kemudian berhenti di beberapa pulau, dan diantaranya, datanglah mereka di pulau Jawa. Sebab tempat tinggal mereka senantiasa kekeringan yakni lantaran pada masa lalu di sana terjadi gempa bumi, kemarau panjang.
Banyak mereka tak makan dan hidup di hutan makan daun buah kayu-kayu (ranting-ranting (?) pepohonan (?), buah-buahan satwa liar dan sebagainya. Karenanya mereka senantiasa menuju mencari tanah subur di pulau Jawa, sesampainya di sini menetap kemudian, mereka hidup akrab seperti keluarga, anak cucu sanak saudara masing-masing membuat rumah, kemudian menjadi dukuh. Persahabatan antar kelompok erat sebab telah tercapai, dan tujuan mereka nyata-nyata landhyamanuhara (?) hidup di bumi yang subur. Sebagai kain mereka lelaki perempuan yaitu kulit kayu.
Adapun lama sebelum mereka datang di sini telah ada pribumi. Banyak diantara mereka menikah dengan gadis pribumi kemudian beranak cucu. Ada yang melakukan penyerbuan berkelahi kemudian matilah ia. Ada yang lari ke hutan ada (yang tetap) tinggal (di situ), bersahabat dengan orang baru, namun meskipun demikian ia tak melihat (mempedulikan ?), belumlah banyak sesungguhnya kelompok orang baru itu, sementara mereka orang baru begitu cakap akan banyak hal. Semakin lama mereka hidup berdekatan (?) menjadi satu yaitu menyebabkan saling menikah menjadi keluarga, seterusnya demikian kisahnya, mempunyai akhirnya (?) yaitu pemujaan roh, demikian pula adat sopan santun dan diterapkan (dilaksanakan) terus-menerus seperti di tanah airnya dahulu. Bersama-samalah mereka, di sebuah pedukuhan (yang) lapang, lantas mereka merundingkan (sirābhawarasa), melaksanakan (mengangkat ?) yang pertama yakni orang berusia (paling) tua, menjadi pimpinan (pasukan ?) masyarakat seluruh pedukuhan itu, dan sebagainya atau pimpinan sejumlah penduduk di situ serta wilayah sekitarnya.
Ia senantiasa dipuja sebagai raja wilayah, pemimpin upacara pembersihan dosa, memimpin peleburan dosa semua orang, menghukum yang bersalah, berbuat jahat (terhadap) orang (lain) segala tindak tanduknya tanpa belas kasihan dan tak patut, musuh masyarakat di wilayah itu.
Penghulu itu adalah ia yang terunggul tabiatnya. Pada kala itu sang Penghulu yakni Sang Datu sebutannya lagi seperti Maharaja resi kewenangannya. Sebagian kehidupan sejumlah penduduk ada yang hidup di hutan, mereka digambarkan (?) hidup di hutan lereng pegunungan, ada yang mengikuti tepi sungai (dan laut ?). Peralatan mereka yakni batu, kayu, tulang dibuat beliung, kapak, senjata panah, tatah, sarasantana (?), parang serta berbagai senjata tajam, juga perhiasan asesoris mereka dari tulang, batu serta kayu-kayu.
Adapun kehidupan masyarakat, kian hari makanannya seperti di tanah airnya di masa silam, mulai membuat rumah sejak mereka dahulu itu (?), bermacam satwa hasil perburuan, berbagai buah-buahan, akar-akaran, dedaunan buah pepohonan, buah umbi-umbian, gulai-gulaian berbagai bunga (?), dan sebagainya, hasil dari bertani mereka. Kemudian berbagai hewan laut hasil dari laut dan sungai.
Sedangkan sang kepala, pimpinan masyarakat memiliki berbagai pengetahuan, mantra, selalu bertapa, melakukan ritual harian, menghindarkan penduduknya dari pengaruh mantra-mantra, mangarsirwada (?), pendeta pemimpin upacara pemberkatan pernikahan, membuat upacara pemujaan kala mentari terbenam karena itu ritual sehari-hari, gumöprayang lagi (?), sifatnya terpuji sopan santun dan lemah lembut.
Sang kepala (yang lirih ?) ialah sang Kepala, Sang Datu siang malam senantiasa berharap penduduknya selalu tentram sejahtera juga desa tempat tinggal (mereka), makmur, sejahtera di dunia.
Semakin lama kelompok mereka pergi terpisah, tersebar di pulau-pulau, masing-masing mereka mencari kehidupan (yang) layak dengan keluarga mereka, mencari tanah (yang) subur. Semenjak pernikahan mereka dengan gadis pribumi, karenanya mereka tak bertentangan, mereka merapat menjadi satu, mereka kemudian bersaudara. Oleh karena itu tujuan mereka terlaksana, tak mendapat kesulitan pada saat itu tempat (pemukiman ?) masyarakat makmur sejahtera menjadi ramai keberadaan upacara pemujaan, menjual di pulau-pulau (? Upakraya wikraya = usaha perdagangan antar pulau ?). Besar kecil perahu ke pulau Jawa.
Adapun pemujaan masyarakat kala itu, banyak yang disembah, sebab macam pemujaan mengikuti sekehendak mereka, dengan mengucap yakni mantra pemujaan roh. Mereka melakukan (itu) ditujukan kepada (roh) nenek moyang, dengan mantra pemujaan (?), lengkap dan perbendaharaan ilmu pengetahuan (?) juga upacara pemujaan sehari-hari dengan bermacam suguhan. Maksud dan tujuan mereka agar terkabul cita-citanya. Ada…… terhindar dari perilaku nista. Ada…… mengharapkan memperoleh hasil dari pekerjaannya, menang bila berperang. Ada……bahkan sengaja melakukan penyiksaan (guna) membuka pintu masuk agar pada kelahiran berikutnya (?) sejahtera (?). Ada….. lelakon bertujuan akhir (?) supaya hidup bahagia dan sejahtera, berlimpah harta benda. Ada……lelaki mengharap istri. Ada………perempuan supaya bersuami. Ada…… mengharap mampu jaya (dalam) berdagang (?). Ada……… mengharap menangi penyerangan musuhnya, serta mengalahkannya (? membunuhnya ?). Ada……… yang supaya panjang umurnya, dan tak ada mara bahaya yang datang. Ada yang berharap subur pertaniannya dan banyak hasilnya, dan bermacam-macam lagi keinginan mereka.
Sedangkan jenis pemujaan mereka yakni, ada memuja api, memuja gunung, memuja roh, memuja laut, memuja batu, memuja pohon besar, memuja pepohonan, memuja darah, memuja sungai, memuja matahari, memuja bulan, memuja bintang. Ada yang memuja roh nenek moyang di atas puncak gunung yang tinggi, karena gunung itu nenek moyang yaitu seolah-olah nenek moyang dari gunung seluruh dunia.
Ada yang memuja pohon beringin serta mathĕb (?) memuja pohon dalam kedukaan beberapa orang mengadakan upacara harian pemujaan roh nenek moyang, dengan berharap terbebas dari segala dosa, sehat dalam menjalani kehidupan mereka, serta menghindarkan dari kematian besar (kiamat ? pĕrlaya ?) dan menghindarkan dari marabahaya. Serta tiada aral melintang baik dalam kehidupan perkawinan mereka, dan kesempurnaan hidup sehat sejahtera.
Ia memiliki burung (?) jika duduk di prapayĕng (?) terus menerus atau melakukan kecurangan kepada sesama manusia, karenanya semua berharap kematiannya (?) dan mendapat anak cucunya yang amat berbudi. Ada juga beberapa keluarga mengasingkan diri ke hutan belantara dengan tidak membawa benda apapun (?) dan hidup di hutan. Awal-awal tujuan (?) mencari sumber makanan (?). Kemudian tinggal di sana ya berburu satwa, lalu ini kulit satwa dijadikan pakaiannya.
Sedangkan daging satwa dibuatlah makanannya termasuk juga pakaian mereka dengan kulit kayu. Ada yang pakaian mereka dari kulit hewan diberi lukisan mengikuti keinginan mereka.
Sedangkan cula (tanduk? gigi?) serta tulang menjadi perhiasan pria dan wanita seperti perempuan (?). Juga itu cula dan tulang dibuat bermacam-macam benda, semakin lama pendatang baru semakin banyak. Saat itu orang pribumi tersisih, terlunta-lunta pergi kesana kemari di hutan-hutan bagai anjing liar (?). Sekonyong-konyong menjadi berkurang (?), ka- (14) rena para pendatang, selalu memberikan kesusahan kedua kalinya menduduki tempat tinggal mereka, ketiga kalinya Sang pribumi senantiasa terhina, nyaris seper-ti meminta-minta (kepada) para pendatang baru menjadikan Sang pribumi di bawah pengaruh orang besar dirinya serta berpindah-pindah tempat (karena) ketakutannya.
Lantaran banyak yang tinggal di luar (?), ditangkap dan dibunuh mereka (para) pribumi terus-menerus kalah karena kebodohan (mereka), selain (itu dalam) berbagai hal mereka terbelakang. Sedangkan para pendatang baru memiliki berbagai pengetahuan yakni membuat senjata dari besi, seperti emas perak, intan berlian, kendaraan, membuat sendiri senjata dari besi dengan pengetahuan ilmu persenjataan mereka, ilmu tentang panah-memanah membuat berbagai obat, membuat perahu, mereka menanam padi untuk makan sehari-hari, memiliki pengetahuan tentang perbintangan (nujum? Astrologi?), membuat senjata tajam dari besi, membuat pakaian dan perhiasan dan nekara sangat indah, sebab diberi bermacam lukisan terukir itu digunakan, membuat wayang dengan kulit diukir, membuat rumah besar untuk istri serta sanak saudara lelaki dan perempuan, membuat api dan batu pemantik, besi, kemudian membuat tetabuhan serta menari, membuat peraturan adat sopan santun (etika) di dukuh, desa, daerah dan peraturan tentang pajak(?), mereka menguasai pengetahuan tentang gerhana, gempa bumi, pengetahuan tentang ukuran jarak, makanan lezat (kuliner?), pengetahuan tentang hari, berbagai benda (? tumbuhan? botani?), musim hujan, musim kering, ilmu kelautan, pengetahuan pada bermacam satwa, pengetahuan pada bumi (geologi?), gunung (vulkanologi?), pengetahuan pada bahasa kemudian pada gulai-gulaian kegemaran masyarakat dan sebagainya.
Sang sesepuh (?) pendatang baru dari negeri Yawana serta negeri Syangka yakni sebelah timur dari negeri Bharata, sangat teliti dan bijaksana tentang bermacam pengetahuan (?). Sedangkan mereka pribumi membuat peralatan dengan batu, kayu dan tulang pakaian mereka menggunakan kulit kayu. Menurut cendikiawan kedatangan orang dari negeri Yawana dan negeri Syangka, antara seribu enam ratus tahun, sebelum awal pertama tahun Saka. Jadi kurang lebih telah tiga ribu dua ratus yang lampau dari tahun sekarang.
Adapun kedatangan yang kedua kalinya yakni antara tiga ratus tahun sebelum awal tahun Saka. Kedatangan yang kedua kalinya tersebar ke pulau-pulau di seluruh Nusantara. Demikianlah seperti yang telah dituturkan tentang ekspedisi itu. Lantas pendatang baru pergi berpencar, di wilayah-wilayah yang ada di bumi Nusantara. Bermacam pengetahuan yang mereka kuasai, lebih dari mereka yang datang lebih dahulu dari mereka.
Adapun asal usul tempat tinggal mereka ini negeri Syangka, negeri Yawana, Campa, tanah Sanghyang Ujung. Demikianlah menurut cendikiawan dari negeri Bharata, yang terhormat (? pemimpin penyusunan?) naskah bab Nusantara disebutkan jika penduduk asli pulau Jawa yang awal-awal menetap di sini, membuat perkakas senjata tajam dari batu, namun masih kasar buatannya. Lalu orang pendatang baru yang pertama, membuat perkakas senjata tajam dari batu, tentulah lebih indah buatannya, serta pandai (?) dalam berbagai hal.
Kemudian orang pendatang baru yang kedua, membuat perkakas senjata tajam dari besi, emas, perak sebagainya dan mereka lebih pandai (?) dalam berbagai hal.
Sebab itu mereka kemudian masuk ke desa-desa, wilayah seakan pulau Jawa dan pulau-pulau di Nusantara itu milik mereka semua. Siapa pun yang belum tunduk kemudian mereka kalahkan (? bunuh?). Jika hendak berperang dan melawan, segera membunuhnya, dan tujuannya tak berhasil serta olehnya menjadi terhina (budak?) pada penghambaan kepada orang yang berkuasa. Demikianlah seratus tahun tahapan pertama tahun Saka (?), tanah pulau Jawa banyak kedatangan pendatang baru dari utara, yakni sebelah selatan negeri Cina.
Kemudian pada tahun pertama Saka (1 S/78 M), datanglah mereka orang dari barat yaitu dari negeri Singha, negeri Salihwana, negeri Benggala di bumi negeri Bharata mereka datang ke pulau Jawa mengendarai perahu. Mereka awalnya datang di sini yaitu di Jawa timur kemudian di Jawa barat, maka dari itu, upakri ………………….. penduduk di sana (? ri kanang?) ……… memakai peralatan …………… gon (?) bermacam perhiasan (lĕngkara?) s (?), yaitu permata ka………… ta, mutiara, kristal ………………masakan yang lezat, bermacam tempat tinggal dan rumah u……………..n (?) sebagainya. Adapun wa (?) …………… kwan nira (kedatangan mereka ?) dari sini, yaitu ……. lai-gulaian bermacam benda hasil bumi, seperti gangan (?) padi dan sebagainya. Diantara mereka lalu banyak bermukim di sini, menjadi penduduk Jawa barat dan Jawa timur juga di pulau-pulau di bumi Nusantara yakni Dwipantara namanya lagi.
Banyak mereka beristri dengan gadis di sini, kemudian beranak cucu, karena mereka telah paham jika pulau Jawa ini, subur tanahnya, subur tetumbuhannya, menjadikan di sini penduduk di pulau Jawa pandai berbagai pengetahuan, hormat-menghormati, tiada halangan dengan pendatang baru dan mereka diperlakukan sebagai tamu menyayangi kepada sesama manusia serta bergandengan tangan dengan sepatutnya, erat dalam persahabatan, sedangkan keadaan di pulau Jawa makmur sejahtera, oleh mereka pulau-pulau di Dwipantara, pulau Jawa sungguh-sungguh seperti surga di muka bumi. Demikian mereka semakin (?) merasakan bahagia hidupnya. Karenanyalah mereka selamanya tinggal di sini.
Beberapa tahun kemudian datanglah mereka orang dari daerah Langkasuka, Wilayah Saimiwang dan tanah Hujung Mendini ke Jawa barat dan Sumatera. Dengan menaiki perahu. Kemudian mereka tinggal di situ, sebab mereka menikah dengan perempuan penduduk asli.
Selanjutnya sa… (?) n (tan? datan?) pulang ke negaranya. Di saat itu mereka masing-masing membuat rumah besar, untuk sanak saudara lelaki perempuan dan istrinya. Semua tiang (?) rumah berasal dari potung (? Bambu petung ?), atap dibuat dari daun dan rumput (ilalang ?). Dan dibuatnya beberapa kaki rumah, yaitu rumah panggung namanya, di situ sebuah (setiap?) rumah mereka berdekatan berjajar, berhimpitan kandangnya. Di bawah rumah dibuat kandangnya hewan peliharaan milik mereka. Mereka berkumpul sama-sama bekerja jika membuat rumah, berkumpullah sang tukang kayu, pandai besi.
Adapun pendatang dari negeri Bharata, juga menyebarkan agamanya kepada penduduk di desa-desa. Mereka mengajarkan agama mereka, kepada Tuhan pujaannya, yaitu seperti, Iswara Dewa pantarang (?), Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa, bergelar Trimutiswara, juga banyak dewa sesembahan Sang Nambaka. Oleh karenanya tak ada halangan dalam menyebarkan agama mereka, oleh karena itu mereka mendapat dukungan.
Bukankah penduduk di sini, sejak dahulu kala senantiasa menyembah roh (nenek moyang), menyembah api, menyembah bulan, menyembah matahari, dan sebagai-nya. Sang ksepa (? Sesepuh? intisari?) bermacam menyembah (roh) nenek moyang. Karenanya mereka membuat muslihat (?), jika pemujaannya tak dihalangi oleh pendatang dari negeri Bharata. Semata nama sesembahannya kemudian dirubah, sebab mengikuti (dan) disamakan apa yang berlaku di masyarakat. Jalan yang demikian tak sulit mereka mempelajarinya.
Karenanya pemujaan mereka yakni memuja api, asalnya itu sama dengan pemujaan kepada Dewa Api atau Sanghyang Agni namanya lagi. Menyembah matahari, sama dengan memuja Dewa matahari, Sanghyang Surya namanya lagi, dan bermacam lagi. Sedangkan pemujaan pada (roh) nenek moyang yang besar dan berkuasa yakni disamakan dengan memuja Hyang Wisnu, Hyang Siwa dan Hyang Brahma. Oleh sebab itu tiada berapa lama antaranya, banyaklah penduduk setempat memeluk agama baru itu, di saat yang berbarengan banyaklah para pendatangberistri dengan anak dari penghulu di desa. Kemudian anaknya menggantikan kedudukan bapak tuanya (kakek). Begitulah desa-desa yang ada di pulau Jawa, kian lama para pendatang baru menguasai desa dan penduduk dan harta bendanya juga. Dan oleh karenanya penduduk setempat sudah tiada dipandang (dianggap remeh?). Disebabkan Sang penghulu desa telah melaksanakan tugas menjadi penguasa.
Itu putra dari pendatang baru, yakni cucunya Sang penghulu, maka seluruh tanah itu, semua itu adalah miliknya, meskipun demikian kesejahteraan di desa selalu baik, dan pendapatan semakin banyak (?). Sebab pulau Jawa itu bumi yang subur, termasuk juga pulau-pulau di Dwipantara.
Karenanya pada delapan puluh di tahun Saka, hingga tiga ratus dua puluh di tahun Saka (80-320 S/158-398 M), tentu saja banyaklah perahu dari negeri Bharata, negeri Cina, Benggali, banyak diantara mereka yangmenetap di sini. Diantara mereka datang dari negeri India (bagian) selatan ada yang membawa anak istri dan sanak keluarganya, kemudian menetap ada yang di Jawa barat, ada yang menetap di Jawa timur dan pulau-pulau lain kedatangan mereka mengendarai perahu besar, beberapa orang resi Sekte Wisnu datang di sini, lalu mengajarkan agamanya kepada penghulu penduduk setempat, berkeliling di desa-desa kemudian menetap di situ, seperti itu di Jawa barat. Adapun resi Sekte Siwa pergi menuju Jawa timur menyebarkan agama mereka pada penghulu penduduk setempat di sana, itulah (!) awal pertama tahun Saka, di sini telah banyak orang negeri Bharata datang ke pulau Jawa dan pulau-pulau di bumi Nusantara.
Oleh karena Dwipantara terkenal bumi yang subur mereka ada yang berdagang, ada yang mengajarkan aturan suci, ada yang menghindari dari bahaya (yang dapat) membinasakan, seperti yang terjadi negaranya, dan karena hal itu (?) besarnya pengungsian (?) ke pulau-pulau di bumi Nusantara.
Karena mereka semua berharap kesejahteraan hidup dengan anak istrinya. Terutama pendatang banyaklah mereka dari dinasti Salankayana, dan dinasti Pallawa di bumi negeri Bharata dua dinasti inilah, paling banyak yang datang ke sini, dengan mengendarai beberapa puluh perahu besar kecil, sebabnya kedua kerajaan dinasti Salankayana dan dinasti Pallawa, telah dikalahkan oleh raja Maurya Samudra Gupta namanya dalam pertempuran sangat berkuasanya Sang Gupta di bumi negeri Bharata.
Tingkah lakunya tak baik, tiada belas kasih bengis terhadap musuhnya. Karenanya beserta keluarga dan beberapa orang petinggi dan rakyat dari kedua dinasti yang kalah mengungsi mencari menghindari kematian. Adapun saat pertempuran pada dua ratus tujuh puluh tujuh , di tahun Saka (277 S/355 M).
kendatipun kerajaan mereka telah dikalahkan tetapi kerajaan tak sirna dari muka bumi, hanya saja yang kalah menjadi jajahan kekuasaan si pemenang. Sementara penduduk di negeri Pallawa dan negeri Salankayana, di tempat tinggal mereka sangatlah menderita dan banyak yang meninggal, karena beban kesengsaraan, ya senantiasa didapat, itu perbedaan yang dibawa mengabdi (?) yakni Sang Gupta Nrepa (Raja Gupta) telah banyak membunuh penduduk yang tiada berdosa. Si pemenang perang mengalahkan menjajah terhadap penduduk yang kalah perang telah banyak bala tentara dan petinggi yakni dari tentara yang rendah, menengah, utama gugur saat berperang. Banyak merampok kota yang dikalahkan. Sedangkan sang raja yang dijajah negaranya mengungsi mengasingkan diri ke hutan belantara beserta anak istrinya, dengan pengiringnya, dan pejabat tingginya, pengawal dan pasukan bersenjata (pasukan pemanah?).
Kala itu Maharaja Maurya bergelar penobatan Samudra Ghupta besar wibawanya raja yang berkuasa di kotanya di tanah Bharata. Adapun dinasti Salankayana yang rajanya bergelar peno- (28) batan Sang Wisnughopa, yang kedua kerajaannya, dijajah oleh raja Samudra ghupta. Ia kalah saat berperang, pada dua ratus enam puluh tujuh di tahun Saka (267 S/345 M).
Selanjutnya anak cucunya dan sanak saudara serta keluarga Sang Raja Hastiwarman menyebar ke beberapa negara, sendiri sesuai keinginan mereka. Sebab mereka berharap hidup dan meneruskan kebanggaan sebagai bangsawan sebagaimana dinasti mereka semula di masa lampau. Demikian juga ia Sang raja Wisnughopa dari dinasti Pallawa. Tetapi Dinasti Warman selanjutnya banyak yang menjadi raja yaitu di Nusantara dan banyak juga di lain negara.
Diantaranya Dinasti Warman yang ada di Jawa barat yakni Sang Dewawarman menjadi raja pesisir ia menjaga gerbang laut barat bukankah banyak perahu dari barat ke timur berhenti sementara, lantas perahu itu memberi persembahan pada sang raja. Banyak pesisir dijaga oleh pengikutnya yakni di pesisir Jawa barat, Pulau Api dan pesisir Swarnabumi selatan ada perompak mengendarai perahu hendak merebut kekuasaannya lalu memeranginya, tetapi bajak laut itu dikalahkan dan terbunuh olehnya Sang Dewawarman saat bertempur. Sirnalah ia Sang perompak beserta semua pengikutnya.
Sang Dewawarman adalah yang hebat luar biasa raja maha berani mahir dalam berperang. Adapun Sang Dewawarman dari Dinasti Pallawa datang ke Jawa barat pertama sebenarnya dengan tujuan yaitu, usaha niaga dan jasa, ia senantiasa datang kemari, pulangnya membawa gulai-gulaian ke negaranya.
Di sini telah bersahabat dengan penduduk pesisir Jawa barat, Nusa Api dan Sumatera bagian selatan, lalu menjadi ratu kecil di pesisir Jawa barat, sebab kedatangannya di sini membawa pengikutnya dan anak istrinya. Para pengiring itu dengan membawa bermacam senjata. Sebagai utusan raja Pallawa Sang Wisnughopa di negeri Bharata.
Adapun Dinasti Pallawa yakni disebut juga Dinasti Warman. Beberapa tahun silam, mereka telah pergi menuju Sanghyang Hujung, lalu Negeri Sopala, negeri Yawana, lalu negeri Syangka, serta negeri Abasid dengan tujuan persahabatan dan perniagaan dan jasa.
Adapun Sang Wisnughopa keluarganya yang menjadi raja di negaranya. Di kala negaranya kalah perang. Oleh karena itu ia dengan pengiring serta anak istrinya pergi menuju Jawa barat lantas tinggal di sini. Ia juga ikut berkumpul menyerang musuh, tetapi tak beroleh kemenangan ia Sang Ghupta, wilayahnya dijajah oleh (musuh)nya. Oleh karena itu mereka yang terkalahkan masing-masing berupaya mengungsi mencari hidup di negeri lain. Sejak itu seketikalah ia menjadi ratu pesisir.
Pada dua ratus tujuh puluh di tahun Saka (270 S/348 M) Sang Maharesi sempurna (ilmunya) dari negara Salankayana dengan kelompok biksu (?) sebagai pengikutnya, dengan bala tentara juga ikut serta penduduk laki-laki dan perempuan, banyak yang ikut lari, mengungsi ke pulau di sebelah selatan, sebab musuh senantiasa berupaya menangkapnya.
Banyak penduduk jika sayampratar sandeha buddhi mwang kepwa (?), sebab takut dihukum mati, atau dibunuh. Karenanya ia Sang Ghupta mempunyai sifat yang amat bengis dan senang berperang. Pada suatu waktu adalah kascid (?) karena kesalahan kecil ya dianggap menjadi yang kembali ingin menyerang kerajaan (?). Orang itu dihukum mati, awalnya dipotong badannya lalu kepalanya dipukul hingga hancur lebur, dan badannya dipisah-pisah diberikan pada satwa liar, yakni harimau, anjing hutan, dan singa senanglah diberi makan daging manusia, tena kalena (?) penduduk berduka (?) dan tiada daya, semata-mata berdoa kepada Tuhan asal dari segala kuasa.
Ada pasukan sang penguasa dengan memaksa menyetubuhi gadis pribumi tanpa dinikahi. Ia Sang penguasa sama saja tidak berbudi sampai-sampai ada yang pekerjaannya menjadi penyamun. Selanjutnya terkisahkan Sang Maharesi mumpuni dengan kelompok biksunya (pergi) menuju Jawa barat dengan mengendarai beberapa puluh perahu bukankah ia beserta beberapa ratus abdinya, kedatangannya oleh orang pribumi disambut gembira.
Sebab Sang Maha Resi adalah guru besar agama dan orang yang unggul, bertindak bijaksana di kelompoknya dan orang penting dari sekian banyak resi. Serta pula pada saat itu derajatnya tinggi seperti raja, termasuk juga ya keluarga dari Sang Hastiwarman raja Calankayana di negeri Bharata. Kemudian mereka menetap di Jawa barat dibuatnya desa di dekat sungai. Karena dia (berkekuatan magis?) menjadi harapan oleh penghulu desa-desa sekitarnya, lalu berdirilah kerajaan di situ, dengan diberi nama Tarumanagara. Desa itu dijadikan ibukota bernama Jayasinghapura.
Selanjutnya dikisahkan, ia Sang Raja Dewawarman, beranak beberapa orang, seorang diantaranya perempuan sempurna kecantikan wajahnya, seperti bulan purnama, lantas anak Sang Dewawarman diperistri olehnya Sang Raja dhiraja Ghuru yakni Sang Maharsi Jaya Singhawarman namanya yang lain, yaitu raja Tarumanagara serta guru besar. Adapun anaknya sang Dewawarman yang lelaki tinggal di Bakulapura. Beliau bergelar Sang Aswawarman, (setelah) beberapa lama ia di sana, lantas Sang Aswawarman beristri dengan anak Sang Kudungga yakni Sang Penghulu desa bumiputra di sana.
Anak Sang Dewawarman lainnya, ada yang tinggal di Swarnabhumi, selanjutnya beranak cucu di sana dan menurunkan raja-raja Swarnabhumi kemudian. Ada yang keluarganya yang menetap di bumi Yawana dan Hujung Mendini. Ada putranya Sang Dewawarman yang menggantikan ayahandanya. Bahkan setelah Sang Dewawarman mangkat, wilayahnya mengabdi kepada Kerajaan Tarumanagara.
Setelah lama Taruma menjadi negara, semakin besar wibawa kerajaan di Jawa barat, demikian juga Sang Aswawarman menjadi raja ya besar wibawanya di Bakulapura. Demikian juga anak cucu Sang Dewawarman kelak menjadi raja besar wibawanya di Swarnabhumi. Ia cikal bakal yang menurunkan penguasa yang ada di Swanabhumi, sebab cucunya Sang Dewawarman beristri dengan anaknya Sang Penghulu di sana. Demikian pula, kelak diantaranya Adityawarman terhitung anak cucunya Sang Dewawarman, adapun istrinya Sang Dewawarman itu, putri Sang brahmana Calankayana di tanah Bharata. Sang Dewawarman disebut Sang Raja (di) barat, sedangkan kerajaannya bernama Rajapura di tepi laut.
Pada saat itu keadaan penduduk di situ makmur sejahtera. Aturan suci senantiasa dipuja dan dipelihara serta dijalankan dengan baik oleh mereka. Diantara penduduk ada yang memuja Hyang Wisnu tak seberapa. Ada yang memuja Hyang Siwa, ada yang memuja Hyang Saiwasuta yakni Hyang Ghanesa, ada yang memuja Siwa dan Wisnu, meskipun demikian Hyang Ghanesa ini banyak kelompok (mejadi) abdinya.
Sedangkan pekerjaannya penduduk diantaranya berburu, berniaga dan jasa, mencari ikan di tengah lautan dan tepi pantai, memelihara satwa dan menanam buah-buahan serta lainnya. Sang Raja membuatlah Candi serta persemayaman Siwa Mahadewa bermahkota bulan sabit (?) dan Hyang Ghanesa putra Siwa juga Hyang Wisnu, untuk mereka wasnawa (pemuja Wisnu).
Sebab mereka semuanya penduduk sama-sama menginginkan hidup sehat senantiasa, karenanya mereka semua berusaha, hendaknya meminta dijauhkan dari kesukaran, dan marabahaya. Tersebutlah, beberapa lamanya desa Taruma menjadi negara, antara sepuluh tahun Sang Maharesi Sempurna yakni Jaya Singhawarman senantiasa negaranya menjadi sebuah kerajaan, kemudian terkenal dengan nama Tarumanagara, lantas ia menjadi Sang Raja Diraja. Guru yang berkuasa di kerajaan itu. Setelah ia menjadi Raja Diraja Ghuru di kerajaan Taruma, lamanya sekitar dua puluh empat tahun, Beliau mangkat pada tiga ratus empat di tahun Saka (304 S/382 M).
Selanjutnya digantikan oleh putranya Sang Dharmawarman dan gelar penobatan Sang Raja Resi Dharmawarman, demikian ia namai, sebab ia berkuasa (atas) peraturan keprabuan Tarumanagara, juga sebagai pemimpin semua pemuka agama di situ. Kendati demikian penduduk yang ada di desa-desa Tarumanagara banyaklahyang memuja (roh) nenek moyang yakni pemujaan (dengan) memanggil nenek moyang.
Sebab mereka mengikuti apa yang berlaku di awal-awal, ia Sang Rajarsi senantiasa berupaya mengajarkan agamanya kepada sang pemimpin desa dan penduduk seluruh Tarumanagara. Oleh karena itu ia Sang Rajarsi mendatangkan brahmana-brahmana dari negeri Bharata. Kendati demikian tidak seluruhnya, penduduk menganut agamanya sang brahmana.
Banyaklah mereka penduduk memuja (roh) nenek moyang. Karenanya dalam agama mereka kedudukan pribumi menjadi empat jenis yaitu, awal mula pertama Sang Brahmana, kedua Sang Ksatriya, ketiga Sang Warsya, dan keempat Sang Sudra. Demikianlah manusia itu berbeda-beda antara orang rendah menengah utama.
Oleh sebab itu penduduk kaum rendah, alangkah teguh menggenggam pada agamanya Sang Rajarsi. Ia menjadi raja Tarumanagara hanya tiga belas tahun. Beliau disebut oleh anak cucunya Sang Lumah (yang bersemayam ?) di Candi di tepi sungai Candrabhaga. Sedangkan Raja Diraja Ghuru disebut Sang Lumah di Candi di tepi sungai Ghomati.
Setelah itu Raja rsi digantikan oleh putranya Sang Purnawarman namanya. Beliau menjadi raja, terlihat di tiga belas, Sukla Paksa, Cetra masa, tiga ratus tujuh belas di tahun Saka (317 S/24 Maret (?) 395 M). Selama menguasai kerajaan Tarumanagara, Beliau telah memerangi raja tetangga seluruh Jawa barat yang tak tunduk, Sang Purnawarman selalu menang kala berperang. Semua desa-desa yang ada di Jawa barat dikuasai olehnya. Beliau manusia perkasa, mahir berbagai pengetahuan, jaya dalam peperangan sebagai raja yang perkasa, ya disebut harimaunya Tarumanagara.
Karenanya lama-kelamaan Beliau menjadi raja yang besar pengaruhnya di bumi Jawa barat Sri maharaja Purnawarman laksana cahaya mentari raksasa yang melindungi (?) dan kerajaan Tarumanagara pada saat itu adalah sangat besar pengaruhnya di bumi pulau Jawa. Dan demikian deras seperti hujan raja tetangga yang mengabdi kepada Tarumanagara, masing-masing datang ke ibukota dengan membawa pengikutnya bersenjata lengkap, ada pun itu raja ada di bawah (kekuasaan)nya, masing-masing memberikan hadiah kepada Sang Maharaja Purnawarman dan mereka semua memuja menghaturkan puja-puji raja bawahan kepada Maharaja Purnawarman, dalam beberapa hari semua raja dan bala tentaranya, lengkap membawa serta berbagai peralatan tempur. Berkumpul di tempat suci dimana ketertiban ditegakkan oleh Sang Maharaja Purnawarman yang telah duduk di singgasana emas.
Pada saat itu termasuk juga raja di bawah kekuasaan Sang Purnawarman telah duduk di balairung demikian juga semua petinggi kerajaan, tanda, raja wilayah, para panglima perang dari raja bawahan, panglima angkatan laut, para jaksa negara, brahmana resi, pendeta, pujangga besar (cendikiawan) dan semua sanak keluarganya Sang Maharaja Tarumanagara hingga leluhur (tetua) datang di situ.
Utusan-utusan dari negara yang bersahabat dengan Tarumanagara, sudah duduk berjajar Sang Permaisuri dan ibunda Sang Purnawarman telah hadir di situ. Tampak bala tentara berdiri berjajar menjaga pintu membawa berbagai peralatan tempur, pintu dalam dijaga dua orang prajurit, setiap pintu dijaga kuat-kuat oleh bala tentara.
Adipati-adipati dan Bupati yang memimpin daerah sudah hadir di balairung, di situ amatlah hebat terlihat Sang Maharaja Purnawarman dan Sang Permaisuri di atas singgasana, seolah-olah Sang Maharaja Tarumanagara dan permaisuri adalah titisan Sang Bhatara Wisnu dan Sang Dewi Laksmi. Beliau terbukti sebagai Sang Purnawarman yang jaya di segenap tanah Jawa barat yang berkuasa Maharaja Tarumanagara.
Tampaklah Sang Purnawarman bercahaya badannya sangatlah berkilauan sebab tersulut oleh busananya intan berlian, emas dan kristal, laksana Bhatara Wisnu turun dari swargaloka dan di bumi (menjelma) sebagai Sang Purnawarman raja yang sangat berwibawa dan sangat perkasa, mahir dalam berperang, dan mengalahkan berbagai musuhnya. Semuanya memberi upeti telah dihaturkan kepada Sang Maharaja dari semua raja wilayah yang di bawah pengaruh dan diatur oleh Tarumanagara. Oleh karena itu kerajaan mengadakan festival.
Semuanya (menyediakan) perlengkapan upacara air (?) dan bermacam hidangan lezat. Di situ tampaklah bermacam hidangan wesalehya madhupānādi (?) merasakan kenikmatannya. Dalam festival tampak sangat meriah. Penyebabnya yang dibuat hadiah yakni ada bunyi gamelan serta beberapa orang penari cantik, juga pembantu wanita (dayang ?) kerajaan yang sangatlah mangapuhanaken (?) semua lelaki dengan dorongan nafsu. Beberapa pemimpin Tarumanagara semuanya ada di situ diantaranya, Perdana menteri, Panglima angkatan laut Panglima perang yakni Panglima besar, pemimpin wilayah bupati, pemimpin para pendeta, beberapa menteri muda, serta amat banyak pimpinan (raja) wilayah (singgah ke) perbatasan, dan beberapa kerabat beliau Sang Maharaja Tarumanagara, juga bangsawan negara dan banyak lagi lainnya.
Kala itu alun-alun istana dipenuhi oleh perkemahan beberapa raja yang di bawah pengaruh Sang Purnawarman para raja itu lengkap beserta pengiringnya lengkap dengan pengawal dan dayangnya. Kedatangannya Sang raja ada yang naik gajah ada yang naik kereta, naik perahu, ada yang naik kuda, dan berjalan kaki. Adapun semua raja yang hadir menghadap kepada Sang Purnawarman datang ke ibukota Tarumanagara dengan membawa hadiah (upeti ?) itu tahun, pada sebelas Sukla paksa, yakni bulan Cetra. Pada tiga belas hingga lima belas Sukla paksa, yakni bulan Cetra, berkumpul bertatap muka Dan berpesta pora.
Sang Purnawarman sesudah dilantik menjadi raja menggantikan ayahandanya lantas ibukota Tarumanagara dialihkan ke sebelah utara. Di situ Sang Purnawarman membuat tulisan di atas batu banyaknya tiga buah sebagai tanda kepahlawanannya Sang Purnawarman lalu ia bersemayam di istana baru dengan Sang permaisuri dan semua pengiringnya. Pada saat itu Sang Raja Resi yakni ayahanda Sang Purnawarman telah meninggal (?). Walaupun demikian tahta kerajaan telah di kuasakan kepada Purnawarman lalu menjadi raja.
Karenanya masuk (?)lah beliau kedalam pertapaan, karena ia telah sampai pada makrifat. Dua tahun kemudian Raja resi wafat, Raja resi disebut Sang Lumah di candrabhaga, di saat itu pula putra Sang Raja resi kelak nanti-nantinya membuat tulisan di atas tugu batu, dengan membuatlah tempat suci Raja resi beserta perangkat upacaranya, demikian juga di tepi sungai Ghomati sebagai tanda peringatan bagi Sang manusia unggul yang wafat di tepi sungai itu. Tampaklah sangat unggul ayahnya (?) Sang Brahmana yang memiliki mantra yang berkekuatan magis bentuknya dari kejauhan tampaklah seperti padang yang damai. Juga ia Sang Taruma Nrepa (raja Taruma) membuat kurban api, melakukan upacara pemujaan saat terbenam matahari, di tepian sungai Candrabaga dengan diiringi seluruh pendeta, menteri, raja wilayah, raja bawahan, semua pemimpin bala tentara, keluarga dengan pengiringnya dan banyak juga penduduk, datang di situ mereka semua memuja-muji pada kemashuran kepahlawanannya (?).
Sang Raja resi Brahmana yang memiliki mantra yang berkekuatan gaib yang telah wafat, juga bapak tua Sang Raja Diraja Guru yaitu Sang Lumah di Ghomati. Sebab ini seperti apa yang dilakukan, sejak dulu kala di tempat asal-usul mereka yakni negeri Bharata. Adapun Sang permaisuri Purnawarman putri dari raja bawahannya. Itu permaisuri wanita yang sempurna kecantikannya bagai sinaran bulan empat belas paruh terang.
Sedangkan istri lainnya adalah dari Swarnabhumi, putri dari Raja di sana. Ada juga istrinya dari Bhakulapura, dan Jawa timur semuanya putri raja. Serta ada pula beberapa istri Sang Purnawarman tak beranak, dari Sang permaisuri beranaklah beberapa orang lelaki dan perempuan. Didapatkan putra mahkota, yang kelak menggantikan ayahandanya termashur dengan nama Sang Wisnuwarman raja muda Tarumanagara.
Sangatlah mencintainya Sri Maharaja Purnawarman putranya adik Sang Wisnuwarman, adiknya perempuan sempurna kecantikannya diperistri oleh raja Swarnabhumi. Kelak Sri Jayanasa raja besar di Swarnabhumi anak cucunya, diantaranya sejumlah Dinasti Warman di pulau Jawa, Sang Purnawarman adalah manusia utama diantara dinasti itu.
Beliau raja yang sangat besar wibawanya, tindakan sangat berani dan perkasa. Ia banyak mempraktekan ilmu pemerintahan. Beliau memperkokoh kedaton baru, yang dibuat setelah ia menjadi raja Tarumanagara, yakni sebelah barat dari kedaton ayahandanya. Beliau memperkokoh kebesaran wilayahnya seluruh Jawa barat. Dengan kerajaan Cina bersahabat sebab ia sahabat yang sejajar.
Sang Maharaja Purnawarman penyembah Bhatara Wisnu. Juga ada yang menyembah Bhatara Sangkara (Sywa), menyembah Brahma dan lainnya lagi. Meskipun demikian penduduk pribumi, banyaklah mereka yang memuja (roh) nenek moyang, perilaku sejak dulu asal mula dan apa yang berlaku dahulu (?). Jugaada yang memuja Sang Buddha tetapi tak seberapa.
Pada saat itu Tarumanagara adalah bumi yang tentram di pulau Jawa. Ini permulaan penduduk rendah menengah utama lelaki perempuan semuanya, penduduk sangat bahagia hidup di bumi Tarumanagara, demikian juga pendatang baru dari pulau-pulau sekitar Nusantara dan negeri seberang lainnya.
Pada tahun ketiga setelah ia menjadi raja Sang Purnawaraman membuat perusahaan pemberhentian perahu. Pelabuhan itu ada di tepi lautan. Kian hari semakin banyak perahu datang beberapa buah, dari berbagai negara. Pelabuhan itu selesai dibuat, yakni selesai tujuh paruh terang Margasira hingga empat belas paruh gelap bulan Dhasya (jyesta) (19 Desember-13 Juni ?).
Adiknya Sang Purnawarman yakni terkenal dengan nama Sang Cakrawarman menjadi Panglima angkatan perang. Sedangkan sanak keluarganya yakni, adik ayahandanya yang terkenal dengan nama Sang Nagawarman menjadi Panglima angkatan laut. Ia senantiasa pergi ke seberang sebagai utusan Sang Purnawarman Maharaja Tarumanagara.
Dengan tujuan menciptakan persahabatan, sudahlah dia pergi ke Sanghyang Hujung, sudah ke negeri Sangka, sudahlah ia ke negeri Yawana, sudahlah ia ke Campay (?) di negeri Bharata, sudahlah ia datang ke negeri Sopala, sudahlah ia pergi ke Bhakulapura, negeri Cina, sudah ke Swarnabhumi, dan banyak lagi berbagai pulau-pulau. Karena dia adalah Sang pemimpin kerajaan Taruma.
Ia Sang Nagawarman mahir berperang, sudah besar kepahlawanannya kepada negara Sang Nagawarman dengan beberapa orang tanda, serta petinggi kerajaan, jaksa sebagai utusan Tarumanagara pergi ke negeri Cina dengan membawa barang-barang hasil bumi, yang biasa dihasilkan penduduk setempat, gulai-gulaian dan hasil berburu serta banyak lagi. Semuanya diberikan kepada Maharaja Cina. Karena kerajaan Cina bersahabat dengan kerajaan Tarumanagara.
Lalu Sang Maharaja Cina memberikanlah kepada sang utusan Tarumanagara, pakaian dan perhiasan serba indah, emas, perak, intan dan berbagai benda lainnya lagi, juga saling balas-membalas surat pada saat itu. Pada dua belas paruh gelap bulan Jesta tiga ratus lima puluh tujuh, di tahun Saka (357 S/435 M 9 Juni ?). Setahun kemudian pergi ke Sanghyang Hujung, lima bulan kemudian pergi ke Swarnabhumi.
Lalu digantikan kisahnya segera, dan dalam kisahnya, dia raja pribumi Bhakulapura, sang Kudungga namanya, sang Kudungga anaknya sang Attwangga, sang Attwangga anaknya sang Mitroga, dinasti mereka itu telah beberapa puluh keturunannya menetap ada di sini, menjadi pemimpin penduduk pribumi beberapa ratus tahun silam asal-usul dinasti ini dari negeri Bharata. Nenek moyang mereka sang Pusyamitra yakni manusia unggul jaya dalam peperangan adalah nenek moyang dinasti Sungga di Maghada di bumi Bharata. Kemudian sejak dinasti ini di bawah perintah oleh dinasti Kusana.
Sejak itu anak istri dan sanak keluarga dinasti Sungga tersebar di beberapa negara, ada yang ke utara, ke selatan, ke timur, ke barat, salah satu anak istri dari dinasti ini dan sanak keluarga serta pengawalnya tiba di sebuah pulau yang kemudian Bhakulapura namanya. Kute mandala namanya lagi, kemudian putri sang Kudungga diperistri oleh Aswawarman putranya sang Dewawarman dari Jawa barat, ia sang Dewawarman ini keturunan yang ke delapan.
Adapun sang Dewawarman pertama menjadi ratu Jawa barat dahulu pada lima puluh dua, di tahun Saka (52 S/130 M). Beliau juga berasal dari bumi Bharata. Beberapa anak cucunya sang Dewawarman pertama menjadi raja Jawa barat bersahabat dengan kerajaan Cina saling mengasihi, saling memberi hadiah benda-benda hasil negeri (?) masing-masing, saling berkirim surat sang putra, serta saling berniaga berbagai barang dan lainnya lagi.
Adalah satu kerajaan di bumi Bharata tak suka melihat persahabatan yang erat dan menjadikan kerajaan Jawa barat negara makmur sejahtera. Oleh karenanya kerajaan Jawa barat diserang oleh kerajaan dari negeri Bharata, lalu kalahlah itu kerajaan Jawa barat, meskipun demikian anak cucunya yang juga senama yakni sang Sewawarman menjadi ratu di situ, karena ia sang musuh tidak menjajah dan menduduki ia sang kalah, sekembalinya menyerang lalu pulang ke negaranya.
Adalah sang Dewawarman yang senama (bergelar sama) dengan sang Dewarman yang awal itu menggantikan kakandanya yang wafat tanpa anak, karenanya adiknya sang Dewawarman yang menetap dibumi Bharata, diperintahkan menjadi raja di bumi Jawa barat, ia sang Dewawarman telah lama bersahabat dengan raja Bakulapura sang Kudungga namanya.
Karenanya anak sang Dewawarman yang terkenal dengan sebutan sang Aswawarman sejak kanak-kanak oleh sang Kudungga dianggap anak kandungnya yakni menjadi anak angkat, selanjutnya sampai menjadi putra mahkota, Beliau menjadi menantu oleh sang Kudungga raja Bhakulapura. Karena juga tempat asal usul dari ayahandanya, yaitu sang permaisuri Dewawarman adalah keluarganya sang Kudungga.
Kemudian sang Aswawarman diangkat menjadi raja (?), lalu dinobatkan menjadi raja di Bhakulapura, menggantikan sang Kudungga telah mangkat. Selanjutnya pernikahannya sang Aswawarman dengan anak sang Kudungga, beranaklah ia tiga orang, salah satu diantaranya sang Mulawarman, karenanya sang Kudungga tak disebut bagian dari dinasti (?), karenanya, anak perempuannya maka oleh sebab itu sang Aswawarman sebagai asal mula dinasti (?).
Sedangkan kakak istri sang Aswawarman menjadi istri Rajadhiraja Guru yakni Jayasinghawarman namanya lagi, raja Tarumanagara di bumi Jawa barat, karena kekerabatan antara anak cucunya sang Rajadhiraja Guru dengan anak cucunya sang Aswawarman senantiasa mengikat persaudaraan (?). Kedua kerajaan itu masing-masing bersahabat dengan kerajaan Cina.
mereka masing-masing mengutus duta persahabatan-nya ke kerajaan Cina, demikian juga utusan kerajaan Cina pergi ke Tarumanagara dan negara Bhakula. Sejak dahulu hingga saat ini (?), banyaklah kerajaan di pulau-pulau di Dwipantara saling bersahabat antara raja kerajaan tetangga. Ada yang sama kedudukannya, ada yang kerajaannya, ada yang besar kekuasaannya, ada yang saling berselisih diantaranya.
Ramailah perahu, di lautan kepulauan, dari berbagai negara, dengan memusatkan perhatian mereka yaitu, berniaga dan usaha jasa berbagai barang, diantara raja yang ada di Nusantara pada saat itu. Sang Purnawarman yakni raja Tarumanagara inilah (?) yang sangat besar wibawanya.
Tak ada satupun panah yang mampu menembus tubuhnya sang Purnawarman karena ia sang Purnawarman senantiasa memakai baju sakti dari besi seluruh tubuhnya, dari kepala hingga kaki, serta menaiki gajah Erawata namanya karenanya ia disebut orang sakti.
Di waktu lampau awal berdirinya Tarumanagara semata-mata hanya kerajaan kecil di bumi Jawa barat semakin lama menjadi negara besar lebih dari dua belas raja wilayah, yang mengabdi kepada kerajaan Taruma. Semua musuhnya digenggam erat oleh Purnawarman itu pakaian menjadi andalannya (?), siapapun yang sengaja (merintangi), akibatnya mereka terbunuh.
Sang Purnawarman adalah orang besar, ia orang yang mengusahakan kemakmuran bagi negerinya. Adapun sang Purnawarman bersemayam di istana Kotaraja Sundhapura yang ada di tepian sungai Ghomati, di sana tampak berkibaran di atas istana bendera simbol kerajaan Taruma yakni teratai di atas kepala gajah Erawata gambar benderanya tanda raja dedaunan dari emas kemerahan bentuknya.
Sedangkan bendera bergambar naga sebagai bendera tanda dari angkatan laut Tarumanagara, tampak berkibaran di atas kapal perang yang ada di tepian pantai, di situ tampak banyak yang berlabuh, sedangkan bendera lainnya yaitu bendera bergambar singha, bendera bergambar harimau (?) , bendera bergambar babi hutan, bendera bergambar kuda (?), bendera bergambar srigala (?), bendera bergambar ular (?), bendera bergambar kucing liar (?), bendera bergambar garuda (?), bendera bergambar beruang (?), bendera bergambar kerbau (?), bendera bergambar ikan (?), bendera bergambar kambing (?), bendera bergambar kijang (?), bendera bergambar sapi (?), bendera bergambar angsa (?), bendera bergambar kera (?), dan banyak lagi lainnya. Semuanya itu benderanya raja wilayah yang mengabdi pada Tarumanagara.
Adapun kerajaan Indraprastha yaitu kerajaan bagian barat yang benderanya bergambarsinga. Di kerajaan Indraprastha ada sungai, Gangga namanya, di muara sungai Suba namanya, menurut Pustaka Pararatwan Sundhabhumi, kerajaan Indraprastha kelak disebut Carbon Girang kemudian, itu wilayahnya.
Sedangkan benderanya bala tentara Tarumanagara masing-masing berbagai bentuk (alat) perang (?). Selama ia menguasai Tarumanagara, sang Purnawarman telah menyelesaikan karya besar yakni memperkokoh sepanjang tepian sungai, memperbesar sungai itu, serta pula memperdalam beberapa sungai di seluruh Jawa barat, pekerjaan ini yaitu dibuat oleh penduduk dari berbagai daerah di Tarumanagara, mereka kerja bakti kepada rajanya.
Beberapa ribu penduduk lelaki perempuan semuanya berbondong-bondong pergi menuju sungai itu. Ada yang tua ada yang muda, berasal dari penduduk rendah menengah utama juga bala tentara, yang menjadi pekerja (? menjadi istri ?), awal mula pekerjaan (? menjadi istri ?) itu di sungai Gangga. Karena sungai itu menjadi selaras dengan aturan sucinya masyarakat setempat seluruh Jawa barat setiap tahun.
Banyaklah orang mandi di sungai Gangga dapat menghilangkan dosa (?) dalam ritual sucinya (?) seumur hidup. Ini sebagaimana di negeri Bharata yaitu mengikuti persis tingkah laku di negeri asal (leluhur)nya sang Purnawarman. Adapun pekerjaan itu memperkokoh dan membuat bagus sepanjang tepian sungai awadasa (? sembilan belas? dua puluh?) paruh gelap bulan Margasira sampai lima belas paruh terang, bulan Posya pada tiga ratus tiga puluh dua, di tahun Saka (332 S/410 M).
Lantas sang Purnawarman membuat upacara persembahan kepada Brahmana-brahmana dan kapwajti (?). Persembahan itu dari sang Maharaja, rinciannya masing-masing yakni lima ratus sapi pakaian kuda dua puluh, gajah seekor diberikan kepada raja wilayah ini dan berbagai hidangan lezat. Pekerjaan itu dibuat oleh beberapa ribu penduduk lelaki perempuan dari berbagai daerah, mereka yang telah menyelesaikan pekerjaan semuanya diberilah persembahan itu. Karenanya senang hati mereka.
Lantas dua tahun kemudian pekerjaaan yang memperkokoh dan membuat bagus di tepian sungai Cupu, sungai di Cupunagara. Sungai itu airnya mengalir hingga ke kedaton kerajaan ini pekerjaan dibuat pada empat paruh terang bulan Srawana sampai tiga belas paruh gelap, bulan Srawana tiga ratus tiga puluh empat di tahun Saka (334 S/412 M). Kemudian Sang Purnawarman membuat upacara persembahan kepada brahmana-brahmana dan kapwajti (?) di situ dan memberi sapi empat ratus pakaian dan bermacam makanan lezat.
Semua penduduk laki perempuan, yang telah merampungkan pekerjaan itu diberi hadiah dari Sang Maharaja. Karenanya orang tani senanglah hatinya, demikian juga mereka para pedagang dengan menaiki perahu dari muara menuju desa-desa (yang) ada (di) tepian sungai.
Demikian juga, pada sepuluh (?sebelas?) paruh gelap, bulan Kartika hingga empat belas paruh terang, bulam Margasira, tiga ratus tiga puluh lima di tahun Saka (335 S/413 M) yakni, memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai Sarasah atau sungai Manukrawa namanya lagi. Pada saat itu Sang Maharaja sedang sakit karenanya Sang Purnawarman mengutus kepada sang perdana menteri dan beberapa orang petinggi kerajaan. Panglima angkatan laut, Sang Tanda (pejabat bea cukai), Sang Juru Sang Jaksa serta lengkap pengiringnya datang (dengan) menaiki perahu, bukankah mereka mewakili Sang Maharaja membuat upacara persembahan kepada brahmana-brahmana dan kapwajti (?).
Persembahan itu rinciannya satu persatu, sapi empat ratus kerbau delapan puluh, pakaian brahmana, sebuah bendera simbol Tarumanagara, kuda sepuluh, sebuah patung Hyang Wisnu, bahan makanan lezat (?). Semua penduduk yang ikut merampungkan pekerjaan juga mendapat hadiah, mereka para petani senang hatinya, sebab tegal miliknya tanahnya subur, karenanya itu tegal teraliri dari sungai itu, oleh karenanya di kala musim kemarau, tidak kekeringan. Pada saat itu jika ada penyamun dan bajak mereka dihukum mati, banyak penduduk susah hidupnya termasuk juga banyak berduka lara.
Karena adanya empat macam kasta diantara penduduk seluruh bumi Jawa barat, banyaklah penduduk memeluk dan menyembah Wisnu, menyembah Sangkara dan menyembah pitta (Brahma) sebagaimana kebiasaan sejak dulu.mengikuti sama persis leluhurnya mereka brahmana dan kapwajti (?) senantiasa memohon doa (memberi doa ?) mendoakan kepada Sang Maharaja dan permaisuri termasuk juga sanak keluarganya.
Sedangkan penyembah budha tak seberapa telah dijadikan aturan adat (yang berlaku) di kerajaan Taruma pada saat itu yawed (?) telah menyelesaikan sementara (?) pada suatu pe- kerjaan besar, itu brahmana-brahmana semuanya telah menerima anugerah dan Sang brahmana memberikan berkat kepada Sang Maharaja yang diperuntukkan ini bertujuan terhindar dari sihir ilmu hitam, dan hendaknya penduduk memiliki simpanan bahan pangan yang melimpah.
Setelah itu Sang Purnawarman memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai Ghomati sungai Candrabhaga. Adapun sungai Candrabhaga beberapa puluh tahun yang lampau, oleh Sang Rajadhiraja Guru yakni bapak tuanya Sang Purnawarman telah membuat bagus dan memperkuat sepanjang tepian sungai itu, ini dikerjakan untuk kedua kalinya.
Saat itu sungai Ghomati dan sungai Candrabhoga oleh Sang Purnawarman itu pekerjaan dimulai pada delapan paruh gelap bulan Phalguna, hingga selesai pembuatan itu pada tiga belas paruh terang tiga ratus tiga puluh sembilan di tahun Saka (339 S/417 S).
Adapun pekerjaan di sungai Ghomati dibuat oleh beberapa ribu penduduk lelaki perempuan dari berbagai daerah semuanya masing-masing membawa perkakas tajam, kapak, beliung, golok, dan lainnya lagi, mereka kerja bakti kepada Sang Maharaja, tampaklah mereka, di siang (dan) malam bekerja membentuk barisan tak terkendalikan (tanpa diperintah ?) di tepi sungai, terentang (bagai) garis lurus tak terputus agar hendaknya tak terhalang, selanjutnya Sang Purnawarman mengadakan kurban sempurna serta (peresmian ?) pemberian persembahan kepada brahmana-brahmana yaitu sapi seribu, pakaian dan berbagai makanan-makanan yang lezat. Sedangkan mereka raja wilayah, ada yang diberi persembahan kerbau, ada yang diberi persembahan emas, perak, ada yang diberi persembahan kuda, dan lainnya lagi.
Lalu Sang brahmana memberikan berkat kepada Sang Purnawarman, di situ Sang Maharaja membuat tulisan di batu, demikian juga ada di daerah lain, Sang Purnawarman senantiasa membuat tulisan merah di batu, lalu patung dirinya telapak kakinya, telapak kaki kendaraannya yakni gajah Sang Erawata, bendera simbol kerajaan Tarumanagara, kemashuran kepahlawanannya dan lagi, semuanya itu tersurat di batu ada di sepanjang tepian sungai, di beberapa daerah.
Adiknya perempuan Haranawarmandewi namanya, diperistri oleh orang kaya raya dari negeri Bharata, yang memiliki berpuluh perahu besar. Kemudian adiknya lelaki beberapa orang, masing-masing ada yang menjadi duta (besar) di kerajaan Cina, duta (besar) di Swarnabhumi, negeri Syangka, ada yang menjadi petinggi kerajaan, ada yang menjadi panglima angkatan laut, ada yang menjadi Jaksa.
Sedangkan putranya yang tertua menjadi putra mahkota yakni raja muda ia bergelar Sang Wisnuwarman, selanjutnya pada tiga paruh gelap, bulan Yesta hingga dua belas, paruh terang, bulan Asadha, tiga ratus empat puluh satu, di tahun Saka (341 S/429 M). Sang Purnawarman memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai, juga memperdalam sungai itu, sungai Taruma nama sungai itu.
Sangatlah besarnya sungai i kiri (? di sebelah kiri ?) kerajaan Taruma di bumi Jawa barat. Setelah rampung pekerjaan itu, Sang Purnawarman mengadakan kurban (yang) sempurna dengan upacara pemberian berkat kepada brahmana-brahmana, yaitu sapi delapan ratus pakaian dan berbagai makanan-makanan lezat bahkan dua puluh kerbau dan lainnya lagi. Lalu semua brahmana memberi berkat kepada Maharaja Tarumanagara.
Setelah menjadi Maharaja lamanya tiga puluh sembilan tahun, beliau wafat di usianya enam puluh dua yang disebut Sang Lumah (yang wafat) di sungai Taruma. Setelah Sang Purnawarman wafat, kemudian Sang putra raja tertua yakni Sang Wisnuwarman namanya, meneruskan ayahandanya menjadi raja Tarumanagara di bumi Jawa barat. Adapun yang mencapai putra mahkota, baik tingkah lakunya, dan apa yang menjadi perkataannya tak kurang istimewa, serupa ayaahandanya, beliau berani tindakannya perkasa raja paling utama, bagai di medan pertempuran saat berperang.
Beliau Sang Wisnu yang mahir berperang. Sang Wisnu dinobatkan menjadi raja Tarumanagara, di kala sempurna-sempurnanya di empat belas, paruh terang, bulan Posya, tiga ratus lima puluh enam di tahun Saka (356 S/434 M). Tena kalena (?) Sang Maharaja Wisnuwarman mengadakan pesta besar sayampratar (?) selama tiga hari tiga malam. Istana kerajaan dihiasi dengan berbagai bunga yang harum.
Semua raja bawahan dari kerajaan kecil tanah Jawa barat ada di situ, beberapa utusan dari negara sahabat, pemimpin bawahan raja, yakni Sang perdana menteri, beberapa petinggi kerajaan Tarumanagara ada di situ, lalu Sang brahmana, sang pendeta, kapwajti (?), Panglima angkatan laut, sang pemimpin angkatan perang beberapa pemimpin pasukan wilayah, lalu istri raja, dan banyak lainnya lagi.
Dan mereka semua dijamu dan menyantap berbagai makanan lezat. Sebab berbagai hidangan dan wesaleh yamadhupanadi (?) ada di situ termasuk juga, membuat acara pes-ta besar ada gending dan penari berparas cantik. Melihat penarinya cantik, semua lelaki mabuk asmara bersa-maan dengan itu berbagai makanan dan wesalehya madhupānādi (?) dihantarkan oleh pembantu (dayang) istana dengan rupa yang cantik. Sangatlah meriah pesta itu. Lalu mereka semua mendoakan kepada Sang Maharaja Tarumanagara.
Lalu pada dua paruh terang, bulan Magha tiga ratus lima puluhtujuh di tahun Saka (357 S/435 M). Maharaja Tarumanagara mengutus dutanya di negeri Cina, negeri Bharata, negeri Syangka, negeri Campa, negeri Yawana, Swarnabhumi, Bakulapura, negeri Singa, negeri Dhamma dan semuanya negara sahabat. Juga semuanya raja yang ada di Dwipantara.
Adapun kedatangan para utusan diperintahkan untuk memberi tahu jika Maharaja Wisnuwarman menjadi raja di Tarumanagara menggantikan Sang Purnawarman termasuk juga persahabatan yang telah berlangsung tak putus janganlah kita bercerai berai, sudah sepatutnyalah kita mempererat saling mengasihi, saling bergandengan tangan janganlah saling bergandengan, dan saling mangada rahi (? Bertatap muka?) dan cinta kepada negara tetangganya.
Tiga tahun kemudian setelah ia Sang Wisnuwarman menjadi raja Tarumanagara, ada peristiwa gempa bumi, namun kecil dan ti-dak lama, setahun kemudia ada kejadian gerhana bulan, te-tapi tak lama kemudian selesai. Kedua kejadian itu, oleh Sang Maharaja sebagai pertanda bahaya.
Agar selamat dan terhindar dari marabahaya terhadap negaranya Maharaja mengikuti nasehat sang Brahmana Siddhimantra (? nama? yang memiliki mantra gaib?) berjalanlah Maharaja mengikuti aliran sungai Gangga, yang ada di wilaayah Indraprahasta.
Dua bulan kemudian Sang Wisnuwarman di kala sedang tidur bermimpi melihat harimau tua (? dewasa?), celeng/babi hutan, garuda, beruang dan beberapa ekor satwa lainnya lagi, semuanya hewan liar, semua hendak menyerang Sang Maharaja yang menaiki gajah muda (? unta?). Sang Maharaja nyaris jatuh ke tanah tetapi sang gajah muda (? unta ?) maniwa (?) dan menghindarkan dari marabahaya.
Tiba-tiba datanglah brahmana menaiki Sang Gajah Erawata, lalu menyerang semua hewan buas yang maju, matilah mereka menjadi bangkai. Tetapi sang garuda bermuka jahat tak dapat ditundukkan, sebab bolak-balik ke angkasa. Kemudian sang garuda terus menerus membuntuti Sang Raja berupaya seluruh daya menyeranag putra Sang Purnawarman.
Di kala sang garuda dan hewan buas hingga sekian lama berkelahi, lantas Sang Erawata kemudian melawan, saat bersamaan sang brahmana naik (? terbang? melompat?) menyerang sang garuda kalah oleh Sang Raja, jatuhlah ia lantas mati. Karena mimpi itu, Sang Wisnuwarman gelisah batinnya.
Oleh karenanya sejumlah inundesa (?) serta petuah sang brhamana pendeta dikedepankan dan dilaksanakan. Tiga hari kemudian Sang Wisnuwarman dengan pengiringnya juga brahmana-brahmana, kapwajti (?) berangkat ke arah timur, ke Kerajaan Indraprahasta. Di sini Sang Maharaja disambut gembira oleh Raja Indraprahasta yakni Sang Wiryabanyu namanya.
Di kala pagi merambang saat mentari belum ada di atas Kedaton Indraprahasta Sri Raja bersama-sama Sang Wiryabanyu dengan sang brahmana, kapwajti serta pengikutnya telah berada di tepian sungai Gangga, Sri Raja dan Sang Wiryabanyu, sang brahmana, kapwajti serta petinggi kerajaan dan bebrapa orang raja bawahan Sang Tanda, Sang Juru, sang raja wilayah, semuanya lantas mandi di pemandian di tepi Sungai Gangga, sepanjang tepian sungai di jaga oleh bala tentara membawa berbagai senjata bersiaga lengkap, yakni tom-bak, gada, panah (dan) pedang, cis, belati (keris?) dan sebagainya lagi.
Tampak dari kejauhan pasukan itu semua sama-sama menggenggam senjata dan baju zirah. Setelah Sri Raja yang besar berjalan menuju pertapaan lalu menyembah kepada tempat suci (kuil? Candi?) Bhatara Wisnu dan Bahtara Sangkara (Siwa) yang ada di situ.
Setahun kemudian setelah Sang Wisnuwarman mandi di sungai Gangga, adalah suatu peristiwa di dalam Kedaton yaitu di kala Sri Raja dan permaisuri sedang tidur, di malam hari ada orang bersembunyi (menyusup ?) lalu berjalan menuju peraduan Sri Baginda, dengan memmembawa pedang aiksana (?) dan belati (keris ?). Lamtas orang itu, angayati (?) pedangnya pada Sang Raja.
Di kala ia membunuh Sang Raja, jemarinya gemetaran, berkeringat tangannya, merosot pelahan pedang itu ke bawah, Sri Baginda kaget bangun juga Sang permaisuri. Orang itu kemudian ditangkap dan diikat dengan tali, Sang Raja murkalah akhirnya bala tentara semuanya da-tang ke situ.
Adapun karenanya Sang Marabahaya tangan jemarinya gemetar berkeringat (ketika) melakukannya Sang Marabahaya telah lama tak berhubungan dengan istrinya serta ya ketagihan berhubungan dengan banyak wanita. Di situ ia melihat Sang Permaisuri tak memakai busana tak terbalut pakaian satupun. Karena melihat Sang Permaisuri tidur tak memakai pakaian jadi ia ingin menggauli. Karenanya apa yang diperbuatnya tanpa hasil.
Disebutkan (?) itu permaisuri, sangatlah mengagumkan rupa Beliau, tiada duanya, di pulau Jawa. Beliau adalah adik perempuan raja Bhakulapura. Sang permaisuri yakni Suklawarman Dewi namanya. Bercahaya indah istimewa wajah Beliau, dia wanita sempurna kecantikannya, bagai bidadari turun ke bumi, siapa (pun) melihat Sang Ayu tertariklah senang hatinya.
Sedangkan sang suami yakni Sang Wisnuwarman adalah raja yang sangat baik perilakunya serta lembut dan saleh. Beliau amat pandai bermain sejenis permainan catur, berbeda perilaku ayahandanya, sangat pemarah, galak menakutkan dan sukalah ia berperang dengan musuhnya. Beberapa orang istri Sang Purnawarman dahulu, semua istrinya masing-masing berputra. Dari permaisuri Sang Purnawarman beranak ia Sang Wisnuwarman. Raja yang senantiasa memiliki, belas kasih dan cinta kepada sesama manusia.
Kemudian hari baru pagi di kala matahari ada di atas kedaton, pada saat itu, di empat belas paruh gelap, bulan Asuji, tiga ratus lima puluh sembilan, di tahun Saka (359 S/437 M). Sang Maharaja Wisnuwarman duduk di tengah balairung, beberapa orang petingi kerajaan, Sang Jaksa, Sang brahmana, Sang tanda, Sang juru saat itu mereka sedang berbincang-bincang (mengenai) perintah menghadap oleh Sang Maharaja.
Itu bheda sangke (?) Sri Baginda Wisnuwarman menghadapkan sang pembunuh yang tanpa hasil, tangan kakinya diikat tali dan dijaga oleh pasukan pengawal raja. Kemudian berkat Sri Baginda kepada sang pembunuh, “apa sebabnya kamu mau membunuhku, dan siapa yang menyuruhmu demikian?” Sang pembunuh tak mampu bicara, sebab ia sedang menangisi perbuatan rendahnya, tampaklah bercucuran air matanya. Kemudian sang salah jatuh menyembah, terdengar tangisnya.
Sesudah itu Sri Baginda berkata lagi kepada sang salah, “begitu banyak dan luaslah kehehdakmu (?), aku ingin berkata kepadamu. hai kamu, betul-betul sangat hina perbuatan dan ulahmu. Ada tinggal kebaikan keberhasilan (?) sesuai tingkah laku yang baik dan tingkah lakumu, tak ada perbedaan itu seperti hewan liar, lebih besar dosamu dari dosa sang bajak.”
Menangislah sang salah disebabkan rasa malunya, sedangkan air matanya senantiasa merembes. Kemudian Sri Baginda berkata lagi kepada sang salah, “jika kamu menyebutkan nama orang yang menyuruhmu membunuhku aku berjanji menghindarkanmu dan kamu diberi hadiah istimewa dariku, seberapa gembira hatiku, jika kata-kataku dituruti olehmu. Tetapi jika membantah dan tak patuhi keinginanku, kamu dihukum mati.” Mendengarkan perkataanya Sri Baginda, angde (?) badan sang terdakwa lantas dingin dan gemetaran.
Tertutupi sang kalah lalu melihat manatyatham (?) an (? yan=jika ?) di-a ingin membunuh Sri Maharaja Wisnuwarman itu, adalah disuruh oleh wilayah sahabat (?) Sang Cakrawarman namanya, yakni sanak keluargaga Sang Wisnuwarman raja Taruma. Adapun Sang Cakrawarman adiknya Sang Purnawarman, semenjak kakaknya meninggal Sang Cakrawarman ingin menjadi raja di Tarumanagara.
Anak buah Sang Cakrawarman yaitu tiada lain pemimpin pasukan Tarumanagara yakni Sang Dhewaraja namanya, lalu pemimpin pasukan pengawal raja yakni Sang Hastabahu namanya, lantas wakil panglima angkatan laut yakni sang Kudasindu namanya, lalu sang juru kedaton yakni sang Bhayatala namanya, serta banyak lagi pengikutnya kelompok bala tentara Tarumanagara.
Mendengar ucapan sang salah demikian, Sang Maharaja Wisnuwarman terkejutlah ia, demikian juga semua petinggi kerajaan dan semua yang hadir dalam diskusi di balairung. Pada saat itu Sang Cakrawarman tak datang di balairung. Beliau dan semua pengikutnya la-ri menyembunyikan diri ke hutan, bagai ayam hutan kemudian, tiada berapa lama (?) berjalan ke timur hingga di tepian sungai Taruma.
Sang Cakrawarman bersama-sama pengikutnya maningkes-ningkes hangas (?) di kerajaan Cepu, di sungai Cupunagara wilayahnya. Dia raja Cupu yakni sang Satyaguna namanya tak mau melindunginya. Dan mereka disuruh pergi dari Cupunagara. Karena sang raja Cupu dikuasai oleh Maharaja Taruma. Sang Cakrawarman terdiamlah batinnya disuruh segera pergi, tak boleh tinggal di kota besar kerajaan Cupu.
Meskipun telah sekian lama telah mengadakan perjanjian dan persahabatan antara Sang Cakrawarman dengan raja Cupu, juga tidak ingin memberi sarana. Selanjutnya Sang Cakrawarman beserta pengikutny pergi ke timur terlunta-lunta kian jauh mengasingkan diri ke hutan-hutan di pegunungan, semuanya telah singgah di pengembaraan lalu terusir di tengah hutan besar. Menetap di sana sementara.
Sebab mereka semua berharap hidup damai sejahtera, karenanya mereka ingin bersembunyi tinggal di hutan. Di saat yang bersamaan sejumlah raja, yang ada di seluruh tatar Jawa barat olehnya Sri Maharaja Wisnuwarman majnān (?) membunuh Sang Cakrawarman beserta pengikutnya. Diupayakannya (?) mereka semua raja-raja di tanah Jawa barat masing-masing mencari jejaknya Sang Cakrawarman beserta pengikutnya.
Tak lama antaranya raja Indraprahasta tahulah jejaknya Sang Cakrawarman yang sedang bersembunyi di wilayah hutan sebelah selatannya kerajaan Indraprahasta. Karenanya sang raja Indraprahasta memerintahkan pergi ke hutan musuh. Semuanya bala tentara kerajaan Indraprahasta memakai zirah dan semua menggenggam berbagai senjata. Tampaklah mereka, ada yang naik gajah ada yang mengendarai kereta dan juga banyak pasukan pedati, banyak yang menyertainya. Sang Cakrawarman sekarang memiliki banyak bala tentara.
Bala tentara itu , diperoleh dari desa-desa. Karenanya tidak takut dengan bala tentaranya kerajaan Indraprahasta. Tampaklah sepasukan besar berangkatlah ke selatan beriringan membawa senjat lengkap semua perbendaharaan termasuk juga nasi beserta lauknya, air minum dan berbagai makanan lezat, ada di dalam kendaraan.
Berjalan di depan prajurit yang membawa bendera kerajaan Indraprahasta, yaitu bendera bergambar singa tampak berkibaran dari kejauhan. Adapun semua bala tentara oleh sang pemimpin pasukan yakni sang panglima Rababelawa namanya, menaiki gajah sang Dhungkul namanya. Itu gajah hadiah dari sang Maharaja Bhanggala di waktu lainnya. Sedangkan sang panglima pasukan pedati ya sang Bhonggolbumi namannya. Beliau kepala penduduk desa Sindang Jero.
Selama perjalanan bala tentara menyusup ke hutan besar dan hutan di gunung yang ada di wilayah selatan lantas ke barat kemudian berhenti sebentar sebab senja telah tiba di situ ande (?) semua satwa liar lari ketakutan. Pada malam hari tampaklah gelap hutan belantara, hanya terdengar suaranya katak satwa liar dari kejauhan suaranya anjing hutan melolong suaranya monyet. Ada juga suaranya harimau, dan suaranya hantu (?) mengikik. Kemudian di ambang fajar ketika matahari telah nampak di timur. Semua senapati bala tentara bersiap kemungkinan itu. Saat itu (ada) kesepakatan yakni mengendap mendekati memukul dan menyerang bertubi-tubi sang musuh. Tak lama antaranya sepasukan besar berangkat serempak mendatangi dan memerangi musuh. Karena daerahnya sang musuh tak jauh dari situ. Bala tentara kerajaan Indraprahasta yang dipimpin oleh sang panglima perang, senapati perang sang Ragabelawa, menggelandang ini seperti babi hutan maju.
Sedangkan bala tentara sang salah dipimpin oleh senapati sang Dhewaraja, sang Kudasindu, sang Hastabahu dan sang Bhagutala, menyongsong musuh yang datang menyerang itu, menyeranglah bala tentara yang menyerbu, berhadap-hadapanlah yang bertempur, tampak bala tentara menikam, menusuk dengan saling menikam ada yang bergumul, saling menendang saling meninju. Kemudian api dilemparkan dengan Cakra (? dipanah?) ke rumah terbakar kemudian, sang api berkobar di seluruh rumah yang ada di desa baru itu terbakar, karena besarnya api jika aghāsa (?) tak putus-putus. Bala tentaranya Cakrawarman menjadi pergi ke sana kemari (tercerai berai), ada yang saling menyerbu kepada mereka yang pergi, ada yang saling bergumul saling pukul keduanya mati, ada yang terpeleset (?). Peperangan semakin berdekatan ada yang berlari membuntuti musuhnya.
Di medan peperangan terlihat kegemparan, serbu menyerbu, saling menusuk ramailah peperangan itu, antara keduanya yang berperang, ada yang dipenuhi darah, terluka dan mati. Banyaklah bangkai yang ada di medan peperangan, ramai suara senjata dan pasukan dengan kemarahan besar mereka. Ada yang menjerit-jerit karena merana kesakitan, sedangkan darahnya menyembur(?). Saat itu medan peperangan telah berubah menjadi lautan darah dan lautan bangkai. Pada akhirnya angkatan perang kerajaan Indraprahasta memperoleh kemenangan dalam peperangan.
Ada pun bala tentara Sang Cakrawarman kalahlah mereka, banyak yang mati, beberapa puluh orang sisanya yang mati dan terluka. Sedangkan dia Sang Cakrawarman dengan sejumlah panglima bala tentaranya tewas di saat pertempuran yang tersisa dari yang mati semuanya ditangkap lantas dibawa ke kota besar Tarumanagara.
Di sana semuanya yang bersalaha dihukum mati. Setelah itu, semuanya Sang Panglima dan bala tentara memndapat hadiah kemenangan perang. Demikian juga dia Raja Indraprahasta, yakni Sang Wirya Banyu, diberi anugerah emas, perak, intan dengan senyatanya (?). Lain oleh karena itu (?) Sang Wisnuwarman beristri dengan putri raja Indraprahasta, yakni Suklawati Dewi namanya.
Dari Permaisuri Sang Wisnuwarman tak beranak sebab Sang Permaisuri wafat di kala muda usia karena sakit perut nonjok (Maagh akut?) Oleh karena itu istrinya Suklawati Dewi dijadikan Permaisuri, dari istri ini Sang Wisnuwarman berputra beberapa orang, lelaki dan perempuan. Salah satu putra tertua yakni Sang Indrawarman namanya. Kelak Sang Indrawarman menggantikan ayahandanya.
Selanjutnya hentikanlah ceritanya dahulu lalu digantikan dengan Sang Ksepa lamanya menjadi Maharaja Taumanagara, semua para ratu Tarumanagara.
Ini awal mula cerita garis besar yang tak ada (? tak lain?) dalam para ratu Tarumanagara, pertama awal mula menjadi negara Taruma di bumi Jawa barat di pulau Jawa. Sang Jayasinghawarman namanya menjadi raja dhiraja ghuru, di Kerajaan Tarumanagara, lamanya menjadi raja yaitu enam puluh tahun.
Beliau beristri dengan putri Sang Dewawarman yakni Dewi Minawati namanya. Sang Dewi Minawati mempunyai adik lelaki yakni Sang Aswawarman namanya, beristri dengan putri kepala penduduk di Bhakulapura yakni Sang Kudungga namanya. Dari istri ini Sang Aswawarman beranak beberapa orang, salah satu diantaranya yaitu Sang Maharaja Mulawarman namanya.
Jaya Singhawarman yakni sang wafat di sungai Ghomati, beranak beberapa orang, salah satu diantaranya yakni Sang Dharmawarman disebut juga sang wafat di Candrabaga, menjadi raja Tarumanagara, lamanya tiga belas tahun. Sebutannya yaitu Raja Resi namanya.
Kemudian Raja Resi beranak beberapa orang lelaki dan perempuan beberapa orang diantaranya yakni, Sang Purnawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya tiga puluh sembilan tahun, adiknya lelaki yakni Sang Cakrawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan di Tarumanagara, adik perempuannya yakni Dewi Hariwarman namanya.
Setelahnya lantas Sang Purnawarman beranak beberapa orang, beberapa orang diantaranya yaitu Sang Wisnuwarman menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya yakni dua puluh satu tahun. Selanjutnya dari permaisuri pertama Sang Wisnuwarman tak beranak dari permaisuri kedua yaitu Dewi Suklawati namanya, putri Sang Raja Indraprahasta.
Kerajaan itu kelak di kemudian hari disebut Carbon Ghirang wilayahnya, itu beranak beberapa orang, dua orang diantaranya yakni Sang Indrawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya enam puluh tahun, kedua Sang Widalawarman namanya menjadi panglima perang. Adiknya Sang Wisnuwarman yakni Sang Kharabawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan di Tarumanagara.
Setelah itu Sang Indrawarman beranak pinak beberapa orang, tiga orang diantaranya yakni pertama Sang Candrawarman namanya, yang menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya dua puluh tahun, kedua perempuan yakni Dewi Komalasari namanya, ketiga Sang Brahmana Resi Santawarman namanya.
Lalu Sang Candrawarman beranak pinak beberapa orang, tiga orang diantaranya yakni pertama Sang Suryawarman namanya, menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya dua puluh enam tahun, kedua Sang Mahisawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan, ketiga Sang Matsyawarman namanya, menjadi panglima angkatan laut, ketiga yakni Dhewi Bhayusari namanya.
Setelah itu Sang Suryawarman beranaklah pinak beberapa orang, tiga orang diantaranya yakni, Sang Kretawarman namanya, Beliau menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya lima puluh tujuh tahun. Karena Sang Kretawarman tak beranak karenanya tahta kerajaan digantikan oleh adiknya yakni Brahmana Resi Sang Sudhawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya sebelas tahun, adiknya lagi yang perempuan yakni Dewi Tirtha Kancana namanya diperistri oleh Sang Maharsi Ghuru Manikmaya namanya.
Selanjutnya Sang Sudhawarman beranak pinak beberapa orang, dua orang diantaranya yakni Dhewi Mahasari diperistri oleh raja Cupunagara yakni Sang Nagajaya namanya. Kemudian dia Sang Nagajaya menggantikan Sang Sudhawarman menjadi Maharaja Tarumanagara. Di kala lima ratus enam puluh dua, di tahun Saka (562 S/640 M) mengutus dutanya ke negeri Cina dan beberapa buah negara yang telah bersahabat dengan Tarumanagara.
Raja Cupunagara Sang Nagajaya memberi tahu jika raja Cupunagara, sekarang menjadi Maharaja Tarumanagara dengan menyandang gelar Sang Nagajayawarman ia menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya dua puluh enam tahun.
Adapun adiknya Sang Dhewi Mayasari yakni Sang Astuwarman menjadi pendeta di Tarumanagara. Lalu dalam perkawinannya Dhewi Mayasari dengan Sang Nagajayawarman beranak pinak beberapa orang, salah seorang diantaranya yaitu, Sang Linggawarman namanya. Menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya hanya tiga tahun.
Kemudian yakni Sang Maharaja Tarusbawa, yang kemudian kerajaan itu namanya diganti olehnya dengan nama kerajaan Sunda. Sang Maharaja Tarusbawa, pada lima ratus sembilan puluh empat di tahun Saka (594 S/672 M) ia bersahabat dengan kerajaan Sriwijaya di bumi Swarnadwipa.
Adapun putri Sang Linggawarman itu diperistri oleh Maharaja Tarusbawa yakni Dhewi Minawati namanya. Adapun Sang Suryawarman menjadi Maharaja Tarumanagara yakni, pada empat ratus lima puluh tujuh di tahun Saka (457 S/535 M).
Beberapa hari kemudian Sang Suryawarman mengutus duta-duta Tarumanagara ke beberapa negara sahabat diantaranya ke negeri Cina, negeri Campa, negeri Syangka, negeri Jawana, Bhakulapura, negeri Bhanggala, negeri Bharata, dan beberapa negara lainnya.
Tujuannya duta kerajaan, adalah pertama yakni mengabarkan jika raja Tarumanagara sudah diganti oleh Sang Pangeran yaitu Sang Suryawarman. Karena Sang Candrawarman telah mangkat, pada sembilan paruh gelap, bulan Phalguna, empat ratus lima puluh tujuh, di tahun Saka (457 S/535 M).
Duta itu masing-masing diantaranya yakni, petinggi agama kerajaan Sang Santawarman yaitu sanak-saudara Sang Maharaja Suryawarman yang menjadi duta ke beberapa naga(ra) yang ada di sebelah barat dari Sanghyang Hujung, lalu menteri muda Sang Mahasawarman sebagai duta ke beberapa negara yang ada di sebelah timur Sanghyang Hujung. Adapun Sang Mahisawarman yakni adiknya Sang Maharaja Suryawarman. Sedangkan utusan ke beberapa negara yang ada di Dwipantara yakni Sang Panglima Hasta Prakosa namanya, dan senapati di medan perang Sang Lindhu Pertiwi salah satu gelarnya.
Pada saat itu adalah dua orang Brahmana dan seorang pujangga, turut serta dengannya Sang Santawarman duta yang ke barat tujuannya Sang Brahmana dan pujangga yakni ke negeri Phalawa di bumi Bharata. Sedangkan raja Cupunagara, Sang Jaksa, Sang Bhik-su sarwāstiwāda pemuja budha, ikut serta bersama-sama sang duta Mahiswarman menuju negeri Cina. Adapun Sang permaisurinya Sang Kertawarman dari keluarga raja Salankayana, tetapi tak beranak. Sedangkan Maharaja Sundhawarman permaisurinya, adalah keluarga raja Phalawa Sang Mahendrawarman. Di kala usia muda sang Suddhawarman telah menetap di Khan chi, negeri Phalawa di bumi Bharata.
Cucu Maharaja Suddhawarman yakni Sang Linggawarman setelah dinobatkan menjadi Maharaja Tarumanagara, pada lima paruh gelap, bulan Caitra, lima ratus delapan puluh delapan, di tahun Saka (588 S/666 M), Beliau mengutus duta ke negeri Cina dan beberapa negara yang bersahabat dengan Tarumanagara termasuk juga beberapa lěksa (?) sebelum ia meninggal, mengutus duta ke beberapa negara, diantaranya negeri Jawana, negeri Cina, negeri Bharata, yakni kerajaan Phalawa dan negara yang ada di pulau-pulau di bumi Nusantara. Di kala Sang Kertawarman mengutus duta ke negeri Cina, pada empat ratus delapan puluh tujuh di tahun Saka (487 S/565 M), perahunya sang duta Tarumanagara, dihadang oleh perahu sang bajak ada di tengah negara Cina, kemudian berperanglah keduanya, ramailah yang berperang, mendesak saling membunuh antara bala tentara Tarumanagara dengan sang bajak.
Saat itu datanglah kapal perangnya negeri Cina, terus ikut menyerang sang bajak dan menyelamatkan perahu sang duta Taruma. Pada akhirnya sejumlah bajak kalah, semua mereka terbunuh, mereka yang tertangkap juga dibunuh. Setelah itu semua bangkai sang bajak dijadikan satu ditumpuk di perahunya, lalu menghancurkan (?) dan tinunwan (?) oleh bala tentara Cina. Selanjutnya perahu negeri Cina dan perahu Tarumanagara, pergi menuju negeri Cina.
Lalu persahabatan kerajaan Cina dengan Tarumanagara telah lama bergandengan tangan tak terlepas. Demikian juga dengan negara-negara yang ada di Nusantara kerajaan Cina tak menjajah. Sebaliknyalah bersahabat yang telah terjadi beberapa ratus tahun yang silam. Termasuk juga beberapa negara lainnya lagi, yaitu negara Bharata, negara Syangka, negara Yawana, negara Campa, negara Kamboja, negara Ghandi, Mahasi, Hujung Mendini, negara Sophala, negara Singha dan negara-negara yang ada di seluruh Dhwipantara.
Berganti cerita lagi. Adapun Sang Resi Ghuru Manikmaya namanya. Beliau datang dari Jawa timur tetapi negeri asal usulnya negeri Bharata dari dinasti Salankayana, beberapa negeri diantaranya negeri Ghandi, Mahasi, Sanghyang Hujung, Swarnabhumi, pulau Bali telah lebih dulu disinggahinya.
Sang penyebar kemakmuran (?) Sang Resi Ghuru beristri Dhewi Tirtha Kancana namanya, putrinya Sang Maharaja Suryawarman atau adik istrinya Sang Kertawarman. Karenanya Sang Resi Ghuru, diberi anugerah daerah yaitu Khendan namanya, dan lengkap dengan abdinya, pasukan bersenjata.
Ia diangkat ratu di wilayah Khendan, sebagai Raja Resi, Sang Maharaja memberikanlah seluruh perabot yang wajib dimiliki raja, termasuk juga sejumlah pakaian hiasan dandanan atribut raja dan permaisuri, dan petinggi kerajaan, berbagai benda dan bermacam makanan lezat, seluruh raja wilayah yakni di seluruh kerajaan di bumi Jawa barat diundang dengan surat oleh Sang Maharaja Tarumanagara, jika Rajarsi Khendan janganlah ia dimusuhi sebab Sang Rajarsi Khendan adalah menantuku. Lindungilah (ia) oleh kalian semua, serta Sang Rajarsi Ghuru Khendan selaku brahmana yang memiliki mantra gaib nan sempurna dan, Beliau telah memakmurkan pada aturan suci. Siapa yang menolak Rajarsi Ghuru Kendan kuhukum mati dan kerajaannya kubebaskan dari pajak kemudian. Dalam perkawinannya putri Tarumanagara Dhewi Tirtha Kancana dengan Sang Resi Ghuru Manikmaya ratu di Khen dan berputra beberapa orang, lelaki dan perempuan, salah satu diantaranya yakni Raja putra Suraliman namanya,
hingga dua puluh tahun lamanya ia remaja, kian tampak rupawan badannya, dan pandai berperang. Karenanya ia dijadikan panglima di medan perang, lantas menjadi Panglima bala tentara Tarumanagara. Setelah ayahandanya yakni Sang Rajarsi Ghuru Khendan wafat, Sang Panglima Suraliman diangkat ratu di Khendan meneruskan ayahandanya, pada saat itu, pada dua belas, paruh gelap, bulan Asuji, empat ratus sembilan puluh di tahun Saka (490S/568 M).
Sang Suraliman di kala berperang ia senantiasa mengalahkan musuh, karena ia adalah pahlawan yang hebat mahir berperang Raja Khendan. Dalam perkawinannya dengan putri Bhakulapura anak cucu dari dinasti Kudungga di masa silam (?), Sang Suraliman berputra dua orang, lelaki dan perempuan, diantaranya masing-masing, anak tertua yakni Sang Khandihawan atau Sang Rajarsi Dewaraja atau Sang Layuwatang namanya lagi.
Sedangkan kedua adiknya Sang Khandiyawati namanya, gadis yang sempurna kecantikannya, sa ngat cantik wajahnya. Sri Dewi Khandiyawati lantas berjodoh dengan orang kaya raya dari Swarnabhumi, dan ia menetap di tanah negara suaminya, Sang Suraliman menjadi ratu Khendan lamanya dua puluh sembilan tahun.
Setelah meninggal, anaknya Sang Khandihawan yang tinggal di Medang Jati, menggantikan ayahnya. Tetapi Sang Khandihawan menjadi ratu di Medang Jati. Lamanya lima belas tahun. Adapun Sang Khandihawan di kala menjadi ratu wilayah, dengan nama penobatan Sang Bharata Wisnu, di Medangghana negaranya atau Medangjati namanya lagi sang Khandihawan beranaklah ia beberapa orang lelaki, salah satu diantaranya yakni Sang Wretikandayun. Beliau menggantikan ayahnya menjadi ratu, tetapi ia menjadi ratu di Ghaluh wilayahnya, kemudian menjadi Rajarsi di Menir Mandala. Sang Wretikandayun dinobatkan menjadi ratu di Ghaluh, pada empat belas, paruh terang, bulan Setra, lima ratus tiga puluh empat di tahun Saka (534 S/612 M).
Ini awal pertama kali berdirinya kerajaan Ghaluh di Jawa barat di pulau Jawa. Sang Wretikandayun menjadi ratu di Ghaluh lamanya sembilan puluh tahun, Beliau beristri dengan putrinya Sang Makandriya, yaitu Nay Manah Asih menjadi permaisuri di kedaton Ghaluh. Dalam perkawinannya dengan Nay Manah Asih itu, Sang Wretikandayun beranaklah ia lelaki tiga orang, diantaranya masing-masing yakni, anak tertua rahyang Sempakwaja namanya, menjadi Resi Ghuru, menetap di Ghalunggung. Anak penengah Rahyang Khidul namanya, menjadi Resi Ghuru di wilayah Dhenuh, dan anak bungsu yakni Rahyang Mandiminyak namanya, menjadi ratu di Ghaluh, menggantikan ayahandanya.
Rahyang Mandiminyak tidak suka melihat kakaknya Sang Sempakwaja berjodoh dengan Pwahaci Rababu. Karenanya Sang Mandiminyak sangatlah tergila-gila dan sangat (111) berhasrat(?) pada Sang Ayu. Sebab Pwahaci Rababu wanita yang sangat sempurna kecantikan wajah Beliau. Itu wajah terunggul demikian tanpa tandingan, tampaklah tumbuhnya bersinaran tersulut (?) oleh busananya yang bertaburkan baiduri (?), bagai bidadari turun dari surga tinggal di bumi Ghaluh. Kemudian pada suatu waktu Sang Mandiminyak mengadakan pesta pora di Kedaton Ghaluh. Di malam purnama empat belas paruhterang purnama sempurna.
Itu pesta pora tampak penuh sesak (dan) meriah. Pada saat itu Sang Mandiminyak adalah Sang Pangeran (putra Mahkota), sebagai wakil raja serta memegang beberapa petinggi negara. Adapun semua terpikat (?) Sang Pangeran, senantiasa mentaati(nya). Karenanya pesta pora itu dia Sang Mandiminyak oleh ayahnya diberi ijin.
Selanjutnya terkisahkan dalam pesta pora di Kedaton Ghaluh. Oleh karenanya Sang Pengundang pesta yakni Sang Wretikandayun Raja Ghaluh Pakwan. Oleh karena itu semuanya datang ke Keraton. Sang Rama tak tahu ulah anaknya yakni Sang Mandiminyak dan lagi semua tindak tanduk puteranya yang tak patut. Datang di situ beberapa ratu wilayah, menteri, panglima, sang juru, nangganan (?) serta keluarganya.
Rahyang Sempakwaja tak datang sebab ia sedang sakit, hanya istrinya Pwahaci Rarabu hadirlah di Kedaton Ghaluh. Di kala sementara (? saat itu ?), tak terucapkan meriahnya, dan terdengarlah bunyinya gending dibuat (sebagai ?) hadiah dan mengiringi penari yang mahir. (113) Semua yang hadir dijamu dengan berbagai hidangan-hidangan lezat.
Pada malam hari Sang Mandiminyak datang ke peraduan Pwahaci Rababu. Awalmya Sang Ayu malu-malu (?), di kala pertama diraih lengan tangan kanan dan dipaksa suruh berbaring, hatinya berdenyut sebab wajah dan tubuhnya Sang Ayu senantiasa inarekan (? Pinarekan=didekati ?) oleh Sang Mandiminyak tak dihalangi (?) lantas keduanya tak memakai pakaian kemudian bersama-sama serta sesaat menangis sebab merasakan nikmatnya bermesraan itu. Sebab Beliau telah terpuaskan dan batinnya mendambakannya, hingga di pagi hari kemudian keduanya berdandan karenanya Pwahaci Rababu tinggal di Kedaton Ghaluh lamanya empat hari empat malam. Adapun ia Pwahaci Rababu, dalam perkawinannya dengan Sang Sempakwaja, beranak pinak lelaki dua orang diantaranya masing-masing yakni Sang Dhemunawan namanya dan Sang Purbasora namanya.
Sebab berulang-ulang mereka berbuat demikian, oleh karenanya ketahuan oleh suaminya, setelah ia terlihat hamil. Karenanya suaminya tak mau menggauli istrinya yang telah tidak takut (?) dan tidak patut. Akhirnya lahirlah putra lelaki, Sang Sena namanya. Kemudian anak haram itu diserahkan kepada Sang Mandiminyak, Beliau tak memperhitungkan (?) sebab (? Bukankah ?) anak itu putra kandungnya.
Sedangkan Sempakwaja terbukti mencintai istrinya karenaya tak menghukum apa yang telah (115) dilakukan istrinya, dan kembali menjadi satu. Kemudian Sang Mandiminyak beristri dengan putri Raja Medang di bumi Mataram kuno di Jawa tengah. Dalam pernikahannya, beranaklah beberapa orang, salah satu diantaranya, yakni Nay Dewi Sannaha Raja Putri (?), kelak ia dijodohkan dengan Sang Sena Raja Putra, Sang Prabu Bhratasenawa namanya lagi.
Dalam pernikahannya beranaklah lelaki, Sang Jamri, Sanjaya, Prabhu Harisdarma namanya lagi. Sang Mandiminyak lamanya menjadi ratu Ghaluh, cuma tajuh tahun. Sang Mandiminyak lamanya menjadi Petinggi Kerajaan Ghaluh Pakwan kala kekuasaan ayahnya.
Berganti kisahnya lagi. Adapun kerajaan-kerajaan seluruh pulau Jawa itu banyak, di kala Kerajaan Tarumanagara berdiri di Jawa barat. Di sana ada beberapa buah Kerajaan demikian juga di tengah pulau Jawa serta Jawa timur dengan beberapa pulau sebelah timurnya lagi ada kerajaan.
Setelah Sang Maharaja Linggawarman wafat, anak tertuanya perempuan, Dhewi Minawati namanya. Beliau diajdikan istri oleh Sang Terusbawa namanya. Dengan demikian ia Sang Putri Raja bersama-sama suaminya berkuasa di Kerajaan Taruma. Oleh Sang Terusbawa nama Kerajaan Taruma diganti dengan nama Sunda. Karena awalnya pada masa silam dari wilayah Sunda di tepi laut di bumi Bharata barat. Banyaklah di pulau Jawa bernama sama dengan nama yang ada di negeri Bharata. Sebab banyaknya pemimpin, brahmana, leluhurnya raja-raja di sana, tanah kelahirannya dari negeri Bharata, serta ia Sang Terusbawa diperintahkan dengan hormat menjadi raja, yakni lantaran ia beristri putri Raja Tarumanagara.
Meskipun demikan kebesaran kemashuran Kerajaan Taruma sekarang (saat itu) tak seberapa, ditatalah (?) nama kerajaan itu diganti pada sembilan paruh terang, bulan Yestha, lima ratus sembilan puluh satu di tahun Saka (591 S/669 M) Sang Maharaja Terusbawa, mengutus duta Tarumanagara mendatangi beberapa kerajaan di Nusantara dan kerajaan-kerajaan yang ada di negeri Bharata, negeri Cina, Campa, Kamboja, Sanghyang Hujung, negeri Ghaudi, dan banyak lagi lainnya, setahun kemudian, raja Ghaluh Pakwan yakni Sang Wretikandayun mengutus dutanya, ke kota besar Tarumanagara, mengabarkan jika Ghaluh Pakwan tak mau lagi mengabdi kepada kerajaan sebelah barat yakni Tarumanagara.
Ada pun pesannya Sang Raja Ghaluh di dalam surat demikian, “Sejak saat ini, saya beserta sejumlah kerajaan yang ada di sebelah timur sungai Taruma tidak lagi di bawah Taruma jadi, tak merasa menganggap ratu kepadamu, semata-mata hanya bersaudara dari satu leluhur (dengan)ku, ini tidak memutuskan dan lebih baik kita memperkuat persahabatan (?).
Dengan demikian daerah-daerah yang masuk sebelah barat sungai Taruma, adalah daerah kekuasaanmusedangkan daerah-daerah yang masuk sebelah timur sungai Taruma, adalah daerah kekuasaanku. Dan saya tak lagi memberi upeti kepadamu.
Terus, janganlah bala tentaramu diperintah menyerang Ghaluh Pakwan yang demikian itu tak alan berhasil, yakni lantaran kerajaan Ghaluh memiliki angkatan perang yang besar, sekitar tiga kali lipat jumlahnya bala tentaramu.
Sertalah, banyaklah kerajaan di tengah-tengah pulau Jawa dan Jawa timur melindungiku. Ini (kini) engkau telah mengetahui semuanya. Kita menjalin persaudaraan, sama-sama mengharapkan negaranya makmur sejahtera, dijauhkan marabahaya. Tuhan yang berkuasa di atas segala kuasa karenalah menganugerahkan kepada siapa yang melakukan tindak tanduk perbuatan, dan dengan tak ada kedengkian di hati kepada sesama manusia (?).
Saya tahu, engkau orang yang luhur, mendahulukan pada tujuan yang baik ini. Walaupun tak ada kemarahan, meskipun demikian aku meminta maaf, tamat.” Demikianlah pesan Sang Raja Ghaluh dalam suratnya.
Akhirnya pada beberapa hari kemudian, keinginannya raja Ghaluh Pakwan direstui oleh raja Tarumanagara sejak saat itu, di bumi Jawa barat berdiri dua kerajaan besar diantaranya masing-masing yakni, pertama kerajaan Sunda, wilayahnya dari sepanjang tepian laut barat ke timur hingga di sungai Taruma yang kemudian disebut sungai Citarum, pemegang kerajaan Sunda yakni Maharaja Tarusbawa namanya. Di sini banyak kerajaan kecil berdiri mengabdi kepada kerajaan Sunda.
Kedua yakni kerajaan Ghaluh Pakwan wilayahnya dari sungai Citarum ke timur hingga di sungai perbatasan di tengah pulau Jawa, sungai itu kemudian disebut Cipamali (sungai pembagi), pemegang kerajaan Ghaluh Pakwan Sang Prabhu Wretikandayun namanya.
Di sini banyak kerajaan kecil berdiri mengabdi kepada kerajaan Ghaluh Pakwan. Sang Tarusbawa menjadi raja Sunda lamanya lima puluh empat tahun, pada lima ratus sembilan puluh satu, di tahun Saka sampai enam ratus empat puluh lima, di tahun Saka (591-645 S/d 679-723 M). Kelak sejak enam ratus empat puluh lima, di tahun Saka sampai enam ratus lima puluh empat di tahun Saka (645-654 S/d 723-732 M), kerajaan Sunda dengan kerajaan Ghaluh Pakwan di bumi Jawa barat keduanya dikuasai oleh Sanjaya dengan gelar Sang Maha- (122) raja Harisdarma, lamanya menjadi raja di bumi Jawa barat hanya sembilan tahun, tamat.
Ini sargah pertama, Pustaka Nagara Kretabhumi, selesai ditulis sebelas paruh terang, bulan Phalguna, seribu enam ratus empat belas di tahun Saka (1614 S/d 22 Februari ? 1692 M), mengikuti berbagai disiplin ilmu, pustaka negeri milik kerajaan Carbon disatukan (?) namanya yakni ditulis dalam Pustaka Nagara Kretabhumi, sargah lainnya.
Setelah ini, kemudian akan menulis lagi Pustaka Nagara Kretabhumi, sargah kedua, lalu sargah ketiga dan sargah keempat. Dan aku telah diijinkan (?) oleh kakanda Sultan Sepuh dan Sultan Anom mentaati pesannya. Sengaja aku membuat pelengkapnya Pustaka Nagara Kretabhumi, jika kelak rampung ditulis semua Pustaka empat sargah.
Maksud (dan) tujuannya itu , amat sangat diharapkan dan diinginkan hatiku. Dengan demikian, semua Pustaka Nagara Kretabhumi ada lima buah, yang diberi nama Panca Pustaka, oleh Sultan Sepuh Carbon dan Sultan Anom juga aku dengan semua penulis dan pemberi kisah (narasumber) penyempurnaan dalam penyusunan Pustaka ini yakni Aku. Pangeran Wangsakerta Panembahan Carbon, Raksanagara, Purbanagara, Anggadiraksa, Anggadiprana, Anggaraksa, Singanagara, serta Nayapati. Inilah yang mengerjakan (?).
Adapun pelengkap Pustaka Kretabhumi, berisi gambaran, kerajaan-kerajaan di masa lampau serta negeri bawahannya, tahun berdirinya beberapa kerajaan di pulau Jawa serta Dwipantara dan meninggal (dan) berputranya, aturan suci yang dianutnya, juga membicarakan dinasti asal-usulnya raja-raja, hubungan kekerabatannya sejumlah kerajaan, diantaranya Tarumanagara, Sriwijaya, Kheling, Medhang di bumi Mataram, kerajaan Sunda, Ghaluh, Indraprahasta, kerajaan-kerajaan yang ada di negeri Bharata, Sanghyang Hujung, Jawa timur dan sejumlah kerajaan yang ada di Nusantara, seperti gambaran pembangunan negeri Carbon, Wilwatikta, Demak, Singhasari dan lainnya lagi.
Adapun Pustaka pelengkap itu, bernama Rājyawarnana i bhumi Nusantara (kisah kerajaan di bumi Nusantara), yaitu pelengkap Pustaka Nagara Kretabhumi, selesai sudah.
NASKAH NAGARA KRETABHUMI
DWITYA SARGA (BUKU KEDUA / JILID KEDUA)
Alih Aksara dan Bahasa :
Oleh : T. D. SUDJANA
Cirebon, 23 Oktober 1987
(1) Semoga Tuhan memberkati kita.
Inilah buku kedua dari Naskah Negara Kertabhumi, dipergunakan sebagai buku pelajaran atau pedoman bagi kita perihal para Raja Parahyangan beserta keturunannya.Diharapkan hasil penelitian naskah kejayaan kerajaan di bumi sunda Jawa Barat, merupakan hasilkarya yang dapat dipertanggung jawabkan semua di dalamnya ada manfaatnya. Ini merupakan hasil permulaan karya besar Negara Kertabhumi inti sari naskah penelitian kerajaan di bumi Parahyangan, Kesultanan Cirebon dan lain-lainnya, oleh karenanya di dalam garapannya pada akhirnya lama-kelamaan karya ini menjadi berhasil dan sempurna.
Tepatlah apabila kita panjatkan puja dan puji kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga tak ada aral melintang dan tersurat didalam tulisanku.Ini merupakan buku Keraton Cirebon, Negara Kertabhumi namanya. Seluruh isinya berpegang dari berbagai perpustakaan milik Kesultanan Cirebon di samping demi patuhnya kepada tugas yang dibebankan kepadaku sebagai keturunan Dahyang
(2) Susuhunan jati, raja pendita agung ialah sang waliyullah pulau Jawa, ulama besar penyiar Islam di seluruh bumi Sunda.Terutama dengan penyempurnaan yang telah aku lakukan, meskipun sedikit banyak akan dapat di ketahui keadaan dan kejayaan kerajaan Cirebon dan para raja Parahyangan tatkala itu.Demikianlah,tampak apa yang di riwayatkan dalam halaman permulaan seorang raja besar wibawa tatkala jaman pemerintahan raja di bumi Parahyangan Jawa Barat, dengan gelar sang Prabu Maharaja Lingga Buwana Wisesa, sang mokteng bubat namannya yang lain.Raja ini dan seluruh para ratu di bumi sunda Jawa Barat adalah para kerabat familinya dari Sri Sanjaya Maharaja pulau jawa yang bersemayam dan berkuasa di Medang Bumi Mataram.Diriwayatkan di sini sang Prabu Maharaja Sunda Galuh, dahulu tatkala selama 7 tahun menjabat Dipati di keraton Surawisesa tatkala pada zaman pemerintahan
(3) cicitnya sang mokteng kidding (yang wafat di kidding ), lalu sepuluh tahun lamanya menjadi mahamenteri di kerajaan Surawisesa tatkala masih pemerintahan ayahandanya.Setelah itu ia menjadi Prabu Maharaja Sunda Galuh selama 7 tahun, dengan demikian sudah 24 tahun mengalami tugas-tugas kepemimpinan di kerajaan, meskipun demikian barulah ia di percaya (terpakai) menjadi maharaja memerintah secara mandiri baru selama 7 tahun saja.Adapun ia menjadi maharaja pada tanggal 14 “paro terang” bulan palguna tahun 1272 Saka (1350/1351 Masehi). Sang prabu di karunia anak gadis, sang Retna Citra Resmi namannya.Seorang gadis yang sangat cantik rupa elok bagaikan bidadari turun dari surga, kelihatannya benar-benar gadis amat pilihan, siapapun laki-laki yang memergokinnya tidak akan kuat melihatnnya (runtuhlah iman). Kecantikannya itu
(4) mirip dengan ibundanya, yaitu Nyi Ratna Lisning namannya, juga elok rupawan wajahnya bagaikan bulan purnama tanggal 14-nya.Oleh karena itu sangatlah kasih sayangnya sang prabu maharaja kepada anak gadisnnya, ialah kepada Retna Citra Resmi.Diriwayatkan pada tanggal 13 “paro peteng” Badramasa tahun 1279 Saka( 1357/1358 Masehi) sang Prabu Maharaja wafat di Bubat di wilayah kerajaan Majapahit.Semula sang prabu berkehendak menikahkan anaknnya ini dengan mahaprabu Majapahit Sri Rajasanagara namanya.Datanglah pada saatnya pada angannya sang prabu maharaja Sunda sudah mantap hatinya untuk membuat (melaksanakan) suatu perkawinan yang bahagia bagi puterinya di Majapahit, demikianlah mulanya kehendak sang mahaprabu Majapahit.Sampai di sana puteri raja Sunda itu di jadikan persembahan upeti kepada Bre Prabu Majapahit, oleh karena itu tentu saja sang prabu maharaja Sunda menolak tidak akan memberikan sang putrinya dengan cara begitu, semuanya mengerti bahwa penghinaan terhadap orang-
(5) orang Sunda ialah ulah sang Patih Mada.
Duta Sunda dengan Patih Mada sama-sama mengucapkan kata-kata dan sikap yang tidak baik, akhirnya timbul pertengkaran mulut dilanjutkan dengan kemarahan sang Patih Mada tiada terbendung, oleh karena itu balatentara Majapahit disiap siagakan oleh Patih Mada untuk siap tempur. Semua secara serentak mengenakan busana perang dan lengkap dengan segala senjatanya.Terlihat ada yang naik gajah, kuda dan berbentuk pasukan berbaris dan naik kereta. Sang prabu tertegun dengan muka tertunduk, mulanya bimbang dan ragu hatinya sebab tidak akan kuat apabila melawan pasukan perang Majapahit yang sudah tentu jumlahnya begitu banyak. Akan tetapi biarpun mati demi nama baik ia rela, selanjutnya sang prabu maharaja menggabungkan diri dengan keadaan yangsebenarnya, lalu mengumpulkan tenaga dan pikiran dan berani menghadapi apa yang bakal terjadi. Sang prabu dengan para pengikutnya tidak mau dihina dan bertekuk lutut kepada prabu Majapahit.
(6) Kemudian datanglah balatentara Majapahit yang dipimpin oleh sang patih Mada yang berkelakuan jahat, menyerang raja Sunda dan para pengiringnya yang berjumlah hanya puluhan saja. Orang-orang sunda itu menghadapinya bersama, sehingga pertempuran itu berlangsung sengit, namun akhirnya semua orang Sunda yang ada di situ dibunuh tanpa sisa oleh tentara dan patih Mada. Kemudian melihat keadaan demikian sang Retna Citra Resmi bunuh diri. Para pembesar kerajaan Sunda yang gugur di Bubat itu diperinci namanya ialah Tumenggung Larang Agung, Menteri Sohan, Menteri Gempong Lotong, Ki Panji Melong Sakti, Ki Penghulu Sura, Menteri Saya, Ki Rangga Kaweni, Menteri Usus ialah pengawal pribadi dang prabu Sunda, lalu Senapatih Sutrajali, Menteri Siring, Ki Jagatpaya, Ki Wirayuda
(7) Ki Nahkoda Braja, Ki Nahkoda Bule, Ki Juru Astra (ahli penembak). Ki Sebrang Keling, Ki Supit Kelingking, sang prabu dan puteri raja dengan seluruh dayang pengasuhnya. Tetapi walaupun demikian tanah Sunda tidak dijajah oleh kerajaan Majapahit, oleh karena kehendaknya ingin menjajah Jawa Barat tidak kesampaian. Dari sebab itulah bersedih hati dan sakit hati orang-orang sunda, para raja wilayah dari seluruh desa juga turut berduka cita, dari peristiwanya sejak itu sang prabu maharaja Sunda ialah “sang prabu mokteng bubat” (sang prabu yang gugur di bubat) ialah julukan namanya yang terkenal. Sedang Bre Majapahit prabu Rajasanagara, Prabu Hayam Wuruk namnya yang lain, berduka cita karena kehilangan (rindu) kepada Retna Citra Resmi gadis elok rupawan bagaikan bidadari itu. Sang mokteng Bubat benar-benar sebagai lambang Sri Maharaja
(8) pahlawan gagah berani di tanah Sunda, pemerintahannya serta kepemimpinannya arif bijaksana. Setelahnya “peristiwa orang-orang Sunda mati di Bubat” sang Patih Mada selalu tidak tenteram dan prihatin hidupnya, tiada disangka semua peristiwa itu karena ulah dirinya. Untuk menghibur hatinya di dalam hari temannya hanya dengan minum. Orang-orang seluruh tanah Sunda menyaksikan terhadap perilakunya yang jahat, ia merasa berdosa besar. Dosa terhadap orang-orang yang telah ia bunuh, hingga martabat dan nama baiknya ternoda. Adapun “sang Mokteng Bubat” meninggalkan seorang anak laki-laki Niskala Wastu Kancana namanya, umurnya baru 9 tahun. Adik sang prabu, ialah sang Mangkubumi di Suradipati, sang Bunisora namanya, sang Batara Guru Di Jampang namanya yang lain. menggantikan kedudukan kakaknya menjadi raja Sunda di bumi Jawa Barat selama 15 tahun saja, sebab ia telah menjadi resi di daerah Jampang. Wastu Kancana menjadi anak angkat dan dididik oleh pamannya, ialah sang Bunisora.
(9) Tatkala meninggal di makamkan di Gegeromas sudah dalam usia tua sekali. Sang pahlawan Sunda yang gugur di Bubat Majapahit telah memperlihatkan keperwiraannya dan sifat kebesaran jiwanya, ia memperoleh sorga. Kemudian pada tahun 1294 Saka (1372/1373 Masehi ) Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja dan kekuasaannya meliputi seluruh Jawa Barat, ialah wilayah kerajaan Sunda dan Galuh. Ia menjadi raja dengan gelar kehormatan ialah sang Maharaja Niskala Wastu Kancana, sang Prabu Resi Buwana Tunggal Dewata, sang Mokteng Nusa Larang namanya yang lain. Ia dengan wujud sebenarnya,
(10) sang prabu Wastu Kancana bersemayam di Keraton Surawisesa sebagai ibukota kerajaan Kawali namanya. Pada waktu dahulu ayahandanya dinobatkan menjadi mahaprabu adalah di situ juga. Seluruh raja-raja wilayah di pelosok Jawa Barat tunduk dan memberi upeti kepada sang prabu Wastu. Tatkala itu negaranya subur makmur. Mulanya sang prabu adalah seorang pendita besar agama dan perilakunya bijaksana. Sang Resi Guru Buwana Tunggal Dewata, yaitu Prabu Wastu beristri dengan anak Resi Guru Klampung dari Sumatera, Nyi Ratna Sarkati namanya. Dalam perjodohannya mereka dikaruniai anak beberapa orang laki-laki dan wanita, salah satunya adalah yang laki-laki sang Haliwungan, sang Susuk Tunggal namnya yang lain. Dari isterinya yang namanya Nyi Retna Mayangsari sang prabu Wastu memperoleh anak beberapa orang, salah satu diantaranya ialah
(11) sang Ningrat Kencana, sang Prabu Dewa Kancana namanya yang lain. Adapun sang Susuk Tunggal diperoleh dari ayahandanya ialah kerajaan Barat, yaitu Pakuan Pajajaran di tanah Sunda dari sungai Pakuan Citarum ke barat. Di sana ia dinobatkan menjadi raja Pakuan Pajajaran dengan gelar sang Prabu Susuk Tunggal dan keratonnya disebut Sri Bima Punta Nayarana Madura Suradipati ialah sang Bima namanya yang lain. Tatkala itu juga membangun singgasana yang disebutnya singgasana Sriman Sriwacana namanya.Menjadi raja lamanya 100 tahun. Anaknya yaitu sang Mangkubumi Surawisesa ialah sang putera mahkotanyamemperoleh kerajaan di sebelah Timur ialah Galuh Pakuan dengan gelar Kehormatan
(12) sang Prabu Dewa Niskala, lamanya memerintah baru 7 tahun. Semua anak-anaknya yang lain dan kerabat familinya memperoleh kekuasaan memerintah di desa-desa di pelosok tanah Sunda, sebab kekuasaan sang mahaprabu Niskala Wastu Kancana bersemayam di keraton Surawisesa. Kita hentikan riwayatnya sejenak, digantikan dengan riwayat yang lain.
Adapun yang merajai di Cirebon Girang ialah Kyai Ageng Kasmaya namanya, berdiri pada tahun 1269 Saka ( 1347/1348 Masehi ), ia wafat dalam usia 90 tahun. Kyai Ageng ini adalah anak sang Mangkubumi Suradipati ialah sang Bunisora namaya yang lain, ialah adik sang prabu Mokteng Bubat. Kyai Ageng Kasmaya beranak orang, masing-masing namanya ialah Pertama, Kyai Ageng Cirebon Girang, yang kemudian
(13) menjadi kuwu Cirebon Girang. Kedua, Kyai Ageng Sanggarung, yang kemudian menjadi ratu Losari. Ketiga, Nyai Indang Sakati diperisteri oleh ratu Singapura, Kyai Ageng Surawijaya Sakti namanya yang lain. Keempat, Nyai Lara Rudra diperisteri oleh Tanpwawang dari negeri Campa, Tanpwawang (Dampuawang) orang kayaraya dan memiliki beberapa puluh perahu besar. Kelima, Nyai Ratna Kranjang diperisteri oleh Kyai Ageng Tapa ialah Kyai Ageng Jumajanjati namanya yang lain, Kyai Ageng Jumajanjati menjadi Juru Labuhan (Syah bandar) di pelabuhan Muara Jati, lalu menjadi ratu Singapura menggantikan kakaknya, Kyai Ageng Surawijaya Sakti sebab (ia) tidak beranak. Adapun Kyai Ageng Cirebon Girang beranaklah
(14) Nyai Arumsari namanya, di peristeri oleh Kyai Ageng Danusela ialah Kyai Ageng Pangalang Alang namanya yang lain.Di dalam perkawinannya mereka beranak Nyai Retna Riris namanya, menikah dengan Pangeran Cakrabuwana yang menjadi kuwu kedua di Cirebon. Sedangkan Pangeran Cakrabuwana itu adalah putera raja Pajajaran dari isteri sang prabu yang bernama Nyai Subang Larang anak Kyai Ageng Tapa.Diriwayatkan, pada tanggal.14 “paro peteng“ palgunamasa (kira-kira akhir bulan haji/dulhijah) tahun 1337 Saka (1415/1416 Masehi) balatentara cina tiba di pelabuhan Muara Jati. Begitu besarnya balatentara itu sebanyak 2.700 orang dengan masing-masing lengkap dengan alat perlengkapan perangnnya.Dengan perahunya lebih kurang seratus buah yang besar. Sedangkan pimpinan balatentara cina itu masing-masing namanya ialah Chen Hwa sebagai laksamana laut,
(15) Ma Hwan sebagai sekertaris, Wang Kheng Wong sebagai jurumudi (Kapten Kapal) sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Cina dan Pey Sin sebagai sekertaris (penulis/manurat). Mereka ini adalah duta sang maharaja Cina yaitu yang terkenal namanya Yu Wang Lo, ialah Chen Tu namanya dahulu dari wangsa (dinasti) Ming.Kedatangan duta Cina itu ke beberapa negara.Ada juga duta yang turut dalam rombongan itu antara lain dari duta besar dari Sumatera sebagai duta kerajaan Adityawarman dan raja-raja wilayah kerajaan Majapahit juga ada di sana. Ratu Singapura sebagai Mangkubumi kerajaan Sunda di percayakan kepadanya dengan gelar Kyai Ageng Jumajanjati ialah Kyai Ageng Tapa namanya yang lain juga yang menjadi Syahbandar pelabuhan Muara Jati II menyambut kedatangan duta Cina itu dengan sukacitanya.Selama seminggu sang laksamana laut Cheng Hwa ialah Te Ho namanya yang lain tatkala itu mewakili balatentara.
(16) Cina, Khung Way Ping membangun mercusuar di puncak bukit Amparan Jati.Pembangunan inilah menjadi alasan mereka, karena selanjutnya apabila semua perahu yang berlabuh ke pelabuhan akan mengetahui bahwa pantai pelabuhan itu ada di sana.Agar supaya pada malam hari mercusuar di puncak bukit itu memberikan cahaya.Dari jauh tampak menyala bagaikan bintang berkelipan. Mereka itu (balatentara Cina) dalam perjalanannya menuju ke Majapahit kerajaan di Jawa Timur dan berhenti sementara di pelabuhan Muara Jati.Ketika itu sudah banyak rumah penduduk dan ada tanah padang ialah di Dukuh Pasambangan namanya. Di sanalah balatentara Cina berkumpul dan menginap selama tujuh malam tujuh hari.Sang Syahbandar memberikan tempat menginap mereka seperti sedang hajat besar untuk memberkahinya, balatentara Cina dijamu dengan berbagai makanan dan buah-buahan yang lezat.
(17) Sangat gegap gempita acara pesta. Tatkala itu maharaja Sunda sudah lama mengadakan persahabatan dengan maharaja Cina.Kemudian mercusuar itu dibeli oleh Ki Syahbandar ialah Kyai Ageng Jumajanjati caranya ditukar dengan garam, terasi, beras tumbuk, sayur-mayur, rempah-rempah dan kayu jati.Kemudian mereka berangkat ke Jawa Timur setelah sudah lengkap penuh dengan muatan di dalam perahu mereka.Di Majapahit mereka berhenti di pelabuhan Canggu namanya. Sang Mangkubumi Kanaka namanya menyambut dengan sukacita kedatangan balatentara Cina. Kemudian para pembesar Cina itu rapat kerajaan di keraton dengan sang maharaja Majapahit yaitu sang Mahaprabu Wikrama Wardhana, ialah memusyawarahkan perihal terbunuhnya orang-orang Cina tatkala peperangan Paregreg dan perihal persahabatan
(18) mereka antara maharaja Cina dengan maharaja Majapahit. Ini adalah termasuk perjalanan mereka yang keempat ke Majapahit kerajaan di pulau Jawa.Adapun pelawatan mereka yang kedua mahabala Cina ini berperang melawan perompak di tengah samudra di sebelah timur pulau Sumatera. Pekerjaan mereka mengganggu semua perahu dan tidak tahu peraturan (amat biadab) selalu membunuh, merampas dan membakar, mereka itu tidak ada bedanya dengan binatang buas di lautan. Semua para perompak dapat dibunuh dihabisi oleh balatentara Cina, ialah Li Yang Tau Ming namanya, di ibukota kerajaan itu ia dihadapkan, lalu akhirnya dibunuh.
Adalah Dukuh Pasambangan tatkala itu setiap hari selalu ramai oleh orang-orang jual beli dari berbagai desa datang ke situ, sedangkan pelabuhan Muara Jati
(19) selalu ramai dikunjungi perahu. Siang malam perahu-perahu itu berlabuh disana, antara lain ialah dari negeri Cina, Arab, Parsi, Bagdad, India, Malaka, Tumasik ( Singapore sekarang), Paseh, Jawa Timur, Madura dan Palembang. Oleh Sebab itu Dukuh Pasambangan menjadi ramai dan masyarakat keadaannya menjadi makmur dan sejahtera. Kita tunda yang diriwayatkan, diganti dengan riwayat yang lain. Adapun sang mahaprabu Niskala Wastu Kancana menikah dengan Nyai Retna Mayangsari anak sang Mangkubumi Suradipati ialah sang Bunisora ialah Prabu Resi di Jampang namanya yang lain. Nyai Retna Mayangsari adalah Kakak Kyai Ageng Kasmaya. Didalam perkawinannya sang mahaprabu dengan Nyai Retna Mayangsari berputeralah beberapa orang, masing-masingnya ialah namanya, Pertama, sang Prabu
(20) Dewa Niskala yang menggantikan kedudukan ayahandanya di kerajaan Sunda Parahyangan, Kedua, Kyai Ageng Surawijaya Sakti ialah ratu Singapura, Ketiga, Kyai Ageng Sindangkasih ialah Syahbandar Muara Jati I. Keempat, Kyai Ageng Tapa ialah Syahbandar Muara Jati II. Mulanya sang Prabu Dewa Niskala menikah dengan wanita dari Majapahit Jawa Timur, oleh karena itu tidak disenangi dan terkena tabu dalam perjodohannya. Adapun putera sang Prabu Dewa Niskala ialah sang Ratu Jayadewata menggantikan ayahandanya menjadi raja Sunda dengan gelar Sri Baduga Maharaja di Pakuan Pajajaran. Sri sang Ratu Dewata naik di singgasana Sriman Sriwacana. Keratonnya dinamai Sri Bima Punta Nayarana Madura Suradipati.
(21) Sri Baduga Maharaja naik tahta keratuannya selama 39 tahun.Adapun Sri Baduga Maharaja di berikan kepercayaan keraton dan singgasana (sang bima dan sriman sri wacana ) oleh sang Prabu Susuktunggal, sebab sang maharaja mengawini puteri sang Susuktunggal, ialah Nyai Retna Kentring Manik Mayang Sunda. Nyai Retna Kentring Manik Mayang sunda ini adalah adik sang Amuk Marugul yang meratui di Japura.Letak Japura adalah di sebelah timur desa Cirebon.Adapun sang Amuk Marugul adalah ratu berwibawa dan pemarah.Sang maharaja membangun karya besar ialah membangun telaga besar Maharenawijaya namanya, membangun jalan yang menuju ibu kota Pakuan, jalan yang menuju wanagiri, memugar keraton.Semua para resi dan para pengikutnya diberi/dikirim ke desa-desa untuk menyiarkan agama Hindu, sebab agama Hindu banyak
(22) dianut oleh warga masyarakat.Kemudian membangun gedung “kaibon” (gedung-gedung/keraton untuk permaisuri dan ibusuri), gedung-gedung para pembesar negeri yang di anggap predikat setia kepada kerajaan, gedung pagelaran kesenian, gedung pusat olahraga dan latihan perang, memperkuat tentara perang, gedung penyimpanan barang-barang upeti dari ratu wilayah.Sudahlah selesai semua pembangunan desa di kerajaan wilayah yang termasuk dalam kekuasaan kerajaan Pajajaran. Adalah Kyai Ageng Sanggarung ratu di losari beranaklah Nyai Retna Ayu Nawangsari diperesteri oleh ratu Japura sang Amuk Marugul. Sedangkan kakak Nyai Retna Ayu ialah Kyai Ageng Losari kemudian menggantikan kedudukan ayahandanya, ialah Kyai Ageng Sanggarung, menjadi ratu di losari.Di dalam perkawinannya ratu Japura dengan Nyai Retna Ayu Nawangsari berputeralah Kyai Ageng Japura yang kelak menggantikan kedudukan ayahandanya di sana. Kemudian Kyai Ageng Japura berputeralah Nyai Mas Matangsari di peristeri oleh Pangeran Panjunan ialah
(23) Maulana Abdurakhman namanya yang lain. Di dalam perkawinannya Nyai Mas Matangsari dengan Pangeran Panjunan berputeralah seorang wanita ialah Nyai Kencanasari yang menikah dengan Pangeran Carbon putera Pangeran Cakrabuwana. Di dalam perkawinannya Nyai Kencanasari dengan Pangeran Cirebon berputera yang nantinya menjadi kuwu di Cirebon Girang. Sedangkan Pangeran Panjunan ialah Maulana Abdurakhman namanya yang lain, beserta istrinnya ikut dengan anaknnya di Cirebon Girang setelah mereka berusia tua. Pangeran Panjunan mempunnyai adik perempuan yaitu Nyai Syarifah Baghdad namanya diperisteri oleh Maulana Syarif Hidayat ialah Sunan Jati namanya yang lain. Adapun adik perempuan Pangeran Abdurakhman ialah Pangeran Adyaksa ialah Syekh Duyuskani ialah Maulana Abdurakhman namanya. Cucu Pangeran Panjunan
(24) bertemu jodoh dengan puteri ratu Sumedang, di dalam perkawinannya mereka berputera laki-laki Pangeran Geusan Hulun namanya, kemudian Pangeran Santri yang menjadi ratu sumedang yang memeluk agama Islam dan menjadi penyiar agama Islam di warga masyarakat di sana.Lalu Pangeran Santri di gantikan oleh Pangeran Geusan Hulun.Adapun Pangeran Panjunan ialah kakak kerabat sunan gunung jati dari garis ayahandanya.Tunda dahulu sejenak, digantikan selanjutnya dengan riwayat yang lain. Pada tanggal 12 “paro terang” cetramasa tahun 1404 saka (1482/1483 Masehi) Susuhunan Jati dengan hati yang mantap memberhentikan persembahan upeti garam dan terasi yang tiap tahun harus di kirimkan ke ibukota Pakuan Pajajaran. Tatkala itu raja Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata Wisesa,
(25) mengangkat dirinnya prabu dan baru saja ia bersemayam di keraton sang Bima, dahulunya bersemayam di keraton Surawisesa, ia tidak takut serangan balatentara Pajajaran, begitu pesan-pesan sunan sudah menentang wibawa sang prabu di Pajajaran. Oleh karena itu terbitlah panas hatinya sang prabu mendengar berita itu dan akhirnya timbul amarahnya.Tidak menunggu sesaatpun lalu sang prabu memerintahkan Tumenggung Jagabaya beserta pengiringnya sebanyak 60 orang pasukan tentara dengan menyandang lengkap persenjataannya. Kemudian mereka menuju ke Cirebon.Semula kehendak mereka ingin menghancurkan keraton Pakungwati di cirebon, untuk menangkap Sunan Jati dengan kerabat-kerabatnnya, yaitu
(26) Pangeran cakrabuwana dan para pembesar cirebon.Dengan tidak di sangka dalam benaknnya sudah di kuntit balatentara gabungan antara Cirebon dan Demak. Barulah semuanya tampak balatentara yang sangat banyak tersebar di bukit Sembung, oleh karena itu sang Tumenggung Jagabaya datang dengan cara sopan dan akhirnnya ia menjadi pengabdi, selanjutnnya memeluk agama Islam. Manakala sang surya sedang ada di atas keraton Pakungwati (siang hari) Sunan Jati mengadakan pertemuan kerajaan sebagai pokok pembicaraan pertemuan itu ialah memusyawarahkan mengislamkan sang prabu di Pajajaran dengan para pembesar Pajajaran, akhirnya Tumenggung Jagabaya dengan beberapa balatentarannya di utus oleh Sunan Cirebon ke ibukota Pakuan. Disebabkan duta sang prabu tidak ada muncul-munculnnya, oleh karena itu sang prabu akan menuju ke Cirebon dengan membawa balatentara yang tidak kepalang
(27) besarnya. Namun sang resi pandita (penasehat kerajaan) Pajajaran Ki Purwagalih namanya menghalang-halangi dengan membujuk kehendak sang prabu untuk menyerbu Cirebon. Mahabala Demak yang dipimpin oleh Raden Patah selalu bersatu dengan Cirebon.Tatkala itu mereka sedang ada di Cirebon, semua perahu mereka berjajar menepi di sepanjang pantai dengan perlengkapan perangnya, kalau-kalau saja kedatangan balatentara Pajajaran di sana.Adapun tujuan Raden Patah datang di Cirebon adalah sebagai sahabat kerajaan Cirebon dan lagi persahabatan Demak Cirebon agar benar-benar kuat bersatu padu. Sejak itulah Syarif Hidayat di jadikan
(28) raja Cirebon oleh “uwaknya” (kakak ibunya) Pangeran Cakrabuwana sebagai Tumenggung kekuatan kerajaan Cirebon dengan gelar Sunan Jati. Tatkala itu menjadi raja merdeka di Pajajaran, satu-satunya di tanah Sunda Jawa Barat.Dengan keadaan begitu para Waliyullah yang sembilan menyambut dengan sukacita dan menganugerahkan gelar dalam penobatan itu. Begitu juga seluruh para pembesar wilayah tatkala itu mengadakan acara penobatan di dalam bangsal penghadapan keraton Pakungwati. Di situ para Waliyullah yang sembilan menganugerahi kekuasaan Sunan Jati menjadi “Panetep Panatagama” di seluruh Sunda bumi Jawa Barat yang berkedudukan di kota Cirebon bersama Pangeran Cakrabuwana. Kita hentikan riwayat ini sejenak, digantikan dengan wiwayat yang lain.
(29) Ini naskah pararaton sunda di tanah sunda jawa barat.menurut naskah keratuan milik penembahan Yusuf bathedi banten, pangeran Geusan Hulun ratu di Sumedang dan penembahan ratu cirebon olehku tiga naskah itu disusun menjadi satu naskah negara krethabumi ini, demikianlah mula pertama diceritakan : adalah seorang dahyang resi sang maharaja guru manikmaya namanya menikah dengan puteri sri suryawarman buwana maharaja tarumanegara. Sedangkan para kerabat sang resi dijadikan para pembesar kerajaan, ada yang dijadikan duta kerajaan tarumanegara di negara cina. Sang resi sendiri dikuasakan untuk memerintah di daerah kendan. Di situ ia menjadi ratu kendan selama 40 tahun.
(30) Di dalam perkawinannya sang raja resiguru kendan dengan puteri tarumanegara berputera laki-laki sebagai putera mahkota kerajaan kendan, suraliman sakti namanya. Pada usia remaja di angkat menjadi pimpinan pasukan tentara perang di kerajaan tarumanegara kemudian pada tgl. 20 “paro peteng” asuji masa tahun 490 saka (568/569 masehi) ia di nobatkan menjadi ratu di kendan menggantikan ayahandannya selama 29 tahun. Sang putera raja suraliman sakti dalam peperangan selalu mendapat kemenangan. Dalam perkawinannya dengan puteri bakulapura keturunan dari wangsa kudungga berputeralah dua orang laki-laki dan wanita ialah pertama sang Kandihawan, sang rajaresi dewaraja, sang layuwatang namanya yang lain, kedua sang Kandiyawati seorang gadis elok rupawan yang kawin dengan seorang kayaraya dari pulau sumatera. Sang Kandihawan bersemayam di me-
(31) dang jati memerintah menjadi rajaresi selama 15 tahun. Kandihawan berputera beberapa orang, salah satu di antarannya ialah sang Wreti kandayun namanya, yang menjadi raja menggantikan kedudukan ayahandanya di kerajaan galuh dan menjadi rajaresi di daerah menir.Ia memerintah galuh selama 90 tahun. Adapun sang Wreti kandayun menikah dengan puteri sang resi makandriya. Dalam perkawinanya mereka berputera tiga laki-laki masing-masing ialah sang Sempakwaja namanya menjadi resi di Galunggung, lalu sang Rahyang kidul namanya menjadi resi di daerah Denuh, dan Rahyang Mandiminyak namanya diangkat menjadi Ratu Galuh menggantikan kedudukan ayahandanya. Rahyang Sempakwaja menikah dengan
(32) Nyai rahbabu, seorang gadis yang amat elok rupawan, bagaikan bulan terang tanggal 14 dan bagaikan bulan tujuh keelokan rupanya.Tiada duanya di tanah sunda ini, tampak tubuhnya yang serasi benar dengan busana yang ia kenakan. Oleh sebab itu adiknya, ialah sang Mandiminyak, ratu galuh itu, amat tergila-gila selalu bertemu dalam mimpi. Dalam perkawinanya sang Sempakwaja dengan nyai rahbabu berputeralah 2 orang laki-laki, masing-masing ialah sang demunawan dan sang purbasora namanya. Semula sang Mandiminyak sangat mencintai sekali kepada nyai rahbabu. Oleh sebab itu tatkala sang ayu itu berkunjung ke keraton galuh, ia (sang Mandiminyak) tiada dapat membendung keinginannya, lau ia melakukan sanggaman dengan nyai rahbabu. Melakukan hubungan gelap ini mereka berulang kali, tanpa menyadarinya mereka, akhirnya sang ayu
(33) mengandung. Kemudian anak jadahnya ini (lahirlah) laki dan diberi nama sang Sena, sang prabu Bratasena Raja putra Linggabhumi namanya yang lain. Semua perbuatan yang telah dilakukan (melakukan hubungan birahi gelap) itu diketahui oleh suaminya, oleh karena itu anak hasil hubungan gelapnya itu diserahkan kepada prabu Mandiminyak. Sedang sang Sempakwaja masih mencintai istrinya, oleh sebab itu ia tidak menghukum para pengiring isterinya, Nyai rahbabu kembali bersatu dengan suaminya ialah sang Sempakwaja. Sang Mandiminyak beristeri dengan puteri raja Medang di bumi Mataram di Jawa Timur. Dalam perkawinannya ini mereka memperoleh anak wanita Nyi Dewi Sanaha rajaputeri, lalu puteri Dewi Sanaha itu ditikahkan dengan sang Sena rajaputera. Dalam perkawinannya ini mereka berputera seorang laki-laki, sang Jambri, Sanjaya, Frabhu harisdharma namanya yang lain.
(34) Sang Mandiminyak memerihtah kerajaan Galuh hanya selam 7 tahun, lalu sang Sena menggantikan kedudukan dirinya menjadi raja di Galuh. Kedudukan sang Sena tersaing oleh pemerintahan sang Purbasora, kemudian sang prabu Sena dengan para pengikutnya menyingkir ke Jawa Timur dan bermukim di merapi. Kemudian disana ia menjadi raja di Medang bumi Mataram, memerihtah kerajaannya selam 16 tahun. Adapun puteranya, ialah sang Jambri, Sanjaya namanya yang lain, setelah meningkat dewasa pergi mendatangi Rahyang Kidul di daerah Denuh Jawa Barat. Dari Denuh ia pergi menuju ke barat
(35) ke kerajaan Sunda. Tatkala disana sang Jambri dijadikan menantu sang Prabu Tarusbawa raja Pakuan Pajajaran, Puteri Raja itu Nyai Sekar Kencana namanya, seorang gadis yang amat elok rupawan. Adapun mula berdirinya Pakuan Pajajaran dan keratonnya di sebut sang Bima Punta Nayarana Madura Suradipati itu ialah oleh sang Tarusbawa. Di dalam perkawinannya Sanjaya yang telah bergelar Prabu Harisdharma dengan Puteri Sunda itu Berputeralah sang Tamperan Rajaputera namanya, kemudian selanjutnya Tamperan berputera sang Banga. Selanjutnya Sanjaya mendatangi kepada sang cicitnya, ialah Sang Buyut Sawal. Dahulu adalah masih termasuk Putera Sang Sena yang kedudukannya direbut oleh Sang Purbasora dan memang begitulah asal mula mereka berasal dari sang resiguru, oleh karena itu sudah sewajarnya apabila sekarang memerangi kerabatnya ialah sang Purbasora.
(36) Singkatnya Sanjaya dengan membawa balatentara kerajaan Sunda lengkap dengan peralatan senjatanya, siap dengan busana perang dan menggenggam senjata ditangan menghadapi balatentara Kerajaan Galuh yang sekarang Rajanya adalah Sang Prabu Purbasora Jaya Sakti Mandraguna namanya. Balatentara Sanjaya serempak menyerbu keraton, kebetulan memerangi balatentara Galuh itu pada malam hari. Bertempurlah mereka secara sengit, saling pukul, saling ringkus balatentara mendesak maju melenturkan gendewa panahnya terbidik kepada balatentara Galuh. Akhirnya Sang Prabu Purbasora dibunuh oleh Sanjaya. Dalam peperangan itu balatentara Galuh kalah dan banyak yang mati menyedihkan (mengerikan), Ada yang luka parah, ada yang lari ketakutan runtuh mentalnya. Balatentara Sanjaya memperoleh kemenangan dan Sanjaya diangkat menjadi Raja disana pada tgl 4 “paro peteng” .
(37) Cetramasa tahun 645 Saka (723/724 Masehi).Sejak itulah Sanjaya dinobatkan menjadi raja Sunda Galuh.Akan tetapi meskipun demikian para pembesar kerajaan kurang menyetujui melihat perlakuan Sanjaya menyebu memerangi ratu-ratu wilayah dan di desa-desa, seperti menghancurkan Demunawan adik Purbasora yakni ‘uwak’ (masih termasuk kakak ayahnya sendiri) Sanjaya.dahulunya sang kakek Sanjaya ialah Dahyang Guru di daerah Galunggung yakni sang Sempakwaja selalu hidup rukun dengan sang Demunawan, karena dahyang guru di puncak wilayah Galunggung ini menguasai beberapa desa dan warga masyarakatnya, oleh karenanya maka sang Demunawan membangun keraton dan beristeri dengan puteri Ratu Kuningan. Tatkala itu ratu-ratu wilayahnya antara lain ialah Kyai Ageng Muladharma di Parahyangan.
(38) Nyi Ageng Batutihang di Kuningan, Kyai Ageng Pasuguhan di Batur, Kyai Ageng Sumajajah di Pagajahan, Kyai Ageng Tunjungputih di Kahuripan, Kyai Ageng Karongdong di Balaraja, Kyai Ageng Padurungan di Lembuhuyu, Kyai Ageng Pagergunung di Muntur, Sang Wulan Ratu di Kajoran, sang Tumanggal Ratu di Kalanggara Balameha dan Sang Pandawa ratu di Layuwatang Kuningan semuanya di bawah kekuasaan wilayah dan para pengikut setianya semenjak pertama berdirinya Dahyang Guru di Galunggung sang Semapakwaja. Lalu sang Demunawan itu sebagai raja mereka semua, selalu berbakti dan setia kepada sang Demunawan di Saunggalah dianggap musuh Galuh dan beberapa ratu lagi berbakti setia kepada sang Demunawan di Saunggalah,
(39) antara lain ialah sang luda ratu di Puntang, sang Wulukebek ratu di Kahuripan, Sang Supremanah ratu di wiru, sang Baswara ratu di Jawa Timur, sang Bramasidi ratu di Keling dan sang Patih Kandarma di Berawan dan sang Mawuluasu ratu di Cimara, sang Pancadana ratu di Cina, sang Gana ratu di Kemer, akan tetapi bahkan banyak diantara mereka diserang dan dihancurkan tidak berkutik oleh tentara Sanjaya. Tidak merasa takut kepada sang Demunawan di Saunggalah, akan tetapi mereka tidak berani memasuki keraston “uwaknya” itu. Mulanya ayahanda Sanjaya ialah sang Prabu Sena di Medang Bumi Mataram Jawa Timur memerintahkan kepada pesuruhnya (utusannya) berpesan agar ( Sanjaya) haruslah berbaik budi kepada seluruh kerabat yang ada di Pasundan (Jawa Barat),
(40) jangan memerangi kerabat family ialah kepada sang Demunawan. Rukunlah dan perkuat rasa kekerabatan,seia sekata dalam pendapat, hormatlah kepada orang tua yang oleh ayahnya dihormat, oleh karena itu hendaknya turut menghormati dan menjaganya. Sebab itulah semula ratu saunggalah sebagai raja maharesi yang harus dihormati dan disegani. Pada suatu waktu tdak bisa di bending berhadapan perang dengan sang pandawa ratu di kuningan. Sekarang selalu menang dalam peperangan, sebab sudah besar dan banyak balatentara Sanjaya, ialah balatentara dari kerajaan Sunda, Galuh dan dari Medang Jawa Timur.Kemudian diserbuinya semua raja-raja wilayah oleh Sanjaya, selanjutnya semua raja di seluruh pulau Jawa. Hanya satu yang tidak diserbu ialah sang Demunawan di saunggalah walaupun tidak menuruti perintah dirinya. Selanjutnya sanjaya dengan membawa balatentara yang amat besar berangkat berperang.
(41) menuju ke pulau sumatera. Ke Negara Cina, menyerbu beberapa kerajaan yang berkuasa dan berwibawa yang tidak punya kurang bersahabat dikalahkan sanjaya. Tatkala itu sanjaya dijukuli Bima parakrama raja dan ‘jaya di medan lega’ (yudenipuna).Kemudian sanjaya kembali pulang ke kerajaan Galuh. Sesudah itu pada tahun 653 saka (731/732 masehi) prabusanjaya, sang demunawan, sangiswara dan seluruh kerabat, para pembesar kerajaan, para ratu wilayah seluruh Jawa Barat dan pulau Jawa, duta sang prabu Sena, para kyai ageng, para pejabat wilayah, desa, para adipati, senapati, para maharesi, para dahyang agama hindu-budha juga raja-raja dari seberang ialah dari sematera diundang sanjaya di kerajaannya.
(42) Tatkala itu di keraton galuh berkumpul di mintai pendapatnya dan janji-janji sanjaya yang akan di musyawarahkan dalam pertemuan besar itu.Dalam musyawarah itu telah di bahas semuanya, kemudian dalam pertemuan besar itu sanjaya mengutarakan hasil musyawarahnya, yakni pulau jawa di bagi dalam 4 bagian, ialah bumi sunda dari citarum ke barat sampai di ujung kulon di kuasakan kepada orang-orang sunda kerabat family prabu tarusbawa.Galuh pakwan dan saunggalah dikuasakan kepada sang demunawan, sebab kawasan itu merupakan warisan sang resi guru mereka. Kemudian di tengah-tengah pulau jawa ialah medang di bumi mataram di kuasai sendiri oleh sanjaya bersama ayahandannya, sang prabu sena.Kemudian jawa timur di kuasakan kepada sang prabu iswara.Peristiwa sanjawa ini mampu menguasai tanah sunda selama 9 tahun, ia berkuasa di kerajaan sunda dan galuh di jawa barat sebagai mahaprabu (maharaja).
(43) Ketika itu tanda kemashuran sri maharaja berkuasa penuh di seluruh pulau jawa sejak tahun 654 saka (732/733) masehi), kedudukan prabu Sena dikuasakan kepada anaknya, ialah kepada sang prabu sanjaya. Sebabnya sang prabu Sena tergerak hatinya kepada masalah-masalah agama, lalu ia terjun memasuki kehidupan dibiara menjadi maharesi sempurna. Sri Sanjaya memasuki tahta kerajaan sebagai maharaja medang bumi mataram sampai mengakhiri hayatnya, seperti terdapat dalam tertulis dalam batu prasastinnya sebagai maharaja di medang. Sri sang ratu sanjaya digambarkan sebagai lingga maradhana batara jagatnata dan dalam batu prasasti bertuliskan pokok-pokok menjalankan politik kerajaan dan pemerintahannya sampai bertahan lama, batu ini terletak di hutan perburuan kerajaan di kunjarakunja Jawa Timur.
(44) Selanjutnya puterannya, sang Tamperan diangkat menjadi raja menggantikan ayahandannya selama 7 tahun. Setelah itu digantikan pula oleh putera Tamperan dari garwapadmi (permaisuri), ialah sang manarah namannya, menjadi raja selama 44 tahun wafat dalam usia 80 tahun. Kemudian digantikan oleh anaknnya ialah sang manisri menjadi raja selama 16 tahun.Cucunya di angkat menjadi raja ialah sang welengan selama 7 tahun.Sedangkan cicitnnya, ialah sang Manisri wafat dalam usia 60 tahun. Selanjutnnya sang Tari wulan menjadi raja selama 7 tahun digantikan oleh sang welengan wafat dalam usia 54 tahun.
(45) Adapun sang demunawan menjadi raja di bumi sunda jawa barat pada tahun 654 saka (732/733 masehi) elama 52 tahun, lalu di gantikan oleh anaknnya, ialah ‘’sang mokteng aril’’ (yang wafat di aril) selama menjadi raja 13 tahun. Setelah itu puterannya sang mokteng galuh (yang wafat di galuh) menjadi raja selama 27 tahun. Putri sang mokteng galuh di peresteri oleh arya bangsa. Sang arya banga menjadi raja selama 7 tahun, kemudian di gantikan oleh anaknnya, ialah sang rakyan medan, sang prabu hulukujang namannya yang lain selama 7 tahun. Selanjutnnya sang
(46) sang rakyan diwus dengan gelar sang prabu pucukbumi namannya yang lain menjadi raja selama 24 tahun, wafat pada tahun 783 saka (861/862 masehi).Setelah itu yang menggantikannya ialah oleh rakyan wuwus dengan gelar sang prabu gajah kulon, memerintah selama 72 tahun, kemudian di gantikan oleh sang windu sakti ialah sang prabu dewa ageng namannya yang lain memerintah selama 18 tahun. Setelah itu di gantikan oleh rakyan kemuning gading ialah sang prabu pucuk wesi, ialah sang mokteng ujung cariyang namannya yang lain memerintah selama 3 tahun, wafat masih dalam usia muda.
(47) Lalu di lanjutkan oleh sang mokteng galuh pakuan, sang prabu limbur kancana namannya yang lain, memerintah selama 10 tahun yakni pada tahun 886 saka (964/965 masehi).Sesudah itu di gantikan oleh rakyan sunda sembawa, sang munding gana namannya yang lain, memerintah selama 9 tahun. Kemudian raja ini di gantikan oleh sang mokteng jayagiri ialah sang prabu wulung gadung namannya yang lain, memerintah selama 16 tahun.Selanjutnnya digantikan oleh rakyan gendang ialah sang prabu brajasesa namannya yang lain, memerintah selama 23 tahun. Sesudah itu di gantikan oleh sang prabu dewa sanghyang memerintah selama 7 tahun.
(48) Kemudian sang prabu sanghyang ageng menggantikannya memerintah selama 11 tahun.Lalu sri jaya bupati ialah sang prabu detya maharaja ganti memerintah selama 12 tahun, wafat pada tahun 964 saka (1042/1043 masehi).Isteri sang raja ini dari jawa timur masih kerabat sang maharaja di sana.Kemudian di gantikan oleh sang mokteng winduraja ialah sang prabu dharmaraja namannya yang lain, memerintah selama 23 tahun.Lalu di gantikan oleh raja yang di sebut sang mokteng kreta ialah sang prabu langlang bumi namannya yang lain, memerintah selama 92 tahun.Sesudah itu di gan-
(49) tikan oleh sang darmakusuma, memerintah selama 18 tahun, wafat pada tahun 1097 saka (1175/1176 masehi).Sesudah itu kemudian di gantikan oleh sang prabu darmasiksa memerintah kerajaan dan menjadi resi guru selama 122 tahun, yaitu 110 memerintah kerajaan dan 12 tahun memimpin keresian di saunggalah. Dari saunggalah puterannya di nobatkan menjadi raja menggantikan ayahandannya di pakuan pajajaran.Sedang puterannya dari kerajaan galuh dinobatkan menjadi raja di galuh pakuan. Sesudah itu di gantikan oleh puterannya menjadi raja ialah sang mokteng taman ialah rakyan saunggalah, sang prabu ragasuci namannya yang lain memerintah selama 6 tahun.
(50) Kemudian di gantikan oleh puterannya ialah sang mokteng tanjung, sang prabu citraganda namannya yang lain, sesudah itu di gantikan oleh anaknnya yang di sebut sang mokteng kikis, ialah sang prabu lingga dewata namannya yang lain, memerintah selama 22 tahun.Lalu di gantikan oleh menantunnya ialah sang prabu ajiguna, ialah sang linggawisesa namannya yang lain, memerintah selama 7 tahun, yaitu ia adalah sang maharaja mokteng bubat namannya.Sesudah itu digantikan oleh adiknnya, ialah sang prabu bunisora, mangkubumi suradipati, sang prabu
(51) Mokteng gegeromas namannya yang lain, memerintah selama 16 tahun. Selama 14 tahun 6 bulan bunisora mewakili kakaknnya raja di kawali.Selanjutnnya putera sang mokteng bubat, ialah bergelar namannya sang prabu niskala wastu kancana menggantikannya, memerintah sela 103 tahun dan 6 bulan di keraton surawisesa.Kita hentikan riwayat ini sejenak, di gantikan dengan riwayat yang lain. Sesudah itu adalah cirebon merupakan negara merdeka, banyaklah para ahli penyiar agama islam berdatangan ke cirebon. Pertama-tama dahyang wali Sembilan pulau jawa saban waktu sempat bertemu dengan sunan jati dan
(52) para rakyan di sekitar keraton pakungwati mereka bertemu muka (bersilahturahmi) membicarakan isi-isi kandungan agama islam dan menyebarkan agama sampai ke desa-desa yang terpencil sekalipun.Kemudian di wilayah pakuan pajajaran dan seluruh wilayah tanah sunda.Putera tertua sultan demak yaitu pangeran sabrang lor dengan tentara pasukannya beberapa lamannya menetap di ibukota cirebon. Oleh ayahandannya pangeran sabrang lor, raden surya namannya yang lain, dikawinkan dengan nyi ratu ayu puteri sunan jati.Dalam perkawinannya mereka tidak di karunia anak. Menjadi praduga, bala-tentara demak berada di Cirebon dan malah agama islam tumbuh menyebar ke desa-desa pakuan pajajaran. Inilah yang membuat hati sang prabu mencius dan sakit hati benar sang prabu pajajaran. Kekawatiran semakin nyata, ialah balatentara demak yang setiap waktu bersatu dan bersahabat dengan Cirebon, oleh sebab itulah sang prabu pajajaran
(53) mengutus (mengirim) rajaputera kerajaan, ialah sang prabu Surawisesa namanya yang lain, sebagai duta kerajaan Pajajaran pergi menuju ke negeri Malaka. Di sana sang duta mengadakan persabahatan dengan pimpinan orang portugis, ialah Laksamana Bungker (d’Albuquerque-pen) namanya, di sana telah diajak suatu perjanjian, setiap saat ingin bersahabat kerajaan Pajajaran, karena diutarakan, bahwa balatentara Demak dan Cirebon akan menyerbu kerajaan dan perihal kerjasama perdagangan dan lain sebagainya merasa disaingi oleh Demak dan Cirebon. Setahun kemudian datanglah orang-orang Portugis dating ke pulau Jawa. Tampaklah keadaan di sini, mereka dengan membawa perahu besar empat buah, tatkala itu setiap pelabuhan setiap yang ada di bumi Sunda akan dimasukinnya, yang kebetulan bahwa putra raja maha raja.
(54) Sunda dengan gelarnamanya sang prabu Surawisesa. Setelah ayahndanya, sang RatuDemuta, sang sri maharaja Baduga, Mokteng Rancamaya namanya yang lain, sudah memerintah selama 39 tahun. Sang prabu Surawisesa Jaya Perkosa memerihtah selama 14 tahun. Tatkala sang Mokteng Padaren mendatangkan orang-orang Portigis yang kedua kalinya yang di pimpin oleh sang Endrik Bule (Hendrique Leme-pen) dari Malaka ke Negara Sunda, perahu mereka hanya sebuah. Sang Bule (Hendrique Leme-pen dengan beberapa orang perwira Portugis dan pejabat kerajaan Pajajaran pergi menuju ke ibukota Pakuan Pajajaran. Tatkala itu sang prabu Sanghyang, ialah sang prabu Surawisesa sudah menjadi raja Pajajaran menggantikan ayahandanya, sang Mokteng.
(55) Rancamaya. Sang prabu Pajajaran amat dihormati oleh sang Hendrik Bule (hendrique Leme), lalu mengadakan pertemuan resmi dan membuat batu prasasti persabahatan. Adapun isteri sang prabu Sanghyang, Nyi Sekarwangi namanya, adalah anak Sanghyang Montel, ialah Sunan Kabuwaran namanya yang lain dan isterinya ialah Nyi Retna Kedaton Balik Layar. Sanghyang Montel adalah anak sang prabu Banyak Citra (Catra), Banyak Citra adalah anak sang Munding Kawati namanya, sadangkan prabu Munding Kawati anak sang prabu Sanghyang Tunggal, namanya. Digantikan selanjutnya dengan riwayat yang lain. Tatkala Sunan Jati sedang mengadakan silaturahmi dengan para Rakyan wilayah, para Waliyullah pulau Jawa yaitu Dahyang Ulama Besar Islam.
(56) Para Senapati Cirebon, dan para Ki Ageng dari desa-desa dan para ratu wilayah di bangsal “pinagkilan” (balai penghadapan) keraton Pakungwati, tatkala itu tidak diceritakanperjalan mereka balatentara Demak tiba di Cirebon. Tidak lama kemudian datanglah menghadap dalam bangsal itu Dadhilah Khan yaitu sang Panglima Angkatan Perang kerajaan Demak, lalu ia memasuki acara silahturami besar-besaran itu langsung mendekati Sunan Jati. Sunan Cirebon menyambutnya dengan amat sukacitanya atas kedatangan menantunya ini, yaitu orang besar Paseh yang amat gagah dan perkosa.Kemudian Sunan Jati berkata, wahai dengan sebanyak itu kalian dating, amat sanang sekali engkau dating, semoga Tuhan selalu bersamamu dan semoga tiada aral melintang memperkuat kesatuan dan persatuan Demak dengan Cirebon. Ketahuilah wahai semua hadirin.
(57) Orang-orang Portugis sangat membahayakan masyarakat, pertama, ia dengan dalih persahabatan, lalu menjajahdan akhirnya mengnyengsarakan kita. Dan keduanya mereka akan menyiarkan agama Nasrani kepada warga masyarakat yang dijajah, oleh karena itu dengankan katakataku ini, bersikap lakulah waspada dan berbaikanlah kita semua (hersatu padu ) dan timbulkan kehendak kalian dengan segala kebaikanmu Tuhan Yang Mahakuasa selalu bersama kita. Janganlah kita terlepas dari hal-hal yang bukan makomnya. Kemudian ketahuilah hidup di dunia ini, bila manusia akan tetap iman dengan segala perbuatannya dan senantiasa bersyukur kepda nikmat-nikmat Tuhan seru sekalian alam, karena tidak ada satupun manusia di dunia ini yang sanggup menandingi kebesaran dan kekuasaan-Nya. Tatkala itu balatentara tergerak hatinya dan semua membisu tunduk.
(58) dalam balai penghadapan di keraton Pakungwati. Sangat membesarkan hati mereka setelah mendengarkan pesan Sunan.Sesudah itu Sunan Jati berkata kepada Fadhilah, anakku sekarang berangkatlah berperang. Jadilah engkau Panglima Perang pimpinlah seluruh umat muslim. Rebutlah Banten dan Sundakala yang masih dibawah kekuasaan Pakuan Pajajaran.Oleh karena engkau sebagai pimpinan semua angkatan perang Demak, Maka berjuanglah semoga mendapat kemenangan, bukankah kita telah mendengar kedatangan orang-orang Portugis di Sunda Kelapa. Kemudian Sunan Jati berkata kepada Pangeran Cirebon dan Dipati Keling, Kanda dan Adipati Keling, kuperintahakan pergilah kalian berperang di Banten dan Sunda Kelapa bersama Sang Senopati Fadhilah sebagai pimpinan tentara gabungan Demak dan Cirebon.
(59) Kejarlah olehmu penguasa Pajajaran, yang sekarang merajai Pajajaran adalah Raja Surawisesa, amat disayangkan ia sudah lama bersahabat dengan Portugis. Kemudian berkatalah Fadhilah khan perlahan pimpinan sang balatentara itu, janganlah ayahanda khawatir perihal Banten dan Sunda Kelapa, pasti akan kami gempur sekarang dan tentara Portugis akan kami hancur leburkan oleh balatentara kami, sebab ini adalah sudah seminggu ditata dan direncanakan oelh kakandaku Sultan Demak yang telah diserahkan pelaksanaannya kepada kami. Semoga Tuhan memberikan keselamatan dan juga atas berkah sinuhun selamat perjalanan kami dan memperoleh kemenangan.Begitu senang hati Sunan Jati mendengarkan kata-kata menantunya.
(60) Pada akhirnya Sunan Jati mengucapkan selamat kepada seluruh balatentara yang ada di situ.Sesudah itu pimpinan balatentara mohon diri kepada Sunan Cirebon, Para Raja dan pembesar Kerajaan Cirebon pada terharu dan bangga di dalam bangsal penghadapan, lalu segera pergi meninggalkan balai itu dan keluarlah dari Keraton Pakungwati malah yang lain turut keluar dari bangsal pinangkilan mengantar dan menyaksikan prajurit gabungan dari Demak dan Cirebon di alun-alun dengan lengkap busana dan perlengkapan perangnya. Tampak disitu dua bendera Kerajaan Demak dan Cirebon,masing-masing bendera Cirebon adalah “Singa Barong” dengan digambar dengan kalimat thoyyibah (yaitu tulisan kaligrafi arab dengan kalimah dua/dwajilullah) dipegang erat tihangnya oleh Adipati Keling. Sedangkan Kerajaan Demak berupa gambar dua pedang bersilang dengan kaligrafi kalimat thoyyibah, yakni dua kalimah syahadat, dipegang erat tihangnya.
(61) Patih Yudanegara, adalah balatentara gabungan Demak dan Cirebon ini sejumlah 1.967 orang banyaknya. Semua bersenjata lengkap kemudian semua berangkat ke medan perang. Pada waktu itu di Banten tengah berkecamuk keributan dan huru hara yang dipimpin oleh Pangeran Sebakingkin anak Sunan Jati dengan para pengikutnya orang-orang muslim dan murid-muridnya. Dalam keadaan demikian itu balatentara besar yang bergabung itu lalu memerangi balatentara Banten yang belum memeluk agama islam. Sang Bopati Banten.
(62) Bersama-sama para pengikutnya melarikan diri ke hutan, sembunyi keluar masuk hutan bermaksud menuju ke ibukota Pakuan Pajajaran. Semenjak itu para pembesar negeri Banten beserta prajuritnya dan para brahmana hindudan wiku menyerah dan akan mengabdi, sebab sudah menyerah kalah pada Fadhilah dan Pangeran Sebakingkin. Pangeran Cirebon ialah anak Pangeran Cakrabuana kemudian seluruhnya di islamkan oleh Pangeran Sebakingkin dan Fadhilah. Kemudian Banten sudah banyak warga masyarakat yang memeluk islam, sebab dahulu di islamkan oleh Syekh Amarullah yang disebut namanya dengan Sunan Ampel dan oleh Syarif Hidayat ketika baru datang ke Jawa. Tidak lama kemudian sebagai Bopati Banten diangkatlah Pangeran Sebakingkin oleh Sunan
(63) Jati, ayahandanya yang bersemayam di Cirebon. Oleh para Waliyullah Cirebon disebut “Puser Bumi” kotanya disebut “ Garage” sebabnya ialah karena Sunan Jati bermukim/ bersemayam disini. Sebab itu Pangeran Sebakingkin di anugerahi gelar Sultan Hasanuddin. Setahun kemudian Fadhilah dan Pangeran Cirebon, Dipati Keling, Dipati Cangkwang dengan balatentara Demak dan Cirebon sebanyak 1.452 orang memerangi Sunda Kalapa. Sunda Kalapa ini sudah dikalahkan oleh orang-orang muslim. Disini Fadhilah ialah Pangeran Paseh namanya yang lain telah diangkat menjadi bupati Sunda Kalapa oleh Sunan Jati.
(64) Oleh karena itu disebut juga sebagai “Wong Agung” dari Paseh, yaitu Maulana Fadhilah Khan Al Paseh Ibnu Maulana Makdar Ibrahim Al Gujarat. Dengan demikian Fadhilah sebagai nama gelarnya Fadhilah Khan ialah Pangeran Paseh, Wong Agung Sabrang, Ratu Bagus Paseh namanya yang lain. Selanjutnya tidak lama kemudian Sunda Kalapa kedatangan orang-orang Portugis yang beragama Nasrani ingin menjajah Pulau Jawa, mereka ini dari Paseh yang sudah lama dijajah dahulu.Tentara Portugis dengan membawa alat perang lengkap berlabuh di Pelabuhan Sunda Kalapa. Berapa jumlah mereka diserang oleh tentara muslim yang dipimpin oleh Fadhilah Khan dan Pangeran Cirebon Yang menjadi pimpinan orang-orang Portugis adalah Prangko Bule (Francisxus De Sa-Pen) orangnya tinggi. Ramai dan sengit peperangan ini. Dipati Cangkwang
(65) mundur ke belakang melihat tentara Portugis membawa senjata besar yang menyemburkan api dengan asap hitam. Sedangkan suaranya seperti geledek berdentuman. Bumi berguncang seperti ada gempa, akan tetapi tentara Demak dan Cirebon berani menggempur tentara kafir. Seluruhnya mereka orang-orang Portugis melarikan diri mundur menuju ke perahu mereka dengan runtuh mental, gemnetaran bahkan banyak yang mati. Si Bule (maksudnya Francisxus De Sa) tidak berani berperang karena prajuritnya kalah, mereka kembali ke paseh. Ketahuilah setelah itu sunan jati mengadakan pertemuan (silahtuturahmi) dibalai penghadapan keraton pakungwati. Mereka menggabungkan diri untuk bertatap muka dating ke situ, antara lain yaitu para rakyan wilayah,
(66) Para kyai ageng penguasa desa-desa, para pembesar kerajaan, panglima perang, senapatih para waliyullah, sultan demak, ialah sultan trenggono hadir di situ dengan 800 tentara demak, sebagai pokok pembicaraan adalah perihal agama sanghyang (agama hindu dan budha) dan menundukkan bupati rajagaluh dengan bupati talaga, itulah sebagai tujuan utama dalam tatap muka (silahtuurahmi) hari itu. Kemudian berkatalah sunan jati, untuk kita ketahui semua, bahwa al-qur’an adalah samudera raja, tidak ada duannya di dunia ini, isi di dalamnnya semuannya firman dan tulisan tuhan yang maha pelinung dan maha pemelihara yang nyata. Selanjutnnya pada tgl. 10 “paro terang” badramasa tahun 1450 saka (1528/1529 masehi) kabupatian raja galuh dan para rakyan wilayah di bawah kekuasaan balatentara
(67) Cirebon, Kuningan dan Demak. Sesudah itu semuannya termasuk Rajagaluh di islamkan oleh sunan jati. Kemudian pada tgl. 8 “paro peteng” asadhamasa pada tahun 1402 saka (1480/1481 masehi) kabopatian talaga dengan rakyan wilayahnnya dibawah kekuasaan balatentara Cirebon, sesudah itu semua orang-orang Talaga diislamkan oleh Sunan Jati. Di gantikan riwayatnnya. Sesudah itu sang Prabu Surawisesa mokteng padaren lalu digantikan oleh sang Prabu Dewata Buwana namannya, memerintah selama 8 tahun. Sesudah itu digantikan oleh sang Ratu Sakti mangabatan, sang mokteng penpelengan namannya yang lain, memerintah selama 8 tahun. Sesudah itu digantikan
(68) oleh sang prabu Nila Kendra namannya, memerintah selama 16 tahun, lalu digantikan oleh sang Ratu wekasan, ialah sang Prabu Ragamulya namannya, memerintah selama 12 tahun. Waktu pemerintahan raja ini adalah kurun jaman besar kerajaan pajajaran, sebab sudah ditakdirkan oleh Tuhan yang Maha Esa. Adapun musnahnnya kerajaan pajajaran dan wglakamata saat banten 1501 saka (1579/1580 masehi). Sesudah sirnanya kerajaan pajajaran oleh balatentara Banten yang dipimpin oleh Maulana Yusuf dan balatentara Cirebon tatkala itu yang menjadi raja panembahan ratu namannya.
Adapun isteri pangeran geusan hulun yaitu nyi mas Gedeng Waru sebagi isteri petama. Isteri kedua ialah nyi ratu Harisbaya, yang dahulunnya menjadi isteri panembahan ratu Cirebon.
Adapun isteri pangeran geusan hulun yaitu nyi mas Gedeng Waru sebagi isteri petama. Isteri kedua ialah nyi ratu Harisbaya, yang dahulunnya menjadi isteri panembahan ratu Cirebon.
(69) Pangeran geusan hulun memerintah wilayah pajajaran yang sudah sirna, ialah musnahnnya bumi parahyangan yang keratonnya yaitu sumedang di kutamaya di wilayah sumedang.Mula pertama adannya ratu sumedang pada tgl, 10 “paro terang” posyamasa tahun 1502 saka (1588/1589 masehi). Rakyat wilayah parahyangan memohon kepada pangeran geusan hulun………………………………………………………… (tidak terbaca)
(70) Ia mengabdu (ingin di akui anak) oleh pangeran geusan hulun. Di sini ia dijaga oleh balatentara, beberapa orang pemerintahan dan lainnya lagi.Pangeran geusan hulun wafat pada tgl 7 “paro peteng” kartikamasa tahun 1530 saka (1608/1609 masehi), pada waktu pangeran geusan hulun menikah dengan nyi ratu harisbaya ialah nyi ratu marasbaya namannya yang lain, pada tgl.2 “paro terang” wesadamasa tahun 1509 saka (1587/1588 masehi). Adapun disetujui oleh ayah dan ibunnya yaitu pangeran Santri menikah dengan nyi mas Pucuk Umum sumedang, puteri sunan parung, sunan corenda, ialah sang batara sakawayana namannya yang lain, dari talaga yang beristeri dengan nyimas patuwakan sumedang. Nyi mas patuwakan anak sunan tuwakan,
(71) Sunan tuwakan anak sunan guling adik nyai raden Raja Mantri permaisuri raja pajajaran. Selanjutnnya Sunan Guling anak Sunan Panggulingan yang bermukim yang Cipameungpeuk. Sunan Panggulingan anak sang prabu Gajah Agung, ratu sumedang larang yang bermukim di Cicanting. Sang prabu Gajah Agung anak prabu Resi Tajimalela bermukim di Bukit Tembok Agung. Sedangkan suami nyimas Patuwakan ialah sunan Parung Talaga. Sunan Parung anak nyimas Simbar Kencana. Nyimas Simbar Kencana anak prabu Talagamanggung. Prabu Talaga manggung anak sang prabu Darmasuci. Prabu Darmasuci anak Batara Gunung bitung. Batara Gunung Bitung anak Ratu Galuh.
Adapun ayahanda pangeran geusan hulun ialah pangeran yang menjadi bupati sumedang pertama yang sudah memeluk islam
Adapun ayahanda pangeran geusan hulun ialah pangeran yang menjadi bupati sumedang pertama yang sudah memeluk islam
(72) ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..(tidak terbaca)
Memperoleh warisan negara sumedang dari isterinnya, nyimas pucuk umum sumedang. Yang kebupatiannya di Kutamaya pertama menjadi bupati sumedang pada tgl. 13 “paro peteng” asyujimasa 1452 saka (1530/1531 masehi). Pangeran Santri lahir pada tgl. 6 “paro peteng” yestamasa tahun 1427 saka (1505/1507 masehi) dan wafat tgl. 10 “paro terang” asyujimasa tahun 1501 saka (1579/1580 masehi). Adapun pangeran Santri anak pangeran palakaran, ialah pangeran Muhammad namannya yang lain dan isterinnya ialah wanita dari Sindangkasih, yang menikah pada tahun 1426 saka (1504/1505 masehi).
(73) Pangeran Muhammad lahir pada tahun 1400 Saka (1478/1479 Masehi) dan wafat pada usia 68 tahun. Pangeran ini adalah anak Pangeran Panjunan dari isteri Nyi Mas Matangsari. Nyi Mas Matangsari anak Kyai Ageng Japura. Kyai Ageng Japura anak Ratu Japura sang prabu Amuk Marugul Sakti Mandragunan namanya. Sedangkan Pangeran Muhammad adalah adik Nyi Mas Kencanasari isteri Pangeran Cirebon. Pangeran Cirebon anak Pangeran Cakrabuwana. Pangeran Muhammad penyiar agama Islam di Sindangkasih dan Sumedang.Puteranya, ialah Pangeran Santri disebut Ki Gedeng Sumedang. Sumedang di nyatakan sebagai daerah muslim pada tahun.
(74) 1451 Saka(1529/1530 Masehi). Adapun putra Pangeran Geusan Hulun Sumedang dari isteri Nyi Mas Gedeng Waru ialah Pangeran Di Pati Rangga Gedhe namanya, menjadi Bupati bawahan Mataram, memerintah selamanya dengan daerah-daerah wilayahnya. Sedangkan puteranya dari isteri Nyi Ratu Harisbaya ialah Pangeran Arya Surya Diwangsa, ialah Pangeran Dipati Rangga Gempol pertama. Yang kedua Pangeran Tumenggung Tegalkalong. Putri sang tumunggung ini ditikah oleh Sultan Agung Mataram. Ketiga Raden Rangga Nitinagara. Keempat Raden Arya Wiraraja pertama. Sang panglima angkatan perang Fadhila adalah seorang pemuda ahli berperang juga ahli dalam agama, sebab ia berguru agama islam di kota Mekah
(75) kemudian berguru olah jurit dan ahli berperang kepada ahli taktik berperang sang Kurdi dari dinasti kerajaan Saljuk di Negara Parsi. Tatkala itu dikatakan ia sebagai seorang pimpinan angkatan perang yang ahli dalam menggunakan senjata dan gagah berani. Fadhilah dilahirkan di Negara Paseh pada tahun 1412 Saka (1490/1491 Masehi), pada usia 21 tahun menjadi perwira angkatan perangraja di Paseh, letaknya paling utara di pulau Sumatera. Pada tahun 1433 Saka (1511/1512 Masehi) Malaka direbut Portugis selam 2 tahun, kemudian balatentara Paseh dengan dipimpinnya sendiri bersama-sama dengan balatentara Demak yang dipimpin oleh panglima perang Pangeran Sabrang Lor ialah Dipati Japara dan bantuan dari balatentara Palembang, orang-orang Cirebon menggampur balatentara Portugis ke Malaka. Penyerbuannya balatentara gabungan ini sangat besar sekali.
(76) Bagaikan semut merayap di sebuah pulau. Tampaklah Ki Fadhilah sangat menguasai medan perang, akan tetapi meskipun demikian penyerangan-penyerangan balatentara Portugis unggul di medan laga. Balatentara Demak akhirnya mundur kembali ke negaranya, sebab mereka tidak mampu perlawanan dari pihak Portugis. Diriwayatkan setelah paseh di rebut portugis, balatentara yang di pimpin oleh pangeran sabrang lor ialah sultan demak II menyerang orang–orang portugis di paseh. Dalam peperangan ini pangeran sabrang lor gugur.Janda nyi mas ratu ayu puteri sunan jati lalu di peresteri oleh ki fadhilah. Sedangkan adik pangeran sabrang lor ialah nyi mas ratu pembaya puteri sultan demak I (raden patah)
(77) juga sebagai isteri ki fadhilah.Dalam perkawinannya nyi mas ratu ayu dengan ki fadhilah berputera 2 orang laki-laki dan wanita masing-masing ialah, nyi mas ratu wanawati raras, menikah dengan pangeran suwarga putera pangeran pasarean.Dengan isteri nyi mas ratu nyawa.Dalam perkawinannya nyi mas ratu wanawati raras dengan pangeran suwarga yang menjadi adipati cirebon I berputeralah 4 orang laki-laki dan wanita masing-masing ialah pertama ratu ayu saklluh, kedua pangeran mas ialah penembahan ratu namannya yang lain, ketiga pangeran mamis, keempat pangeran wirasuta.Selanjutnnya panembahan ratu menggantikan yuyutnnya, ialah susuhunan jati
(78) menjadi ratu cirebon yang kedua.Sang panembahan menikah dengan nyi mas ratu lampok angroros puteri sultan pajang jaka tingkir namannya.Dengan permaisuri ini sang panembahan berputera 6 orang laki-laki dan wanita, masing-masing ialah pertama, pangeran sedang blimbing, kedua, pangeran kidul, ketiga, pangeran wiranagara, keempat nyi ratu emas, kelima pangeran sedang gayam dan keenam nyi mas ratu singawani.Dulu pangeran sedang gayam dipati cirebon yang nama gelarnnya pangeran dipati wiyana sebagai puteramahkota kerajaan cirebon.Tatkala itu beristeri dengan nyi mas ratu buntek, berputera wanita dan laki-laki yaitu masing-masing ratu putrid an raden putra, ialah pangeran resmi namannya yang lain.
(79) Raden putra menjadi raja di cirebon dengan gelar panembahan adiningrat kusuma, setelah wafat ia di sebut panembahan girilaya.Dari permaisuri panembahan girilaya berputera 3 orang laki-laki.Satu-persatunnya adalah, pangeran mertawijaya bergelar pangeran syamsuddin menjadi sultan sepuh I.Kemudian pangeran wangsakerta bergelar abdul kamil Muhammad nazaruddin menjadi panembahan cirebon I, lalu bergelar panembahan ageng gusti.Dari isteri yang lain yang bernama nyai wungu, panembahan girilaya berputera pangeran natadikusuma, ialah pangeran nataningrat namannya yang lain.Dari isterinnya yang ber-
(80) Nama nyi yantika, berputera pangeran surajaya, lalu nyai sariya berputera pangeran jayanagara, kemudian dengan nyi minta kasmi berputera pangeran kusumajaya, dari isteri yang namannya nyi rimong berputera 2 orang laki-laki, ialah pangeran wirakusumah ialah pangeran arya natareja namannya yang lain, dan pangeran tanda resmi, lalu dari isterinnya yang di sebut nyi ratu berputera 2 orang laki-laki, ialah panembahan ketimang dan pangeran raja giyanti.Diceritakan riwayat lainnya.Adapun bre wilwatikta (majapahit) ialah sang prabu purwasisesa, sang prabu krethabumi namannya yang lain dengan gelar sang prabu brawijaya, menikah dengan nyi retna suban cianak.
(81) Tan go hwat yaitu orang cina kayaraya yang bermukim di kota gresik jawa timur, sebab nyi retna selalu bertengkar mulut dengan sang permaisuri raja ialah dyah dwarawati namannya anak raja di campa, keduannya selalu menimbulkan citra tidak baik.Akhirnya marahlah sang prabu.Tatkala itu nyi retna sedang bunting tua (mendapat 7 bulan) di perintahkan ketika itu juga pergi ke keraton sang arya damar.Di palembang sumatera, yang jauh dari keraton majapahit.Untuk selanjutnnya nyi retna tinggal di sana.Pada tahun 1367 saka (1445/1446 masehi) nyi retna melahirkan bayi laki-laki dengan di beri nama raden praba, ialah jim bun nama pemberian dari ibunnya, yang kelak di sebut sang patah ialah
(82) Raden patah natapraja di bintara namannya yang lain.Adapun arya damar itu adalah anak sang prabu wikrama wardhana namannya menikah dengan puteriraja sriwijaya keturunan wangsa drawida, namannya nyi ending sasmitapura kenca, ialah anak sang adityawarman sang kanakar madinindra dan dari dinasti syailendra di sumatera.Kemudian arya damar menikah dengan nyi retna sio ban ci beranaklah raden kusen dipati terung namannya yang lain.Adapun sang patah masih kerabat raja di campa.Dahulu tatkala itu sang raja campa berputera beberapa orang
(83) tiga orang di antarannya ialah sang rajaputra yang kelak menggantikan kedudukan ayahandannya, lalu adiknnya bernama diyah cakrawati, menikah dengan syekh jamaluddin al husein, lalu mereka berputera ibrahim, adiknnya lagi ialah diah kirana namannya, meikah dengan syekh yusuf sidik.Di dalam perkawinannya mereka beranak syekh hasanuddin, syekh kuro namannya yang lain, menikah dengan nyi retna parwati lalu beranak tan gwat ialah kyai gentong, ki syekh bentong namannya yang lain.Syekh bentong menikah dengan nyi retna sio te yo dalam perkawinannya tan gwat dan sio te to beranak nyi retna sio ban ci.Nyi retna sio ban ci menikah dengan sang prabu brawijaya kretabumi, beranaklah sang patah.Dulu sang rajaputra negara campa mempunyai anak 2 orang puteri namannya yang pertama ialah
(84) Diyah dwarawati, menikah dengan sang prabu brawijaya raja di majapahit, berputera adipati pengging handayaningrat namannya, menikah dengan adik arya damar, lalu berputera 2 orang ialah kyai ageng kebo kanigara hyang syiwagamani dan kyai ageng kebo kenongo bupati pangging memeluk agama islam berguru kepada syekh lemahabang.Kemudian ki ageng kebo kenongo beranak satu ki jaka tingkir ialah hadiwijaya namannya yang lain, menjadi raja di pajang.Adik diyah dwarawati ialah diyah candra wulan namannya, menikah dengan ibrahim samarakan jaenal al akbar namannya yang lain, di sebut syekh jatiswara, maka beranaklah 2 orang laki-laki satu-persatunnya ialah ali al mustada dan
(85) Ali rakhmatullah ialah susuhunan ampel namannya yang lain.Ali al mustada beranak sayid ishak.Sayid ishak berputera susuhunan giri namannya.Kita tunda sejenak yang diriwayatkan di ganti dengan riwayat yang lain.Ketahuilah makam-makam yang ada di puncak bukit sembung satu-persatunnya ialah : Yang ada di dalam gedung nyi gedeng tepasan ialah nyi mas tepasari namannya yang lain, yaitu isteri sunan jati, yang berputera nyi mas ratu ayu dan adiknnya, ialah pangeran pasarean.Sebelah timur makam nyi tepasari ialah susuhunan jati.Sebelah timurnnya lagi ialah “wong agung paseh”, ratu bagus paseh namannya yang lain, ia adalah menantu susuhunan jati.Ratu bagus paseh ialah
(86) panjang nama gelarnnya, ialah maulana fadhillah khan al paseh ibnu maulana makdar ibrahim al gujarat ia menjadi panglima angkatan bersenjata kerajaan demak, ia wafat pada tahun 14 92 saka (1570/1571 masehi).Di cirebon./Akhirnnya sebelah timur makam nyi rajah ialah nyi gedeng sembung, nyi gedeng sembung, nyi gedeng sampan namannya yang lain, di sebut nyi gedhe kancingan./Sebelah timur makam fadhillah adalah makam nyi mas hajjah syarifah mudaim ibunda susuhunan jati.Itu semua lima makam ada di dalam gedung “lemah duwur” (siti inggil).Di sebelah bawah lima makam tadi dari barat ke timur satu-persatunnya ialah makam nyi ratu wanawati raras ialah nyi ratu nawati raras namannya yang lain, isteri pangeran dipati cirebon suwarga.Dahulunnya nyi ratu wanawati raras puteri ki fadhillah dengan isteri nyi
(87) Raturaja Wulung Ayu, disebut Raturaja Awung Arah namanya yang lain. Sebelah timurnya lagi ialah makam Pangeran Suwarga ialah Dipati Cirebon I namanya yang lain, disebut Pangeran Dipati Ratu ialah Pangeran Sindang Kempeng sesebutannya yang lain. Kemudian sebelah timur makam Dipati Suwarga ialah makam Pangeran Jayakelana Putera Susuhun Jati dari isteri Nyi Syarifah Bagdad yang makamnya ada di Mundu dengan makam anaknya, ialah Pangeran Gung Anom yang disebut Pangeran Sedang Lautan. Sebelah timurnya lagi ialah makam Pangeran Pasarean ialah Pangeran Mohammad Arifin namanya yang lain. Sebelah timur makam Pangeran Pasarean ialah makam Nyi Ratu nyawa isteri Pangeran Pasarean ialah puteri sang Raja di Bintara (Demak) Raden Patah, sebelah timur makam ini adalah
(88) makam Nyi Ratu Ayu ialah Nyi Raturaja Wulung Ayu, disebut Raturaja Awung Arah namanya yang lain, isteri Ratu Bagus Paseh ialah Fadhilah. Sebelah timur Ratu Ayu ialah makam-makam Nyi Ratu Agung, lalu Pangeran Pekik, Lalu Raja Agung, kemudian Pangeran Adipati Sindang Lemper dari Demak. Sebelah selatan makam Pangeran Pasarean ialah sebanyak tiga buah, mereka ini adalah makam anak-anaknya Pangeran Pasarean yang wafat tatkala masih bayi.Itu sudah 18 buah banyaknya makam di dalam gedung. Selanjutnya makam-makam yang diluar gedung, tetapi masih di dalam tembok keliling ialah sebelah barat makam Pangeran Pajabugan, lalu Arya Menger, lalu Ratu Petis ialah Puteri Cina isteri Susuhunan Jati.
(89) Sebelah utara ialah Pangeran Cakrabuwana, Ki Kuwu Cirebon II. Makam-makam yang terletak sebelah selatan gedung dari barat ke timur satu persatunya ialah makam Pangeran Wirasuta, lalu Panembahan Ratu, lalu Ratu Gelampok, ialah Nyi Lampok Angroro namanya yang lain, disebut Nyi Mas ratu Pajang isteri Panembahan Ratu. Sebelah timur makam ini ialah makam Pangeran Suranagara ialah Pangeran Waruju namanya yang lain, lalu Dipati Keling, sebelah timurnya lagi ialah Pangeran Manis, lalu isteri Pangeran Jipang, lalu Raden Pandan, Raden Sepat, Pangeran
(90) Kagok, Pangeran Magrib, Pangeran Sedang Garuda, lalu makam yang ada di gedung timur, satu persatunya dari barat ke timur berjajar, ialah makam Ratu Winaon, Ratwagung, Pangeran Agung, lalu Ratu Sewu Agung Kramat ing Agung, Banten, Pangeran Pamadeyan, Putera Pangeran Ageng adik Pangeran Sedang Garuda, lalu Sultan Sepuh I, ialah Pangeran Syamsudin, ialah Pangeran Mertawijaya namanya yang lain, sebelah timurnya lagi ialah isteri Sultan Sepuh I, makam-makam yang sebelah utara gedung timur, ialah yang ada di pinggir antaranya dari barat ke timur ialah makam ki Gedheng Sembung, Lalu Pangeran Tuban, lalu Pangeran Sendang, sebelah timurnya lagi Pangeran Pangayunan. Ini semua makam-makam keturunan dan kerabat Susuhunan Jati.
(91) Sedangkan Pangeran Cirebon Putera Pangeran Cakrabuwana dimakamkan di desa Cirebon Girang. Dahulu makam yang di Puncak Bukit Amparan Jati ialah makam Syekh Datuk Khahfi, Kyai Geng Panganjang, Nyi Mas Rara Jatiningsih, Kyai Geng Kedokan, dan guru agama islam. Dibawahnya lagi adalah makam orang-orang Cina para pengiring Puteri Cina yang sudah memeluk Islam dan banyak lagi kerabat dan keturunan Sunan Cirebon dimakamkan disini.Adapun makam-makam yang di dalam tembok kelilingMasjid Agung Banten, ialah makam Sultan Banten dengan seluruh makam keturunanya. Satu persatunya ialah Sultan Abdul Fadil Abdul Patah ialah Sultan Ageng Tirtayasa namanya yang lain, lalu Nyi mas Ratu
(92) ialah isteri Sultan Hasanudin, lalu makam Sultan Banten I, yaitu Pangeran Sebakingkin dengan gelar Sultan Hasanudin, lalu makam Sultan Abdul Patah dengan isterinya, lalu makam Sultan Abdul Najar Abdul Khahar ialah Sultan Haji namanya yang lain. Diriwayatkan sesudah kebopatian Galuh dan Talaga di bawah kekuasaan Cirebon, kemudian diislamkan mereka oleh Susuhunan Cirebon, ialah pada tgl. 12 “Paro Terang” Margasiramasa tahun 1452 Saka (1530/1531 Masehi) Susuhunan Jati mengadakan pertemuan tatap muka (silaturahmi)dengan para Kyai Ageng di Masjid Agung Cirebonsang Ciptarasa namanya, semuanya hadir disitu para pembesar kerajaan, pimpinan wilayah mandala dan desa, para waliyullah pulau Jawa, para Senapati, para Kyai Ageng desa-desa wilayah,
(93) Sultan Demak, para Bopati Banten, Sunda Kalapa, Sumedang, Kuningan, Galuh, Talaga, Pasir Luhur dan Raja-raja wilayah yang ada di Parahyangan Selatan, Adapun yang menjadi pokok pembicaraan dalam musyawarah ini ialah bagaimana cara dan langkah kebijakannya setelah agam islam sudah merata diseluruh kawasan Jawa Barat. Dan kemungkinan-kemungkinannya untuk mengadakan persahabatan dengan Negara-negara Mesir, Arab, Parsi, Syam, Gujarat, Campa, Cina, raja-raja seluruh wilayah Nusantara. Kemudian Pakuan Pajajaran yang belum mau mengikuti politik kerajaan/pemerintahan dan lain-lainnya yang menyangkut perkembangan di Cirebon, Demak dan kebopatian si seluruh wilayah Jawa, lalu pemulihan para pemimpin atau penghulunya desa, Ratu wilayah dengan usaha-usaha pembinaanya. Di dalam musyawarah itu Sunan Jati memberikan kepercayaan kepada Pangeran antri, sebab baru saja menjadi Bopati Sumedang.Pangeran Santri mulanya mendapat warisan daerah Sumedang Larang dari kerabat isterinys, ialah Nyi Pucuk Umum Sumedang.Pertemuan silahturahmi ini di putuskan selama tiga hari. Tatkala itu hadir di situ antara lan Demak III dengan nama gelarnya ialah Sultan Akhmad Abdul Arifin, lalu Sunan kalijaga, Sunan Murya, Sunan Darajat, Maulana abdurakhim ialah Syekh Duyuskani adalah adyaksa kerajaan Cirebon, Ki Syekh Bentong, Syekh Majagung, Pangeran Santri Pangeran Muhammad Pelakaran ialah Palakaraning Dalang, oleh sebabitu disebut Pangeran Dalakaran.
(95) Lalu Pangeran Luhung, Pangeran Welang, Pangeran Kajawanann, Syekh Magelung ialah Pangeran Karangkendal, namanya yang lain, PangeranSebaikingkin ialah Pangeran Hasanuddin Bupati Banten, Pangeran Paseh ialah Fadhillah Khan Bopati Sunda Kalapa, Pangeran Pasarean ialah Pangeran Muammad Aririn yang mewakili Sunan Jati di Cirebon, kemudian Senapati Cirebon ialah Pangeran Cirebon putera Pangeran Cakrabuwana, lalu Dipati Keling, Dipati Cangkwang, Dipati ti Kuningan, ialah Pangeran Arya Kemuning, lalu Pangeran Cucimanah, Dipati Suranenggala, Tumenggung Jagabaya, Tumegung Jaya Oreyan, Buyut Gesik, Ki Gedeng Jagasatru, Ki Gedheng Babadan.
(96) Ki Lobama, yalah Ki Gedeng Mundu, Ki Gedeng Ujung Gebang, Ki Sura ialah Ki Gedeng Tegal Gubung, Ki Gedeng Buntet, Ki Gedeng Japura, Ki Gedeng Ender, Ki Gedeng Selapandan, Ki Gedeng Trusmi , Ki Gedeng Luragung, ialah Ki Gedeng Kemuning, lalu Dipati Anom, Dipati Sukawiyana, Dipati Selanunggal, Ki Waru Angga, Ki Surayuda, Demang Anggapati, Ki Gedeng Paluamba, Racen Sepat Pangeran Raja Laut, Ki Gedeng Sembung, Pangeran Makdum lalu para Bayangkara Sunan Cirebon ialah Ki Bawuk, Ki Lodaya, Ki Loreng, Ki Torek, lalu para penjaga batas kota Cirebon ialah Pangeran Jagasatru, Ki Gedeng Tedeng, Ki Anggaraksa, Ki Buyut Kramat, lalu para penjaga.
(97) di luar ibukota Cirebon ialah Ki Gedeng Tameng, Ki Gedeng Jagapura, Ki Buyut Kalijaga, Ki Gedeng Sampiran, kemudian , mereka pembesar yang sudah tunduk di bawah kekuasaan kerajaan Pakungwatiyangdari Galuh, Talaga Kawali, Leuwih Munding, Karawang, Dermayu, dan para pimpinan wilayah Parahyangan Selatan, Timur, dan Pasir luhur, lalu Ki Gedeng Bungko, Ki Gedeng Panjalu, Ki Gedeng Krangkeng, Ki Gedeng Srengseng, Ki Gedeng Bayalangu, Ki Gedeng Bangoduwa, Ki Gedeng Pamuragan, Lalu Ki Gedeng Ujung Semi.
(98) Ki Gedeng Pajarakan, Ki Gedeng Pakandangan, dan banyak lagi para Ki Buyut dan para murid-murid Susuhunan Jati. Ini adalah naskah kerajaan Cirebon Nagara Kretabhumi, selesai di tulis pada tgl. 7 “ paro terang” Yestamasa tahun 1651 Saka (1692/1693 Masehi) , menurut beberapa naskah milik kerajaan Cirebon. Di tulis olehku Pangeran Wangsakerta dengan gelar Panembahan Ageng Gusti Cirebon I dan Sultan Badriddin Kertawijaya ialah Sultan Anom I, karena beralasan arti pentingnya semua keturunan Sunan Jati dan agar mengetahui lebih-lebih menjadikan selamat kepada seluruh para pembacanya dan meneliti naskah ini.
NASKAH NAGARA KRETABHUMI
TRITYA SARGA (BUKU KETIGA/JILID KETIGA)
ALIHAKSARA DAN ALIHBAHASA
OLEH : T.D. SUDJANA
CIREBON, 20 OKTOBER 1987
(1) Semoga tiada aral melintang ini adalah buku ketiga dari naskah nagara krethabumi merupakan naskah kesultanan cirebon.Di dalamnya memuat isi pokok naskah ini meriwayatkan pemerintahan dan kekuasaan kerajaan cirebon dan lainnya, seperti berbagai riwayat yang ada kaitannya dengan pulau jawa, riwayat para keturunan sunan jati, kesultanan cirebon dan semangat warga masyarakat wilayahnnya dan daerah sekitarnya, riwayat pangeran gung anom, mula pertama berdirinnya desa cirebon dan lain-lainnya, riwayat-riwayat kerajaan wilayah dan agama hindu-budha, para waliyullah di pulau jawa.Begitulah karya dapat di pertanggungjawabkan da nada manfaatnnya.Ini adalah naskah besar nagara kretabhumi berisi pokok penelitian naskah kerajaan di tanah sunda (bumi parahyangan) pulau jawa, kesultanan cirebon dan lain-lainnya, oleh karenannya pada akhirnnya lama-kelamaan naskah ini berhasil dan sempurna, semoga tuhan yang maha kuasa memberkahi kita sekalian.Semoga tak ada halangan dan
(2) maafkan kata-kata tersirat dan tersurat tulisanku naskah kesultanan cirebon, nagara kretabhumi namannya buku yang ketiga ini.Adapun semua dengan memperhatikan dari berbagai naskah yang ada sebagai milik kesultanan cirebon, kedua demi kemuliaan dalam tugas yang di bebankan kepadaku sebagai keturunan susuhunan jati raja pendita ialah sebagai waliyullah, ulama besar penyebar islam di bumi (tanah) sunda.Dengan penyempurnaan yang telah aku lakukan, meskipun begitu sedikit banyak akan dapat di ketahui keadaan dan kejayaan cirebon serta beberakerajaan pulau jawa tatkala itu.Begitulah melihat apa yang di katakana dalam riwayat, adapun salah satu desa yang terletak di pinggir pantai laut ini di sebut cirebon namannya.Di situ banyak tumbuh gelagah alang-alang (ilalang) dan rumput laut.Ke selatannya di hutan banyak binatang buas, seperti babi hutan, harimau, ular, monyet, gajah, kura-kura dan lain-lainnya.Di sepanjang pantai banyak burung laut dan elang
(3) Di kaki gunung ciremai terdapat banyak kuda, di sungai ini terdapat banyak ikan dan rebon (udang lembut).Pada tahun 1362 saka (1440/1441 masehi), semula di wilayah “kebon pesisir” ini di huni oleh empat orang dari cirebon girang, ialah ki danusela, ki gedeng alang-alang namannya yang lain, beserta isterinnya, ialah nyi arumsari namanya.Lalu kerabat nyi arumsari sekeluarga, ialah ki sarnawi dan isterinnya, kelak keluarga ki sarnawi ini meninggal dalam usia lanjut.Lima tahun kemudian, datanglah ki somadullah, yaitu walangsungsang, pangeran cakrabuwana namannya yang lain, dari puncak amparan jati.Sang pangeran beserta isterinya, yaitu nyi indang geulis sorang puteri ki danurwasih, kakak ki danusela.Juga turut adik perempuan sang pangeran, ialah nyi lara santang namannya.Tatkala itu jadi ada lima orang
(4) Bermukim di “kebon pesisir”, setiap hari banyak warga masyarakat dari desa pesambangan, muara jati dan dari desa sekitarnya dating ke dukuh cirebon, kemudian mereka bermukim di situ.Pada tanggal 14 paro-peteng bulan cetra 1367 saka (1445/1446 masehi), pangeran cakrabuwana beserta seluruh warga masyarakat, membuka wilayah “kebon pesisir” untuk di jadikan dukuh (desa).Tatkala itu semua warga masyarakat yang bermukim di situ, telah mencapai jumlah sebanyak 52 orang.Adapun ki gedeng alang-alang beserta isteri dan ki somadullah beserta isteri, bila malam bekerja mencari rebon (udang lembut) dan ikan di sungai yang ada di sebelah timur rumahnnya dan di pinggir pantai.Mereka ini membuat terasi, petis dan garam.Dalam perkawinannya, ki danusela dengan nyi arumsari, berputera seorang puteri, ialah nyi ratna riris, nyi kencana larang namannya yang lain.Ki somad-
(5) ullah beserta isteri dan adiknya berdiam di rumah ki danusela, karena ki danusela adalah terhitung masih kerabat dekat nyi indang geulis, di situ ki somadullah turut bekerja dengan ki danusela.Sejumlah warga masyarakat dari pasambangan dan muarajati bermukim di situ (di “kebon pesisir”), kemudian berdirilah desa cirebon, dan ki pangalang-alang di angkat menjadi kuwu oleh warga masyarakatnya, sedangkan ki somadullah di jadikan raksabumi(wakil kuwu) dengan gelar ki cakrabumi namanya.Tidak lama kemudian, cirebon menjadi sebuah desa yang ramai.Sudah takdir tuhan, semua warga masyarakat dari desa-desa lain bermukim di sana, berbagai suku (keturunan).Orang-orang yang jual beli, para petani dan nelayan, orang-orang yang mencari rebon dan ikan.Di sepanjang pantai ramai, banyak perahu di tambatkan.Pada waktu itu pribumi dengan berbagai suku dan keturunan, berbagai agama kepercayaannya, berbagai bahasa dan tulisan mereka, berbagai keterampilan serta keahlian mereka, bekerja dan mata pencahariannya, masing-masing berbeda.Pada tahun 1367 saka (1447/1448 masehi) jumlah warga masyarakat
(6) yang telah menjadi pribumi di cirebon sebanyak 364 orang, yaitu 182 laki-laki dan 164 perempuan.Dengan perincian :196 orang sunda, 16 orang dari swarnabhumi (sumatera), 4 orang dari negeri hujung mendini (semenanjung Malaya), 3 orang dari siam, 11 orang dari arabia, 6 orang dari cina, jumlah itu menurut catatan dari desa cirebon pada waktu itu.Di desa cirebon ki somadullah mengajarkan agama islam kepada warga masyarakat.106 Orang dari jawa, 2 orang dari bharata (india) dan 2 orang dari iran.Kemudian membangun surau di pinggir laut, jalagrahan namanya.Banyaklah sudah warga masyarakat yang memeluk agama islam.Di riwayatkan, suatu ketika ki cakrabhumi bersama adiknya menuju puncak bukit amparanjati di tempat kediaman gurunya, syekh datuk kahfi, yaitu syekh maulana idhofi namanya yang lain.Demikianlah ujar
(7) sang guru, anak-anakku sekalian, kalian berdua menetapkan untuk menjalankan syariat islam yang kelima, ialah pergilah kalian naik haji ke baithullah di begeri mekkah di tanah arab, akan tetapi isterimu, nyi indang geulis, sebaiknya jangan kalian bawa serta, sebab ia sedang mengandung.Akhirnya mereka memperhatikan ucapan gurunya, ki somadullah beserta adiknya dengan menaiki perahu besar milik kerajaan mesir, berangkatlah ke tanah suci.Tidak di ceritakan selama dalam perjalanan perahunya di lautan, maka tibalah (mereka) di tanah arab di pelabuhan jidah (jedah) namanya.Di sana di riwayatkan sultan mesir syarif abdullah dengan gelar sultan Mahmud, tatkala itu bertemulah dan ia tertarik hatinya kepada puteri pajajaran, karena sang puteri adalah seorang wanita cantik, parasnya bagaikan bulan tanggal 14-nya kemudian nyi rara santang di peresteri oleh syarif Abdullah, dan di beri gelar senutan nyi syarifah mudaim.Sedangkan kakanya di berikan gelar sesebutan haji Abdullah
(8) iman al jawi.Tiga bulan kemudian haji abdullah iman kembali ke jawadhipa (pulau jawa).Dan adiknya bermukim di sana mengikuti suaminya.Dalam perkawinannya, nyi hajjah syarifah mudaim dengan syarif Abdullah memperoleh putera laki-laki, syarif hidayat, namanya pada tahun 1370 saka (1370/1371 masehi).Di riwayatkan dalam perjalanan pulang ke jawa, haji Abdullah iman berhenti di negeri campa.Setelah sampai di cirebon, haji abdullah iman menjadi penyiar agama islam kepada masyarakat.Dalam perkawinannya, haji Abdullah iman dengan nyi indang geulis memperoleh anak perempuan, nyi pakungwati namanya.Kemudian haji Abdullah iman kawin dengan puteri ki pangalang alang, yaitu nyi ratna riris, nyi kencana larang namanya yang lain.Dalam perkawinannya, maka berputeralah laki-laki, yaitu pangeran carbon namanya, yang kemudian pangeran carbon ini nikah dengan nyi cupluk
(9) seorang puteri ki gedeng trusmi, dalam perkawinannya, maka berputeralah laki-laki, yaitu pangeran mangganajati, namannya yang lain, isterinya yang kedua, yaitu nyi mas kencanasari puteri pangeran panjunan dengan ibunya, yaitu nyi matangsari.Dalam perkawinannya, pangeran carbon dengan nyi mas kencanasari berputera laki-laki, ialah ki gedeng carbon girang namanya.Setelah ki gedeng alang-alang wafat, ki cakrabhumi di nobatkan menjadi kuwu cirebon ke-2 dengan gelar kehormatan sesebutan pangeran cakrabuwana.Tidak lama kemudian, kakeknya, ialah ratu singapura ki gedeng jumajan jati wafat.Pangeran cakrabuwana tidak menggantikan kedudukan kakeknya itu, namun ia mendapatkan warisan harta kekayaan yang cukup banyak, lalu warisan harta kekayaan itu di bawannya ke cirebon.Kemudian ia membangun kedaton pakungwati, balatentara dan perlengkapan alat perang.Raja sunda menyambut dengan suka hati atas kebijakan yang telah di lakukannya, oleh karena itu pangeran cakrabuwana
(10) diperintahkan mengangkat dirinya menjadi tumenggung cirebon.Sang prabhu mengutus tumenggung jayabaya dengan para prajuritnnya, sebagai duta sang prabhu membawa tanda kebesaran kerajaan sunda dengan menyerahkan ketetapan kekuasaan wilayahnnya, (dan) di berikan gelar sesebutan sri mangana kepada sang pangeran itu.Tunda dahulu riwayat ini sebentar, di gantikan dengan riwayat yang lain.Setelah syarif hidayat meningkat dewasa, kira-kira usiannya menginjak 20 tahun, ia memiliki cita-cita dan berkeinginan menjadi seorang ulama besar islam, oleh karena itulah ia pergi ke mekah.Di sana ia berguru kepada syekh tajuddin al kubri selama 2 tahun, sesudah itu kepada ataullahi sajjili namannya, yang menganut madzab iman syafei.Setelah dua tahun di sana (berguru kepada ataullahi sajjili), lalu ia pergi ke kota bagdad, di sana ia berguru bidang tasawuf islam dan bermukim di tempat kediaman kerabat ayahandannya, lalu pulanglah ia ke negeri mesir.Syarif hidayat
(11) sudah memperoleh banyak gelar dan sesebutan nama, yaitu sayyid al kamil, syekh nuruddin ibrahim abnu maulana sultanil mahmud al kibti namanya yang lain, lalu syarif hidayat pergi ke jawadhipa (pulau jawa).Dalam perjalanannya ia singgah di gujarat, bermukim di sana tiga bulan lamanya, lalu singgah di negeri paseh, di sini ia bermukim di tempat kediaman kerabatnya, ialah sayyid ishak yang sudah menjadi ulama besar islam di negeri paseh selama dua bulan.Kemudian ke jawadwipa (pulau jawa) berhenti di banten, di sini ada warga masyarakat yang sudah memeluk agama islam, hal ini karena berkat dari hasil ajarannya sayyid rakhmat dari ampel gading yang telah bergelar susuhunan ampel.Juga sayyid rakhmat pun adalah kerabatnya, oleh sebab itu sayyid al kamil pergi ke ampel dengan menumpang perahu orang jawa timur.Tatkala itu
(12) para waliyullah semuannya berkumpul di situ (di ampel), mereka masing-masing telah memiliki daerah penyebaran agama islam untuk mengajarkannya kepada masyarakat desa yang masih menganut hindu dan buddha.Sayyid al kamil memperoleh wilayah penyebarannya di cirebon, ialah di bukit sembung, sebab di sana bersama-sama uwaknya (kakak ibundannya), yaitu haji abdullah iman yang telah menjabat kuwu cirebon ke-2.Di perjalanannya, adipati keeling dari negeri bharata (india) dengan para pengikutnya sebanyak 98 orang telah di islamkan oleh syarif hidayat.Adipati kelingdengan semua pengikutnya mengabdi setia kepada sayyid al kamil.Di bukit sembung syarif hidayat di sebut maulana jati, syekh jati namannya yang lain, lalu membangun rumah kediamannya di situ.Tidak lama kemudian warga masyarakat banyak yang berguru kepada
(13) sayyid al kamil.Adapun syarif hidayat, ialah sayyid al kamil yang kemudian bergelar susuhunan jati, susuhunan cirebon namannya yang lain, ialah putera syarif abdullah dari ibu nyi hajjah syarifah mudaim, ialah puteri raja pajajaran sunda.Syarif abdullah adalah putera ali nurrul alim, dengan ibu dari seorang puteri negeri mesir.Ali nurrul alim putra jamaluddin al husein putera al amir akhmad syekh jalaludin.Jalaluddin putera amir abdullah khanuddin.Amir putera abdul malik yang bermukim di negeri bharata (india) di lahirkan di hadramaut di sanghyang hujung (pantai koromandel) di tanah arab.Abdul malik putera alwi amir fakih yang bermukim di negeri mesir, ali amir
(14) fakih putera muhammad.muhammad putera alwi.Alwi putera muhammad.Muhammad putera ali al gazam putera ubaidillah.Ubaidillah putera akhmad al muhajir.Akhmad al muhajir putera isa al bakir.Isa al bakir putera idris al muhammad an nakib.Idris putera kasim al kamil, yaitu ali al uraid namannya yang lain.Kasim putera jaffarus sadik putera muhammad al bakir.Muhammad al bakir putera zainal abiddin.Zainal abiddin putera husein as sabti.Husein as sabti putera ali radiallahuanhu ibnu abi thalib, menikah dengan puteri nabi muhammad rasulullah, yaitu siti fatimah namannya, ialah ajjahra namannya yang lain.Muhammad rasulullah putera abdullah.Abdullah putera abdul muthalib, abdul muthalib putera hasyim,
(15) hasyim putera abdul manaf, abdul manaf putera kusyaiyi, kusyaiyi putera kyai kilab, kyai kilab putera mauroh, mauroh putera kangab, kangab putera luayyi, luayyi putera galib, galib putera fihir, fihir putera malik, malik putera nadir, nadir putera kinanah, kinanah khujaimah, kujaimah putera mudrikah, mudrikah putera ilyas, ilyas putera mudra, mudra putera nijar, nijar putera mangad, mangad putera adnan, adnan putera addi, addi putera addad, addad putera hamyas, hamyas putera salaman, salaman putera bista, bista putera sahail, sahail putera jamal, jamal putera haidar, haidar putera nabi ismail, nabi ismail putera nabi ibrahim, nabi ibrahim putera tarikka, tarikka putera nakur, nakur putera sarug, sarug putera abir, abir putera
(16) syalik, syalik putera pinan, pinan putera arfakasyadz, arfakasyadz putera sam, sam putera nabi nukh, nabi nukh putera lamik, lamik putera matuslak, matuslak putera mahnauk, mahnauk putera yaridz, yaridz putera mahkail, mahkail putera kinan, kinan putera anwas, anwas putera syis, syis putera nabi adam, manusia pertama dengan isterinnya, siti hawa.Adapun syarif hidayat dengan isteri nyi mas tepasari berputeralah pangeran pasarean.Pangeran pasarean beristeri dengan nyi ratu nyawa berputeralah pangeran swarga, ialah pangeran adipati anom cirebon pertama.Pangeran swarga beristeri dengan nyi ratu wanawati raras berputeralah pangeran panembahan ratu.Panembahan ratu beristeri dengan nyi lampok angroros cucu sultan pajang
(17) berputeralah pangeran sedang gayam.Pangeran sedang gayam berputeralah pangeran girilaya.Pangeran girilaya berputeralah beberapa orang, tiga orang antarannya ialah, pangeran syamsuddin, ialah pangeran mertawijaya sultan sepuh pertama.Kemudian pangeran bariddin kertawijaya sultan anom pertama dan pangeran wangsekerta, ialah pangeran carbon pertama.Tunda dahulu riwayat ini sebentar di gantikan kemudian dengan riwayat yang lain, di ceritakan, bahwa pada tahun 1395 saka (1473 masehi) dan yang pertama-tama sebagai seorang kerabat yang memasuki desa cirebon, ialah pangeran cakrabuwana, haji abdullah iman namannya yang lain.
(18) Maulana jati beristeri dengan anak ki gedeng babadan, ialah nyi mas babadan, yaitu nyi mas retnawati namannya yang lain.Itu terjadinnya dahulu tatkala sedang memberikan syiar agama islam di seluruh warga masyarakat di sana, di takdirkan ki ageng berkenan dengan semua pengikutnya memeluk agama islam, sehingga selanjutnya ki ageng berguru kepada maulana jati sampai bermukim di sana (di desa babadan) selama 4 tahun, nyi mas babadan wafat tanpa memperoleh keturunan, hal ini berbeda dengan isterinya yang kedua, nyi mas lara jati, yaitu nyi mas syarifah bagdad, namannya yang lain, beranaklah dua orang laki-laki, masing-masing dengan namannya, ialah yang pertama pangeran jayakelana, lahir pada tahum 1408 saka (1486/1487 masehi), pada usia 30 tahun wafat tanpa meninggalkan keturunan.Kedua pangeran bratakelana bergelar pangeran gung anom, sebagai putera mahkota kerajaan cirebon, lahir pada tahun 1410 saka (1488/1489 masehi), pada usia 23 tahun
(19) beristeri dengan puteri kerajaan bintara raden fatah yang bergelar Sultan Alam akbar Al fatah, yang puterinya itu bernama bayi Ratu Nyawa. Pada tahun 1434 Saka (1512/1513 Masehi) Pangeran Gung Anom berkenan dengan para pengiringnya dari keraton Bintara ke Cirebon.Tiada di sangka-sangka di tengah lautan perahu putera mahkota kerajaan Cirebon di hadang perompak. Tatkala itu terlihatlah sang perompak, lengkap dengan senjata singap, mengeroyok ganan bagaikan babi hutan menyeruduk.Gerakannya bagaikan serigala, liar kuat dan berani. Adapun kapal perompak mencoba membututi kapal putra mahkota Cirebon itu sejak di pantai laut Tegal.Adapun Pangeran Gung Anom dengan para pengiringnya naik.
(20) Dengan perahu dagang orang Jawa Timur. Di dalam perahu itu penuh penumpang dari berbagai suku dan keturunan, antara lain ialah orang-orang dari Cina, Arab, Sumatera (swarnabhumi), Tumasik (Singapore), Jawa Timur, Sunda kalapa, Banten, Cirebon dan Demak. Setelah perahu itu sampai di wilayah lautan , sang perompak berteriak ramai dan menyebur perahu dagang. Para perompak terus menyerang , merangsang membunuh penumpang perahu dagang. Para perompak terus menyerang, merangsang membunuh penumpang perahu dagang. Ramailah pertemuran ini, di antaranya sang perompak sudah banyak yang berlumuran darah, tengsungkur dan mati, karena perompak adalah manusia liar dan tidak berperi kemanusiaan. Akhirnya mereka kalap mengamuk melatrak seluruh penumpang, lalu Pangeran Gung Anom berkenan dengan seluruh pengiringnya serta seluruh penumpang perahu dagang dibabat sang perompak.
(21) Kepala perompak tercela itu membokong sang Pangeran Gung Anom dengan padangnya dari belakang, tatkala sang Pangeran sedang menghadapi kerubutan mereka yang amat ganas. Dengan demikian akhirnya sang Pangeran gugur terbujur, lalu jasadnya mereka lemparkan ke tengah laut. Sedangkan sang perompak merasa mencapai kemenangan, tertawa gembira. Demikianlah jasad sang Pangeran terapungapung di laut, tergiring ombak, hingga terdampar di wilayah lautan Mundu. Di situ terlihat oleh Ki Lobama, lalu ributlah seluruh warga masyarakat di sana, segera saja jasad sang Pangeran di usung di bawa ke keraton Pakungwati. Musibah ini membuat terkejut sang Sunan, melambunglah hati sang Sunan melihat jasad puteranya. Turunlah ia dari singgasananya. Di situ ibundanya dan family telah berkumpul merubung sang jenazah dengan rasa duka mendalam, hujan air mata dan tangis mewarnai keadaan. Setelah itu barulah, sang Sunan menggerakkan tangan.
(22) Lalu jenazah putera mahkota cirebon itu di usap-usapnya dengan halus. Akhirnya sang sunan tidak mampumenahan amarah nya, maka lalu berkatalah, benar-benar binatang tindakan perompak, ganas, bengis, dan liar perbuatannya.Seluruh yang hadir dalam bangasal, sebagai pertemuan besar itu turut berduka cita, karena wafatnya putera mahkota keraton pakungwati itu.Dengan peristiwa demikian, maka pangeran bratakelana gingugerahi sesebutan kehormatan “pangeran geng anom”, kemudian di juluki nama pangeran sedang lautan (sang pangeran yang wafat di lautan), lalu ia di makamkan di sana kelak.Dengan musibah besar itu kyai ageng bungko yang memiliki wibawa besar itu timbul amarahnya, setelah menengok jenazah putera mahkota kerajaan cirebon, kemudian ia berkata kepada sinuhuncirebon, ya paduka tuanku, tak berguna di buat bingung dan prihatin, janganlah paduka sedih, perahu penyebabnya akan ku bakar tanpa sisa,
(23) berarti sama perompak itu kubunuh, tidak bisa hidup lagi sang perompak jahat itu, kata-kataku ini sungguh-sungguh, pantang berkata bohong.Tersentuh hatinya sang sunan mendengar kata-kata kyai ageng bungko, dan kebetulan atas ijin pangeran cakrabuwana, putera mahkota kerajaan itu di ganti oleh pangeran muhammad arifin dengan gelar pangeran pasarean, ia putera ke-2 sang sunan dari isterinya yang bernama nyi tepasari.Adapun sang almarhum (pangeran geng anom) tidak berketurunan.Tidakl ama kemudian putera mahkota kerajaan cirebon (pangeran pasrean) menikah dengan puteri sang abdul patah.Dan pangeran pasarean ternyata di perintahkan untuk di angkat menjadi raja di kerajaan cirebon.Ceerita ini di saksikan oleh pangeran cakrabuwana, para pemuka wilayah cirebon, kerabat dan family, para waliyullah, raja bintara (sultan demak raden patah) dan seluruh warga masyarakat cirebon.
(24) Kemudian sunan jati memerintahkan kyai ageng bungko, pangeran carbon, adipati keeling, ktai geng gebang, kyai geng losari, kyai geng dramayu, ki demang japara, ki demang bintara (demak), ki demang Surabaya, kyai geng Japura, kya geng ender, kyai geng sura masing-masing dengan bala pasukannya, bersama-sama 700 orang yang dari cirebon.Berkatalah sunan jati, carilah sampai ketemnu sang perompak, habisi semua kakitangan perompak, karena perompak adalah bahaya besar dan amat buas seperti binatang.Kemudian mereka bersatu menuju ke timur, di antarannya kyai ageng bungko dengan tentara pasukannya dan bala tentara kerajaan cirebon dengan 2.000 perahu di pimpin oleh kyai ageng bungko.Pangeran carbon sebagai komando dan panglima bala tentara cirebon
(25) ………… (halaman 25 hilang)
(26) ,,, habis, mati tanpa sisa. Adapun perahu sang perompak penyebab musibah itu dibakar oleh kyai Geng Bungko, oleh karena itu bangkai para perompak sebanyak 60 orang dinaik-naikan ke dalam perahu mereka sampai menjadi abu. Tersiar kabar ke seluruh penjuru, bahwa semua para perompak sudah dimusnahkan, masyarakat semua menyambut gembira. Tunda riwayat ini sebentar, digantikan dahulu dengan riwayat yang lain.
Adapun dia (Ali Rakhmatullah), Raden Rakhmat namanya yang lain, tatkala usia dewasa mampu mendalami agama islam, karena ia berguru kepada ayahandanya di negeri campa. Setelah itu ia pergi ke pulau jawa, dalam perjalananya ia singgah di Palembang hanya selama 6 bulan mengajarkan agama islam kepada masyarakat sana. Bupati Palembang, ialah Arya Damar namanya memeluk agama islam dengan mendapoat gelar nama Arya Abdillah.
(27) Karena hasil karyanya Ali Rakhmatullah, Arya Dillah ialah Arya Damar adalah Bupati Majapahit untuk Palembang beristeri dengan Puteri Cina, Maka berputeralah Raden Kusen, yang nantinya disebut Dipati Terung.
Sang Puteri Cina, yang bernama Sio Ban Ci adalah juga ibunya raden Patah Sultan Bintara (Demak) dari cucurannya sang Putri dengan Raja Majapahit Prabu Brawijaya ke 5. Selanjutnya Ali Rakhmatullah pergi ke Pulau Jawa, singgah sementara di negei Banten, disini sang ahli mengajarkan agama islam kepada masyarakat, tidak lama kemudian ia pergi ke jawa timur, untuk menemui salah seorang kerabatnya di keraton Majapahit, disini Ali Rakhmatullah bertemu dengan Nyi Ratu Darawati isteri Prabu Majapahit, karena Nyi Mas Ratu Darawati adalah adik Nyi Mas Candrawulan ibunya.
(28) Ali Rakhmatullah, Sang Ratu menyambut sukacita kedatangan kemenakannya ini. Di kota besar Majapahit Ali bermukim selama 3 bulan kemudian ia bermukim di Ampel Denta di wilaya Surabaya, disini Ali Rakhmatullah ialah Raden Rakhmat disebut susuhunan Ampel beberapa lamanya mengajarkan agama islam kepada warga masyarakat di Ampel Denta, semua warga masyarakat memelik agama islam sampai mencapai 3.000 orang.
Ali Rakhmatullah ialah Sunan Ampel menikah dengan Puteri Bupati Majapahit di Tuban, Raden Arya Teja ialah Nyi Mas Retnawati, Nyi Ageng Manila namanya yang lain. Dalam perkawinannya berputeralah beberapa orang 4 orang diantaranya ialah pertama, Maulana makdum Ibrahim dengan nama sesebutannya Sunan Bonang kedua Sultan Maulana Syarifudin dengan nama sesebutannya Sunan Drajat ketuga Nyi Ageng
(29) Maloka ialah Nyi Ageng Tendes keempat wanita yang kawin dengan Raden Sahid ialah Sunan Kalijaga.Adapun semula Raden Sahid adalah Putera Bupati Tuban adalah RadenTumenggung Majapahit (Wilwatikta). Raden Sahid Sunan Kalijaga menikah dengan Nyi Dewi Sahro Puteri Sang Maulana Ishak. Dalam perkawinannya memperoleh anak laki-laki dan wanita 3 orang, diantaranya masing-masing ialah pertamaRaden umar Sahid dengan gelar sesebutannya Sunan Murya tatkala kanak-kanak disebut namanya Raden Prawoto kedua Dewi Rokayah dan ketiga Dewi Sopiyah. Adapun Raden Umar Sahid Sunan Murya beristri dengan Dewi Sujinah adalah adik Sunan Kudus. Didalam perkawinannya Sunan Murya dengan Dewi
(30) Sujinah berputeralah laki-laki seorang ialah Pangeran Santri dengan gelar sesebutan Sunan Kadilangu. Adapun isteri Sunan Ampel yng kedua ialah Siti Korimah puteri Ki Wiryosarojo. Dari isteri ini berputeralah wanita dua orang ialah pertama Siti Murtasiyah yang menikah dengan Raden Paku dengan gelar sesebutan Sunan Giri kedua Siti Mursimah. Raden Paku adalah putra Maulana Ishak dengan isteri dari negeri blambangan. Juga Sunan Giri menikah dengan Siti Warnah puteri Kyai Geng Bungkul.Kemudian puteri Sunan Bonang ialah Nyi Dewi Rukhil namanya menikah dengan Jafar Sadik yang nantinya menerima gelar sesebutan Sunan Kudus.Dari Dewi Rukhil Sunan Kudus memperoleh anak laki-laki seorang ialah Raden Amir Hasan. Sunan Kudus menmikah dengan puteri Pangeran Pecat tandha Terung.
(31) dalam perkawinan mereka berputeralah laki-laki dan wanita 8 orang diantaranya ialah masing-masing yang pertama Nyi Agen Pemyun kedua Panembahan Palembang ketiga Panembahan Mekaosonggokusumo keempat Panembahan Kodi kelima Panembahan Karimun keenam Panembahan Joko ketujuh Ratu Pakojo kedelapan Prodobinabar menikah dengan Pangeran Poncowati yang menjadi senopatinya Sunan Kudus. Tunda riwayat ini sebentar digantikan kemudian riwayat yang lain.
Diceritakan Raja Majapahit Prabu Purwawisesa ialah Prabu Krethabumi bergelar Prabu Brawijaya ke 5berisiteri dengan Nyi Endang Sasmitapura maka berputera Arya Damar, Arya Dillah namanya yang lain. Sang Arya dijadikan Bupati di Palembang di bumi Sumatra karena Palembang ada di bawah kekuasaan Majapahit di Sumatera.
(32) Selanjutnya isteri sang Prabu Brawijaya yang lain ialah Nyi Retna Sio Ban Ci (Nnamanya cinanya). Nyi Retna Sio Ban Ci anak Tan Gwat ialah Ki Bantong namanya yang lain ia asalah seorang cina kaya raya bermukim di gresik wilayah Surabaya dan memeluk agama islam. Sang ayah dan anaknya berguru agama islam kepada Sunan Ampel Denta. Dalam perkawinannya Nyi Retna Sio Ban Ci dengan Prabu Brawijaya Krethabumi berputeralah laki-laki seorang Raden Praba ialah Raden Patah namanya yang lain dilahirkan di Palembang pada tahun 1377 saka (1455/1456 Masehi). Selanjutnya Nyi Retna Sio Ban Ci menikah dengan Arya Palembang Arya Damar berputeralah laki-laki seorang Raden Kusen, Dipati Terung namanya yang lain. Adapun isterinya yang lagi Sang Prabu Brawijaya ialah Nyi Wandan Bondri Cemara namanya, dari isteri Nyi Wandan Bondri Cemara ini berputeralah laki-laki.
(33) ialah raden bondan kejawen menikah dengan nyi dewi nawangwulan, nyai lara kidul namannya yang lain.Nyi dewi nawangwulan adalah ratu di mataram lama, yang masih menganut agama kalacaka Buddha gotama.Di dalam perkawinannya nyi dewi nawangwulan dengan raden bondan kejawen berputera wanita, ialah nyi ratu angin angin, di sebut nyai lara kidul, kemudian nyi ratu angin angin menikah dengan sutawijaya, yang mendirikan mataram baru.Sesudah usia dewasa raden patah pergi ke pulau jawa berguru agama islam kepada sunan ampel, lalu raden patah menikah dengan puteri gurunya, ialah nyi ageng maloka namanya.Pada tahun 1395 saka (1473/1474 masehi) raden patah mendirikan desa yang di sebut demak.Tidak lama desa itu
(34) menjadi kota yang ramai, lalu menjadi kadipatian demak yang di bawah kekuasaan majapahit.Tatkala itu prabhu bhrawijaya kretabhumi ialah ayahanda raden patah menyucikan puteranya.Pada tahun 1397 saka (1475/1476 masehi).Tiga tahun kemudian raden patah dengan kemurnian yang besar membujuk kewibawaan sang prabhu majapahit, merasa berani berperang dengan kerajaan majapahit, karena para waliyullah (wali sanga) berdiri di belakang dirinya dengan bala tentara gabungan, di antarannya dari giri, bonang, ampel surabaya, cirebon, palembang, kudus, jipang panolan, japara.Adapun orang-orang muslim yang mendukung adalah dari paseh, tumasik (Singapore) di hujung mendidi (semenanjung malaya), malaka, campa, arab, parsi, syam, mesir, dan gujarat yang ada di kota-kota pelabuhan di pulau jawa, mereka sudah
(35) berjanji bersama dengan para pengikutnya bersatu mendukung raden patah yang bergelar sultan alam akbar al fatah dan ingin memerangi balatentara majaphit.Tidak lama kemudian angkatan perang besar demak yang menyerbu keraton ibukota majapahit, dengan membawa alat persenjataan lengkap, lalu menyerang dahsyat bagaikan harimau babi hutan menyerunduk maju.Balatentara besar majapahit menyambut balatentara besar demak yang mendesak terus memasuki ibukota keraton.Ramailah peperangan itu prajurit-prajuritmajapahit ada yang berlumuran darah, luka-luka dan banyak yang mati.Sunan undung panglima tentara demak gugur di bunuh oleh panglima tentara majapahit.Kota besar itu sekarang sudah menjadi medan perang.Darah membasahi bumi bagaikan sungai dan tidak akan percaya bumi berubah menjadi lautan darah.Perbuatan itu sesungguhnya amat merugi, karena sesungguhnya berkeinginan terhindar dari malapetaka.Akhirnya kalahlah balatentara majapahit di dalam peperangan itu.Banyaklah sudah balatentara
(36) majapahit melarikan diri ke hutan, di antarannya patih udara dengan para pasukannya, melarikan diri ke timur, dipati terung dan para pengiringnya, lalu dipati terung tertangkap oleh pasukan demak yang di pimpin oleh raden patah.Prabhu bhrawijaya dengan seluruh pengikutnya lari ke hutan.Raden baribin yaitu adik prabhu bhrawijaya kretabhumi dari lain ibu, bersama para pengiringnya lari ke timur keluar masuk hutan, kemudian ia berhenti sementara di desa kaleng, lalu berhenti di desa ngayah, selanjutnya melanjutkan perjalanannya ke kerajaan pajajaran di tanah sunda.Raja pajajaran berkenan menerimannya dan menyambut dengan gembira kedatangan raden baribin dengan para pengiringnya.Adapun di jawa timur dipati terung dengan para pengiringnya memeluk agama
(37) islam.Tatkala itu raja pajajaran sunda banyak para puteranya, dari permaisuri berputeralah sebagai sang putera mahkota kerajaan pajajaran.Dari isterinya yang lain, berputeralah laki-laki dan wanita 3 orang, di antarannya ialah Raden Banyakcatra, ialah Raden Kamandaka namannya yang lain, menjadi bupati di dayeuh luhur, ketiga wanita Nyi Ratna Ayu Kirana namanya di kawinkan dengan Raden Baribin, karena raden baribin ini yang di sebut pandita putra (pendita muda), ketika itu ia menegakkan dan mengajarkan agama siwa Buddha.Adapun ibunya (ialah ibu raden baribin) adalah puteri sang bopati wirosobo kawin dengan raja majapahit.Kemudian di dalam perkawinannya, Raden Baribin dengan Nyi Ratna Ayu Kirana berputeralah laki-laki,
(38) Raden Katuhu namanya lahir pada tahun 1403 Saka (1481/1482 Masehi).Setelah dewasa Raden Katuhu pergi ke Wirasobo tidak beberapa lama disana lalu diangkat menjadi Bopati Wirosobo ke 2 dengan bergelar Raden Adipati Wirotomo ke 2.Adapun para bopati di Wirosobo diantaranya ialah Bopati pertama ialah Adipati Paguwan, Wirosobo pertama, bopati ke 2 ialah Raden Katuhu, Wirontomo pertama.Bopati ke 3 ialah Adipati Urang, Wirontomo ke 3 namanya. Bopati keempat Raden adipati Surawin, Bopati ke 5 ialah adipati Surontomo, Jala Tambangan namanya yang lain. Bopati ke 6 ialah Adipati Wargontomo Pertama.
(39) Diriwayatkan sesudah itu Kerajaan Majapahit kalahlah oleh balatentara Demak, akan tetapi Majapahit belum musnah dari muka bumi. Hanya baru wilayah-wilayah Majapahit Utara sepanjang tepi pantai Jawa Timur di bawah kekuasaan Demak.Negeri Blambangan belum di bawah kekuasaan Demak, sedangkan Prabu Brawijaya dengan para pengiringnya masih bersembunyi di hutan.Bala tentara Demak yang dipimpin oleh Raden Patah dengan membawa perlengkapan senjata lengkap terus mencari jejak balatentara Majapahit.Sudah banyak desa-desa dilacak. Balatentara Majapahit dan bersama sama balatentara Ponorogo dapat dilacak oleh pasukan tentara Demak di Ponorogo. Disitu balatentara Majapahit berhadapan dengan pasukan tentara Demak. Kemudian mereka berperang, ramailah peperangan itu tetapi,
(40) karena tidak seberapa banyak balatentara Majapahit, maka mereka kalah. Singkatnya Sang Prabu Brawijaya dengan beberapa orang sisa pengikut setianya telah habis dahulu pada lari ke barat, masuk hutan keluar hutanlah Sang Prabu, merasakan selalu kurang puas untuk dihindarkan sang prabu dari bahaya. Pucuk pimpinan Majapahit itu dibawa bawa ke barat sampai kebukit Sawar.Tidak lama antaranya Sang Prabu meninggal di bukit tersebut.
Sesudah itu Sang Prabu Girindra Wardhana sebagai gantinya menjadi Raja Majapahit dengan gelar Prabu Brawijaya Krethabumi ke 6, keratonnya di Keling Jawa Timur. Merasakan menjadi Raja hanya selama 20 tahun, meninggal pada tahun 1420 Saka (1498/1499 Masehi), kemudian digantikan oleh Sang Prabhu Udara dengan nama gelar Prabhu Brawijaya ke 7, keratonnya di kota Kediri. Lamanya menjadi raja 20 tahun,.Tunda riwayat ini sebentar.
(41) digantikan oleh riwayat lain
Adapun Ali Nurul Alim Ibnu Imam Jalaludin Al Husein menikah dengan PuteriMesir.Didalam perkawinannya berputeralah beberapa orang laki-laki dan wanita 4 orang diantaranya masing-masing ialah pertama Sulaiman namanya menjadi Raja di Baghdad. Kedua Syarifah Halimah menikah dengan syekh Datuk Khafi (Kahfi) ulama besar islam dari Malaka di Hunjung Mendini. (Semenanjung Malaya). Ketiga Syarif Abdullah menjadi Raja di Mesir menikah dengan Nyi Lara Santang, Nyi Syarifah Mudaim namanya yang lain. Keempat Ungka Yutra namanya menjadi Mangkubumi di Mesir.Sedangkan Sultan Sulaiman Baghdadi tidak berputera.Didalam perkawinannya Nyi Syarifah Halimah dengan Syekh Datuk Kahfi, Syekh Nurjati, Syekh Idlofi namanya yang lain, berputeralah 4 orang diantaranya masing-masing adalah pertama MaulanaAbdurahman, kedua Nyi Syarifah Baghdad, ketiga Maulana.
(42) Abdurakhman dan keempat Maulana Hafidz, semenjak masih kanak-kanak 4 orang putera Syarifah Halimah ini diaku anak dan dipelihara oleh uwaknya (kakak bapaknya) ialah Sultan Sulaiman Baghdadi sampai mereka dewasa karena ibu dan anaknyapergi ke pulau Jawa dan bermukimdi Bukit Amparan di negeri Cirebon. Adapun adik Nyi Syarifah Halimah, ialah Syarif Abdulah menjadi Sultan Mesir, didalam perkawinannya Syarif Abdulah dengan Nyi Syarifah Mudaim berputeralah laki-laki 2 orang, diantaranya masing-masing ialah pertama Syarief Hidayat kedua Syarif Nurullah namanya.Sedangkan adik Syarif Abdullah ialah Ungka Yutra menjadi Mangkubumi di keraton kakaknya di Mesir. Adapun Syekh Datuk Kahfi adalah anak seorang guru agama islam di Malaka Semenanjung Malaya (Hujung Mendini) sedangkan kakaknya yang wanita menikah dengan seorang guru agama islam di Mandala Upih Malaka.
(43) Kemudian digantikan oleh Putera adiknya Syekh Bayanullah menjadi ulama besar islam yang bermukim di Mekah, Syekh Datuk Kahfi pergi ke Baghdad menikah dengan Nyi Syarifah Halimah disebut Nyi Mas Rarajatiningsih, Lalu dari Baghdad Syekh Datuk Kahfi melawat ke Mekah sesudah itu ke Persia. Oleh Raja Persia Syekh Datuk Kahfi diutus ke pulau Jawa menyiarkan agama islam, lalu Syekh Datuk Kahfi, Syekh Idlohi, Syekh Nurruljati namanya yang lain sampai di dukuh (desa) Pasambangandengan para pengikutnya sebanyak 12 orang yaitu 10 orang laki-laki dan 2 orang wanita, mereka ini semua para duta Persia. Sedangkan guru Quro di Kerawang Syekh Hasanudin namanaya duta sang Raja negeri Campa. Oleh Ki Mangkubumi Jumajanti yang menguasai desa-desa di wilayahnya memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya. Putera Raja Pajajaran ialah Pangeran Walangsungsang beserta isteri dan adiknya ialah
(44) Nyi Mas Lara Santang berguru agama islam kepada Syekh Datuk Khahfi, selama tiga tahun lalu kebetulan Pangeran Walangsungsang menjadi Kuwu Cirebon ke2.
Tunda dulu riwayat ini sebentar, digantikan selanjutnya dengan riwayat lain.
Setelah Majapahit dikalahkan oleh balatentara Demak, Kemudian berdirilah kerjaan Demak. Sang Prabu ialah Raden Patah menjadi Raja (sultan) Demak pertama, dengan gelar Sultan Alam Akbar Abdulfatah Al Jawi pada tahun 1400 Saka (1478/1479 Masehi). Menjadi Sultan selama 40 Tahun, kemudian digantikan oleh putranya sebagai Sultan Demak ke 2 ialah Raden Surya yang bergelar Sultan Yunus Abdulkadir Ibnu Abdulfatah Al Jawi lamanya hanya tiga tahun, lalu digantikan oleh adiknya ialah Raden Trenggono dan bergelar Sultan Akhmad Abdul Arifin Ibnu Abdulfatah Al Jawi.
(45) merasakan menjadi Sultan lamanya 25 tahun, karena ia meninggal pada tahun 1468 Saka (1546/1547 Masehi). Adapun Patah banyak puteranya diantaranya masing-masing ialah pertama Ratu Ayu Kirana bergelar Nyi Ratu Mas Purnamasidi lahir pada tahun 1400 Saka(1478/1470 Masehi) diperisteri oleh Pangeran Sebakingkin ialah Pangeran Hasanudin yang menjadi Sultan Banten pertama usianya sama suami isteri ini. Di dalam perkawinannya berputeralah 2 orang laki-laki dan perempuan ialah Nyai Ratu Pembayun bersuamikan dengan Ratu Bagus Angke yang kelak menjadi pengusa di Sunda Kalapa.Kedua Pangeran Arya disebut Pangeran Jepara sejak kanak-kanakdijadikan anak dipelihara oleh Ratu Kalinyamat. Adapun isteri pertama Pangeran Hasanudin ialah cucu Sultan Indrapura, dari isteri ini Pangeran Hasanudin berputera laki-laki Pangeran
(46) Yusuf yang kelak menggantikan ayahandanya menjadi Sultan Banten ke 2 karena ia sebagai putera mahkota Banten dan ibunya adalah sebagai permaisuri Sultan. Sultan Hasanudin adalah putera Sunan Jati Cirebon dari ibu Nyi Mas Kawunganten namanya.
Putera Raden Patah yang ke dua ialah Raden Surya, Pangeran Sabrang Lor namanya yang lain lahir pada tahun 1402 Saka ( 1480/1481 Masehi ). Ketiga Pangeran Trenggono, keempat Ratu Pembayun, kelima Ratu Ayu Wulan, Ratu Mas, Ratu Nyawa namanya yang lain. Pangeran Trenggono lahir pada tahun 1405 Saka (1483/1484 Masehi ).
Tiga tahun kemudian Ratu Pembayun lahir, dua tahun kemudian Ratu Nyawa lahir.Putera keenam Raden Patah ialah Pangeran Seda Lepen, ketujuh Raden Kenduruan kedelapan Rden Pamekas.
(47) Pangeran Seda Lepen lahir pada tahun 1412 Saka (1490/1491 Masehi), dua tahun kemudian Raden Kenduruan lahir, tiga tahun kemudian Raden Pamekas lahir.
Pada usia 26 tahun Raden Surya pergi ke Cirebon, Palembang, Paseh lalu singgah di Malaka. Ia pergi ke Utara oleh karena itu ia disebut Pangeran Nyabrang Lor ialah Pangeran Sabrang Lor. Disana (Malaka) Pangeran Sabrang lor menikah dengan Puteri sang penghulu Mandala Upih. Tatkala orang-orang Portugis ingin menjajah Malaka,, Pangeran Sabrang Lora dengan balatentaranya mengadakan pemberontakan lalu mengadakan perlawanan menyerang balatentara Portugis, meskipun demikian jerih payahnya tidak berhasil. Akhirnya negeri Makala terjajah oleh balatentara Portugis.Sesudah itu mereka (portugis) berkeinginan ke pulau Jawa berulah sebagai pedagang.
(48) besar. Pangeran Sabrang lor menitipkan isterinya kepada orang tuanya di Malaka, kemudian ia melawat ke Paseh, Plembang, Demak dan Cirebon. Oleh ayahandanya (Sultan Demak) Pangeran Sabarang Lor dijadikan Senapati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut Kerajaan Demak) hanya baru memimpin beberapa puluh perahu dan balatentaranya, merasa Sultan Demak ialah Raden Patah perlu mengadakan persahabatan dengan Kerajaan Cirebon, Palembang dan Paseh karena Portugis sudah ingin menjajah kerajaan-kerajaan tersebut. Beberapa waktu Senapati ( Pangeran Sabrang Lor ) bermukim di Cirebon, kemudian ia menikah dengan puteri Sunan Jati ialah Nyi Mas Ratu Ayu, tidak lama antaranya Pangeran Sabrang Lor secara serempak memerangi Portugis ke Malaka, oleh karena itu balatentara Demak, Surabaya, Jepara, Cirebon, Palembang,dan Paseh sebanyak 12.000 enam ratus dua puluh tiga orang dan 94 buah perahu besar kecil menyerbu Portugis di negeri Malaka, tetapi dalam peperangan balatentara yang dipimpin
(49) oleh Pangeran Sabrang Lor mendapat kekalahan,sebab selalu lengah dan perahu Demak banyak yang remuk dan karam di tengah lautan, penyerangannya gagal kemudian ia kembali ke Jawa dengan sedih hatinya sang Senapati. Tambah lagi Paseh sudah terjajah oleh Portugis.Pangeran Sabrang Lor sudah menjadi Sultan di Demak kedua itu gugur di dalam peperangan.Kemudian isterinya diperisteri oleh Fadhilah Khan, selama tiga tahun Pangeran Sabrang Lor menjadi suami isteri dengan Nyi Mas Ratu Ayu tidak meninggalkan keturunan.Dengan Fadhilah Khan, Nyi Ratu Ayu berputera Nyi Mas Ratu Winawati Raras pada tahun 1447 Saka (1512/1513 Masehi). Pada usia 19 tahun Nyi Mas Ratu Winawati Raras
(50) Menikah dengan Pangeran Suwarga, ialah Pangeran Adipati Cirebon, putera Pangeran Pasarean dengan ibu Nyi Mas Ratu Nyawa. Pangeran Pasarean adalah adik Nyi Mas Ratu Ayu.Jadi ini merupakan besanan sama-sama cucu Sunan Carbon, ialah Syarif Hidayatullah.
Diriwayatkan setelah kerajaan Demak dengan Cirebon sudah sama-sama berkuasa lalu mereka juga sama-sama membangun Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Cirebon.
Di Jawa para waliyullah masing-masing mazhab mereka, ada yang Syafei, Hanafi, Hambali dan Maliki. Sultan Demak dan para pemuka wilayah, sebagian besar balatentaranya adalah penganut Hanafi, sebab Raden Patah adalah murid Sunan Ampel yang ia penganut Hanafi. Dan juga Sunan Bonang, Sunan Giri, Arya Abdillah Palembang, Syekh Quro, ialah Syekh Hasanudin di Karawang, Syekh Bentong, Pangeran
(51) Sabrang Lor, Raden Kusen, Sunan Kudus.
Suna Jati adalah penganut Syafei, juga Fadhilah Khan, Maulana Ishak,Syekh Datuk khahfi, ialah Syekh Nurjati namanya dan murid-murid Sunan Jati juga penganut Syafei, seperti Ki Gedeng Bungko, Ki Gedeng Krangkeng, Ki Gedeng Mundu ialah Ki Lobama namanya yang lain, Ki Gedeng Babadan Ki Buyut Kalisapu, Tumenggung Jaya Oreyan, Ki Buyut Pekik, Ki Gedeng Dremayu, Ki Buyut Karangampel, Ki Gedeng Ujung Semi, Ki Gedeng Bayalangu, Ki Gedek Gegesik, Nyai Gedeng Panguragan, Ki Gedeng Pajarakan, Ki Gedeng Sendangkasih, Ki Gedeng Luragung, ialah Ki Gedeng Kemuning, Ki Gedeng Tegalgubug,, Ki Gedeng Buntet, Dipati Keling, Pangeran Santri, Pangeran Muhamad, Pangeran Losari, Pangeran Wulung, Pangeran Welang, Tumenggung Jayabaya, Ki Gedeng Jatimerta, Ki Selapandan, Dipati Anom,
(52) Dipati Sukawiyana, Dipati Selanunggal, Ki Waruangga, Ki Surayuda, Deman Anggapati, Pangeran Rajalaut, Ki Gedeng Tameng, Ki Buyut Kegiren, Ki Buyut Cangkring, Pangeran Losari, Ki Gedeng Srengseng, Ki Gedeng Pakadangan, Ki Gedeng Panjalu, Ki Gedeng Sindangkempeng, Ki Gedeng Wanacala, lalu para Ki Gedeng dan para pemuka-pemuka Rajagaluh, Leuwimunding, Kawali, Telaga, Cikijing, Luragung,, Kuningan, Dayeuhluhur, Pasirluhur dan banyak lagi lainnya.
Adapun yang menganutnya Syiah, bukankah ajarannya Syekh Lemahabang, dan banyak murid-muridnya di Jawa Timur dan Jawa Barat, Diantaranya adalah masing-masing Ki Kebo Kenongo ialah Kyai Geng pengging, menjadi Bupati Pengging, lalu Pangeran Panggung, Sunan Geseng, Ki Lontang, Ki Datuk fardhun dari keeling, ki jaka tingkir, kayai ageng butuh ialah kimas manca, ki gedeng lemahputih, pangeran jagasatru, ki gedeng tedeng, ki anggraksa, ki buyut kalijaga, ki gedeng sampiran, ki gedeng trusmi, ki gedeng carbon girang, pangeran carbon, ki buyut weru, ki buyut kemlaka, ki buyut truwag, ki buyut tukmudal, dipati cangkwang, pangeran panjunan, syekh duyuskani, ialah pangeran kejaksan namannya yang lain, pangeran kejawanan, pangeran cucimanah, pangeran mungsi, dipati suraneggala, ki gedeng ujung gebang, ki gedeng panguragan, ki gedeng ender, ki buyut bojong, ki buyut kedongdong, dan banyak lagi lainya.Adapun yang penganut hanafi, di antarannya masing-masing ialah sunan ampel denta,
(53) Sunan bonang, sunan giri, sultan demak raden patah, pangeran sabrang lor, syekh quro karawang, ialah syekh hasanuddin namannya yang lain, syekh majagung, raden sepat, sunan kudus, dan muridnya ialah arya panangsang, syekh bentong, dan banyak lagi lainnya di jawa timur.Sedangkan sunan kalijaga mula-mula penganut hanafi, lalu syiah.Setelah syekh lemahabang wafat murid-muridnya banyak di jawa timur dan jawa barat, beberapa di antarannya ialah kyai ageng pamanahan, kyai geng sela, ialah ki juru mertani namannya yang lain, Pangeran Trenggono, Sutawijaya.
Kemudian para Bopati Pesisir Jawa Barat anak menantu sunan jati menganut syafei, diantarannya ialah pangeran sebakingkin, ialah sultan banten pertama yang bergelar pangeran hasanuddin, bupati sunda kalapa, ialah fadhilah khan, kemudian mereka yang memimpin cirebon mewakili sunan jati, ialah pangeran Muhammad arifin di sebut pangeran pasarean, lau sultan Indragiri
(54) ialah mertua pangeran hasanuddin, ratu bagus angke, lalu putera sultan banten ialah maulana yusuf, pangeran suwarga ialah dipati carbon pertama, pada waktu itu agama islam ada tiga penganut yang besar, yaitu hanafi, terbanyak di demak jawa timur, syafei terbanyak di jawa barat, ialah di cirebon, sunda kalapa dan banten.Sedangkan syiah adalah di jawa timur dan jawa barat di desa-desa wilayah demak dan cirebon.Maliki dan hambali tidak seberapa banyak.Para penganut syiah di jawa timur ingin mendirikan sebuah kerajaan tersendiri di penggiring.Kyai ageng kebo kenongo ingin menjadi raja dan tidak mau di perintah di bawah kekuasaan demak, karena ia menurut saja perintah dan mendapat persetujuan dari syekh lemahabang, para pembesar wilayah
(55) yang menganut syiah mengadakan persahabatan (komplotan/klik) kepada kyai geng pengging, oleh karena itu raden patah memerintahkan sunan kudus dengan membawa bala pasukan, mendatangi pengging, lalu bala pasukan demak menyerbu bala pasukan pengging .Di situ kyai geng pengging di bunuh oleh sunan kudus.Keinginannya untuk mendirikan kerajaan gagal.Sunan geseng di tangkap lalu di bunuh.Sedangkan syekh lemahabang melarikan diri ke jawa barat, sultan demak meminta bantuan kepadasunan cirebon agar syekh lemahabang di tangkap.Sebab demak dan cirebon bersahabat dan merupakan besan.Lagi pula cirebon senantiasa memberikan bantuan kepada kerajaan demak.Tatkala itu syekh lemahabang sedang bermukim di cirebon girang, lau di tangkap oleh balatentara cirebon dan demak, akhirnya syekh lemahabang di bunuh oleh sunan kudus.Selanjutnya raden patah dan sunan
(56) Cirebon menghendaki agar orang-orang penganut syiah semuanya di tangkap dan di bunuh.Akan tetapi kehendak mereka ini di cegah oleh para sang penasehat di antarannya pangeran cakrabuwana, syekh bentong, pangeran panjunan, sunan kalijaga senapati pangeran carbon dan beberapa pemuka kerajaan wilayah di cirebon.Akhirnya kehendak mereka itu di urungkan.Di riwayatkan tatkala kanak-kanak raden patah di sebut dengan nama raden praba.Ibunya memberikan nama jin bun, oleh sebab itu ada yang menyebut pula dengan sesebutan panembahan jinbun.Gurunya, ialah sunan ampel, memberikan gelar abdul patah, raden patah, oleh para waliyullah di sebutnya sultan alam akbar.Warga masyarakat biasa menyebut raden natapraja, sunan demak, ialah sunan kuning, sultan bintara namannya yang lain.Sedangkan pangeran sabrang lor.Tatkala kanak-kanak namannya raden surya,
(57) setelah ia di anggap sudah menjadi seorang muslim yang alim dan berbakat di berilah gelar raden yunus. Pada waktu menjadi Bopati disebut Dipati Yunus. Pada umur 23 tahun ia pergi ke Malaka, disana menjadi pemuka/penghulu orang-orang Jawa di Desa Upih disana diberikan gelar kehormatan nama Ki Datuk Kodir, Abdul Qodir namanya yang lain, disebabkan ia pergi ke Utara yaitu ke Malaka (menyeberang), oleh karenanya masyarakat menyebut Pangeran Sabrang Lor (Sang Pangeran yang menyebrang ke Utara), Ki Datuk Kodir menikah dengan Puteri penghulu masyarakat di Desa Upih pada tahun 1427 Saka (1505/1506 Masehi). Menikah dengan Nyi Mas Ratu Ayu ialah sebagai isteri yang kedua pada tahun 1433 Saka (1511/1512 Masehi).Pada waktu menjadi Sultan disebut Sultan Yunus Abdul Kodir Ibnu Abdulpatah Al Jawi.
Sedangkan Raden Trenggono, ketika kanak-kanak bernama Raden Ahmad.
(58) Oleh gurunya diberi nama Abdularifin, Dahulu ketika ayahandanya melawat ke Sultan Trenggono di Hujung Mendini (Semenanjung Malaya), bertepatan dengan ibunya mengandung dirinya, ketika lahir diberi nama Raden Trenggono.
Tatkala menjabat Raja bergelar Sultan Ahmad Abdularifin ibnu abdulpatah al Jawi.
Adapun Senapati (panglima) perang Kerajaan Demak, ialah Sunan Undung, lalu digantikan oleh Sunan Kudus, Jafar Sadik namanya yang lain. Sedangkan Senapati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut), ialah Pangeran Sabrang Lor. Sedangkan Senapati Yudalaga (Panglima Perang) Kerajaan Cirebon ialah Pangeran Carbon putera Pangeran Cakrabuwana, yang kedua Dipati Cangkwang, Senapati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut) ialah Kyai Ageng Bungko, Raden Jaka Taruna
(59) Namanya yang lain. Ia bersal dari Blambangan Jawa Timur tatkala ia masih usia taruna (muda). Panglima Angkatan Laut yang ke dua ialah Dipati Keling. Tunda dulu riwayat ini sebentar, digantikan selanjutnya oleh riwayat yang lain.
Meskipun demikian Kerajaan Demak sudah berdiri dengan Sultan yang pertama ialah Raden Patah. Kekuasaanya hanya baru setengah daerah Pesisir di Jawa Timur, akan tetapi Kerajaan Majapahit belum sirna. Disebelah Selatan Timur di wilayah Jawa Timur di situ berdiri Raja Prabu Girindhra Wardhana, ia disebut juga Prabu Brawijaya. Diajarkan (diceritakan) bahwa sang Prabu Majapahit membunuh patihnya ialah Rakyan Putahan, lalu Sang Prabu Girindra Wardhana dibunuh oleh Prabu Udara ialah Patih Kediri. Prabu Udara ialah putera Sang Patih Majapahit, Rakyan Patahan. Kemudian Sang Patih yang mati itu digantikan oleh Prabhu udara menjadi Raja Majapahit pada tahun 1420 Saka (1498/1499 Masehi) dengan gelar Prabhu
(60) Brawijaya juga. Dirasakan para Dipati Pesisir Jawa Timur tidak lagi memikirkan kepada Majapahit, bukankah Sang Adipatih Pesisir sudah pada bersahabat dengan Raja Demak dan menguasai seluruh pelabuhan perahu, oleh karena itu Prabhu Udara kemudian bersahabat dengan orang-orang Portugis yang telah menjajah Malaka di Sanghiang Hujung. Prabhu Udara lalu mengutus beberapa para pembesar negeri ke Malaka, ialah kepada pimpinan balatentara Portugis, Bungker Bule (d Al Buquerque-pen) namanya, dengan mambawa barang-barang hadiah, anggapannya ialah agar balatentara Portugis selalu membantu Majapahit, apabila sewaktu-waktu balatentara Demak menyerang Majapahit, akan tetapi Portugis tidak pernah muncul-muncul di Majapahit, akan tetapi Portugis tidak pernah muncul-muncul di Majapahit, oleh karena itu pada tahun 1439 Saka (1517/1518 Masehi) Demak menyerbu Kerajaan Majapahit. Balatentara besar Demak mendatangi kerajaan Majapahit.
(61) Balatentara besar Demak. Penyerangan Demak ini dibagi menjadi dua , separuh adalah pasukan pedati yang dipimpin oleh Raden Patah dan Panglima Angkatan perang Sunan Kudus. Perjalanan ini mendapatkan kesulitan di Madiun, Kediri kemudian di Majapahit. Sedangkan balatentara yang menaiki perahu sebanyak itu yang dipimpin oleh Pangeran Sabrang Lor, Patih Yunus namanya yang lain mendatangi sedayu, lalu ke Japaratan. Dari Japaratan yang dipimpin oleh Pangeran Sabrang Lor berhadapan dengan balatentara yangdipimpin oleh Raden Patah, lalu menjadi satu menyerang dan berperang saling menusuk.Balatentara Demak menggepur Majapahit.Perang mereka amat bersemangat, saling memukul, saling menusuk. Balatentara Demak sangat bernafsu mendesak terus bagaikan babi hutan menyeruduk. Mereka saling mengingini kemenangan. Akhirnya balatentara Majapahit dilumpuhkan oleh Balatentara Demak,
(62) Balatentara Majapahit sisanya melarikan diri ke timur masuk hutan keluar hutan tujuannya akan ke Blambangan, karena di Blambangan masyarakatnya belum memeluk agama islam, dan tidak tunduk kepada Sultan Demak. Setahun kemudian Raden Patah Sultan Demak pertama wafat, lalu puteranya yaitu Pangeran Sabrang Lor menggantikan ayahandanya menjadi Sultan Demak lamanya 3 tahun, sesudah Pangeran Sabrang Lor wafat, adiknya ialah Raden Trenggono menggantikan kakaknya menjadi Sultan Demak ketiga, begitu juga Majapahit sudah sirna. Tetapi sisa-sisa balatentara melarikan diri ke Blambangan menggabungkan diri dengan balatentara Blambangan, sebab mereka memeluk agama Hindu-Budha. Adapun kota Raja Panarukan, Pasuruhun dan Blambangan ada mereka yang melarikan diri ke pulau Bali, oleh karena itu pada tahun 1468 Saka (1546/1547 Masehi) Raden Trenggono menyerbu ke Pasuruhun.
(63) Dahulu riwayat balatentara Demak berperang di Jawa Barat sudah diriwayatkan dalam naskah Nagara Kretabhumi buku II. Dalam naskah ini akan diriwayatkan berperangnya balatentara Demak di Jawa Timur, penyerbuan Raja Supiturang yaitu sang Prabu Ranggapermana selalu menyerbu ke desa-desa yang di bawah kekuasaan Demak. Banyak golongan penganut Demak terbunuh di desa-desa wilayah dua kota, ialah kota Giri dan Gresik. Balatentara Supiturang berdatangan di kota-kota itu, banyak warga masyarakat yang dibunuh dan harta bendanya dirampas.Perbuatan dan penyerbuan yang semena- mena dari kerajaan Supiturang itu mendapat dukungan dari Ratu Daha dan Mataram, karena mereka berkeinginan menghacurkan kekuasaan kerajaan Demak.Dengan demikian Sultan Trenggono berkeinginan untuk memerangi Supiturang dengan kerajaan-kerajaan wilayahnya (Daha dan Mataram). Kemudian Demak memerangi Supiturang. Penyerangannya sangat tiba-tiba, sehingga peperangan mereka amat tangguh.
(64) Saling mukul, saling tusuk, balatentara Demak serempak menerjang menuju ke kota kerajaan, Balatentara Supiturang sungguh-sungguh bertahan, tetapi walaupun demikian banyak yang terbunuh, berguguran di medan laga, akhirnya Demak memperoleh kemenangan. Sisa balatentara banyak yang melarikan ke Blambangan, raja dan para pengiringnya melarikan diri ke hutan, bersembunyi keluar hutan masuk hutan, setelah itu lalu Daha, akhirnya Mataram semuanya dapat dikalahkan oleh Demak.Peperangan ini memakan waktu selama tiga bulan.Balatentara Supiturang yang masih sisa, Daha dan Mataram melarikan diri ke Pasuruan, Panarukan dan Blambangan.Kemudian yang negaranya kalah perang di bawah kekuasaan Demak. Oleh karena tiga kerajaan dijadikan satu, oleh karenanya pasukan tentara Panarukan, Pasuruan dan Blambangan pada waktu itu besar sekali jumlahnya tidak terhitung banyaknya. Oleh sebab itu Sultan Trenggono meminta bantuan kepada Sunan Jati agar balatentara Cirebon, Banten dan Sunda Kalapa diharapkan turut memerangi semua kerajaan Hindu yang ada di Jawa Timur. Kebetulan Suna Jati mengabulkan maksud dan tujuan Sultan Demak dan menyambutnya dengan suka cita, oleh karena itu Sultan Demak mengutus adiknya, ialah Ratu Pembayun pergi ke Sunda Kalapa menghadap kepada Fadhilah Khan ialah Boptai Sunda Kalapa agar balatentara Jawa Barat membantu memerangi kerajaan Blambangan, Panarukan dan Pasuruan. Oleh karena itu balatentara Jawa Barat sejumlah 7.260 orang. Amat berbeda sekali tatkala memerangi Portugis di Sunda Kalapa dahulu pimpinan Sinto Bule ( Fransisco De Sa-Pen) namanya hanya cukup dengan 42 orang saja. Seluruh balatentara besar dipimpin oleh sang Panglima Perang Fadhilah Khan sebagai Panglima Angkatan Perang Jawa Barat berangkat menuju Jawa Timur. Setelah memakan waktu 14 hari dan malam dalam perjalanan,
(65) balatentara besar Jawa Barat dibalah di Japara, lalu menjadi satu dengan balatentara Demak. Kemudian balatentara besar itu menyerbu Panarukan. Balatentara Demak dan balatentara dari Jawa Barat seluruhnya dipimpin oleh Sultan Trenggono dan Panglima besar (maha senapati) angkatan perang. Disana Raja Panarukan telah menyiapkan balatentara besar dengan 3007 perahu besar kecil, lalu di tengah lautan berperanglah mereka ( Demak dan Panarukan) dalam peperangan laut itu banyak perahu yang hancur dan karam sisanya mengundurkan diri ke pesisir lalu segera memperkuat balatentara yang ada di kota kerajaan. Tatkala itu semangat masyarakat meluap-luap, hiruk pikuk suaranya menggetarkan hati. Tidak lama antaranya balatentara Demak menyerbu kota Panarukan tatkala keremangan senja menjalari alam penyerang bergemuruh bagaikan babi hutan menyeruduk tidak ingat segempil nyawa. Balatentara Blambangan dan
(66) Pasuruan sampai di Panarukan memberikan bantuan kepada balatentara Pasuruan.Para pemuka wilayah dari desa-desa sekitarnya datang di medan laga untuk berperang menyerbu balatentara Demak. Tidak berapa lama, maka peperangan menjadi semakin gigih.Balatentara Demak dan Panarukan banyak yang sudah mati. Sultan Demak dan para Panglima para pemuka prajurit (perwira) dan para senapati berlumuran darah di tubuhnya, karena balatentara Panarukan belum kalah, bangkai-bangkai bergelimpangan dimana-mana tidak terhitung banyaknya. Amat seram jalannya peperangan, saling pukul, saling tangkis, dan tusuk dengan sangat lincahnya, kedua belah pihak sama-sama kuatnya. Sultan Demak berkeinginan untuk mengakhiri peperangannya, kedua belah pihak
(67) sudah banyak yang mati terbunuh. Para pembesar Negara, Panglima dan Sultan Demak berkumpul mengadakan pertemuan untuk merundingkan perihal perang.Pertama, bukankah sebagai pokok pembicaraan mengejar Supiturang dengan ratu-ratu bawahannya(ratu-ratu sekutunya). Sedangkan Sultan Demak, Raden Trenggono terluka berlumuran darah memanggil manggil anak sahayanya samapi tiga kali tidak mendengarnya. Adapun pembatu sahayanya itu adalah anak-anak yang masih berusia sepuluh tahun, putera Patih Surabaya.Marahlah Sultan Demak kepada anak itu tidak mengerti maksud Sultan, ialah untuk disuruh mengambil tempat kapur sirih, lalu anak itu ditempelengnya tidak seberapa sakitnya. Tidak lama kemudian sang anak karena kesakitan, maka timbul marahnya, kemudian mencabut kerisnya langsung ditusukkan, sang anak melakukan itu karena ingin membalas, karena sakit hatinya kepada Sang Sultan.
(68) Akhirnya Sultan Demak tertusuk keris oleh keris sang anak, lalu anak itu lari sang Sultan Demak mangkat.Sang anak ditangkap oleh prajurit yang sedang menjaga anak sultan, karenaia adalah pasukan bayangkari kerajaan/pasukan bayangkari Sultan Demak.Akhirnya anak itu dibunuh dan ibu bapaknya serta famili-familinya dibunuh semua. Ternyata sebabnya ayah sang anak dan family-familinya adalah sahabat/sekutu dengan raja Supiturang sang Prabu Ranggapermana menyuruh untuk membunuh Sultan Demak, demikianlah kehendak sang Prabu Ranggapermana. Setelah selesai mengurus sang jenazah sang Sultan Demak, kemudian semua balatentara Demak pulang ke Demak. Terhentilah peperangan itu.Keinginan Sang Sultan Demak untuk mengejar Supiturang dengan seluruh raja-raja sekutunya gagal.Setelah wafatnya Sang Sultan Raden Trenggono, di Demak lalu timbul huru hara (keributan) karena
(69) Karena para keturunan dan famili kerabatnya pada mengigini singasana kerajaan Demak. Perlu diketahui menurut perkiraannya setelah wafatnya Pangeran Sabrang Lor, ialah Sultan Sultan Demak kedua, seharusnya yang menjadi Sulta Demak ketiga adalah Pangeran Sekar Seda Lepen, tetapi ketika itu sang Pangeran dibunuh oleh Sunan Prawata ialah putra Raden Trenggono, oleh sebab itu Raden Trenggono menjadi Sultan Demak ketiga menggantikan kedudukannya. Sultan Trenggono menjadi Sultan lamanya 25 tahun. Sesudah ayahandanya wafat Sunan Prawata ingin menggantikan kedudukannya, tetapi Arya Panangsang putera Pangeran Sekar Seda Lepen balas dendam, Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Pangsang. Huru hara, bunuh membunuh diantaranya beberapa famili menjadi korban yaitu beberapa balatentara Cirebon yangt dipimpin oleh Pangeran Mohammad Arifin ialah
(70) Pangeran Pasarean namanya yang lain Putera Sunan Jati Cirebon yang membantu kepada pasukan lalu menyerbu memerangi pasukan tentara Arya Panangsang ialah Bopati Jipang karena Arya Pangsang unek-unek Demak dengan membunuh Sunan Prawata. Pasukan Cirebon banyak yang mati.Sedangkan Pangeran Pasarean gugur ditusuk oleh Arya Panangsang di dalam peperangan itu.Kemudian jenazah Pangeran Pasarean dibawa ke Cirebon.Pangeran Pasarean adalah suaminya puteri Demak Nyi Mas Ratu Nyawa ialah adik Sultan Trenggono yaitu putra Raden Patah.Ketika itu Pangeran Pasarean sedang bermukim sementara di Demak dengan isterinya. Tatkala itu sang Pangeran amat besar pengaruhnya di Cirebon, karena ia mewakili kedudukan singgasana Sunan Jati Cirebon. Akhirnya Arya Panangsang dibunuh oleh Kyai Geng Pamanahan diperintah oleh Adiwijaya menjadi Sultan Pajang. Dahulunya Arya Panangsang murid Sunan Kudus Yang senantiasa bersahabat dengan Bopati Jipang. Dalam huru hara keributan banyaklah orang-orang penting menjadi korban pembunuhan, seperti halnya Pangeran Hadiri suami Nyai Ratu Kalinyamat adik Sultan Trenggono dibunuh oleh Arya Panangsang.Adapun kekuasaan kerajaan Pajang diantaranya adalah Sedayu, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Tuban, Pati, Demak, Pamalang, Purbaya, Blitar, Selaron, Krapyak, Mataram dan banyak lagi wilaya-wilayah lainnya. Adapun Sultan Pajang Adiwijaya banyak namanya
(71) ialah Adiwijaya, Mas Karebet,Ki Jaka Tingkir, dan Panjimas ia adalah putera Ki Kebo Kenongo Bupati Pengging murid Syekh Lemahabang. Adiwijaya beristeri dengan puteri Raden Patah Sultan Demak pertama.Pada waktu itu Pajang bersahabat dengan Cirebon, Sunda Kalapa, Banten dan Sumedang. Fadhilah Khan senantiasa menjadi Duta Jawa Barat di Pajang sebagai mewakili Sunan Jati Cirebon. Kerajaan Pajang menganut Islam Syiah karena hasil ajaran Syekh lemahabang yang telah dianut mantap oleh warga masyarakat disitu. Cucu laki-laki Fadhilah Khan ialah Ratu Mas yang telah digelari nama Panembahan Ratu yang bermukim di Pajang selama 16 tahun, berguru, berperang dan politik serta pemerintahan Negara, kemudian Cirebon dengan Pajang besanan yaitu Panembahan Ratu ditikahkan dengan puteri
(72) Sultan Pajang ialah Nyi Mas Ratu Lampok Angroros karena Sultan Pajang sudah membalaskan duka cita Cirebon ialah membunuh Arya Panangsang yang telah membunuh Pangeran Pasarean .Pada tanggal 13 Paro terang bulan Pasyamasa tahun 1468 Saka (1546/1545 Masehi) sampai tahun 1474 Saka (1552/1553 Masehi) yang memerintah Cirebon ialah Sunan Cirebon dan Pangeran Adipati Suwarga sebagai Dipatih Cirebon pertama yang selalu mewakili Sunan Cirebon didalam menjalankan politik pemerintahan dan seluruh balatentara Kerajaan Cirebon.Pangeran Suwarga meninggal pada tahun 1487 Saka (1565/1566 Masehi). Tunda dahulu riwayat ini sebentar, digantikan oleh riwayat yang lain.
Diriwayatkan, setelah Syekh Lemahabang tiba di Pulau Jawa.
(73) semua para waliyullah yang sudah ada di Jawa tidak menyukai pemikirannya. Karena Syekh Lemahabang dan pengikut-pengikutnya walaupun sama-sama agama islam, ia telah berbuat memalukan dan senantiasa menjadi ejekan setiap permusyawaratan dengan mereka perihal membicarakan keagamaan dan syiar serta hal-hal lainnya yang menyangkut pembinaan dan penyebaran agama islam.
Dia berkeinginan bahwa masalah agama adalah soal mandiri dan khusus bagi umat islam, tidak boleh dikaitkan dengan hajat hidup manusia pribadi dan manusia sosial, (tidak usah dipikirkan masalah kaitannya manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk social, dalam arti akan menghilangkan hablum minannas dan blumminallahnya).Adapun syekh lemahabang di lahirkan di malaka di semenanjung Malaya.Ia terbilang masih ada hubungan kerabat dekat dengan syekh datuk khahfi, sunan ampel, syarif hidayat, pangeran panjunan dan para waliyullah lainnya di pulau jawa.Demikian jalanya riwayat.Waktu kanak-kanak syekh lemahabang dinamai abduljalil, sesudah dewasa ia pergi ke negeri persi, lalu bermukim sementara di kota bagdad.Di sana abduljalil berguru agama islam kepada ulama besar islam yang menganut syiah muntadzar,
(74) oleh karena itulah ia pun sebagai penganutnya setelah ia menjadi seorang waliyullah, lalu ia pergi ke Gujarat.Dari Gujarat kembalilah ia ke malaka.Di sini abduljalil yang sudah di sebut ki syekh datuk jabalrantas atau ki syekh datuk abduljalil.Tatkala itu ia menikah dengan seorang wanita dari Gujarat.Dalam perkawinannya ia memperoleh beberapa orang anak, salah satu di antarannya ialah ki datuk bardut, ki datuk fardhun, lalu pergi ke bagdad bermukim di tempat kediaman kerabatnya di sana.Selanjutnya pergi ke pulau jawa.Di sini syekh lemahabang bermukim di bukit amparan jati dengan syekh datuk khahfi, karena syekh datuk khahfi adalah termasuk masih kerabat dekatnya.Beberapa lamanya ia di bukit amparan jati, lalu bermukim di cirebon girang.Di sini ia memperoleh banyak murid-muridnya,
(75) selanjutnya ia bermukim di pengging, karena bopati pengging ialah kyai ageng kebo kenongo menjadi muridnya.Dan sang kyai memberikan fasilitas dan bantuannya kepada sang gurunya.Di pengging syekh lemahabang memperoleh banyak murid-muridnya, para pejabat negeri, sang juru (pegawai ahli), warga masyarakat menyukai dan senang menjadi muridnya.Tidak lama kemudian ia bermukim di cirebon yaitu di panjunan dengan pangeran panjunan.Waktu itu ia selalu berkeliling ke desa-desa cirebon.Tidak seberapa lama sudah banyak murid-muridnya.Dari cirebon lalu ke banten, kemudian ke Palembang di pulau sumatera.Ia oleh para wali sanga (dewan wali di jawa) dimusuhi, karena syekh lemahabang membeberkan ajaran yang di anggap terlarang dengan mengajarkan umat islam tidak usah menjalankan syariatnya.
(76) Oleh syekh lemahabang syariat itu sangat berakal, artinya hanya di buat-buat oleh akal.Ia sudah berani membeberkan penghayatan, bahwa manusia itu tuhan yang maha esa dan tuhan ada di dalam hati manusia, begitulah apa sebabnya para wali memusuhi dirinya.Ditambah-tambah pula syekh lemahabang mendorong dan memberi semangat ki ageng pengging dengan seluruh balapasukannya mendirikan kerajaan, lalu di suruh menyerbu demak.Di cirebon ia membujuk pangeran carbon dengan para pemuka wilayahnya agar merebut dan memerangi kerajaan cirebon.Tableg-tableg penyiaran islam syiah telah terbesar terdengar oleh seluruh penjuru dan sudah meresap di dalam hati tiap-tiap pribai mereka.Kesulitannya beralasan ialah mengakhiri penanganan orang-orang penganut syafei di jawa barat dan orang-orang penganut hanafi di jawa timur.Kemudian di padamkan semua oleh syiah.
(77) Keinginannya akan menjadi raja se pulau jawa, beberapa orang terkemuka kerajaan sudah mendekati syekh lemahabang dan syekh lemahabang di hubung-hubungan dengan keturunan nabi rasulullah, seperti sang waliyullah yang lainnya.Begitulah dilihat dari pribadinya seperti dalam silsilah.Nabi Muhammad rasulullah beranak wanita Fatimah ajjahro, Fatimah menikah dengan sayyidina ali ibnu abi thalib.Dalam perkawinannya beranaklah laki-laki sayyid husein as sabti.Sayyid husein as sabti beranak iman zainal abiddin, iman zainal abiddin beranak Muhammad al bakir, Muhammad al bakir beranak jafarus sadik, jafarus sadik beranak ali al uraidi, ialah kasim al kamil namanya yang lain.Ali al uraidi beranak Muhammad an nakib, idris namanya yang lain, Muhammad an nakib
(78) beranak isa al basri, isa al basri beranak ahmad al muhajir, ahmad al muhajir beranak ubaidillah, ubaidillah beranaklah Muhammad, Muhammad beranak alwi amir fakih, alwi amir fakih beranak maulana abdul malik, maulana abdul malik beranak Abdullah khan nuddin, ialah amir namanya yang lain.Amir beranaklah dua orang diantarannya ialah yang pertama al amir ahmad syekh jalaluddin, kedua, syekh kodir kaelani,syekh kodir kaelani beranak maulana isa, ialah syekh datuk isa bermukim di malaka.Syekh datuk isa beranak dua orang, diantarannya ialah pertama syekh datuk ahmad, kedua syekh datuk soleh.
(79) Datuk ahmad beranak tiga orang ialah pertamawanita, kedua syekh datuk khahfi, ketiga syekh bayanullah.Adapun syekh datuk soleh beranak Syekh Datuk Abduljalil, Syekh Jabaranta, Syekh Lemahabang namanya yang lain. Syekh Lemahabang beranak Syekh Datuk Fardhun.
Selanjutnya Al Amir Ahmad Syekh Jalaludin beranak Imam Jamaluddin Al Husein, Imam Jalaluddin Al Husein beranak tiga orang, yang pertama Ali Nurrul Alim, kedua Barkat Zainal Alim, ketiga Ibrahim Zainal Akbar.
Ali Nurul Alim beranak Syarif Abdullah, Syarif Abdullah beranak Syarif Hidayatullah,
Selanjutnya Barkat Zainal Alim beranak Maulana Mali Ibrahim dan Akhmad Syah Zaenal Alim, Malik Ibrahim beranak Maulana Makhdar Ibrahim, Maulana Makhdar Ibrahim beranak Maulana Fadhilah Khan dan Nyi Mas Gandasari. Kemudian Akhmad Syah
(80) Zainal Alim beranak Abdurakhman Rumi, Abdurakhman Rumi beranak Syekh Magelung.Kemudian Ibrahim Zainal Al Akbar beristeri dengan Diah Candrawulan.Dalam perkawinannya beranaklah Ali Al Mustada dan Ali Rakhmatullah.Ali Al Mustada beranaklah Maulana Ishak, Maulana Ishak beranaklah Suna Giri.Selanjutnya Ali Rakhmatullah beranak Sunan Bonang. Adapun Datuk Akhmad beranak tiga orang, pertama wanita menikah dengan Raja Upih, beranaklah sang putra mahkota lalu menjadi raja menggantikan ayahandanya, rajamuda ini beranak wanita lalu menikah dengan Syarifah Halimah beranak 4 orang yaitu Maulana Abdurakhman, Syarifah Bagdad, Maulana Abdurakhim dan Maulana Hafidz.
(81) Empat orang anak ini lalu diaku anak dan dipelihara oleh uwanya (kakak ayahnya) ialah Sultan Sulaiman Bagdad. Setelah dewasa selanjutnya pangeran Panjunan ialah Maulana Abdurakhman beranaklah Nyi Mas Kencanasari menikah dengan Pangeran Carbon putera pangeran cakrabuwana.Pangeran carbon berputeralah kyai ageng carbon girang.Dari isterinya yang bernama nyi cupluk beranaklah pangeran trusmi.Selanjutnya di riwayatkan bahwa para siswa/murid syekh lemahabang di cirebon keinginan sang gurunya berkenan menjadi sultan cirebon, tetapi keinginannya gagal.Sesudah itu syekh datuk khahfi wafat, sunan cirebon memerintahkan kepada pangeran panjunan agar menggantikan menjadi guru islam di bukit amparan jati.Maksud sunan cirebon di kabulkan, tetapi pangeran panjunan tidak memperoleh murid, karena semuanya murid sudah berguru kepada syekh lemahabang dan syarif hidayat, ialah sunan cirebon.Ajaran syiah sudah menyebar ke desa-desa.
(82) Syekh lemahabang pengikutnya sudah banyak, serta sudah menembus di balatentara cirebon di keraton pakungwati, bukakankah pangeran carbon ialah panglima balatentara cirebon yang menyebarkan ajaran syiah, oleh sebab itu di jadikan andalan di antara balatentara cirebon serta beberapa di antara kyai geng, para pejabat wilayah desa-desa berguru kepada syekh lemahabang.Sunan cirebon kewalahan memikirkan keadaan Negara.Ajaran-ajaran syekh lemahabang sudah menyebar ke barat, ke selatan, ke timur, tetapi setelah perbuatan kyai geng pengging di bunuh oleh sunan kudus dan di tangkapnya beberapa orang penganut syiah, semenjak itulah banyak murid syekh lemahabang melarikan diri, lalu bermukim di cirebon, begitu pula syekh lemahabang bermukim di cirebon girang dengan dijaga oleh murid-muridnya.Berita ini terdengar oleh sultan demak
(83) Raden patah, bahwa musuhnya ada di cirebon.Sultan demak memerintahkan panglima demak ialah sunan kudus dengan membawa balatentaranya sebanyak 700 orang, seluruhnya membawa perlengkapan perang lengkap menuju ke cirebon.Sunan kudus membawa surat sultan demak memohon sunan cirebon, isi pokok surat itu, bahwa sultan demak memintakan rekadaya (kebijakan), untuk menangkap syekh lemahabang dan agar di bunuh.Dan balatentara demak agar di perintahkan untuk mencahari para murid dan pengikut syekh lemahabang di cirebon.Dengan sukacita sunan cirebon atas permintaan bantuannya sultan demak dan menurut pendapatnya, bahwa musuh harus di bunuh.Kemudian sunan cirebon mengumpulkan para murid syekh lemahabang, para kyai geng, para pangeran, para ki buyut, para pemuka dan pejabat wilayah
(84) dan para pembesar yang ada di cirebon, di antarannya masing-masing ialah, pangeran carbon ialah panglima angkatan bersenjata kerajaan cirebon, dipati cangkwang, ki paluamba, ki gedeng junta, ki gedeng lemahputih, pangeran jagasatru, ki gedeng carbon girang, ki buyut weru, ki buyut kemlaka, ki buyut truwag, ki buyut tukmudal, pangeran panjunan, pangeran cucimanah, pangeran kejawanan, syekh duyuskani, pangeran jagasatru, dipati suranenggala, ki gedeng ujung gebang, ki gedeng pangurangan, ki gedeng ender, ki buyut krangkeng,ki buyut bojong, ki buyut kedongdong, ki gedeng tameng, ki gedeng Japura, dan banyak lagi lainnya.Ketika para pengikutnya sudah berkumpul di keraton pakungwati
(85) sunan kudus di beritahu oleh sunan jati balatentara demak dan cirebon untuk berangkat menuju ke cirebon girang di tempat kediaman syekh lemahabang.Setelah pondok kediaman itu sudah di kelilingi oleh balatentara demak dan cirebon dari semua jurusan, lalu syekh lemahabang di tangkap oleh balatentara yang di pimpin oleh sunan kudus, juga para pengikutnya semua yang menjaga syekh lemahabang di dalam pondok itu, lalu di bawa ke masjid agung “sang cipta rasa”.Di situ sudah berkumpul semua para waliyullah dengan duduk mematung di situ.Adapun para ki gedeng, para ki buyut, para pangeran dan para pengikut warga keraton pakungwati tidak diperbolehkan dan mereka dijaga ketat oleh balatentara demak dan cirebon.Sementara di masjid
(86) sang cipta rasa ramailah ucapan selamat kepada syekh lebahabang dan sunan kalijaga, sunan kudus, sunan giri sebahai jaksa, semua para pembesar kerajaan, panglima,para pangeran, ki gedeng, ki buyut, para pemuka wilayah desa-desa dan masyarakat penganut syafei dan hanafi, semua tunduk mematung di dalam masjid agung sang cipta rasa, yaitu mendengarkan kebijakan lengkap, di antarannya syekh lemahabang dengan para wali, banyak juga masyarakat yang turut menyaksikan dan mendengarkan pembacaan gugatan.Selama membacakan tidak putus-putusnya oleh pembicaraan, perdebatan.Akhirnya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.Bergolaklah hati para wali, marahlah mereka akhirnya, sama-sama garangnya, terutama ialah syekh lemahabang dengan para wali, mereka berdua lalu mengeluarkan kata-kata pengaduan yang memelukan dan saling tunjuk mereka berdua, masing-masing ingin menang sendiri-sendiri,
(87) oleh sebab itu jalanya siding gugatan menjadi kacau dan keributan terjadi.Tidak lama di antarannya dua orang murid syekh lemahabang menubruk sunan kalijaga dan sunan giri, dan lama-kelamaan mereka ingin menusuk denagn senjata “curit” (keris) mereka.Mereka di tangkap oleh prajurit bayangkari kerajaan cirebon yang memang mereka itu berjaga-jaga untuk menghadapi kerusuhan.Kedua orang itu di bunuh akhirnya.Ketika yang satu orang sedang menubruk sunan giri dengan menghunus curit di tangan dengan melewati di hadapan sunan kudus, kemudian halini di hadang oleh para prajurit bayangkari cirebon, lalu ia di bunuh oleh ki bawuk dan ki lodaya.Tidak lama keadaan di dalam masjid menjadi tegang dan kacau, suasana rebut menjelajahi siding itu.Lama-kelamaan prajurit bayangkari demak dan cirebon dapat menguasai keadaan di dalam masjid sehingga pembacaan gugatan terhadap syekh lemahabang di lenjutkan.Setelah itu para wali menceritakan hal-hal yang sebenarnya, semua perbuatan dan tingkah laku syekh lemahabang di paparkan dan seluruh hadirin dapat mengetahui segala perbuatannya, oleh karena itu sunan cirebon yaitu syekh syarif hidayatullah
(88) sebagai hakim ketua.Akhirnya dalam keputusan sidang tergugat syekh lemahabang di jatuhi hukuman mati dan sunan kudus di perintahkanya untuk menghukumi (menghukum).Kemudian kedua tangan syekh lemahabang di ikat dengan tali, di giring ke luar masjid untuk di bawa ke tengah alun-alun yang terletak di depan masjid agung sang cipta rasa.Dengan di jaga ketat, bagaikan pagar baja para prajurit cirebon dan demak mengelilingi “sang salah” di tengah-tengah alun-alun itu.Selanjutnya syekh lemahabang di bunuh oleh sunan kudus dengan keris pusakanya, lalu janazahnya di makamkan di kemlaten.Sesudah kejadian itu semua murid dan para penganut syiah syekh lemahabang di lepaskan kembali, mereka berjanji dan mengatakan sumpahnya ingin menjadi pengikut sunan cirebon yang setia, lalu mereka kembali sabagai penganut syafei.Tidak lama kemudian di makam syekh lemahabang ramai di kunjungi orang sebagai tempat pemujaan.Makam syekh lemahabang di puja oleh orang-orang penganut syiah yang datang dari desa-desa, antara lain yaitu desa-desa sekitar cirebon, sunda kelapa, banten dan seluruh hampir dari jawa timur dan daerah parahyangan.
(89) Juga mereka datang dari sumatera dan semenanjung Malaya, oleh sebab itu sunan cirebon memerintahkan untuk mengamankan jenazah syekh lemahabangyang sudah dimakamkan itu untuk dipindahkan ke bukit Amparan dan pemindahan jenazah ini merupakan perintah rahasia, tidak boleh ada prang yang mengetahuinya. Sedangkan bekas makam jenazah Syekh Lemahabang (di Kemlaten) digantikan dengan bangkai anjing hitam.Tiga hari kemudian (setelah wafatnya) orang-orang penganut Syiah dating berbondong-bondong memuja kuburan.Dan dalam kehadirannya disana seluruh penganut Syiah dari Jawa Timur memohon kepada Sunan Cirebon untuk membawa jenazah Syekh Lemahabang karena keinginan mereka ingin dimakamkan disana, yaitu di Pengging Jawa Timur.Atas permohonan mereka itu Sunan Cirebon mengabulkan. Akan tetapi para penganut Syiah Syekh Lemahabang semua terkejut ketika melihat bangkai anjing hitam dari dalam kubur itu, Lalu Sunan Cirebon memberikan anjurannya kepada seluruh penganut
(90) Syekh Lemahabang, “janganlah kalian memuja bangkai, yang harus dipuja hanyalah satu-satunya ialah Tuhan Yang Maha Kuasa, Ketahuilah oleh kalian semua bahwa seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini dan manusia yang diberikan kepandaian akal sehingga mengetahui rahasia alam sekelilingnya ini tidak lepas dari kekuasaan-Nya. Kalian diberikan segala kenikmatan karena kebesaran dan kasih saying Tuhan Yang Maha Kuasa, bukankah tidak ada seorangpun di dunia ini yang berkuasa dan memiliki kewenangan-Nya untuk menandingi Kebesaran-Nya. Oleh karena itu kita harus saling mengingatkan kepada sesama haruslah kita laksanakan syariat islam yang harus diajarkan Rasulullah kepada kita, jangan kalian menuruti kepada ajaran Syekh Lemahabang. Sekarang kalian akan kujadikan muslim dengan penganut Syafei. Penganut Syafei itu adalah dibolehkan dan wajar untuk kita laksanakan disini. Katakan kepada seluruh umat muslim lainnya, bahwa Syafei dibolehkan.
Sejak itulah orang-orang penganut Syekh Lemahabang banyak beralih menjadi penganut dan murid Sunan Cirebon.Mereka berguru dan belajar menjadi mulim yang baik, sampai akhirnya mereka menetap di Cirebon.Dengan demikian kehendak dan cita-cita Sultan Demak sudah dapat dilaksanakan (oleh Sunan Cirebon).
(91) Kita hentikan riwayat ini sebentar, digantikan selanjutnya dengan riwayat yang lain.
Sesudah Raden Patah dinobatkan menjadi Sultan Demak, lalu berdirilah kesultanan Demak, tidak lama kemudian Cirebon menjadi negara merdekadan Syarif Hidayat menjadi Susuhunan Cirebon.Sejak itu dua kerajaan ini menanamkan tali persahabatan, rukun, selalu bertuntunan tangan dalam kerjasama menjalankan politik kerajaannya.Seluruh kota-kota pelabuhan dari Banten ke Timur sampai ke Surabaya diatur oleh dua kerajaan ini. Begitu pula untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di desa-desa akan menghayati persatuan dan kesatuan dua kerajaan ini, walaupun madhab mereka berbeda, ialah Syafei dan Hanafi, tidak ada yang dipertentangkan antara mereka berdua. Tatkala itu separuh pulau Jawa kekuasaannya dikelola oleh dua kerajaan ini, yaitu oleh Sunan Cirebon dan Sulta Demak.Separuhnya lagi dikelola oleh Pajajaran di bagian Barat oleh kerajaan Majapahit di Jawa Timur.Cirebon dan Demak ingin memusnahkan dua kerajaanini ialah Pajajaran dan Majapahit.
(92) Pada tahun 1421 Saka (1499/1500 Masehi) Sultan Demak Raden Patah dan para pengikutnya serta para Wali antara lain Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus,Sunan Drajat, Syekh Bentong dan beberapa pasukan Bhayangkari kerajaan dan para pengawal pribadi Sultan Demak berdatangan ke Cirebon tatkala matahari ada di atas Keraton Pakungwati (tengah hari). Sunan Cirebon dengan para pembesar Negara, para Kyai Gendeng, para Komandan Panglima Perang menyambut dengan gembira atas kedatangan mereka para pembesar Negara dan para wali serta Sultan Demak.Dengan mengadakan jamuan yang lezat-lezat, lalu mereka mengutarakan segala rencana dan pembangunan negaranya yang cukup luas dan besar.Semua rencana pembangunan itu didukung oleh masyarakat Demak dan Cirebon.Di Demak sendiri sudah membangun masjid Negara, kemudian Cirebon setahun kemudian masjid Negara di Cirebon.
(93) telah berkumpul masyarakat sebanyak 500 orang, 300 orang dari cirebon dan 200 orang dari Demak. Seluruh para tukang (tenaga ahli) diketuai oleh Sunan Kali Jaga, karena yang dipercayakan kepadanya ialah Raden Sepat (ahli bangunan/arsitektur) sebagai wakil Sunan Kalijaga ia dari Majapahit yang sudah menjadi muslimdan sebagai orang pengikut setia kerajaan Demak. Adapun pekerjaan yang akan digarapnya adalah membangun masjid besar yang kemudian masjid itu dinamai “ Sang Cipta Rasa”, Kedua membangun tembok keliling Keraton Pakungwati. Ketiga, membangun jalan di sepanjang pinggir laut dari Selatan ke Utara yaitu dari Keraton Pakungwati sampai ke Bukit Amparan. Sedangkan jalan-jalan yang melintasi daerah Panjunan selalu menimbulkan banjir, serta selalu dalam keadaan berlumpur dan selalu “ambles” apabila teinjak-injak kuda dan belati, oleh karena itu semua masyarakatnya menyebutnya dengan nama
(94) Karanggetas, selanjutnya Sunan Cirebon memutuskan Ki Lebe Pakungwati Kedaton ialah Ki Musa namanya untuk diperintahkan penanggungjawab pemeliharaan masjid Negara Sang Cipta Rasa itu kepadanya. Lalu ki Musa diangkat menjadi penghulu Cirebon di samping ia ini selalu mewakili pesantren-pesantren Quro yang ada di desa-desa dan apabila Sunan Cirebon sedang bertugas di Banten dialah pula yang mewakili memberikan pengajaran dan pendidikan agama islam kepada seluruh masyarakat. Ki Lebe Musa menikah dengan Nyai Mas Selawati. Didalam perkawinannya mereka memperoleh anak laki-laki diberinya nama Gusa, yang kebetulan di kemudian hari Ki Gusa diangkat menjadi marbot (pengurus masjid) di Bukit Sembung. Adapun Ki Musa adalah anak Nyi Mas Kedaton.Nyi Mas Kedaton anak penghulu agama di Karawang. Penghulu Karawang ini adalah anak Syekh Hasanudin Karawang ialah Syekh Kuro atau Sunan Kedatoning Pura namanya yang lain. Bermukim di Karawang ialah adik Syekh Kuro dari lain ibu yaitu Syekh Bentong namanya.
(95) Ki Musa selalu memberikan pelajaran Quro (Tilawah Qur’an) di Masjid Agung Sang Cipta Rasa baik kepada orang-orang dewasa maupun anak-anak.
Kita hentikan sejenak, digantikan dengan riwayat yang lain.
Sesudah Pangeran Pasarean wafat yaitu pada tahun 1468 Saka (1546/1547 Masehi), lalu selanjutnya selama enam tahun Sunan Cirebon selalu ada di Cirebon untuk memimpin pemerintahan di Keraton Pakungwati dengan cucunya ialah Pangeran Suwarga sebagai Adipati di Cirebon pertama. Pangeran Suwarga adalah Pangeran Pasarean selanjutnya Fadhilah Khan memimpin Tampuk pemerintahan di Keraton Pakungwati sebagai mewakili Sunan Cirebon selama 16 tahun, kemudian setelah itu Sunan Cirebon wafat. Baru mendapat 2 tahun memerintah setelah wafatnya
(96) Sunan Cirebon, Fadhilah Khan pun wafat. Kemudian Pangeran Mas dinobatkan menjadi Panembahan Ratu. Panembahan Ratu adalah anak Ratu Ayu Sakluh dan sebagai isteri Sultan Agung Mataram. Dalam perkawinannya berputeralah Sunan Amangkuta Amangkurat Pertama ialah Sunan Tegalwangi namanya yang lain. Adapun Ratu Ayu yaitu kakak Panembahan Ratu Cirebon atau Panembahan Pakungwati.Semua ratu dan raja wilayah di pulau Jawa tunduk kepada kerajaan Mataram. Tiap tahun semua Ratu dan Raja wilayah diperintahkan untuk”seba” (menghadap) ke ibukota Mataram di Keraton Mataram dengan membawa upetinya masing-masing beserta seluruh pembesar wilayahnya. Hanya satu kenyataan kerajaan Cirebon tidak “seba” kepada Mataram, sebab Panembahan Ratu adalah sebagai guru Sunan Mataram dan Sunan Mataram memperisteri (beristeri) seorang kakak Panembahan Ratu Cirebon.
(97) Camkanlah, menurut riwayat yang lain, Prabhu Brawijaya Kretabhumi tidak dikalahkan oleh Kerajaan Demak, tetapi Prabhu Girindra Wardhana pada tahun 1400 Saka (1478/1479 Masehi), lalu Prabu Girindra Wardhana dibunuh oleh Prabhu Udara pada tahun 1420 Saka (1498/1499 Masehi). Selanjutnya Prabu Udara dengan Majapahitnya dikalahkan oleh Kerajaan Demak.Pada tahun 1439 Saka (1517/1518 Masehi).
Inilah buku ketiga Naskah Nagara Kretabhumi, naskah Kerajaan Cirebon selesai ditulis pada tgl 14 “paro terang” bulan Margasira tahun 1616 Saka (1694/1695 Masehi) ditulis olehku, Pangeran Wangsakerta Panembahan Cirebon Pertama dengan nama gelar Panembahan Toh Pati Abdul Kamil Muhammad Nazaruddin, selanjutnya naskah Nagara Kretabhumi buku keempat adalah naskah Nagara Kretabhumi yang terakhir (penghabisan).
NASKAH NAGARA KRETABHUMI
Caturtha Sarga (Buku Keempat / Jilid Empat)
Alihaksara dan alihbahasa
Oleh: T. D. Sudjana
CIREBON, 24 OKTOBER 1987
(1) Semoga Tuhan memberkahi kita sekalian.
Ini jilid IV Naskah Nagara Kretabhumi yang aku tampilkan ini sebagai petunjuk ceritra yaitu agar semua karya ini berhasil dan sempurna dan ada faedahnya sebagai ilmu pengetahuan dan semua waraga masyarakat agar mengetahui perbedaan arti dan letak semua para Raja di Jawa Barat dan Jawa Timur, telah diperbaiki isi kandungna pokoknya Naskah Nagara Kretabhumi tulisanku ini seijin dan setahu pemerintah. Wilayah serta raja-raja sekitarnyadengan kerjaan Cirebon atau kerajaan , wilayah para pembesar, para perwira wilayah yang tunduk atau menghormat kepada kerajaan Mataram yang semuanya memberikan beberapa naskah sastra cerita naskah-naskah lainnya, naskah Negara dan kerajaan milik mereka yaitu seperti milik Sultan Mataram, Sultan Sepuh, Sultan Anom Cirebon dan aku pribadi dan juga
(2) Sultan Banten, lalu para Ratu di Parahiyangan yang sangat indah dibaca, bukankah mereka turut menyelesaikan karya besar di bumi nusantara, akhirnya lama kelamaan karya ini berhasil dan sempurna oleh karena terlebih dahulu kita panjatkan puja dan puji sebagai makhlik hidupdi dunia kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menganugerahi kita hidup dan keselamatan. Sebab sejak dahulu kita maklumi apa yang yang dapat kita lihat sekarang para Ratu di seluruh pulu Jawa memanjatkan dan menghaturkan rasa hormat kepada susuhunan Jati Cirebon yaitu Susuhunan Jati adalah ia seorang mahaguru dan ulama besar islam semua para ulama-ulama besar di seluruh Jawa Barat dan para wali di pulau Jawa.
(3) Selamat kepada Susuhunan Jati, bukankah Sultan Demak itu berguru kepada Susuhunan Jati Cirebon dan ia pun kerabat familinya juga. Sedangkan Susuhunan Mataram adalah kerabat Panembahan Ratu dan guru susuhunan Mataram. Adapun Panembahan Ratu menggantikan kedudukancicitnya yaitu Susuhunan Jati. Sejak itu Panembahan Ratu, bahwa cirebon seolah-olah dibawah kekuasaan Mataram dan kakak Panembahan Ratu ialah Ratu Ayu Sakluh namanya diperisteri oleh susuhunan Mataram. Inilah tampak apa yang diriwayatkan dalam buku keempat Nagara Kretabhumi naskah kerjaan Cirebon yang ditulis olehku sebagai pelengkap naskah-naskah Nagara Kretabhumi yang telah ditulis olehku dan diadakan beberapa ralat dan paerbaikan sebagai naskah.
(4) Ilmu pengetahuan warga masyarakat. Inilah menurut salah satu buku milik Panembahan Ratu yang ditulis olehku pada buku pertama Naskah Nagara Kretabhumi yaitu Susuhunan Jati Cirebon adalah Syekh Maulana Syarief Hidayatullah wafat tgl 20 “paro peteng” bhadramasa tahun 1479 Saka (1567/1568 Masehi), kemudian dimakamkan di Puncak Bukit “Giri Nur Ciptarengga”. Sesudah itu menantunya ialah Maulana Fadhilah Khan al Gujarat selama dua tahunmenjadi raja pendita bersemayam di Cirebon, bukankah menurut tulisan itu ,lalu dua tahun wafat menantunya itu ialah Fadhilah Kahan pada tgl “paro terang” Margashiramasa tahun 1492 Saka
(5) (1570/1571 Masehi) Selama dua tahun ia mewakili Sinuhun seperti waliyullah penyeber islam diseluruh bumi Sunda. Sedangkan Sunan Kalijaga di Jawa Timur. Sesudah itu Raja Cirebon digantikan ioleh Panembahan Ratu ialah cucu Ki Fadhilah Putra Pangeran Suwarga yang menjadi Dipati Cirebon I, sebabnya Sang Dipati Cirebon I telah meninggal terlebih dahulu pada tahun 1487 Saka (1565/1566 Masehi). Berdirinya kerajaan Mataram ialah ditumbuhkan dan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada Raja Mataram I ialah Sang Senapati Sutawijaya, Raden Bagus disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar namanya yang lain. Ia adalah Senapati Sutawijaya Raja Mataram I,
(6) Nyatanya Sutawijaya bukan putera Raja ia anak Ki Gede Pamanahan oleh sebab itu banyak para Dipati Jawa Timur tidak mau mengakui dan tidak tunduk kepada Senapati Sutawijaya. Tidak sudi memberi persembahan upeti ke Mataram, bahkan tidak mau seba (menghadap) kepada Senapati.Disebabkan bukankah Senapati Sutawijaya ingin menguasai seluruh kawasan Pulau Jawa.Beginilah tampaknya kemelut berita yang disebarkan dari Jawa Timur. Sesudah Sultan Trenggono, ialah Sultan Demak III wafat, singgasana kerajaan Demak banyak keturunan Raden Patah yang ingin memerintah kerajaan, tatkala itu demak jadi kacau balau, timbul keributan. Sunan Prawata anak Raden Trenggono
(7) Ingin menggantikan kedudukan ayahandanya, akan tetapi Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Panangsang ialah Adipati Jipang, sebabnya pada waktu dulu Sunan Prawata membunuh uwaknya ialah Pangeran Sedang Lepen. Sedangkan Pangeran Sedang Lepen itu adalah ayah Arya Penangsang. Perbuatan Arya Penangsang dijinkan oleh Sunan Kudus sebab Arya Penangsang adalah muridnya. Pangeran Hadiri menjaga keributan dan bertindak untuk mengembalikan kerukunan kepada anak Sunan Prawata yaitu Arya Pangiri namanya.Adapun Pangeran Hadiri ini adalah suami Nyi Mas Ratu Khalinyamat.Ratu Khalinyamat adalah adik Sunan Prawata. Oleh karena itu Pangeran Hadiri dibunuh oleh Arya Penangsang, kemudian
(8) Arya Penangsang dibunuh oleh Kyai Gedheng Pamanahan pengabdi setia Adiwijaya ialah Ki Jaka Tingkir, Panji Mas namanya yang lain. Bukankah Adiwijaya beristeri dengan adik Nyi Mas Ratu Kalinyamat. Adapun Jaka Tingkir adalah anak Ki Kebo Kenongo, Bupati Pengging yang dahulu dibunuh oleh Sunan Kudus, sedangkan Ki Kebo Kenongo adalah murid Syekh Lemahabang. Juga Syekh Lemahabang dibunuh oleh Sunan Kudus, atas ijin (diperintahkan) oleh Sultan Demak Raden Patah. Dahulu tatkala Raden Trenggono menjadi Sultan Demak, Adiwijaya ialah Jaka Tingkir namanyamenjadi Senapati balatentara Demak dan
(9) Beristeri dengan puteri Sultan Trenggono. Sesudah Arya Penangsang wafat, Adiwijaya menduduki kerajaan Demak merupakan Ratu Jawa Timur. Kemudian Pengging menjadi kota besar dan diganti namanya menjadi Pajang. Sedangkan anak Kyai Geng Pemanahan ialah Sutawijaya namanya diangkat menjadi anak oleh Sultan Pajang Adiwijaya dan Kyai Geng Pemanahan dijadikan Bopati Mataram. Setelah Arya Penangsang dibunuh oleh Pangeran Adiwijaya sejak itu pajang dan Cirebon bersahabat sebab pajang dianggap yang dapat membalas sakit hati Sunan Jati, para pembesar kerajaan Cirebon, keluarga Sunan Cirebon, para pemimpin wilayah dan seluruh masyarakat Tanah Sunda. Oleh sebab itu cucu Fadhilah Khan ialah
(10) Pangeran Mas atau Panembahan Ratu namanya yaitu putra Pangeran Suwarga selama 16 tahun bermukim di Pajang. Panembahan Ratu dijadikan anak angkatnya oleh Sultan Adiwijaya.Disana Panembahan Ratu berguru ilmu perang kepada Sultan Adiwijaya.Dan belajarolah segala macam senjata. Kemudian Panembahan ratu beristeri puteri Sultan Pajang ialah Nyi Mas Ratu Lampok Angroros atau Nyi Mas Ratu Pajang namanya yang lain.Dengan para ratu di Jawa Barat mengadakan kunjungan pendekatan hanya baru sekitar persahabatan, bukankah Ratu Cirebon ialah menantu Sultan Pajang. Sedangkan Ratu Banten, Sunda Kalapa dan para ratu wilayah parahyangan semuanya adalah kerabatnya.
(11) Panembahan Ratu Cirebon keturunanan Sunan Jati, tetapi walaupun demikian Sultan Adiwijaya di Jawa Timur kekuasaanya semakin lama semakin besar. Para bopati Jawa Timur semua tunduk kepada Sultan Pajang, Sunan Cirebon dengan berdirinya kerajaan Pajang merestuinya, bukankah Jaka Tingkir ada jasanya terhadap kerajaan Cirebon. Sultan Pajang tidak lupa menghormati kepada orangtua, ia berdoa selamat kepada sesepuh dangdahyang penyiar islam ialah Susuhunan Jati, ia berziarah dengan para waliyullah Jawa Timur, sebab dulunya kepada Sunan Girilah yang menobatkan Adiwijaya, oleh karena itu ia juga berkunjung kesana, kebanyakan semua ratu-ratu di Jawa Timur dinobatkan oleh Suna Giri, sedangkan di Jawa Barat sudah barang tentu oleh
(12) Susuhunan Jati Cirebon adapun Putra Sunan Prawata ialah Arya Pangiri beristeri puteri Sultan Pajang lalu Arya Pangiri ditunjuk menjadi Bopati Demak di bawah kekuasaan Pajang. Kemudian Putera Sultan Trenggono ialah Pangeran Timur namanya ditunjuk menjadi Bopati Purbaya. Sedangkan menantu Sultan Trenggono yaitu Pangeran Langgar namanya memerintah empat kebopatian, ialah Surabaya, Sedayu, geresik dan Pasuruan ia sebagai wakil Sultan memegang pemerintahannya di wilayah itu. Kyai Geng Pamanahan ditunjuk menjadi Bopati yang kemudian daerah itu terkenal dengan Mataram. Putera Kyai Geng Pamanahan ialah Sutawijaja diambildiaku anak dan
(13) Ditunjuk menjadi pemimpin bayangkara raja. Sesudah ayahnya wafat Sutawijaya ditunjuk menggantikan kedudukan ayahnya dan diangkat menjadi Senapati Ingalaga (Panglima Angkatan Bersenjata) kerajaan Pajang dan sebagai Sayyiddin Panatagama (Penghulu agama).Sejak itulah Senapati Sutawijaya timbul keinginan untuk berkuasa di Pulau Jawa.Alasan tersebut pada setiap saat sebenarnya sudah mendapat restu dan persetujuan kerabatnya ialah Ki Patih Juru Martani disebut Dipati Mandarika namaya. Adalah seluruh Bopati di Jawa Timur mengakui tunduk dibawah kekuasaan kerajaan Pajang setiap tahun berdatang sembah hadir ke ibukota Pajang untuk mempersembahkan upatinya kepada
(14) Sultan. Tetapi Senapati Sutawijaya tidak mau menghadap (seba) dating bersembah ke ibukota Pajang.Senapati Sutawijaya bersahabat baik dengan Pangeran Bawana namanya ialah putera Sultan Pajang.Oleh Senapati Sultan Sutawijaya selalu menentang aturan Sultan Pajang bahkan segala peraturan yang dilarang selalu dilanggar. Kemudian menurut kata hatinya Senapati Sutawijayaia harus membentuk balatentara yang besar dan memperkuat kota besar Mataram. Sultan Pajang sudah memperoleh kabar bahwa sikap dan perbuatan Senapati Sutawijaya adalah mempunyai keinginan untuk menghancurkan kerajaan Pajang, lalu sudah terjadi beberapa mantra (petugas keamanan desa) Pajang dibunuh oleh pasukan tentara Senapati Sutawijaya, oleh sebab itu pasukan perang pajang menyerbu Mataram. Balatentara Pajang diperintahkan maju di medan laga oleh Senapati Adiwijaya. Semua mengenakan busana perang dengan lengkap senjata di tangan.Sultan Pajang menunggang kuda, ada yang berjalan berbaris dan menunggang kereta, kuda dan pedati (pasukan kavaleri). Kemudian tibalah balatentara Pajang.
(15) Yang dipimpin olehSultan Pajang. Dengan amat ganas dan bengis menyerbu balatentara Mataram yang dipimpin Senapati Sutawijaya.Berperanglah kemudian antara tentara yang menyerang dan yang diserang.Ramai dan sengit sekali peperangan ini berlangsung.Balatentara yang dipimpin oleh Senapati Ingalaga Sutawijaya terdesak porak poranda, tetapi juga terus menerobos terus pantang mundur, tidak ingat lagi kepada jiwanya.Banyaklah balatentara Pajang terbunuh, mati terkapar dan balatentara sisa lari meninggalkan peperangan, akhirnya balatentara Pajang kalah. Sultan Pajang jatuh dari gajahnya, jatuh sakit kemudian wafatlah ia. Senapati Sutawijaya dengan balatentaranya memperoleh kemenangan di Medan laga,
(16) Kehendak Senapati agar supaya putera Sultan Pajang Pangeran Bawana menggantikan kedudukan ayahandanya, tetapi kerabat famili Pajang dan para keturunan Sultan Trenggono ialah Pangeran Pangiri yang dinobatkan menjadi Sultan Pajang. Sedangkan Pangeran Bawana ditunjuk menjadi Dipati Pajang.Dalam hatinya Senapati Adiwijaya tidak rela lantaran Arya Pangiri dianggap tidak mampu menjadi Sultan Pajang. Begitu juga seluruh masyarakat di Pajang, bukankah perilaku dan perbuatan serta sopan santunnya dianggap kurang kena, Oleh sebab itulah Senopati Sutawijaya membawa balatentara dalam jumlah besar dengan perlengkapan senjata yang cukup menyerbu ke Pajang, lalu berperanglah balatentara Pajang dengan Mataram, tetapi lama kelamaan balatentara Pajang kalah. Balatentara Mataram
(17) Memperoleh kemenangan. Rencana dan cita-cita Senapati Sutawijaya telah berhasil, bukankah ia telah mampu menghabisi kedudukan dan kekuasaan Arya Pangiri, sesudah itu singgasana kerajaan diserahkan kepada Pangeran Bawana, sedangkan Arya Pangiri dengan permaisurinya dan para pengiringnya disuruh pulang ke Demak, akan tetapi walaupun demikian Pangeran Bawana tidak mau menerima singgasana itu. Kemudian singgasana itu diserahkan kembali kepada Senapati Sutawijaya.Pangeran Bawana hanya menjadi Bopati di Pajang. Sejak itulah berdiri kerajaan Mataram dengan Senapati Sutawijaya Raja Mataram I. Tetapi walaupun demikian para Bopati Jawa Timur tidak ingin mengakui dan tidak
(18) Tunduk kepada Senapati Sutawijaya, karena dulunya ternyata Sutawijaya bukan Putera Raja atau darah turunan Pangeran, hanya anak Kyai Geng Pemanahan. Kemudian balatentara Mataram menyerbu ke Surabaya, balatentara Surabaya menyambut musuh yang menyerbu, berperanglah mereka balatentarayang dipimpin Senapati Sutawijaya ialah Raja Mataram I dengan balatentara Surabaya yang dipimpin oleh Bopatinya.Serempaklah peperangan itu, mereka tidak ada yang menang lalu peperangan ini dihentikan oleh Sunan Prapen (Sunan Giri Prapen). Bopati Surabaya disuruh supaya tunduk kepada Mataram oleh sang Sunan. Bopati Surabaya ternyata tidak mau terhadap ajakan Sunan Giri
(19) Prapen dan ia ditawarkan oleh Senapati Sutawijaya diangkat menjadi kepala bopati-bopati sebelah timur. Seluruh para adipati yang belum tunduk lalu diserbu dan diperangi oleh Senapati Sutawijaya.Dengan membawa balatentara yang besar dan lengkap persenjataannya.Kemudian berperang di Madiun dengan bopati Pangeran Timur ialah putera Pangeran Trenggono. Akhirnya kalahlah Madiun, Mataram memperoleh kemenangan di medan yuda. Kemudian berperang di Ponorogo, kalahlah balatentara Ponorogo. Kemudian berperang di Surabaya kalahlah balatentara Surabaya, lalu perang di Pasuruan kalahlah
(20) Pasuruan, selanjutnya berperang di Kediri kalahlah balatentra Kediri.Lalu perang di demak kalahlah balatentara demak, kemudian berperang di pajang kalahlah balatentara pajang, lalu berperang di pati, ialah bopati pragola, kalahlah balatentara pati.Selanjunya mataram selalu memperoleh kemenangan setiap berperang di medan jurit, akhinya seluruh jawa timur dan jawa tengah seluruh bopati mengakui kekuasaan mataram, tetapi senapati sutawijaya, ialah raja mataram I belum menjajah jawa barat, hanya baru persahabatan dengan cirebon dan galuh.Begitulah permulaan ulah mataram di jawa barat.Kebetulan sunan prapen orang terhomat lama-kelamaan di juluki sunan giri dengan seluruh ulama besar islam
(21) (waliyullah) di pulau jawa, menuruti kepada senapati sutawijaya.Janganlah engkau memiliki nafsu yang kurang baik dan hormatlah kepada panembahan ratu cirebon dan semua keturunan susuhunan jati.Kalian harus sopan dan hormat dan berbuatlah upaya kebaikan, ialah bertuntunan tangan (hidup rukun) dengan para ratu di jawa barat.Itulah sebabnya tidak ada semangat untuk memusuhi cirebon wilayah lainnya di jawa barat.Oleh karena itu senapati sutawijaya yaitu raja mataram I memberikan kehormatan dan memuliakan kepada panembahan ratu cirebon.Kemudian kota cirebon di buatkan tembok keliling oleh senapati sutawijaya ratu mataram.Sesudah memerintah mataram selama 15 tahun
(22) Lalu senapati sutawijaya wafat.Puteranya yang ke dua ialah mas jolang atau pangeran seda krapyak namanya yang lain, menggantikan kedudukan ayahandannya menjadi ratu mataram.Mas jolang memerintah menjadi raja selama 12 tahun.Sedangkan putera senapati sutawijaya yang pertama ialah pangeran puger namanya, yaitu kakak mas jolang.Pangeran puger di tunjuk menjadi adipati demak, selanjutnya mas jolang wafat kemudian puteranya, mas rangsang dengan gelar namanya ialah panembahan agung, juga di sebut senapati ingalaga abdurakhman, di sebut sultan agung atau di sebut prabhu pandita cakrakusuma namanya yang lain
(23) Tatkala memerintah sultan mataram permulaannya pada tahun 1535 saka (1613/1614 masehi).Adapun sultan agung mataram beristeri dengan putera kakak perempuan panembahan ratu cirebon.Di dalam perkawinannya mereka memperoleh laki-laki, yaitu pangeran arya prabu adimataram namanya dengan gelar susuhunan amangkurat I, di sebut juga sunan tegalwangi.Tatkala itu menggantikan ayahandannya, ialah sultan agung mataram memerintah selama 30 tahun.Selanjutnya tatkala wafat, lalu di gantikan oleh puteranya ialah
(24) Pangeran adipati anom namanya dengan gelar susuhunan amangkurat II tatkala permulaan berkuasa memerintah pada tahun 1559 saka (1677/1678).Pada waktu sultan agung mataram memerintah seluruh pulau jawa seperti kakeknya dahulu ialah senapati sutawijaya, tetapi walaupun demikian senapati sutawijaya belum terlaksana untuk menguasai seluruh pulau jawa, bukankah jawa barat tidak takluk kepadanya, hanya baru hubungan persaudaraan dan panembahan ratu cirebon tidak “seba” ke mataram, seperti halnya seluruh bopati jawa timur.Adapun musuh besar sultan
(25) Agung ialah belanda, kedua adalah banten.Mulanya untunglah belanda dan kerajaan banten tidak mau bersahabat dengan banten dan banten dan balatentarannya selalu berkunjung ke timur (bersahabat dengan bopati-bopati di jawa timur) sedangkan belanda berkeinginan menjajah seluruh ratu-ratu di pulau jawa.Pada waktu itu, para dipati wilayah jawa timur senantiasa ingin merdeka, tidak mau tunduk kepada mataram, oleh sebab itu mereka bersatu kompak, di antarannya ialah bopati lasem, tuban, jipang, wirosobo, pasaruan, arisbaya, sumenep dengan di pimpin oleh bopati Surabaya dengan sunan giri menyerbu kota besar mataram.
(26) Dulunya bertujuan ialah untuk mengakhiri kekuasaan mataram.Baru saja sampai di kabopatian pajang balatentara bopati menemui rintangan.Selanjutnya balatentara mataram.Balatentara mataram beroleh kemenangan, kalahlah semua balatentara bopati.Sultan agung mataram membalas sikap dan tingkah perbuatan seluruh bopati yang bersikap tidak bersahabat (menyerang) kepada mataram, lalu balatentara Mataram menggerebek di Wirosobo, susydah itu berperang di Lasem, menang Mataram dan kalah di Lasem. Selanjutnya berperang di Pasuruan, kalahlah balatentara Pasuruan pada waktu
(27) Itu balatentara Mataram dipimpin oleh Senapati Mertoloyo lalu berperang di Pajang, kalahlah mereka balatentara Pajang, lalu berperang di Tuban, kalahlah balatentara Tuban, lalu berperang di Surabaya, selanjutnya berperang di Geresik dan Jaratan, kalahlah balatentara geresik dan Jaratan. Jaratan dihapuskan oleh Mataram. Sesudah itu balatentara Mataram dengan dipimpin oleh Senopati Kyaigeng Sujonopura menyerbu Madura, dulu di Madura berdiri lima kebopatian, diantaranya yaitu kabupaten Sumenep, Sampang, Arisbaya, Pamekasan, dan Balega. Sengitlah peperangan di Madura ini.
(28) Bukankah balatentara Madura pada waktu itu menyosngsong kedatangan balatentara Mataram dan sudah memperkuat pasukannya dan segala alat perangnya di desa-desa. Pada mulanya peperangan balatentara Mataram terkurung, (terdesak), lalu maju balas menyerang.Pada malam hari tatkala sunyi bagaikan tidak berpenghuni balatentara Balega menyerang balatentara Mataram. Pada waktu itu sang pimpinan ialah Senapati Mataram gugur di medan perang. Kemudian peperangan dihentikan sementara.Balatentara Mataram sedang berduka cita dan turun semangatnya datanglah balatentara Mataram II. Adalah Lima kebopatian di Madura tunduk di bawah perintah Adipati Surabaya yang tidak tunduk kepada Mataram, musuh belim kalah oleh karena itu balatentara
(29) Mataram tidak ingin pulang meninggalkan peperangan. Secara kebetulan apabila kalah, sebabnya gugurnya Senapati Kyaigeng Sujonopura, balatentara Mataram tidak terlaksana mengalahkan balatententara Madura. Madura dijatuhi ganjaran oleh Sultan Agung, sebab Sultan Agung sangat berwibawa dan mudah marah, tidak lama antaranya balatentara Mataram IIdipimpin oleh sang pemimpin perang Senapati Kyaigeng Juru Kiting tiba di Madura lalu bergabung menjadi satu kemudian berperang dengan seluruh balatentara dari lima kebopatian. Berperang di Arisbaya kalahlah beletentara Arisbaya, lalu berperang di Sampang kalahlah balatentara
(30) Sampang. Lalu berperang di Balega, kalahlah balatentara Balega, lalu berperang di Sumenep kalahlah balatentara Sumenep.Lalu berperang di Pamekasan kalahlah balatentara Pamekasan.Sesudah itu peristiwa ini terdengar oleh Senapati Adiwijaya Surabaya, kemudian sang Adipati menambah balatentara dengan persenjataan lengkap, lalu berjajar baris memperkuat kebopatiannya juga
(31) siaga disana sebelum Adipati Arisbaya yang sudah dikalahkan mempunyai putera laki-laki, Prasena namanya. Sesudah Madura dikuasai Mataram Sultan Agung memanfaatkan Prasena ditunjuk menjadi kepala semua kebopatian di Madura, lalu Prasena bergelar Pangeran Cakraningrat.Selanjutnya tidak lama antaranya Sultan Agung bersiasat balatentara besar Mataram menggempur Surabaya lalu berperang di Surabaya, kalahlah balatentara Surabaya. Adipati Surabaya ialah Pangeran Pekik namanya yang sudah menyerah ditunjuk lagi menjadi Adipati Surabaya, kemudian Pangeran Pekik beristeri dengan
(32) Puteri Sultan Agung ialah Nyi mas Ratu Wandansari Ayu namanya. Adipati Surabaya diperintah oleh Sultan Agung untuk menggempur Giri, Kalahlah balatentara Surabaya, tetapi penyerangan Mataram yang keduanya dipimpin oleh Nyi Mas Wandansari Ayu kalah balatentara Giri. Sunan Giri ditangkap dan dibawa ke Mataram.Tidak lama Sunan Giri ditunjuk menjadi Panembahan Giri.Sesudah itu Blambangan dikuasai Mataram.Mulanya tatkala itu di Pulau Jawa ada tiga Negara bermusuhan diantaranya ialah Mataram Belanda dan Banten.Ketiga-tiganya ingin memiliki kekuasaannya di Pulau Jawa. Memang semula pulau Jawa adalah sebuah Pulau
(33) Pusat kotanya bumi. Sultan Agung Mataram telah berjanji bahwa ratu-ratu Cirebon kerabat Mataram, juga Panembahan ratu gurunya Sultan Mataram.Oleh sebab itu ratu Mataram dengan Cirebon menghormati.Sultan Mataram bersikap bijak dan mengucapkan selamat kepada kerabat dan gurunya.Panembahan Ratu Cirebon besar wibawanya seperti Susuhunan Jati.Tatkala Sultan Agung memerangi Belanda di Jayakarta, Panembahan Ratu Cirebon, Kerajaan Cirebon tidak di bawah kekuasaan Mataram. Sultan Agung dengan kemarahan terhadap
(34) Belanda. Ucap sang Sultan Mataram, Hai Murtako (Mur Jangkung-maksudnya kepada J.P.Coen) dari Jayakarta, kalu aku dating ke Jayakarta siapapun adanya disana kubunuh kalian semua. Kemudian Sultan Agung datang ke kerabatnya ialah Panembahan Ratu, bahwa Cirebon akan dijadikan tempat berlabuhnya perahu-perahu perang dan balatentara Mataram, apabila Mataram mau menggempur ke Jayakarta. Kepada rencana Sultan Mataram oleh Panembahan Ratu Cirebon disambut dengan gembira dengan ditempati balatentara Mataram singgah dan berkumpul di Cirebon.Tidak lama antaranya datanglah perahu-perahu perang Mataram banyaknya terbilang. Perahu-perahu itu lalu berlabuh di pelabuhan
(35) Cirebon, berjajar baris perahu itu berlabuh di sepanjang pantai. Sesudah itu berjajar baris balatentara besar dan pegang senjata lengkap turun dari perahu berkumpul menjadi satu.Seluruh balatentara Mataram dijamu dengan berbagai makanan dan minuman dalam upacara pesta besar di Kerajaan Cirebon.Tampak ramai disana.Adapun pekerjaan balatentara Mataram menyerang dan menggempur ialah memerangi Belanda di Jayakarta. Mereka bersatu di Cirebon, antara lain balatentara itu dari Madura termasuk lima kekabopatiannnya ialah Pamekasan, Sumenep, Balega, Sampang, dan Arisbaya, kemudian dari Surabaya, Barebes, Telegil, Gombong, Nambeng, Wiradesaki, Batang, Kendal
(36) Kaliwungu, Geresik, Lamongan, Tuban, Lasem, Sadayu, Demak, Kudus, Japara, Juwana, Pekalongan, Krembang, Bagelen dan Sumedang. Adapun para Senapati Mataram yaitu Adipati Mandurareja, Tumenggung Sura Agul dan Uposonto. Tampak kota Cirebon menjadi sibuk oleh lalu lalangnya balatentara Mataram. Mereka sudah memasang perlengkapan senjatanya dan mengenakan pakaian perangnya.Banyaklah balatentara Mataram yang tertarik kepada gadis-gadis cantik Cirebon, apabila nanti kebetulan kembali ke Cirebon.Penyerangan pertama balatentara Mataram dipimpin oleh Baureksa.
(37) namanya dan balatentara dari Sunda dipimpin oleh Dipati Ukur. Pembesar Belanda Di Jayakarta Sibule Mur Jangkung namanya (maksudnya : J.P.Coen). Balatentara Mataram serempak menuju ke istananya Belanda di Jayakarta. Ramailah di medan peperangan balatentara Mataram kaget (terkejut) dan ketakutan manakala melihat tentara Belanda menyalakan senjata besar (maksudnya : meriam) mengeluarkan api dan asap hitam sedangkan suaranya seperti bunyi petir menyambar, bumi bergoyang seperti ada gempa bumi. Sisa balatentara Mataram mundur ke belakang sebab balatentara Mataram selalu menghadapi kesulitan menyerbu dan repot sekali rasanya untuk mengadakan perlawanan, disana sini mayat bergelimpangan balatentara Mataram banyak yang mati, luka parang dan berlumuran darah. Pada penyerangan pertama ini tidak berhasil, lalu tidak lama antaranya datanglah balatentara Mataram sebagai penyerangan kedua.
(38) Lebih banyak jumlah pasukan penyerbuan Mataram, pasukan sisa yang dahulu bergabung menjadi satu dengan balatentara yang sekarang. Akhirnya mereka serempak menyerbu Belanda dengan keadaan yang sebenarnya yang sudah menghadapi balatentara Mataram. Tampaknya amat sengit kali ini di medan yuda. Tangkas, trengginas, membabat ganas terhadap musuh yang dating menyerang. Kota Jayakarta berubah menjadi medan laga keadaan dalam gawat jiwa melayang seluruh desa-desa sekitar Jayakarta sudah penuh dengan balatentara Mataram. Mereka mengharapkan
(39) akan hidup terus memperoleh kemenangan. Warga mengharapkan sedih prihatin tampak wajahnya memelas, ada yang bergemetaran karena takut, ada yang menangis nestapa bumi pertiwi telah berubah warna menjadi segara darah.Jumlah bangkai bergelimpangan tidak terhitung. Balatentara Mataram banayak luka,mati,berjalan sempoyongan, mengaduh prihatin karena kesakitan. Begitu pula pihak Belanda banyak yang mati, mengaduh menyedihkan tidak tega melihatnya.Sang pemimpin Belanda yaitu Mur Jangkung dan beberapa puluh pengiringnya terlepas meloloskan diri berusaha untuk meminta bantuan tentara Belanda di pulau-pulau di sebelah Timur dan kepada para Dipati yang sudah bersahabat dengan Belanda. Mur
(40) Jangkung dengan pengawalnya naik perahu, tidak antara lama kembali Mur Jangkung dengan membawa tentara Belanda. Peperangan ini menjadi semakin ribut dan sengit.Balatentara Mataram banyak yang melarikan diri ketakutan, lalu pulang dikampung halamannya. Mereka yang berbuat demikian dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Mataram, sebab Sultan Agung ada apabila balatentara kalah sekalipun, bukankah tidak boleh apabila Mataram kalah. Tetapi kehendak Sultan Mataram itu tidak terlaksana. Sebabnya balatentara tidak ada kemampuan untuk mengalahkan Belanda, sedangkan balatentara Mataram banyak yang gugur, oleh sebab itu Sultan Agung memerintahkan pasukannya pulang ke tempatnya masing-masing ialah ke Kotaraja.
(41) dan mereka tentara Mataram yang tidak berbakti kepada kerajaan melarikan diri dari medan laga. Mereka berbuat curang, yang benar-benar berbuat penyelewengan dari darmabaktinya dengan mereka yang termasuk yang salah oleh Sultan Agung Mataram ada yang dipenjarakan danada yang dijatuhi hukuman mati. Adapun balatentara Mataram dari Bagelan pimpinan Senapati Wiralodra tidak pulang kembali ke Kotaraja, sebab ditunjuk Sultan Mataram untuk menjaga perbatasan sebelah barat wilayah kerajaan Cirebon, bukankah sebelah barat wilayah ini banyak yang sudah di rebut Belanda dan sebelah baratnya lagi banyak orang-orang Banten dengan balatentaranya yang memusuhi Mataram dan Cirebon.. Itu berbeda sekali menjaga Cimanuk di Dremayu, sebab balatentara Belanda dan Banten apabila mau menggempur Mataramdari barat dengan
(42) naik perahu dan berhenti di sungai itu, juga memerintahkan semua para pesuruh Pangeran Panembahan Ratu Cirebon, itu sebabnya banyak diantaranyabalatentara Mataram yang bermukim (menetap) di desa itu. Sedangkan Senapati Wiralodra kemudian menjadi Adipati di Dermayu. Tunda dahulu riwayat ini sebentar, lalu diganti dengan riwayat yang lain. Menurut cerita dari orang-orang Sunda, dikatakan Raja Pajajaran disebut oleh orang-orang Sunda dengan nama Prabu Siliwangi ialah Raden Manah Rasa namanya yang lain. Raja ini adalah ayahanda Pangeran Cakrabuwana namanya.
(43) dan adiknya, ialah Nyi Lara Santang namanya. Tetapi meskipun demikian nama Prabu Siliwangi tidak ada tertulis dalam naskah Nagara Nusantara dan naskah Pararatuan Parahyangan serta dalam parwa bagian keturunan keturunanya. Dan dalam naskah raja-raja Jawadwipa parwa dan dalam naskah Susuhunan Jati Wamsatilaka Parwa, juga dalam naskah Carbon Garagheng Parwa, oleh karena itu Raja Pajajaran ada hubungannya dengan Susuhunan Jati sampai kepada kerabat keturunannya. Oleh karenanya kakakku (Sultan Sepuh dan Sultan Anom) memerintahkan kepadaku untuk menceritrakannya. Ceritranya begini prabu Siliwangi yang ada hubungannya dengan kerajaan Cirebon adalah bukan tipuan (bukan bohong) pertama-tamapendapat yang pasti, tetapi aku selalu berusaha ingin mengakhirinya dengan kara yang dapat di pertanggung jawab dengan ceritra yang lebih luas yang akhirnya lama kelamaan karya ini berhasil dan sempurna.Tulisan-tulisan yang sudah di ceritakan dari orang-orang sunda di jadikan satu dengan ceritra-ceritra dari cirebon.Beginilah pertamanya di katan: adalah raja besar yang berkuasa (menguasai) pakuan pajajaran di bumi jawa barat di sebut dengan nama gelar prabu anggalrang berasal dari galuh wangsanya.Tatkala itu keratonya di sebut surawisesa namanya, di parahyangan sebelah timur daerah wilayahnya.Ketika msih kanak-kanak prabu siliwangi bernama raden pamanah resa, mana rarasa namanya yang lain, ia dipelihara dan di jadikan anak oleh uwaknya, ialah juru labuhan (sah Bandar), ialah kyaigheng sindangkasih namanya.
(45) Kyaigheng menguasai pelabuhan muarajati namanya tidak jauh dari bukit amparan jati .Akhirnya sang pamanah rasa beristeri dengan nyi ambet kasih.Di ceritakan, raden pamanah rasa ketika menjelang dewasa, ia mengikuti payembara perang di singapura ialah kyaigeng tapa namanya dan menjadi mangkubumi di bawah kekuasaan kerajaan galuh, kebetulan singapura di bawah kekuasaan kerajaan galuh, kebetulan singapura di bawah pengaruh pakuan pajajaran.Akhirnya raden manah rarasa unggul dalam sayembara perangnya, oleh karenanya ia di tingkahkan dengan nyi subang larang namanya.Pada waktu anak-anak nyi subang larang bernama nyi larang tapa namannya yang lain, ia adalah seorang gadis cantik
(46) seperti sang candra bersinar pada tanggal 14-nya, sesudah kyaigheng sindangkasih wafat, raden pamanah rasa di angkat menjadi ratu di sindangkasih, yaitu setelah mengalahkan semua calon-calon jodoh isterinya, salah satu di antaranya ratu Japura, kyaigheng amuk marugul namanya.Negara Japura terletak di sebelah timur bukit ampran jati.Sesudah itu raden pamanah rasa di nobatkan menjadi raja (naradwipa) di pakuan pajajaran oleh uwaknya, tatkala itu ia bertahta dengan gelar prabu dewata wisesa dan bersemayam di keraton pakuan sang bima namanya.
(47) Sesudah itu isterinya nyi larang tapa ialah nyi subang larang di bawa ke keraton itu.Sesungguhnya nama siliwangi tidak tertulis di dalam empat buah naskah yang telah di sebutkan di atas oleh orang-orang sunda dan orang-orang cirebon, dan semua orang di jawa barat menyebut prabu siliwangi raja pajajaran.Jadi jelas bukan nama dirinya raja pajajaran.Menurut yang di tulis dalam naskah nagara nusantara dan naskah pararatuan parahyangan wamsatilaka parwa dan naskah raja-raja jawadwipa parwa dan naskah susuhunan jati wamsatilaka parwa.Raja pajajaran yang di anugrahi nama prabu guru dewataprana dan di anugerahi nama sri baduga maharaja, ratu aji di pakuan pajajaran,
(48) Sri sang ratu dewata adalah anak rahyang dewa niskala.Rahyang dewa niskala anak rahyang niskala wastu kencana.Rahyang niskala wastu kancana anak prabu maharaja lingga buwana wisesa anak sang prabu ragamulya.Sang prabu ragamulya anak sang prabu ajiguna, sang lingga wisesa namanya yang lain, “mokteng kidding dengan isteri puteri sang prabu lingga dewata, mokteng kikis.Sang prabu lingga wisesa anak sang prabu citra ganda, mokteng tanjung.Sampai di sini dulu, selanjutnya menurut berita orang-orang sunda, di ceritakan permulaan prabu siliwangi putera sang prabu anggalarang, sang prabu anggalarang putera sang prabu mundingkawati,
(49) Sang prabu mundingkawati putera sang prabu banyakwangi, sang prabu banyakwangi putera sang prabu banyak-larang, sang prabu banyaklarang putera sang prabu susuktunggal, sang prabu susuktunggal anak sang prabu wastu kancana.Sang prabu wastu kancana anak sang prabu linggawesi, sang prabu linggawesi anak sang prabu linggahyangan, sang prabu linggahyang anak ratu purbasari, ratu purbasari sang prabu ciyung wanara, sang prabu ciyung wanara anak sang maharaja galuh pakuan, ialah maharaja adimulya namanya yang lain.Sampai di sini dulu.Benar-benar dua cerita tadi dari orang-orang sunda dan cirebon dan dari tulisan naskah empat buku.Ada pertentangan, satu memberi petunjuk yang menyamakan itikad, sebaiknya dari semua naskah di jadikan
(50) Satu, kemudian di ambili (di pilih) yang benar dan isi kandungan pokoknya yang benar, sempurna dalam menjelaskan mengena dengan tujuan.
Ini permulaan cerita asal mula Cirebon, sesudah Kyai Geng Tapamenggantikan kedudukannya menjadi Juru Labuhan (Sahbandar) pelabuhan dengan sesebutan nama Kyiageng Jumajan Jati menguasai di wilayahnya sepanjang pantai laut Cirebon disebut Caruban Larang (Cirebon Pantai) ialah Cirebon Pesisir. Adapun Cirebon yang terletak di kaki gunung Ciremai disebut “Caruban Girang” ialah Kyaigeng Kasmaya putera Mangkubumi Suradipati yang mewakili kakaknya ialah Prabu Maharaja Lingga Buwana Wisesa yang gugur di Bubat Majapahit.
(51) Sedangkan Prabu Maharaja Lingga Buwana Wisesa berputera Rahyang Niskala Wastu Kancana selanjutnya Rahyang Niskala Wastu Kancana beranak,pertama Rahyang Dewa Niskala, kedua Ratu Singapura ialah Kyaigeng Surawijaya Sakti namanya, ketiga Kyaigeng Sindangkasih namanya, keempat Kyaigeng Tapa. Rahyang Dewa Niskala berputera Sri Baduga Maharaja Pajajaran yang menurut orang-orang Sunda disebut Prabu Siliwangi ialah Raden Pamanah rasa namanya yang lain. Sedangkan Kyaigeng Tapa ialah adik Rahyang Dewa Niskala berputera wanita Nyi Subang Larang. Adapun isteri Kyaigeng Tapa ialah Nyi Retna Keranjang puteri Kyaigeng Tapa ialah Nyi Retna Keranjang Puteri Kyaigeng Kasmaya ratu di
(52) Cirebon, Girang Mandala, desa yang diantara daerah Wanagiri namanya. Sesudah adik Prabu Dewa Niskala ialah Kyaigeng Surawijaya Sakti dahulu menjadi Ratu Singapura, yang sudah lama meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan, bukankah tidak dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan adik sang juru labuhan (sahbandar) Kyaigeng Tapa, bermukim di Desa Lemahwungkuk ialah Nyi Mas Rara Ruda namanya, yang wajahnya tampak pucat (putih). Selanjutnya Nyi Mas Rara Ruda menikah dengan Tan Pwa Wang. Orang-orang Jawa menyebutnya Dampu Awang dari negeri Campa. Dulunya Ki Dampu Awang seorang kaya raya, bukankah ia juragan/sudagar semua perahu. Di dalam perkawinannya Nyi Mas Rara Ruda dengan Ki Dampu Awang beranak wanita Nyi Mas Acih putih namanya
(53) ia adalah gadis yang elok rupawan, menikah dengan Prabu Siliwangi Ratu Pakuan Pajajaran. Didalam perkawinannya mereka beranak wanita Nyi Mas Rara Badaya namanya yang nantinya setelah menjadi gadis dibawa ke negeri Campa oleh kakeknya Ki Dampu. Disana Nyi Rara Badaya berguru agama islam kepada ulama besar islam Maulana Ibrahim Akbar namanya. Dulu Ki Dampu Awang di Pulopinang sudah menikah dengan wanita disana. Adapun Sang Pendita islam itu adalah ayah Ali rakhmatullah. Sedangkan Ali Musada yang kebetulan beranak Maulana Ishak yang menikah dengan wanita puteri raja di Blambangan ialah puteri sang raja Maulana, lalu
(54) Berputera Raden Paku yang disebut namanya Susuhunan Giri. Sedangkan Ali Rakhmatullah itu ke Jawa disebut Susuhunan Ampel Denta ialah sang pimpinan ulama terhormat para aulya pulau Jawa. Susuhunan Ampel Denta kemudian beranak MK Makdum Ibrahim yang disebut Susuhunan Bonang dan adiknya bernama Maseh Munat disebut Susuhunan Drajat ialah anak Susuhunan Ampel Denta yang dari Negara Campa, kita hentikan dulu riwayatnya, diganti dengan riwaya yang lain. Yang dulu bahwa perkawinan Sang Prabu Siliwangi dengan Nyi Subanglarang itu dianugerahi anak 3 orang, 2 laki-laki dan 1 wanita satu persatunya adalah Raden Walangsungsang adiknya Nyi Lara Santang dan Raja Sengara yang bungsu.
(55) Sesudah itu anak-anaknya meningkat dewasa, Nyi Lara Santang telah menjadi gadis yang kecantikannya seperti ibunya. Sudah dewasa ibundanya tidak lama wafat dikeraton Pakuan Pajajaran. Dengan kematian ibunya ini mereka (anak-anaknya) selalu dihina disakiti hatinya dan dimusuhi oleh saudara-saudaranya dari lain ibu, Sedangkan ayahandanya kurang memperhatikan anak-anaknya. Oleh karenanya para anaknya dengan hati duka nestapa, setahun kemudian yaitu tatkala malam hari keluarlah dari keraton Pakuan ke Timur tujuannya masuk hutan-hutan diwilaya Parahyangan. Tidak diceritakan keadaan di perjalanan tibalah sang putera raja ini di rumah kediaman Ki Gedheng Danuwarsih yang menjadi Pendita agama Budha.
(56) Anak Sang Pendita Budha itu bernama Nyi Indang Geulis mencintai kepada sang pemuda itu, bukankah Nyi Indang Geulis itu wajahnya elok sekali. Sedangkan Sang putra Raja tertarik hatinya kepadanya, oleh ayahandanya dikawinkan. Tidak lama kemudian Nyi Lara Santang mengikuti perjalanan kakaknya, disini (dirumah kediaman Danuwarsih) bertemu. Adapun pendita termashur ini adalah anak Ki Gedheng Danusetra ialah Sang pendita besar di Gunung Diyeng yang sudah lama meninggal dunia di Keraton Galuh Pakuan. Sedangkan adik Danuwarsih berdiam di Cirebon Girang ialah Ki Danusela namanya yang menikah dengan Nyi Arumsari anak Ki Gedheng disana.Beginilah diceritakan selanjutnya. Sang Putra raja dengan isterinya dan adiknya pergi menuju Bukit Amparan Jati, disini mereka berguru agama Islam kepada Syekh Datuk Khahfi yang disebut juga Syekh Nurul Jati Ulama Besar Islam yang dahulu datang dari bagdad dulu bermukim di Malaka (Sang Hyang Ujung). Sedangkan adiknya yang bernama Syekh Bayanullah ada di Malaka yang kelak Syekh Bayanullah datang di Bukit Amparan Jati dinamai Syekh Datuk Mahuyun. Tatkala usia muda Syekh Datuk Khahfi bermukim di kota Baghdadllu ia menikah dengan Syarifah Halimah ialah adik dari ayahandanya Sultan Sulaiman Al Bagdadi digantikan yang diceritakan. Pada waktu itu dikaki bukit Sembung dan Bukit Amparan Jati sudah lama berdiri Dukuh (desa) Pasambangan namanya.Tiap hari warga masyarakat yang jual beli pada berdatangan disini. Sedangkan tempat berlabuhnya perahu (pelabuhan) Muara Jati menjadi
(58) ramai, bukankah dari mana-mana perahu selalu berlabuh disini, diantaranya ialah dari negeri Cina, Arab, Parsi, India, Malaka, Tumasik (Singapura sekarang), Paseh, Jawa Timur, Madura, dan Palembang oleh karenanya dukuh Pasambangan menjadi ramai dan warga masyarakat keadaan makmur dan sejahtera. Diceritakan Mercu suar puncak bukit Amparan Jati jika malam hari dari kejauhan menyala kelihatan seperti bintang gemerlapan.Dulunya mercu suar ini sebagai tandanya pantai pesisir Muara Jati.Yang mendirikan Panglima Angkatan Perang Cina Wai Ping namanya dengan Sang Laksamana Te Ho dan balatentaranya tidak terbilang banyaknya.Mereka di Pasambangan dalam perjalananya menuju Majapahit berhenti sementara di Muara Jati.
(59) Sesudah mereka berdiam di desa Pasambangan membangun mercu suar. Oleh sang Juru Labuhan (sahbandar) tidak lama diantaranya baru berjalan 7 hari 7 malam sesudah itu mercu suar di beli oleh Ki Juru Labuhan ialah menjadi Mangkubumi bernama Jumajan Jati. Ditukar dengan garam, terasi, beras tumbuk, “gerabadan” dan kayu jati.Berangkat ke Jawa Timur.Sesudah penuh muatan mereka didalam perahu. Adapun dahulu ketika pertama tama Ki Gedheng Tapa menjadi Juru Labuhan (sahbandar) banyak teman-teman dengan masyarakat yang jual beli desa-desa begitu pula dengan ulama besar islam dari Mekah, Bagdad dan Campa. Salah satu diantaranya Syekh Hasanudin anak Syekh Yusuf Sidik ulama besar yang termashur di Negara Campa.
(60) Sampai di pulau Jawa di sini mendirikan pesantren Quro di Karawang, begitu pula anaknya Ki Gedeng Tapa ialah Ratu Singapura, gadis ini yang namanya Nyi Subang Larang digurukan kepada Syekh ini di Karawang selama dua tahun. Datang di pondok Quro ialah dahulu ketika belum menjadi isteri sang prabu Siliwangi, Dulunya Syekh Datuk Khahfi atau disebut Syekh Idhofi yang juga disebut Syekh Nuruljati datang di dukuh Pasambangan bersama para pengiringnya sebanyak 12 orang, 10 orang laki-laki dan 2 orang wanita. Ia adalah duta Sultan Bagdag. Sedangkan guru Quro yang di Karawang itu adalah duta kerajaan Campa.Oleh Ki Mangkubumi Jumanjan Jati diperbolehkan di sini.Diberilah Syekh Datuk Khahfi ialah Syekh Nuruljati untuk bermukim di wilayahnya.
(61) Di ceritrakan sesudah tiga tahun lamanya berguru agama Islam kepada Ki Syekh Datuk Khahfi puteraraja dengan isteri dan adiknya, ialah Nyi Indang Geulis anak Ki Danuwarsih dan adiknya Nyi Lara Santang sudah cukup agamanya. Sang guru memerintahkan untuk membangun pedukuhan di Kebon Pesisir. Yang ada di sebelah selatan bikit Amparan Jati, letaknya di pinggir pantai.Di sini Raden Walangsungsang yang sudah memperolehnama Ki Somadullah dari gurunya membuku hutan.Di sinilah membangun surau dan rumah untuk sementara.Digantikan yang diceritrakan. Adapun Ki Danusela namanya yang sudah bernama Ki Gedheng Alang ialah adik Ki Dauwarsih yang menjadi wiku agama “sangnyang” (Hindu-Budha) bermukim di daerah Parahyangan timur.
(62) Danusela sudah lama di Kebon Pesisir lemahwungkuk disebutnya kemudian ialah tegal ilalang. Tatkala itu ia mendirikan tempat kediamannya disana. Ia bersama isterinya yang bernama Nyi Arum Sari dari Cirebon Girang di wilayah Wanagiri. Mereka pada malam hari mencari rebon (udang lembut dan ikan di sungai yang ada disebelah timur rumahnya, juga sepanjang pantai laut. Kemudian mereka membuat terasi,petis dan garam. Di dalam perkawinannya mereka (Ki Danusela dan Nyi Arumsasi) memperoleh anak wanita Nyi Retna Riris namanya yang kemudian disebut Nyi Kencana Larang.Sesudah itu putera raja dan isteri serta adiknya pindah ke rumah Ki Danusela bukankah Ki Danusela itu adalah kerabat dengan Nyi Indang Geulis. Disini putera raja
(63) turut mmembantu menyuburkan tanah maka pada akhirnya telah berdirilah dukuh tegal ilalang yang kemudian disebut Cirebon, sebab warga masyarakat dari pedesaan pasambangan banyak yang berdatangan disiniantara lain orang jual beli (pedagang), Petani, nelayan dan mereka menangkap ikan di sepanjang pantai. Semakin pedukuhan itu menjadi desa yang ramai.Disana penduduk memilih Ki Gedheng atau Kyaigeng Alang-alang menjadi kepala desanya.Dan Raden Walangsungsang dijadikan “pangraksa bhumi” (wakil kepala desa) dengan sesebutan Ki Cakrabumi namanya.Tidak antara lama lebih kurang tiga tahun putra raja bermukim disana, lalu pedukuhan ini (pedukuhan alang-alang ganti ucapannya oleh penduduk desa Cirebon namanyajuga disebut Cirebon larang ialah Cirebon Pesisir. Begitulah desa
(64) yang baru ini dihuni oleh penduduk dari berbagai suku/keturunan, bahasanya dan tulisannya adat tatacaranya, pekerjaannya dan berbeda satu sama lainnya. Adapun keadaan desa Cirebon tatkala dipimpin oleh Ki Kuwu Cirebon I. Selanjutnya di ceritakan sedang Ki Cakrabumi dengan adiknya pergi (menaiki) ke Bukit Amparan Jati. Syekh Datuk Kahfi memberi petunjuk kepada muridnya, beginilah pesan sang guru, anakku kalian berdua mantapkan engkau kepada syariat islam, pergilah kalian naik haji ke baitullah ialah di Mekah. Akan tetapi sebaiknya isterimu Nyi Endang Geulis tidak turut pergi, bukankah ia sedang bunting tua. Akhirnya menuruti kata-kata gurunya.Tidak diceritakan dalam perjalanan mereka (putera raja dan adiknya) sampailah
(65) ke Mekah. Disana mereka bermukim di rumah Syekh Bayanullah yaitu kerabat Syekh Nurul Jati yang bermukim di Bukit Amparan Jati. Sementara di kota Mekah Ki Cakrabumi berguru kepada ulama besar islam Syekh Abdul yajjid. Mereka (putera raja dan adiknya) bukankah berdua telah memperoleh sesebutan haji dari Syekh Yajjid.Dipadang pasir itu Nyi Lara Santang diperisteri oleh Maulana Sultan Mahmud yang disebut juga Syarief Abdullah anak Nurul Alim dari Hasyim wangsanya.Wangsa ini bermula dari Bani Ismail yang dahulu berkuasa di Ismailiyah ibukotanya yang menguasai Bani Israil yang ada di wilayah Palestina termasuk kekuasaannya. Dahulu dua wilayah ini semuanya tunduk di bawah kekuasaan Mesir, sesudah itu Nyi Lara Santang bernama
(66) Syarifah Mudaim. Sedangkan kakaknya dinamai Haji Abdullah Iman.Tatkala Syarifah Mudaim sedang mengandung Sembilan bulan pergilah ia ke Negara Mekah yang kedua kalinya bersama suaminya menganugerahkan (kepercayaan) kepada pengawal-pengawalnya antara lain ialah Penghulu Jamaludin Sang Patih Jamilulail dan para mantra Abdul Jafar, Mustafa, Kalil, Aluddin Ahmad dan Haji Abdullah Iman. Sedangkan Maha Patih Ungkha Jutra sebagai adik sang raja tidak turut, sebab iamewakili kakandanya sebagai pimpinan negaranya di sana dan sekaligus memimpin para menteri dan balatentaranya.Tatkala itu di Kota Mekah diceritakan Syarifah Mudaim melahirkan seorang bayi laki-laki yang pertama. Oleh Ayahandanya bayi itu di beri nama Syarif Hidayat, beberapa lamanya baru empat puluh hari
(67) sang raja dan isterinya dan dengan Sang Raja Putera uang baru dilahirkan itu beserta para pengiringnya kemudian kembali ke Negara Mesir. Setelah tiga bulan lamanya di Mesir kemudian Ibdullah Iman pulang Ke Pulau Jawa, ia singgah ke Negara Campa lalu berguru kepada Maulana Ibrahim Akbar belajar Syariat islam disana.Sang haji ditikahkan dengan Nyi Rasjati anak Ki Syekh Maulana Jatiswara atau disebut Ibrahim Akbar pandita islam (ulama besar) yang termasur di Campa. Yang beristeri dengan puteri raja kerjaan Campa.Di dalam perkawinannya Ki Haji dan Nyi Ratna berputeralah sebanyak tujuh orang, ialah yang diantaranya disebut di Jawa Nyi Lara Konda, Nyi Lara Sejati, Nyi Jatimerta, Nyi Jamaras, Nyi Mertasinga, Nyi Campa, Nyi Rasamalasih. Sesudah Syarif Hidayat lahir lebih kurang dua tahun.
(68) Lalu Syarifah Mudaim melahirkanbayi yang kedua yang diberi nama Syarif Nurullah. Tidak lama sesudah itu ayahandanya ialah Syarif Abdullah wafat.Sementara itu kesultanannya dikuasakan kepada adiknya ialah San Maha Patih Ungkha Jutra dengan gelar Raja Ungkhah.Ganti yang diceritakan.
Haji Abdulah Iman di Cirebon mengajarkan agama islam kepada penduduk dan warga masyarakatnya yang kelak semakin lama semakin banyak para penganutnya. Kemudian di Cirebon dibangun Masjid Jami” Yang diberi nama” Jalarahan” dan rumah besar (rumah Gadang). Sang Raksabumi ini dengan isteri dan anaknya Nyi Pakungwati bersahabat dengan dua orang dari Arabia bermukim di keratonnya. Sesudah itu Sang Haji menikah dengan Nyi Retna Riris anak Ki Kuwu Cirebon I lalu diganti namanya menjadi
(69) Nyi Kancana Larang. Didalam perkawinannya itu mereka berputera laki-lai yang diberi nama Pangeran Carban(Cirebon) yang kelak bermukim di Cirebon Girang ialah di rumah kediaman kakeknya, Lalu Sang Pangeran diangkat menjadi Kuwu Cirebon Girang. Setelah menjadi Kuwu lalu menikah dengan Nyi Cupluk puteri Ki Gedheng Trusmi. Didalam perkawinannya lalu berputera laki-laki
(70) Tidak beberapa lama kakeknya yang dahulu menjadi Ratu Singapura meninggal dunia. Pangeran Cakrabuwana tidak meneruskan kedudukannya,akan tetapi walau demikian Pangeran Cakrabuwana mendapatkan warisan, kemudian mebangun keraton Pakungwati. Dengan demikian sejak itu pula membentuk pasukan balatentara perang. Sang Prabu Siliwangi di Pakuan Pajajaran menyambutnya dengan gembira, Bahkab Sang Prabu memberikan tanda kehormatan kepada kerajaan anaknya itu, kemudian diberikan gelar nama Sri Mangana. Pemberian restu dan hormat dari Sang Prabu untuk memberikan kekuasaan putranya ini dibawakan oleh Tumenggung Jagabaya yang menjadi duta utusan sang Raja. Bahkan adiknya ialah Raden Raja Sengara turut dengan sang duta utusan itu. Disini adiknya ini memeluk agama islam, lalu pergi ke haji Mekah, sesudah itu dinamai Haji Mansur dan menikah dengan Nyi Khalimah dari Campa.
(71) yang setelah di Jawa bersama isteri kakaknya Pangeran Cakrabuwana nanti disebut Nyi Gedheng Kalisapu. Digantikan riwayatnya yang lain. Sesudah Syarif Hidayat berusia muda lebih kurang umurnya 20 tahun sudah memiliki cita-cita dan ingin menjadi penyiar agama islam oleh karena itu ia pergi ke Mekah, disini ia berguru kepada Syekh Tajmuddin Al Kubri selama dua tahun juga. Sesudah itu Syarif Hidayat pergi ke kota Bagdad. Disini ia berguru Tasawuf islam dan bermukim di rumah kediaman kerabat ayahandanya. Sesudah itu cukuplah keahliannya lalu pulang ke negaranya (di Mesir). Sang Mahapatih Ungkha Jutra ialah paman Syarif Hidayat yang
(72) Yang memerintah kesultanan ayahandanya menganugerahi nama Nurdin. Imam ulama besar di negaranya memberinya nama Ibrahim. Berkatalah sang paman Syarif Hidayat demikian ucapnya anakku angkat engkau menduduki singgasana kerjaan ini, sebab tidak ada orang yang pantas kecuali engkaulah satu-satunya. Menjawablah Syarif Hidayat perlahan, Paduka Pamanda terlebih dahulu ananda minta maaf, sebaiknya adikku yang menduduki tahta kerajaan ini.Ia pantas menjadi raja disampin ananda sangatlah mencintai agama yang telah mengetuk hatiku dan ananda ingin menjadi penyiar agama islam di pulau Jawa. Demi Syarif Hidayat kehendaknya demikian, maka adiknyalah dinobatkan menjadi raja dengan gelar
(73) Sultan Syarif Nurullah. Sesudah itu Syarif Hidayat yang telah memperoleh nama Sayyid Al Kamil dari gurunya di Mekah dahulu, maka ia berangkat ke Pulau Jawa. Beginilah tidak diceritakan di dalam perjalanannya,ia singgah di Gujarat. Tidak lama kemudian dia singgah di Paseh. Disitu ia bermukim di rumah kediaman kerabatnya ialah Sayyid Ishak yang menjadi ulama besar islam yang pernah menjadi guru di blambangan ialah di Pulau Jawa. Sesudah itu Ki Syarif Hidayat berguru agama selama dua tahun, kemudian ia ke pulau Jawa. Singgah di Banten. Disini masyarakat sudah banyak yang memeluk agama islam, bukankah hasil karya Sayyid Rakhmat, Ali Rakhmatullah namanya yang lain. Ia adalah waliyullah di Ampel Gadhing ialah disebut
(74) Susuhunan Ampel adalah kerabatnya, oleh sebab itu Sayyid Kamil pergi ke Ampel dengan perahu orang Jawa Timur. Sementara para waliyullah Pulau Jawa semuanya ada disitu, masing-masing membagi bagi tugasnya untuk mengajarkan agama islam kepada masyarakat yang menganut agama hindu-buddha.Sementara itu sayyid kamil memperoleh tugasnya di bukit sembung di sana bersama uwaknya ialah haji Abdullah iman.Dalam perjalanannya sebanyak masyarakat sudah memeluk agama islam, bukankah sudah di islamkan semua di bukit sembung.Ki syarif di sebut maulana jati atau syekh jati, lalu membangun pesantren.Tidak lama kemudian telah banyak masyarakat yang berguru kepada
(75) Syarif.Tatkala ia mengajarkan agama islam di babadan yang pada akhirnya ki gedheng menganut agama islam.Ki syarif beserta isterinya bermukim di desa babadan, sebab ki syarif hidayat beristeri dengan anak ki gedheng babadan.Beberapa tahun antarannya nyi babadan wafat tidak memperoleh keturunan, bukankah tidak di anugerahi oleh tuhan yang maha esa, yang menguasai alam semesta jagat raya.Isteri kedua ialah nyi lara bagdad, yang di sebut syarifah bagdad adik maulana abdurakhman bagdadi yang di sebut kemudian pangeran panjunan.Kemudian ki syarif hidayat beserta isteri bermukim di pasambangan desa.Di dalam perkawinannya mereka di anugerahi dua orang laki-laki, pertama di beri nama pangeran jayakelana dan adiknya ialah pangeran bratakelana.Namanya, di berikan sesebutan
(76) Pangeran gung anom, yang kelak pangeran ini menikah dengan ratu nyawa anak raden patah yang yang di jadikan raja demak I, ialah kerajaan demak para prajurit hintoro.Sejak itulah gelagahwangi daerah wilayahnya.Sesudah di buka hutanya menjadi kota yang ramai.Adapun raden patah itu adalah anak sang prabu brawijaya kretabhumi yang dahulu menikah dengan puteri cina.Akhirnya sang puteri cina itu di peritahkan untuk pergi ke Palembang kepada arya damar ialah arya dillah namanya yang lain, ketika mengandung tua ia menangis sedih dalem hatinya.Kemudian lahirlah raden patah, oleh ibundanya di namai jim bun dan di pelihara oleh arya damar yang menjadi bopati majapahit di Palembang.Sesudah menjadi seorang pemuda raden patah
(77) pergi ke pulau jawa bersama raden kusen anak arya damar ialah arya dillah namanya yang lain.Raden kusen di dudukan oleh sang prabu brawijaya di jadikan bopati teterung.Sedangkan raden patah di nobatkan menjadi sultan bintoro dengan bergelar sultan alam akbar al patah, amiril mukminin di jawa timur, bukankah kebetulan jawa barat tunduk di bawah kekuasaan susuhunan jati ialah cucu raja pajajaran yang berkuasa di pakuan pajajaran bumi jawa barat.Adapun yang memberikan nama raden patah itu ialah para waliyullah pulau jawa yang Sembilan jumlahnya yang di pimpin oleh susuhunan ampel denta.Sesudah itu majapahit sirna dari bumi, kemudian berdiri masjid besar demak yang di bangun oleh para wali Sembilan ialah
(78) ialah para waliyullah yang Sembilan.Ganti yang di ceritakan.Sayyid kamil pergi ke banten dengan para pengikutnya mengajarkan agama islam di sana.Ketika itu menikah dengan nyi kawunganten adik bopati banten di dalam perkawinannya mereka beranak wanita dan laki-laki, yang wanita di beri nama ratu winaon yang nantinya menikah dengan pangeran atas angin.Atau pangeran raja laut.Yang laki-laki di beri nama pangeran sebakingkin, bergelar pangeran hasanuddin menjadi sultan banten I bersemayam surasowan kedaton beserta isterinya nyi pakung banten.Sang bopati ini dengan balatentara memeluk agama islam berguru kepada syarif hidayat.Beberapa lamanya di angkat menjadi ratu cirebon oleh uwaknya pangeran cakrabuwana di jadikan tumenggung.Cirebon
(79) dengan gelar susuhunan jati.Sementara itu para wali sanga menyambutnya terhadap penobatannya itu.Akan tetapi semua para pembesar kerajaan di wilayah kawasan Jawa Barat (Sunda Pesisir). Sedangkan para Wali Sanga itu menganugerahkan kekuasaan kepada Ssusuhunan Jati dijadikan “Panetep Panatagama Islam”seluruh bumi Sunda yang bersemayam di Cirebon sebagai menggantikan Syekh Nurul Jati yang sudah wafat. Susuhunan Jati bersemayam di di Keraton Pakungwati sebagai pusat pemerintahannya.Akan tetapi walau demikian Kerajaan Cirebon di bawah pengaruh Pakuan Pajajaran, bukankah setiap tahun mempersembahkan upeti terasi dan garam. Tidak lama kemudian Susuhunan Jati sudah lama tidak
((80) tidak mempersembahkan upeti kepada Sang Prabu Pajajaran, sebab sudah berunding dan disetujui oleh Ki Kuwu Cirebon, Pangeran Carbon, Dipati Keling dan seluruh Ki Gedheng, pemuka Kerajaan wilayah. Sunan Jati berhadapan hati dan berani tanggung jawab di belakang harinya, oleh karena itu Tumenggung Jayabaya (Jagabaya) dengan 60 balapasukan diperintahkan oleh Prabu Siliwangi ialah Ratu Pajajaran menegok ke Cirebon. Akan tetapi juga begitu sang tumenggung sebala pasukan malah memeluk agama islam, tidak berani memerangi kepada Sunan Jati, sebab disana ada uwak Sunan Jati ialah Pangeran Cakrabuwana yang besar wibawanya. Sedangkan sang Tumenggung Jagabaya sepasukannya mendadak menjadi pengikut Susuhunan Jati. Sesudah itu Susuhunan Jati menikah dengan
(81) Nyi Tepak sari anak Ki Gedheng Tepasari dari Majapahit. Di dalam perkawinannya mereka melahirkan dua orang anak wanita dan laki-laki yang wanita Nyi Ratu Ayu namanya yang laki-laki Pangeran Muhamad Arifin yang diberi nama Pangeran Paserean kemudian. Kebetulan Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sabrang Lor lalu menggantikan kedudukan ayahandanya ialah Raden Patah dijadikan Sultan Demak II. Didalam perkawinannya tidak meninggalkan keturunan, bukankah sang pangeran itu wafat. Tatkala sudah meningkat sebagai pemuda sedangkan bertahta di kerajaannya selama tiga tahun.Dahulunya Sri Ratu Ayu puteri Sunan Jati memperoleh warisan gamelan sekaten dan warisan dibawanya.Dikerajaan Pakungwati Cirebon kemudian Janda Ratu Ayu kemudian menikah dengan Pangeran Paseh.
(82) Fadhilah Khan namanya yang lain yang rambutnya memutih. Dalam perkawinannya Ratu Ayu dengan Pangeran Paseh berputeralh wanita dan laki-laki, yang wanita Ratu Wanawati Raras namanya, yang laki-laki Pangeran Sedang Garuda namanya. Sedangkan Pangeran Pasarean menikah dengan Nyi Ratu Nyawa janda kakaknya ialah Pangeran Geng Anom yang disebut Pangeran Sedang Lautan.Adapun Pangeran Paseh juga menikah dengan Nyi Ratu Pembayun namanya yang lain. Menjadi isteri kedua ialah isteri isteri ini adalah anak Sultan Demak Raden Patah.Isteri ini adalah janda Pangeran Jayakelana ialah kakandanya Pangeran sedang lautan Putera Sunan Jati Cirebon. Di dalam perkawinannya Pangeran Pasarean dengan Ratu nyawa berputera enam orang banyaknya ialah masing-masing
(83) ialah pertama Pangeran kasatrian yang beristeri wanita dari Tuban. Pangeran ini bermukim disana bersama isterinya.Kedua Pangeran Losari yang menjadi Panembahan disana disebut Panembahan Losari.Ketiga Pangeran Suwarga yang nantinya menjadi Adipati Cirebon dengan gelar Pangeran Adipati Pakung Ja atau Pangeran Sedang Kemuning, yang menikah dengan Ratu Ayu isteri Pangeran Paseh Fadhilah.Jadi satu kakek.Keempat Pangeran Pasarean ialah Nyi Ratu Mas yang suaminya di Banten seorang Ratu Bagus disana.Kelima Pangeran yang menjadi Sentana di Panjunan. Keenam Waruju disebut namanya itu degantikan dengan riwayat yang lain.
(84) Tatkala Susuhaunan Jati sedang mengadakan sidang di hadapan para pembesar wilayah para wali dan para Senapati Cirebon di tengah bangsal Pakungwati tidak diceritakan dalam perjalanan tibalah orang-orang dari Demak, Tuban, Surabaya, Juwana, Japara, Gresik, Telegil dan Pekalongan juga banyak lagi dari desa-desa wilayah Jawa Barat mereka berkeinginan berguru kepada . Hentikan dulu riwayatnya dan diganti dengan riwayat yang lain. Diceritakan Sunan Jati beristeri dengan puteri Pangeran Cakrabuwana ialah Nyi Ratu Pakungwati, juga Susuhunan Jati menikah dengan Puteri Cina Ong Tin Nio ialah Lie Anyon Tien namanya yang lain.
(85) Dalam perkawinannya berputera laki-laki yang meninggal dunia tatkala masih bayi di Luragung Dukuh. Sang Ayu menangis sedih sebab Sang Ayu mengangkat anak Raden Kemuning anak Ki Ageng Luragung yang baru lahir. Sedangkan Sang Ayu memberikan bokor kuningan kepada Ki Ageng, bokor itu adalah bawaan dari Cina. Adapun apa yang ditulis dalam bokor ituadalah sang naga dalam sikap sedang galak dengan tulisan nama Hong Gie Maharaja sedang menaiki kuda.Dari wangsa (dinasti Ming).Setibanya Sang Puteri Cina di Jawa dengan naik perahu Bantaleo namanya. Dengan empat puluh jumlah para pengiringnya yang nantinya separoh memeluk agama islam yang separuh lagi agama budha. Sang Ayu diiring oleh Senapati Li Gwan Cang dan nahkoda perahu Li Gwan Hien namanya yang meninggal di Gunung Kumbang.
(86) ia berasal dari Takce (pendidikan guru) Sang Nahkoda itu asalnya dari Campa, kemudian para bala Cinayang telah memeluk agama islam mereka dikuburkan di Bukit Ampran Jati berjejer kesemuanya Perahu Bantaleo itu berlabuh di Pelabuhan Muara Jati. Lalu ke negeri Cina berhenti di Palembang.Raja Cina melamun mengingat kepada anaknya. Sebab sang Puteri tidak pulang karena telah menikah dengan Syarif Hidayat di Dukuh Pesambangan. Sang Ayu kegemarannya ialah petis oleh karenanya ia disebut Ratu Petis. Pernikahan Sunan Jati dengan Putri Cina hanya selama empat tahun. Kita hentikan riwayatnya dahulu sebentar, kemudian kita gantikan dengan riwayat yang lain. Lagi seperti yang sudah diceritakan bahwa Puteri Ratu Ayu Sakluh menikah dengan
(87) Mas Rangsang yang bergelar nama Sultan Agung Mataram. Di dalam perkawinannya berputera Sultan Tegalwangi.Ialah Amangkurat I. Sunan Tegalwangi berputera Amangkurat II yang menggantikan kedudukan ayahandanya. Yang wanita anak Sultan tegalwangimenikah dengan Pangeran Putra ialah bergelar nama Panembahan Girilaya ialah anak perempuan Sedang Gayam. Dari Puteri Mataram Panembahan Girilaya berputera tiga orang laki-laki ialah Pangeran Mertawijaya atau Pangeran Syamsudin ialah Sultan Kasepuhan I.Adiknya Pangeran Kartawijaya atau Pangeran Badridin menjadi Sultan Kanoman I. Adiknya yang bungsu Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cirebon I bukankah Ratu Ayu Sakluh adalah kakak isteri (lanceuk : sunda ) Panembahan Ratu Cirebon.
(88) Dengan demikian Raja Cirebon dan Raja Mataram itu famili tetapi Raja Mataram Sunan Tegalwangi selalu kehendaknya menguasai Cirebon. Dulunya juga ialah Cirebon dan Banten Famili. Sedang menuju Bukit Sembung dengan para pengiringnya para pembesar Kerajaaan Cirebon dalam perjalanan itu dihadang oleh Ki Datuk Fardhun ialah Syekh Lemahabang, Dulunya Ki Fardhun ingin membalas kematian gurunya kepada Sunan Jati yang dulu. Oleh sebab itu ditengah jalan sang putera raja berperang duel dengan Ki Datuk Fardhun yang terkenal sakti mandraguna. Menurut cerita ramailah di medan laga. Ki Datuk Fardhun tidak mampu melawan musuh, matilah ia, bangkainya dikuburkan disitu.
(89) Sang Panembahan selamat, Pakuan Pajajaran itu sirna dimuka bumi oleh balatentara Banten dan Cirebon ialah Maulana Yusuf Sultan Banten, sedangkan Cirebon ialah Panembahan Ratu putera Pangeran Suwarga. Adapun isteri Panembahan Ratu yang ke dua ialah Nyi Ratu Harisbaya namanya, isteri ini yang amat elok rupawan benar-benar kecantikannya seperti bidadari, tetapi walaupun demikian Sang Ayu mencintai Pangeran Geusan Hulun yang berkuasa di Sumedang Larang. Hampir kejadian peperangan antara Cirebon dan Sumedang pada waktu itu.Ratu Harisbaya diceraikan oleh suaminya, Lalu menikah dengan Pangeran Geusan Hulun. Tidak lama kemudian Sang Pangeran menyerahkan
(90) wilayah Sindangkasih kepada Panembahan Ratu Cirebon ialah bahwa tidak terjadi pertentangan di dalam persahabatan dan tidak putus kekerabatannya serta persahabatan. Di dalam perkawinannya Ratu Harisbaya dengan Pangeran Geusan Hulun suami Sang Ayu berputera tiga laki-laki ialah TumenggungTegalkalong I, kedua Raden Arya Wiraraja namanya kemudian yang ketiga ialah Raden Rangganitinegara namanya. Adapun sejak berdirinya Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman ialah pada tahun 1699 Saka (1677/1678 Masehi). Empat tahun kemudian Cirebon bersahabat dengan Belanda kompeni, yang menulis surat
(91) persahabatnnya ialah Sultan Kasepuhan yang pertama Pangeran Syamsudin Martawijaya, Sultan Kanoman yang pertama Pangeran Badridin Kartawijaya, lalu mereka semua yang termasuk Jaksa Pitu (jaksa Tujuh) ialah para pembesar Kesultanan Cirebon antara lain ialah Panembahan Ageng Gusti Cirebon ialah Pangeran Wangsakerta namanya lalu mereka Jaksa Tujuh ialah Raksanagara, Purbanagara, Anggadiprana, Anggaraksa, Singanagara, Nayapati, Sang Panembahan itu kepala Sang Jaksa tujuh. Dari pihak Belanda Kompeni ialah Yakub Bule, Kapiten Misel, Di Bangsal Paseban Keraton Kasepuhan.Sesudah Panembahan Ratu wafat kemudian digantikan oleh cucunya ialah Raden Putra.
(92) atau Raden Resmi dengan gelar Panembahan namanya yang lain tatkala itu disebut Pangeran Panembahan Ratu II, Putera Pangeran Sedang Made Gayam yang sudah wafat terlebih dahulu, tatkala ayahandanya ialah Panembahan Ratu I belum wafat. Panembahan Adining Kusuma berkuasa Cirebon selama 12 tahun, kemudian wafat Pangeran Raden Putra disebut Pangeran Panembahan Girilaya, selama ia menjadi Panembahan berkuasa di Cirebon, Ia selalu ada di Mataram bersama dengan dua orang anaknya ialah Mertawijaya ialah Pangeran Syamsudin sedangkan Panembahan Girilaya yang ketiga bermukim di Keraton Cirebon mewakili ayahandanya. Sesudah itu Pangeran Panembahan Girilaya wafat, Pangeran Syamsudin Mertawijaya ditunjuk menjadi Panembahan Sepuh, lalu disebut Sulta Kasepuhan I dan Adiknya Pangeran Badridin Kertawijaya ditunjuk menjadi Panembahan Anom, lalu disebut Sultan Kanoman Idan adiknya ialah Pangeran Wangsakerta ditunjuk menjadi Sultan III dengan gelar Panembahan CVirebon. Tatkala itu tiga Negara pada ingin menguasai Cirebon ialah Banten, Mataram, dan Belanda, Sedangkan Sulta Cirebon ingin merdeka. Tatkala itu
(94) Raja Mataram ialah Susuhunan Amangkurat I sedang bermusuhan dengan Trunojoyo putera Adipati Madura Pangeran Cakraningrat, balatentara Madura yang dipimpin oleh Trunojoyo menjadi satu dengan balatentara Makasar yang dipimpin oleh Kraheng Galesung dan Monte Moreno. Setiap perang beberapa wilayah Mataram selalu kalah.Tidak berapa lama balatentara Madura dan Balatentara Makasar merebut Kartya Kota Besar Mataram.Susuhunan Amangkurat dan puteranya ialah Pangeran Dipati Anom dengan para pengikutnya melarikan diri ke Barat, lalu Sunan Mataram wafat di Tegalwangi. Sesudah itu Pangeran Dipati Anom ialah
(95) Putra raja menggantikan kedudukan ayahandanya menjadi Susuhunan Amangkurat II, Tatkala kota besar Mataram direbut oleh tentara Madura dan Makasar, Panembahan Sepuh Syamsudin Mertawijaya dan Panembahan Anom Badridin ada disana. Mereka ditangkap oleh Trunojoyo, lalu dibawa ke Kediri, juga batu blitar dengan beberapa orang pengiringnya.Di kuasai oleh trunojoyo di bawa ke Kediri.Di sana mereka pangeran dari cirebon dan ratu blitar di tahan oleh trunojoyo.Pangeran wangsakerta panembahan cirebon ialah aku, ingin menghindarkan kakak-kakakku dari kejahatan mereka, oleh karena itu aku dengan beberapa pembesar kerajaan cirebon menuju ke banten.Agar menghindarkan kakak-kakakku, bukankah sultan banten adalah familiku, lalu pribadiku dan balatentara banten
(96) Tujuanku menuju banten akan menjumpai sultan ageng tirtayasa banten, agar menyelatkan kakak-kakakku bukankah sultan banten adalah familiku.Lalu aku pribadi dengan balatentara banten ke jawa timur.Sesudah itu Kediri.Trunojoyo mendapat surat dari sultan banten, agar pangeran dari cirebon beserta para pengikutnya di selamatkan, sementara sultan banten memberikan tanda penghargaan dan alat-alat persenjataan (amunisi) perang kepada trunojoyo, sebab sultan banten bersahabat dengan trunojoyo dalam memusuhi mataram dan belanda.Sultan banten menyambut dengan sukacita kepada trunojoyo yang telah dapat merebut kotabesar mataram.Pangeran Madura memberikan petunjuk kepadaku pribadi dengan amat rendah hati dan beberapa macam hidangan makanan dan minuman yang lezat-lezat di hantarkan.Akhirnya panembahan sepuh, panembahan anom dengan para pengikutnya, juga ratu blitar
(97) di selatkan oleh trunojoyo.Ssudah itu aku pribadi membawa kakak-kakakku juga ratu blitar kembali menuju banten.Di sana sultan ageng tirtayasa banten menyambutnya dengan sukahati kedatangan aku pribadi dengan panembahan sepuh dan panembahan anom.Kemudian sultan banten menobatkan kami-kami semua ialah pangeran syamsudin mertawijaya di tunjuk menjadi sultan anom, ialah sultan kanoman, kemudian aku pangeran wang sakerta di tunjuk menjadi sultan III dengan mendapat gelar panembahan gusit cirebon mohammad nazaruddin namanya, atau panembahan toh. Pati.abdul kamil tang, sesudah itu kami pulang ke cirebon dan sultan banten meminta kepada kami memusuhi mataram dan belanda.Sejak
(98) itulah berdiri kesultanan kasepuhan dan kesultanan kanoman dan kepenembahan cirebon.Ini adalah jilid IV nagara kretabhumi, naskah kerajaan cirebon telah selesai di tulis pada tgl. 11 “paro peteng” kartika masa tahun 1617 saka (1695/1696 masehi).Di tulis olehku pangeran wangsakerta panembahan cirebon I dengan gelar panembahan toh. Pati, abdul amil Muhammad nazar uddin.Ini naskah nagara kretabhumi terakhir sebagai pelengkap naskah nagara kretabhumi jilid I,II,dan III semua itu di ambil atau menurut beberapa naskah sebagai buku-buku perpustakaan milik kerajaan cirebon antara lain masing-masingnya ialah yang di jadikan petunjuk kepadaku, ialah naskah
(99) Nagata nusantara parwa, naskah pararatuan parahyangan wamsatilaka (para ratu parahyangan dan keturunannya), naskah raja-raja jawadwipa (cirebon nagara besar), naskah pararaturan sundabhumi pajajaran sirnaning bhumi (para raja tanah sunda pakuan pajajaran habis di muka bumi), pasunda bubat (peristiwa matinya orang-orang sunda di bubat), raja ing malayu dramasraya (raja di nagara malayu darmasraya), rahyang sanjaya, pangeran geusan hulun ratwing sumedang larang (pangeran geusan hulun ratu di sumedang larang), sultan agung mataram, panembahan pakung Ja, fadhillah khan taruna paseh (fadhillah khan pemuda dari paseh), cerita prabu siliwangi ratu pajajaran “sultan hasanuddin, ratu singapura,pangeran cakrabuwana, syailendra wekaning swarnabhumi (wangsa syailendra sebagai anak bumi dari sumatera, sang kamastwing jawadwipa (sang terhormat di pulau jawa/para aulya pulau jawa), sang patah raja demak,
(100) Sri suhita maharani, surawisesa kedalwan (surawisesa keraton) galuhpakuan, prabu kasmaya ratwing carbon girang (prabu kasmaya ratu di cirebon girang), pasambangan desa (desa pasambangan) nay rara kidul ratwing mataram (nyi lara kidul rayu di mataram),, Negara kertajaya (Jakarta), tegal alang alang desha (desa tegal alang-alang), carita syekh magelung sakti (cerita syekh magelung yang sakti madraguna), diyah pitaloka mahaputri carbon larang, sundu kelapa jayakarta, cerita sang ratu Japura sakti adraguna, surasowan kadatwan, cinarding giri saptarengga (makam-makam di bukit sembung) cinanding giri nur ciptarengga (makam-makam di bukit amparan jati), panembahan girilaya, abdul malik khan, pangeran gung anom, syekh lemahabang, carita toya gamana dan giri gamana dipati awabga, kyaigheng bungko, susuhunan kalijaga, pawekas susuhunan jati (amanat sunan jati), sang raty dewata sri baduga maharaja, bratayuda ing giri gundul, acaryang agameslam susuhunan jati, maharaja galuh pakuan, cerita puteri cina dan kesultanan cirebon, sudah.
Cirebon, 24 oktober 1987
Tidak ada komentar
Posting Komentar