Latar Belakang Sejarah Nama Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan

Desa Cipancar dilihat dari aspek historis ternyata mempunyai berbagai kenyataan yang tersembunyi. Karena dari berbagai data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder menyebutkan bahwa daerah Cipancar menyimpan suatu tradisi yang mengakar kuat secara turun temurun. Hal ini ternyata tidak terjadi begitu saja, akan tetapi berasal dari nenek moyang terdahulu. Antara sejarah desa dengan munculnya mitos dan legenda, saling melengkapi. Dan ia memiliki banyak cerita, namun memiliki satu tujuan arti dan makna, yakni mereka sama-sama mengagungkan pada pendiri Desa tersebut.

Dalam satu versi yang bersumber dari kuncen makam Cipancar Ali Mahmud (57 tahun, alm) disebutkan, bahawa kata Cipancar berasal dari cerita rakyat bahwa datang seorang tokoh yang bernama Sunan Meuti atau Sunan Baeti atau Sunan Pancer atau Ratu Pancer Komara atau Dewi Komalasari, ke daerah Sumedang larang khususnya daerah Cipancar.



Proses adaptasi dan penerimaan masyarakat setempat berlangsung ketika diketahui Sunan Pancer memiliki kelebihan. Beliau diakui masyarakat bahwa ia bagaikan seorang dokter yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, baik itu penyakit lahir maupun batin. Dalam melakukan pengobatan, dan yang membuatkan ramuan obat untuk para penderita adalah kakaknya sendiri yaitu Sunan Pameret (Wiradi Kusuma).


Karena kharismatik yang dimiliki Sunan Pancer dan juga keahliannya dalam pengobatan pada masyarakat Cipancar, membuat masyarakat setempat secara perlahan mengenal agama Islam yang dibawa oleh Sunan Pancer dan sekaligus diterima dengan baik di Cipancar. Setelah kedatangan Sunan Pancer ke Cipancar, bayak sekali jasa-jasanya yang diberikan beliau untuk masyarakat, baik itu dalam hal pengobatan, perlindungan dari penjajah (yang tidak dapat masuk kedaerah Cipancar).


Dari jasa-jasanya itu maka masyarakat Cipancar sangat menghormati Sunan Pancer sehingga daerah Cipancar, diambil dari nama Sunan Pancer. Arti kata “Cipancar” juga mengandung maksud semulanya adalah Pancar Awi, namun secara lahiriah pancar berarti juga sinar atau cahaya. Jadi banyak persepsi dan cerita mengenai kata Cipancar tersebut.

Versi lain dari cerita rakyat yang dikatakan oleh Mahmud - alm (45 th) seorang keturunan karuhun Cipancar, kata Cipancar berasal dari nama Mbah Sunan Pancer yang pertama kali mengenalkan dan menyebar-luaskan bibit padi kepada seluruh masyarakat Sumedang. tempat membagi-bagikan bibit padi itu sekarang diberi nama “Baginda”, sekarang nama desa yang cukup dekat dengan batas desa Cipancar.

Sementara menuut buku jati Sampurna Sumedang,  Ci adalah Air, Pancar adalah Pusat atau Induk (Asal mula), jadi kata Cipancar berarti penyebaran dalam arti pusat - induk - asal muasal, karena Limbangan (Cipancar Girang) dan Sumedang (Cipancar Hilir) dalam satu pertalian adik kakak, yaitu :
1. Wijaya Kusuma ke Cipancar Limbangan 
2. Wiradi Kusuma (Sunan Pamret) dan Dewi Komalasari (Sunan Baeti) di Cipancar Sumedang.
Jadi Cipancar adalah nenek moyang kerajaan Sumedang asal dari Kerajaan Galuh Pakuan Banjar.

Kerajaan Medang Kamulyan di Sumedang 
1. Padukuhan Galunggung Kamulyan, dipimpin oleh Batara Sempak Waja - Jantaka, jadi makam Cipeuteuy desa Mekarasih Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut, Km. 74,3 dari Sumedang.

2. Padukuhan Cipancar Cirang (wilayah asal kerajaan Kendan) dipimpin oleh Wijaya Kusuma, jadi makam Cipancar 
- Pasir Astana
- Pasir Tanjung
- Kampung Hotib
Jalan Sunan Cipancar Kecamatan Balubur Limbangan Kabupaten Garut, Km 49,3 dari Sumedang.

3. Padukuhan Cipancar Hilir, dipimpin oleh Wiradi Kusuma dan Dewi Komalasari jadi makam Cipancar di jalan Pager Betis desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan, Km. 6 dari Sumedang.

Dua Cucu Dewi Komalasari (Sunan Baeti), yaitu :
1. Prabu Permanadi Kusuma, pendiri Karang Pakuan.
2. Prabu Tajimalela atau Brata Kusuma, pendiri Sumedang Larang,

Munculnya beberapa versi cerita yang mengatas-namakan asal mula desa Cipancar, mungkin lebih dari satu. Namun di desa Cipancar ini, mereka telah menyepakati tentang kesamaan untuk mempunyai suatu keunikan kepercayaan terhadap keberadaan karuhun mereka yang senantiasa terus mangawasi dan menaunginya.


Salam Santun

Sumber
- Penelitian Ajid Tohir, Fakultas Adab dan Humaniora - UIN Bandung.
- Penelitian Situs Budaya Makam Tembong Agung dan Sumedang Larang Di Sumedang.
- Buku Jati Sampurna Sumedang.

Baca Juga :

Tidak ada komentar