Sampurasun
Bagi yang hendak berjiarah ke makam keramat heubeul isuk melewati jalan propinsi Sumedang-Bandung dan di sekitar daerah singkup Cadas Pangeran mengambil rute jalan ke arah makam Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang, akan lebih nyaman bila anda dengan berkendaraan roda dua atau naik motor, karena jalannya kecil untuk sampai ke lokasi makam Keramat Heubeul Isuk. Serta tidak sukar untuk menemukannya, di tengah perkebunan buah leci tampak pohon karet besar yang berumur menjadi ciri lokasi makamnya ada di sekitar daerah tersebut.
Makam Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan berlokasi di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Kata awalan Sunan untuk menyebut orang yang memiliki kedudukan terhormat atau Susuhunan. Susuhunan atau Sunan adalah gelar yang merujuk pada penguasa monarki atau Raja, meskipun digunakan kaum bangsawan penggunaannya juga ditujukan kepada orang yang dihormati.
Selain Makam Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan, putranya Sunan Guling yang dimakamkan di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Sumedang, pada kompleks makam Heubeul Isuk terdapat pula makam istri Prabu Tirta Kusuma, yaitu Ratu Nurcahya alias Ratu Banon Puspita Sari) dan makam Prabu Mundingwangi serta petilasan tapak kakinya.
Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan, adalah Raja ke 7 dari Kerajaan Sumedanglarang yang menggantikan ayahandanya yaitu Prabu Mertalaya alias Sunan Guling antara 1114 – 1237 Masehi.
Photo 1. Makam Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang Sebelum Dipugar |
Photo 2. Rumah Aki Muin, Kuncen Makam Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang |
Photo 3. Papan Nama Makam Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang |
Photo 4. Makam Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang Setelah Dipugar |
Photo 5. Makam Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang Setelah Dipugar Kini |
Ulasan Sejarah Pada Masa Prabu Pagulingan Hingga Nyimas Ratu Patuakan
Ciguling merupakan bekas Ibukota Sumedanglarang terlama sejak masa pemerintahan Prabu Gajah Agung tahun 893 sampai masa pemerintahan Nyi Mas Patuakan tahun 1530, mulai dari Dusun Ciguling 1 Kelurahan Pasanggrahan sampai terbentang sampai bukit Geger Hanjuang di Dusun Ciguling 2 Desa Margalaksana.
Bentuk Situs Ciguling merupakan teras berundak pada teras paling bawah terdapat Sungai Cipeles dan jalan raya Sumedang dan Bandung, pada teras kedua terdapat permukiman warga dan teras teratas terdapat bentang alam batu Cadas Gantung Geger Sunten Ciguling.
Setelah Prabu Gajah Agung wafat digantikan putranya bernama Wirajaya atau dikenal sebagai Prabu Pagulingan antara 998–1114 Masehi kemudian menjadi raja Sumedanglarang ke 4.
Prabu Pagulingan adalah ahli strategi perang tercermin dari gelar “Manggala Wirajaya Jagabaya” (Manggala = keturunan, Wira = pejuang, Jaya = unggul, Jaga = menjaga, Baya = marabahaya) .
Dalam melaksanakan pemerintahannya Prabu Pagulingan golongan resi dan pemuka adat harus mengembangkan arti Kasundaan (Sunda artinya suci).
Pusat pemerintahan Prabu Pagulingan (Prabu Mangga Manggala Wirajaya) berkedudukan di Ciguling dalam Carita Ratu Pakuan disebut Dayeuh Pagulingan. Pada masa itu bala tentara Prabu Pagulingan terkenal tangguh dalam bertempur, daerah Ciguling yang dikelilingi oleh benteng pertahanan alam yang baik, waktu beberapa gunung seperti bukit Nangtung (sebelah utara Ciguling) dan bukit Pasir Reungit (sebelah timur Ciguling) digunakan sebagai benteng pertahanan.
Tebing Cadas Gantung Geger Sunten digunakan untuk memperhatikan daerah Ciguling sekitarnya termasuk arah kota Sumedang sekarang, bukit Nantung digunakan oleh para gulang-gulang (senapati) Prabu Pagulingan sebagai pusat (base camp) prajurit Sumedanglarang dan Pasir Reungit (batu Nantung) digunakan sebagai tempat peristirahatan raja-raja Sumedanglarang waktu itu, dalam legenda masyarakat setempat Pasir Reungit disebut juga sebagai tempat Pamoean (tempat berjemur).
Ciguling merupakan bekas Ibukota Sumedanglarang terlama sejak masa pemerintahan Prabu Gajah Agung tahun 893 sampai masa pemerintahan Nyi Mas Patuakan tahun 1530, mulai dari Dusun Ciguling 1 Kelurahan Pasanggrahan sampai terbentang sampai bukit Geger Hanjuang di Dusun Ciguling 2 Desa Margalaksana.
Bentuk Situs Ciguling merupakan teras berundak pada teras paling bawah terdapat Sungai Cipeles dan jalan raya Sumedang dan Bandung, pada teras kedua terdapat permukiman warga dan teras teratas terdapat bentang alam batu Cadas Gantung Geger Sunten Ciguling.
Photo 6. Tebing Bentang Alam Cadas Gantung Geger Sunten di Ciguling (View Jauh) |
Photo 7. Tebing Bentang Alam Cadas Gantung Geger Sunten di Ciguling (View dari tampak belakang) |
Setelah Prabu Gajah Agung wafat digantikan putranya bernama Wirajaya atau dikenal sebagai Prabu Pagulingan antara 998–1114 Masehi kemudian menjadi raja Sumedanglarang ke 4.
Prabu Pagulingan adalah ahli strategi perang tercermin dari gelar “Manggala Wirajaya Jagabaya” (Manggala = keturunan, Wira = pejuang, Jaya = unggul, Jaga = menjaga, Baya = marabahaya) .
Dalam melaksanakan pemerintahannya Prabu Pagulingan golongan resi dan pemuka adat harus mengembangkan arti Kasundaan (Sunda artinya suci).
Pusat pemerintahan Prabu Pagulingan (Prabu Mangga Manggala Wirajaya) berkedudukan di Ciguling dalam Carita Ratu Pakuan disebut Dayeuh Pagulingan. Pada masa itu bala tentara Prabu Pagulingan terkenal tangguh dalam bertempur, daerah Ciguling yang dikelilingi oleh benteng pertahanan alam yang baik, waktu beberapa gunung seperti bukit Nangtung (sebelah utara Ciguling) dan bukit Pasir Reungit (sebelah timur Ciguling) digunakan sebagai benteng pertahanan.
Tebing Cadas Gantung Geger Sunten digunakan untuk memperhatikan daerah Ciguling sekitarnya termasuk arah kota Sumedang sekarang, bukit Nantung digunakan oleh para gulang-gulang (senapati) Prabu Pagulingan sebagai pusat (base camp) prajurit Sumedanglarang dan Pasir Reungit (batu Nantung) digunakan sebagai tempat peristirahatan raja-raja Sumedanglarang waktu itu, dalam legenda masyarakat setempat Pasir Reungit disebut juga sebagai tempat Pamoean (tempat berjemur).
Photo 8. Sumedang dilihat dari Cadas Gantung |
Pada masa Prabu Pagulingan alias Prabu Mangga Manggala Wirajaya kerajaan Sumedanglarang mendapat serangan dari balatentara kerajaan Subang tetapi berhasil ditahan oleh prajurit Sumedanglarang.
Setelah wafatnya Prabu Pagulingan alias Prabu Mangga Manggala Wirajaya kedudukannya digantikan oleh putranya Mertalaya atau dikenal sebagai Sunan Guling alias Rajamukti Purbakawasa antara 1114–1237 Masehi sebagai raja Sumedanglarang ke 5.
Pada masa Prabu Mertalaya (Sunan Guling) bangunan Karaton Sumedanglarang dipindahkan ke daerah Geger Hanjuang di Dusun Ciguling 2 Desa Margalaksana Kecamatan Sumedang Selatan sebelumnya berada di Geger Sunten sedangkan pusat Ibukota masih di Daerah Ciguling.
Prabu Mertalaya alias Sunan Guling merupakan Raja Sumedanglarang terlama memerintah kurang lebih selama 123 tahun dalam masa pemerintahannya banyak peristiwa terjadi salah satunya perebutan kekuasaan di Sunda Pakuan. Sunan Guling dimakamkan di Geger Hanjuang.
Setelah wafatnya Prabu Pagulingan alias Prabu Mangga Manggala Wirajaya kedudukannya digantikan oleh putranya Mertalaya atau dikenal sebagai Sunan Guling alias Rajamukti Purbakawasa antara 1114–1237 Masehi sebagai raja Sumedanglarang ke 5.
Pada masa Prabu Mertalaya (Sunan Guling) bangunan Karaton Sumedanglarang dipindahkan ke daerah Geger Hanjuang di Dusun Ciguling 2 Desa Margalaksana Kecamatan Sumedang Selatan sebelumnya berada di Geger Sunten sedangkan pusat Ibukota masih di Daerah Ciguling.
Prabu Mertalaya alias Sunan Guling merupakan Raja Sumedanglarang terlama memerintah kurang lebih selama 123 tahun dalam masa pemerintahannya banyak peristiwa terjadi salah satunya perebutan kekuasaan di Sunda Pakuan. Sunan Guling dimakamkan di Geger Hanjuang.
Posisi Karaton Sumedanglarang di Geger Hanjuang sampai masa Ratu Sintawati atau Ratu Patuakan atau Ratu Coredra Kasih antara 1462 – 1530 Masehi.
Kemudian Sunan Tuakan digantikan oleh putrinya yang bernama Ratu Sintawati atau Ratu Patuakan antara 1462 – 1530 Masehi sebagai Ratu Sumedanglarang ke 7, yang menikah dengan Sunan Corendra alias Sonda Sonjaya alias Santajaya, putra dari Raden Jaka Puspa alias Prabu Munding Sari Ageung alias Prabu Munding Wangi dan Ratu Mayang Karuna putri Bagawan Garasiang Talaga.
Sonda Sonjaya alias Raden Santa Jaya alias adalah kakaknya Raden Rangga Mantri alias Sunan Parunggangsa, putra-putranya Prabu Munding Wangi alias Prabu Munding Sari Ageung dari Ratu Mayang Karuna.
Prabu Mertalaya alias Sunan Guling Raja Sumedanglarang ke 5 dari isterinya Miramaya putra dari Suryakanta dari Siti Mujenar keturunan Sunan Ulun Limbangan Garut, mempunyai tiga putra, yaitu :
1. Jayadinata alias Tanding Kusuma.
2. Jayadiningrat Kusuma.
3. Tirta Kusuma dikenal sebagai Sunan Tuakan.
Setelah Sunan Guling wafat diteruskan oleh puteranya bernama Tirta kusuma atau Sunan Tuakan antara 1237 – 1462 Masehi sebagai raja Sumedanglarang yang ke 6. Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan memerintah seolah-olah paling lama 225 tahun, padahal kekuasaan sesudah Sunan Guling, kerajaan Sumedanglarang kekuasaannya merupakan estafet kepemimpinan kakak beradik dari Jayadinata alias Tanding Kusuma, Kusuma Jayadiningrat dan Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan, pada masa Prabu Tirta Kusuma pemerintahannya lebih mengutamakan kepada kepentingan ke dalam kerajaan sumedanglarang sehingga tidak tampak peran politiknya. Pada masa pemerintahan Sunan Tuakan terjadi peristiwa Perang Bubat antara Pajajaran dan Majapahit.
Setelah wafat Prabu Tirta Kusuma alias Sunan Tuakan dimakamkan di Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Sumedang, pada kompleks makam Heubeul Isuk terdapat pula makam Ratu Nurcahya isteri Sunan Tuakan dan Makam Prabu Mundingwangi alias Prabu Munding Sari Ageung alias Jaka Puspa, putranya Prabu Jaya Dewata alias Prabu Siliwangi dari Ratu Rajamantri.
Prabu Tirta Kusuma atau Sunan Tuakan dari pernaisurinya Ratu Nurcahya, putri dari Jaya Kusuma atau Raden Abun dan Hartini atau Puspita Kencana dari Limbangan Garut keturunan Sunan Ulun, mempunyai anak :
Putri sulung yaitu Ratu Ratnasih alias Ratu Rajamatri tak lama menjabat Ratu, diperistri oleh Prabu Jaya Dewata / Prabu Siliwangi antara 1482 – 1521 Masehi dan diboyong ke Pakuan Pajajaran, mempunyai anak :
- Anak ke satu Raden Tenga alias Raden Deungah
- Anak ke dua, Raden Meumeut alias Raden Cameut alias Buyut Nyata, yang berputra Raden Hasata alias Sunan Pada, ayahanda dari Ratu Sari Hatin atau Ratu Tjukang Gedeng Waru yang diperisteri Prabu Geusan Ulun alias Pangeran Angka Wijaya.
- Anak ke tiga Raden Munding Kelupeung
- Anak ke empat, Raden Saken
- Anak ke lima, Raden Munding Sari Ageung alias Prabu Mundingwangi
Putri kedua yaitu Ratu Sintawati alias Ratu Patuakan diperistri oleh Raden Sonda Sonjaya alias Raden Santajaya alias Sunan Corendra, kakaknya Raden Rangga Mantri alias Sunan Parunggangsa, putra-putranya Raden Jaka Puspa alias Prabu Munding Sari Ageung alias Prabu Munding Wangi dari permaisurinya Mayang Karuna alias Sari Hasanah, putri angkatnya Begawan Garasiang, sedangkan ayah kandungnya adalah Purwayana Kancana Dewa alias Raden Panglurah dari Walangsuji Talagamanggung.
Putri ketiga yaitu Sari Kencana atau Dewi Anggraini atau Dewi Rengganis diperistri oleh Prabu Liman Sanjaya dari Karta Rahayu Limbangan.
Sonda Sonjaya alias Raden Santa Jaya alias adalah kakaknya Raden Rangga Mantri alias Sunan Parunggangsa, putra-putranya Prabu Munding Wangi alias Prabu Munding Sari Ageung dari Ratu Mayang Karuna.
Adapun silsilahnya sebagai berikut :
Prabu Munding Sari Ageung alias Prabu Mundingwangi menikahi Mayang Karuna atau Sari Hasanah putrinya Bagawan Garasiang, mempunyai anak :
- Anak ke satu, Raden Sonda Sonjaya alias Santajaya alias Sunan Corendra, yang menikahi Ratu Sintawati alias Ratu Corendra Kasih alias Ratu Patuakan, putrinya Prabu Tirta Kusuma.
- Anak ke dua, Raden Rangga Mantri alias Prabu Pucuk Umum Talaga alias Sunan Parung, menikahi Ratu Parung alias Ratu Sunia Larang.
Raden Sonda Sonjaya alias Raden Santajaya alias Sunan Corendra dari pernikahannya dengan Ratu Sintawati alias Ratu Corendra Kasih alias Ratu Patuakan, mempunyai putra :
- Anak ke satu, Ratu Setyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang bergelar Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang yang kemudian menikah dengan Pangeran Santri alias Raden Sholih, putranya Pangeran Muhammad dan Pangeran Muhamad putranya Pangeran Panjunan Cirebon alias Syarif Abdurahman.
- Anak ke satu, Raden Sonda Sonjaya alias Santajaya alias Sunan Corendra, yang menikahi Ratu Sintawati alias Ratu Corendra Kasih alias Ratu Patuakan, putrinya Prabu Tirta Kusuma.
- Anak ke dua, Raden Rangga Mantri alias Prabu Pucuk Umum Talaga alias Sunan Parung, menikahi Ratu Parung alias Ratu Sunia Larang.
Raden Sonda Sonjaya alias Raden Santajaya alias Sunan Corendra dari pernikahannya dengan Ratu Sintawati alias Ratu Corendra Kasih alias Ratu Patuakan, mempunyai putra :
- Anak ke satu, Ratu Setyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang bergelar Ratu Pucuk Umun Sumedanglarang yang kemudian menikah dengan Pangeran Santri alias Raden Sholih, putranya Pangeran Muhammad dan Pangeran Muhamad putranya Pangeran Panjunan Cirebon alias Syarif Abdurahman.
- Anak ke dua, Nyi Raden Simadu alias Buyut Sepuh, makamnya di lembur Simadu, Kiara Payung Corendra Desa Cisitu.
- Anak ke dua, Nyi Raden Panelem alias Buyut Loperes