1. Proses Berdirinya Kerajaan Galuh
Di tanah Pasundan atau Parahyangan atau Jawa Barat pernah berdiri beberapa Kerajaan dan bahkan penelusuran rintisan masa silam "Sejarah Jawa Barat" awal mula di Nusantara berasal dari Jawa Barat yang dikenal Kerajaan "Salakanagara" (130 - 363 M). Selanjutnya kerajaan Tarumanagara (338 - 670 M), Kerajaan Sunda, Kerajaan Kendan, Medang Jati, Kerajaan Galuh dan lainnya.
a. Kerajaan Tarumanagara Memudar
Suryawarman Raja Tarumanagara VII (535-561 M) mempunyai dua putra dan satu putri yaitu Kertawarman, Sudawarman dan Tirta Kancana.
Kertawarwan mengantikan ayahnya memerintah tahun 561 - 628 M, karena tidak keturunan setelah wafat kerajaan Tarumanagara dilanjutkan oleh adiknya Sudawarman (628 - 639 M).
Kerajaan Tarumanagara mulai memudar setelah Sudarwarman wafat, putranya Dewamurti menggantiikan keduduukan ayahnya, tapi perangainya kasar dan tidak disukai rakyat, terutama Patihnya Senopati Brajagiri yang akhir Brajagiri membunuh Dewamurti (640 M).
Selanjutnya Brajagiri dibunuh oleh menantu Dewamurti (suami Mayasari) yaitu Sang Naga Jaya Raja Cupunagara (bawahan Tarumanagara) dan selanjutnya Naga Jaya dinobatkan jadi Raja Tarumanagara ke XI (640 - 666 M).
Di tanah Pasundan atau Parahyangan atau Jawa Barat pernah berdiri beberapa Kerajaan dan bahkan penelusuran rintisan masa silam "Sejarah Jawa Barat" awal mula di Nusantara berasal dari Jawa Barat yang dikenal Kerajaan "Salakanagara" (130 - 363 M). Selanjutnya kerajaan Tarumanagara (338 - 670 M), Kerajaan Sunda, Kerajaan Kendan, Medang Jati, Kerajaan Galuh dan lainnya.
a. Kerajaan Tarumanagara Memudar
Suryawarman Raja Tarumanagara VII (535-561 M) mempunyai dua putra dan satu putri yaitu Kertawarman, Sudawarman dan Tirta Kancana.
Kertawarwan mengantikan ayahnya memerintah tahun 561 - 628 M, karena tidak keturunan setelah wafat kerajaan Tarumanagara dilanjutkan oleh adiknya Sudawarman (628 - 639 M).
Kerajaan Tarumanagara mulai memudar setelah Sudarwarman wafat, putranya Dewamurti menggantiikan keduduukan ayahnya, tapi perangainya kasar dan tidak disukai rakyat, terutama Patihnya Senopati Brajagiri yang akhir Brajagiri membunuh Dewamurti (640 M).
Selanjutnya Brajagiri dibunuh oleh menantu Dewamurti (suami Mayasari) yaitu Sang Naga Jaya Raja Cupunagara (bawahan Tarumanagara) dan selanjutnya Naga Jaya dinobatkan jadi Raja Tarumanagara ke XI (640 - 666 M).
Setelah Naga Jaya wafat penggantinya putra sulungnya bernama Linggawarman dengan Ganggasari (putri Raja Indraprasta XI), memerintah hanya 3 tahun dari perkawinannya dengan Ganggasari (putri Raja Indraprasta XI), memperoleh dua putri :
1. Dewi Minasih, yang dipersunting oleh Sang Tarusbawa (dari kerajaan Sunda Sembawa).
2. Sobakancana : diperistri Sri Jayanasa (Raja Sriwijaya).
Dengan diboyongnya kedua putri raja tersebut nyaris kerajaan Tarumanagara berakhir dan pada saat itu dengan penuh kearifan Sang Tarusbawa melanjutkan kerajaan Tarumanagara dan Sunda Sembawa dengan memproklamirkan Kerajaan Sunda (670 M).
Penggantian nama Negara oleh Tarusbawa sangat beralasan mengingat saat itu pamor Tarumanagara sudah pudar, banyak kerajaan dibawahnya sudah tidak setia atau patuh terutama Kerajaan Medang Jati dan Kendan.
Pada saat terjadi krisis kepemimpinan di Tarumanagara (561 - 640 M), karena Kertawarman tidak mempunyai keturunan di Kendan, penobatan Kandiawan (cucu Tirta Kancana, adik Kertawarman) sedang membangun kekuatan dengan menggabungkan Kerajaan Kendan dan Medang Jati.
Kertawarman (wafat 628) adalah raja Kerajaan Tarumanagara yang kedelapan yang mewarisi bapaknya, Suryawarman, yang mangkat pada tahun 561 dan memerintah selama 67 tahun antara tahun-tahun 561 - 628 M.
Pada saat kepemimpinannya terjadi peristiwa besar pada masa Raja ke 8. Kertawarman menikahi Setyawati dari golongan sudra. Keadaan bertambah rumit karena Setyawati berpura-pura hamil, padahal Kertawarman diketahui mandul. Untuk menutupi skandal ini sang Raja mengangkat anak angkat, Brajagiri, dari golongan sudra juga. Manuver yang gagal, karena suasana kerajaan memanas. Namun sampai akhir hayatnya, Kertawarman tetap menjadi raja.
Kertawarman kemudian digantikan oleh adiknya, Sudhawarman. Sudhawarman digantikan anaknya, Hariwangsawarman, yang beribu India, dan dibesarkan di kerajaan Palawa. Didikan India menjadikannya keras dalam memegang aturan kasta.
Sehingga Brajagiri yang saat itu memegang jabatan senapati diturunkan pangkatnya menjadi penjaga gerbang keraton. Brajagiri yang sakit hati kemudian membunuh Hariwangsawarman. Tragedi kembali menyelimuti Tarumanagara.
Kertawarman merasa dirinya mandul, tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudhawarman padahal sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang pencari kayu bakar (wang amet samidha) Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di dekat Hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan Garut ketika sedang berburu. Putrinya Ki Prangdami yaitu Arum Hondje yang dinikahi Kertawarman yang hanya digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan (dan mungkin dilupakan). Arum Hondje merasa dirinya dari kasta sundra, tidak mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya, hingga melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan Arum Hondje meninggal dunia. Anaknya oleh Ki Parangdami dipanggil Rakryan mengingat keturunan seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Sayiddina Ali bin Abi Thalib (599 - 661 M) yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang / ilmu berkelahi yang tinggi.
Rakeyan Sancang / Rakryan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Rakeyan Sancang inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog terkenal dengan sebutan Prabu Kean Santang atau Sunan Rohmat Suci.
Tidak terdapat banyak maklumat tentang Kertawarman. Namanya hanya tercantum dalam Naskhah Wangsakerta. Baginda mangkat pada tahun 628 M dan diwarisi oleh puteranya, Sudhawarman.
Raja Kandiawan (597 - 612 M), memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat.
Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan / Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
Namun pada saat bersamaan di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Agama Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang putra Kertawarman
Kandiawan memerintah 15 tahun (567 - 612 M) dari perkawinannya dengan Halifah memperoleh lima putra, dan Wretikendayun sebagai putra bungsu yang meneruskan tahta Kerajaan Medang Jati.
b. Perjuangan Mendirikan Kerajaan Galuh
Wretikendayun sangat paham siasat ayahnya (Kandiawan) dalam rangka meneruskan kejayaan Tarumanagara sudah sulit, sebagai satu keturunan Tarumanagara, Kandiawan berharap kekuasaaan dan kebesaran Tarumanagara diboyong ke sebelah Timur (Medang Jati).
Untuk meluluskan cita-cita tersebut Wretikendayun melakukan konsolidasi dengan beberapa kerajaan di wilayah timur, yang pada waktu masih dibawah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara.
Wretikendayun sekalipun putra bungsu sang Kandiawan, tetapi sejak kecil sudah menampakkan jiwa kepemimpinnnya, sehingga setelah dikukuhkan sebagai Raja di Medang Jati (612 M), dengan gigih mengupayakan dan besarnya kerajaan.
Upaya lain dalam melebarkan kekuasaan, Wretikendayun menikahkan putranya dengan putri raja di sekitarnya. Dari perkawinan memperoleh tiga putra, yaitu :
1. Sempakwaja
2. Jantaka
3. Mandiminyak (Amara)
Wretikendayun berjuang selama kurang lebih 60 tahun untuk memproklamirkan kerajaan yang merdeka, terlepas dari kekuasaan Tarumanagara. Walaupun bisa melanjutkan Tarumanagara pada saat sang Tarusbawa menggantikannya dengan kerajaan Sunda, karena Wretikendayun merupakan keturunan Tarumanagara.
Untuk lebih jelasnya lihat Silsilah Raja-raja Galuh dibawah ini :
Wretikendayun sangat paham siasat ayahnya (Kandiawan) dalam rangka meneruskan kejayaan Tarumanagara sudah sulit, sebagai satu keturunan Tarumanagara, Kandiawan berharap kekuasaaan dan kebesaran Tarumanagara diboyong ke sebelah Timur (Medang Jati).
Untuk meluluskan cita-cita tersebut Wretikendayun melakukan konsolidasi dengan beberapa kerajaan di wilayah timur, yang pada waktu masih dibawah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara.
Wretikendayun sekalipun putra bungsu sang Kandiawan, tetapi sejak kecil sudah menampakkan jiwa kepemimpinnnya, sehingga setelah dikukuhkan sebagai Raja di Medang Jati (612 M), dengan gigih mengupayakan dan besarnya kerajaan.
Upaya lain dalam melebarkan kekuasaan, Wretikendayun menikahkan putranya dengan putri raja di sekitarnya. Dari perkawinan memperoleh tiga putra, yaitu :
1. Sempakwaja
2. Jantaka
3. Mandiminyak (Amara)
Wretikendayun berjuang selama kurang lebih 60 tahun untuk memproklamirkan kerajaan yang merdeka, terlepas dari kekuasaan Tarumanagara. Walaupun bisa melanjutkan Tarumanagara pada saat sang Tarusbawa menggantikannya dengan kerajaan Sunda, karena Wretikendayun merupakan keturunan Tarumanagara.
Untuk lebih jelasnya lihat Silsilah Raja-raja Galuh dibawah ini :
2. Hubungan Galuh dengan Sumedang Larang
Pada mulanya tidak mengira ada hubungan antara Galuh (Banjar) dengan Sumedang Larang, tetapi setelah diketemukan beberapa Situs makam Raja-raja Galuh dan rundayannya di Sumedang, menibulkan keingin tahuan lebih jauh tentang keberadaan situs tersebut, walaupun belum ada bukti ilmiah, kami menduga Galuh Purwa berasal di kaki Gunung Cakrabuana, mencar ke Kawasan Gunung Kareumbi (Sumedang), Gunung Galunggung (Tasik), Gunung Sawal (Ciamis).
Selain Gunung yang menjadi pusat orientasi pendirian kerajaan (hunian) adalah sungai, di era Kerajaan Galuh yang sangat berpengaruh antara lain : Sungai Cimanuk (Rawa Manuk), Sungai Citanduy dan Sungai Cimuntur.
Dengan sungai yang menjadi pendukung utama Kerajaan Galuh ditahap selanjutnya setelah Wretikendayun wafat, Kerajaan dilanjutkan oleh Mandiminyak (putra bungsu Wretikendayun).
Di era Mandiminyak kerajaan Galuh mengalami sedikit perguncangan sehubungan dengan kelahiran Sang Sena (Brata Senawa). putra Mandiminyak dari hasil perselingkuhan dengan istri kakaknya (Sempak Waja).
Para tokoh Galuh menghendaki pelanjut tahta kerajaan jatuh ke Sang Sena (Brata Senawa), karenanya tahap berikutnya yang menjadi Raja di Galuh putra Sempak Waja yang bernama Purbasora.
Di era Purbasora pusat pemerintahan lebih mengarah pada jalur komunikasi melalui sungai, sehingga pusat pemerintahan pun pindah ke kawasan timur yakni kawasan Lakbok Banjar.
Pemindahan pusat pemerintahan ada alasan kuat untuk menghindari terjadinya intervensi kerajaan Sunda yang ada disebelah Barat dan waktu itu keturunan Mandiminyak sebagai penerus kerajaan Sunda tersebut.
Karena sering banjir pusat pemerintahan oleh cucu Purbasora (Permana Dikusumah) dipindahkan ke Karang Kamulyaan antara Ciamis - Banjar, di kawasan pertemuan dua buah sungai : Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy.
Pada masa pemerintahan Purbasora yang menjadi Maha Patih bernama Aria Bimaraksa putra sulung Jantaka, kalau dirunut masih merupakan adik sepupu karena Jantaka merupakan paman dari Purbasora.
Aria Bimaraksa (aki Balagantrang) merupakan ayah kandung dari Prabu Aji Putih (Pendiri Kerajaan Tembong Agung). Prabu Aji Putih dapat juga dikatakan cucu Purbasora karena Aria Bimaraksa beristrikan Dewi Komala Sari (Ratu Komara) putri bungsu Purbasora.
Pada mulanya tidak mengira ada hubungan antara Galuh (Banjar) dengan Sumedang Larang, tetapi setelah diketemukan beberapa Situs makam Raja-raja Galuh dan rundayannya di Sumedang, menibulkan keingin tahuan lebih jauh tentang keberadaan situs tersebut, walaupun belum ada bukti ilmiah, kami menduga Galuh Purwa berasal di kaki Gunung Cakrabuana, mencar ke Kawasan Gunung Kareumbi (Sumedang), Gunung Galunggung (Tasik), Gunung Sawal (Ciamis).
Selain Gunung yang menjadi pusat orientasi pendirian kerajaan (hunian) adalah sungai, di era Kerajaan Galuh yang sangat berpengaruh antara lain : Sungai Cimanuk (Rawa Manuk), Sungai Citanduy dan Sungai Cimuntur.
Dengan sungai yang menjadi pendukung utama Kerajaan Galuh ditahap selanjutnya setelah Wretikendayun wafat, Kerajaan dilanjutkan oleh Mandiminyak (putra bungsu Wretikendayun).
Di era Mandiminyak kerajaan Galuh mengalami sedikit perguncangan sehubungan dengan kelahiran Sang Sena (Brata Senawa). putra Mandiminyak dari hasil perselingkuhan dengan istri kakaknya (Sempak Waja).
Para tokoh Galuh menghendaki pelanjut tahta kerajaan jatuh ke Sang Sena (Brata Senawa), karenanya tahap berikutnya yang menjadi Raja di Galuh putra Sempak Waja yang bernama Purbasora.
Di era Purbasora pusat pemerintahan lebih mengarah pada jalur komunikasi melalui sungai, sehingga pusat pemerintahan pun pindah ke kawasan timur yakni kawasan Lakbok Banjar.
Pemindahan pusat pemerintahan ada alasan kuat untuk menghindari terjadinya intervensi kerajaan Sunda yang ada disebelah Barat dan waktu itu keturunan Mandiminyak sebagai penerus kerajaan Sunda tersebut.
Karena sering banjir pusat pemerintahan oleh cucu Purbasora (Permana Dikusumah) dipindahkan ke Karang Kamulyaan antara Ciamis - Banjar, di kawasan pertemuan dua buah sungai : Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy.
Pada masa pemerintahan Purbasora yang menjadi Maha Patih bernama Aria Bimaraksa putra sulung Jantaka, kalau dirunut masih merupakan adik sepupu karena Jantaka merupakan paman dari Purbasora.
Aria Bimaraksa (aki Balagantrang) merupakan ayah kandung dari Prabu Aji Putih (Pendiri Kerajaan Tembong Agung). Prabu Aji Putih dapat juga dikatakan cucu Purbasora karena Aria Bimaraksa beristrikan Dewi Komala Sari (Ratu Komara) putri bungsu Purbasora.
Tidak ada komentar
Posting Komentar