Raden Aji Mantri Putra Prabu Nusiya Mulya Surya Kancana Dari Salah Satu Istrinya Ratna Gumilang
Dewi Setyasih dinobatkan menjadi Ratu Sumedang Larang, menggantikan ibunya, bergelar Ratu Inten Dewata (Ratu Pucuk Umum). Pada awal kekuasaannya memindahkan keraton dari Ciguling ke Kutamaya, terletak diantara dua sungai Cipeles dan Cisugan. Dipersunting oleh ulama besar Cirebon Cakra Kusumah (Pangeran Santri). kemudian Islam berkembang di lingkungan keraton. Dalam perkembangannya Islam menjadi agama pilihan rakyat sehingga mendorong terhadap perkembangan kebudayaan dan peradaban.Ratu Inten Dewata mengangkat Gajah Lindu menjadi Patih, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar diangkat menjadi panglima perang, Aji Mantri diangkat menjadi Jaksa Agung. Pangeran Santri menerjemahkan ayat-ayat Qur’an kedalam bahasa Sunda, selainitu menerjemahkan sastra-satra padalangan (Jawa-Cirebon) ke dalam bahasa Sunda, sebagai media syiar Islam.
\
Pada fase ini, Pajajaran runtuh pada tahun 1579, akibat diserbu tentara gabungan Banten Cirebon. Kandaga Lante Pajajaran Jayaperkasa, Dipati Wirajaya, Pancarbuana, dan Terongpeot, diperintah Prabu Surya Kancana agar menyerahkan mahkota Binokasih lambang kebesaran Pajajaran kepada Pengagung Sumedang larang. Pasukan berkuda melintasi daerah hutam Bogor, dihadang oleh pasukan Senapati Banten, terjadilah pertarungan seru. Pasukan Jaya Pekasa lolos dari kepungan, singgah di Galuh Limbangan berunding dengan Prabu Wijaya Kusumah yang dipertuakan oleh pengagung Pajajaran.
Ke empat Kandaga Lante Pajajaran mempertimbangkan rencana penyerahan Mahkota Binokasih, diserahkan kepada Sumedang Larang atau kepada Cirebon. Atas pertimbangan Prabu Wijaya Kusumah, mahkota lambang kebesaran Pajajaran diserahkan kepada Sumedang Larang.
Sebelum menyerahkan Mahkota Prabu Wijaya Kusumah berunding dulu dengan Gajah Lindu, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar, dan Aji Mantri yang sedang berada di Cisurat. Kandaga Lante Pajajaran memenuhi nasihat itu, berunding di Cisurat (Wado) untuk menentukan hari penyerahan Mahkota tersebut. Setelah Kandaga Lante menyerahkan Mahkota Binokasih kepada Ratu Inten Dewata, kemudian diangkat menjadi Senapati memperkuat angkatan perang Sumedang Larang. (Sumber : Medar isi Buku Waruga Jagat Darmaraja)
Pada masa Prabu Suryakencana Ragamulya Raja Pajajaran terakhir yang memerintah (1567-1569 M), Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan dibawah penguasaan Pajajaran yang diistimewakan, karena banyak Raja-raja Pajajaran dan Kerajaan Galoeh-Pakuan berasal dari keturunan Kerajaan Talaga sebagai asal mula kerajaan Sumedang Larang. Pada saat Kesultanan Banten dbawah Kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf (putra Sultan Hasanuddin) menyerang Pajajaran, Prabu Suryakencana Ragamulya memerintah tidak di Ibukota Pajajaran di Pakuan Bogor tetapi di daerah Pulasari (daerah antara Gunung Halimun - Salak), oleh karenanya kehancuran Pajajaran tidak langsung pada tahun 1579 M, akan tetapi dari tahun 1578 Prabu Suryakencana sudah menyerah kepada Sultan Banten.
Pada fase ini, Pajajaran runtuh pada tahun 1579, akibat diserbu tentara gabungan Banten Cirebon. Kandaga Lante Pajajaran Jayaperkasa, Dipati Wirajaya, Pancarbuana, dan Terongpeot, diperintah Prabu Surya Kancana agar menyerahkan mahkota Binokasih lambang kebesaran Pajajaran kepada Pengagung Sumedang larang. Pasukan berkuda melintasi daerah hutam Bogor, dihadang oleh pasukan Senapati Banten, terjadilah pertarungan seru. Pasukan Jaya Pekasa lolos dari kepungan, singgah di Galuh Limbangan berunding dengan Prabu Wijaya Kusumah yang dipertuakan oleh pengagung Pajajaran.
Ke empat Kandaga Lante Pajajaran mempertimbangkan rencana penyerahan Mahkota Binokasih, diserahkan kepada Sumedang Larang atau kepada Cirebon. Atas pertimbangan Prabu Wijaya Kusumah, mahkota lambang kebesaran Pajajaran diserahkan kepada Sumedang Larang.
Sebelum menyerahkan Mahkota Prabu Wijaya Kusumah berunding dulu dengan Gajah Lindu, Sutra Bandera, Sutra Ngumbar, dan Aji Mantri yang sedang berada di Cisurat. Kandaga Lante Pajajaran memenuhi nasihat itu, berunding di Cisurat (Wado) untuk menentukan hari penyerahan Mahkota tersebut. Setelah Kandaga Lante menyerahkan Mahkota Binokasih kepada Ratu Inten Dewata, kemudian diangkat menjadi Senapati memperkuat angkatan perang Sumedang Larang. (Sumber : Medar isi Buku Waruga Jagat Darmaraja)
Pada masa Prabu Suryakencana Ragamulya Raja Pajajaran terakhir yang memerintah (1567-1569 M), Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan dibawah penguasaan Pajajaran yang diistimewakan, karena banyak Raja-raja Pajajaran dan Kerajaan Galoeh-Pakuan berasal dari keturunan Kerajaan Talaga sebagai asal mula kerajaan Sumedang Larang. Pada saat Kesultanan Banten dbawah Kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf (putra Sultan Hasanuddin) menyerang Pajajaran, Prabu Suryakencana Ragamulya memerintah tidak di Ibukota Pajajaran di Pakuan Bogor tetapi di daerah Pulasari (daerah antara Gunung Halimun - Salak), oleh karenanya kehancuran Pajajaran tidak langsung pada tahun 1579 M, akan tetapi dari tahun 1578 Prabu Suryakencana sudah menyerah kepada Sultan Banten.
Pada saat yang sama, di tahun 1578 M Prabu Suryakencana memerintahkan para Senopatinya untuk menyelamatkan Putra Mahkotanya yang bernama Raden Ajimantri dengan cara mengungsi ke Kerajaan bawahannya yang masih merupakan kerabat dekatnya, yaitu Kerajaan Sumedang Larang. Dalam pengungsian tersebut juga rombongan dari Pakuan membawa Mahkota Raja yang bernama Makuta Binokasih Sanghyang Pake beserta pustaka-pustaka kerajaan lainnya selain Singgasana Raja atau Palangka Sriman Sriwacana yang diboyong pasukan Banten dan diserahkan ke Sultan Maulana Yusuf di Banten.
Pangeran Santri atau Pangeran Kusumadinata I merupakan penguasa Sumedang pertama yang menganut agama Islam dan berkedudukan di Kutamaya Padasuka sebagai Ibukota Sumedang Larang yang baru, sampai sekarang di sekitar situs Kutamaya dapat dilihat batu bekas fondasi tajug keraton Kutamaya. Pada tanggal 3 bagian terang bulan srawana tahun 1480 saka (+ 19 Juli 1558 M) lahirlah Pangeran Angkawijaya yang kelak bergelar Prabu Geusan Ulun putera dari Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umum.
Pada masa pemerintahan Pangeran Santri kekuasaan Pajajaran sudah menurun di beberapa daerah termasuk Sumedang dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten . Pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610) sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran
Dari buk potongan Lontar ki Sakawayana diceritakan sebagai berikut :
...hanyangga pajajaran, perbu taji dipindahkeun hing (6) sumedang dadi papatok pajajaran. batara arep rumbak pajajaran, nuli perbu milihaling sakawayana, sarta henggawa cacah saking papajaran pitung somah. perbu harismaung henggawa ratnagumilang, hapuputra aji mantri, aji mantri apuputra 5. lanang papat istri dua; hiji santowangan kadang serang, garwane apun ayu ajeng sawista. kapindo santowan sowana buwana, garwane apun ayu ajeng wanisah. kaping telu santowan pergong jaya, kang carita hing taraju, kaping pat santowangan jaga baya, istrine apun ayu ajeng alisah, hapuputra istri hiji, apun 10. pananjung, apun pananjung digawa dening susuhunan mangkurat, hapuputra raden doberes. santowangan kadang serang hapuputra tanduran sawita, hapuputra (7) dua, embah gede lan embah tumu. santowangan sawana buwana hapuputra tanduran mataram, tanduran mataram hapuputra kiriya manggala, hing sakawayana sumedang. darma manggala hing talaga, kampung windu sakti. kiriya hing sumedang, 5. anta manggala hing sakti barang. santowangan jaga baya hapuputra kiyai perlaya, istrine tanduran saka. tanduran saka hapuputra naya manggala, istrine embah putri, hapuputra embah arjawayang, hapuputra embah kidul, hapuputra pangarasan, hapuputra cakrayuda, kang dibuang hing sumedang. malih santowangan putra perbu ka ngaranan dewi wanita, hapuputra embah gede lan kapindo embah singanurun.
Punika terusna sakawayana. Sang darma rehe, sang batara (8) tanpa rupa, sang batara tanpa nyawa, sang batara jati langgeng, sang batara panyinget, sang batara sakawayana, sang perbu harismaung, hapuputra aji mantri, hapuputra genep; santowangan kadang serang, santowangan sawanan 5. buwana, santowangan pergong jaya, santowangan jagabaya, nyai ayu, nyai jili. Santowangan jaga baya hapuputra ngabehi inaya manggala, ngabehi inaya manggala hapuputra ngabehi inaya patra, ngabehi inaya patra hapuputra inaya suta, ngabehi inaya suta 10. hapuputra ngabehi patra manggala, ngabehi patra manggala hapuputra inaya patra, ngabehi inaya patra hapuputra ngabehi arsayuda, ngabehi arsayuda hapuputra (9) naya manggala, ngabehi naya manggala hapuputra nyi mas dipantarkeba, nyi mas dipantarkeba hapuputra inaya, ngabehi ianya patra hapuputra ngabehi nayapatra, ngabehi inaya patra kagungan saderek istri 5. hiji, nyi mas unggeng, nyi mas unggeng hapuputra ngabehi inaya patra, ngabehi inaya patra hapuputra ngabehi iyana patra, kang dadi jagasastru hing nagara sumedang. Tamat.
Tatkala Tinulis hing dina kemis hing tanggal kaping 14 hing bulan rayagung hing 10. tahun je, wahiyah nabi salam 1262. awodening kang nulis hingkang putra, bapa jibah, serang wakil rama hemang kasjan, sami di serang sumedang.
Artinya :
...Sebagai penyangga Pajajaran, Prabu (lalu) ditempatkan di (6) Sumedang menjadi Papatok Pajajaran. Ketika Batara mau merombak Pajajaran, lalu Prabu memilih Sakawayana, serta membawa rakyat Pajajaran sebanyak tujuh umpi (kepala keluarga). Prabu Harismaung membawa (menikah) dengan Ratna Gumilang, berputra Aji Mantri. Aji Mantri berputra empat laki-laki dan 2 perempuan. Pertama, Santowan Kadang Serang beristrikan Apun Ayu Ajeng Jawista. Kedua, Santowan Sawana Buwana beristrikan Apun Ayu Ajeng Wanisah. Ketiga, Santowan Pergong Jaya yang selanjutnya tinggal di Taraju. Keempat, Santowan Jagabaya, istrinya Apun Ayu Ajeng Alisah, berputra satu, Apun Pananjun, yang kemudian dinikahi oleh Susuhunan Mangkurat dan berputra Raden Doberes. Santowan Kadang Serang berputra Tanduran Sawita, berputra (7) dua, Embah Gede dan Embah Tumu. Santowan Sawana Buwana berputra Tanduran Mataram, Tanduran Mataram berputra Kiriya Manggala, tingggal di Sakawayana Sumedang. Darma Manggala di Talaga di Kampung Windu Sakti. Kiriya di Sumedang, Anta manggala di Sakti Barang (Sukabarang?). Santowan Jagabaya berputra Kiyai Perlaya, istrinya Tanduran Saka. Tanduran Saka berputra Naya Manggala, istrinya Embah Putri, berputra Embah Arjawayang, berputra Embah Kidul, berputra Pangarasan, berputra Cakrayuda, ia dibuang dari Sumedang. Malah santowan putra Prabu kawin dengan Dewi Wanita, berputra Embah Gede dan Embah Singanurun.
Ini terusnya Sakawayana. Sang Darma Rehe, Sang Batara (8) Tanapa Rupa, Sang Batara Tanpa Nyawa, Sang Batara Jati Langgeng, Sang Batara Panyinget, Sang Batara Sakawayana, Sang Prabu Harismaung, berputra Aji Mantri, berputra enam; Santoawan Kadang Serang, Santowan Sawana Buwana, Santowan Jagabaya, Nyai Ayu, Nyai Jili. Santowan Jagabaya berputra Ngabehi Inaya Manggala, Ngabehi Inaya Manggala berputra Ngabehi Inaya Patra, Ngabehi Inaya Patra berputra Inaya Suta, Ngabehi Inaya Suta berputra Ngabehi Patra Manggala, Ngabehi Patra Manggala berputra Inaya Patra, Ngabehi Inaya Patra berputra Ngabehi Arsayuda, Ngabehi Arsayuda berputra (9) Naya Manggala, Ngabehi Naya Manggala berputra Nyai mas Dipantarkeba, Nyai Mas Dipantarkeba berputra Inaya, Ngabehi Inaya Patra berputra Ngabehi Nayapatra, Ngabehi Inaya Patra mempunyai saudara perempuan satu, Nyai Mas Unggeng. Nyai Mas Unggeng berputra Ngabehi Inaya Patra, Ngabehi Inaya Patra berputra Iyana Patra, ia jadi Jagasatru di Nagara Sumedang. Tamat.
Ketika ditulis pada hari Kamis tanggal 14 Rayagung tahun Je, Hijriyah Nabi S.A.W. 1262. Yang menulis anaknya, Bapak Jibah, di Serang, mewakili ayahanda Hemang Kasjan, alamat sama di Serang, Sumedang.
"Betul atau tidak kalau makam prabu sakawayana aya di Serang Kecamatan Cimalaka Sumedang," kata penulis.
"Betul, kang Makamnya Prabu Sakawayana adanya dibelakang PDAM Serang Cimalaka Sumedang, berhadapan dengan Rumah Makan Kartika Sumedang, cuma menurut book sakawayana beliau adalah putra mahkota dari padjarajan terakhir (putra ti Prabu Seda Nusiya mulya)," Kata Bayu Kusumah Adinata.
"Dulu yang menulis book aji putih eyang prabu tajimalela, yang aslinya dibawa oleh kumpeni VOC Belanda," kata penulis. (Apakah Isi Lontar yang sekarang sama dengan lontar yang ada di belanda)
"Betul, bisa saja buku yang sekarang sekedar pembelokan sejarah, sewaktu Padjajaran burak menak pajajaran kalang kabut ke sana kemari (sebagian ada yang meminta suaka politik kesumedang), sebagian ke daerah Garut, Pasir huut mendirikan kerajaan Kerta Rahayu (nagara darurat bentukan menak-menak dari Pajajaran). Ada sejarah dalam booknya kitab Nagara Karta Rahayu," Kata Bayu Kusumah Adinata.
Makam Raden Aji Mantri Sokawayana di Kecamatan Cimalaka Sumedang
belakang PDAM Cimalaka Sumedang
1. Versi Pertama : Raden Aji Mantri Sokawayana Putra dari Sunan Aria Pada?
Sasakala ini dimulai dengan kedatangan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Galuh Pakuan, yang bernama Ratu Sri Baduga Jaya Dewata Prabu Siliwangi, ia menikah dengan putri dari Sumedanglarang, yaitu Ratu Ratna Manuncang Aris Kembang (Ratu Raja Mantri) putrinya Sunan Tuakan dari istrinya Ratu Nurcahya - Heubeul Isuk), yang dari perniikahan menurukan :
1. Pangeran SUNAN ARIA PADA, mantenna diistrenan nyepeng karajaan neraskeun ti garis ibu kalawan meunang pangakuan ti raja pajajaran margina ramana jelas salah sawios katurunan langsung ti raja pajajaran harita.
2. Pangeran JAGATRA mantenna dicarioskeun ngabukbak leuweung anu aya di wilayah Sunda Kalapa engkena, nya sok ka telah oge Pangeran Jayakarta?
3. Pangeran SANTANG PERTALA, ngadegkeun nagara di Tanjung Kuning.
4. Pangeran GERENDENG SASTRA, mantenna tetep aya di Pawenang Wado.
Kacarioskeun Pangeran SUNAN ARYA PADA putra Prabu Siliwangi anu neraskeun karajaan pajajaran di daerah Sumedanglarang, mantenna kagungan putra/putri anu kacatet dua nyaeta :
1. PANGERAN BANGSIT
Mantenna neraskeun ngadeg raja mung teu lami, mantenna wasiat ka rayina supados neraskeun kalungguhanna, patilasanana aya di daerah Pawenang Wado. Samalih mah didamelkeun situs ku Dinas Pendidikan sareng Kepurbakalaan Pemda Sumedang janten salah sawios situs purbakala.
Mung dicatet oge yen mantenna saparantos ngecagkeun kalungguhan raja, ngalalana malih mah ceuk sakaol mantenna tilem (ngahiang) di daerah Gunung Keling anu aya di Kecamatan Cimalaka Desa Cisarua Sumedang pengkeren PDAM Cimalaka Sumedang? Enggak salah alamat Pangeran Bangsit itu Raden Aji Mantri
1. Pangeran SUNAN ARIA PADA, mantenna diistrenan nyepeng karajaan neraskeun ti garis ibu kalawan meunang pangakuan ti raja pajajaran margina ramana jelas salah sawios katurunan langsung ti raja pajajaran harita.
2. Pangeran JAGATRA mantenna dicarioskeun ngabukbak leuweung anu aya di wilayah Sunda Kalapa engkena, nya sok ka telah oge Pangeran Jayakarta?
3. Pangeran SANTANG PERTALA, ngadegkeun nagara di Tanjung Kuning.
4. Pangeran GERENDENG SASTRA, mantenna tetep aya di Pawenang Wado.
Kacarioskeun Pangeran SUNAN ARYA PADA putra Prabu Siliwangi anu neraskeun karajaan pajajaran di daerah Sumedanglarang, mantenna kagungan putra/putri anu kacatet dua nyaeta :
1. PANGERAN BANGSIT
Mantenna neraskeun ngadeg raja mung teu lami, mantenna wasiat ka rayina supados neraskeun kalungguhanna, patilasanana aya di daerah Pawenang Wado. Samalih mah didamelkeun situs ku Dinas Pendidikan sareng Kepurbakalaan Pemda Sumedang janten salah sawios situs purbakala.
Mung dicatet oge yen mantenna saparantos ngecagkeun kalungguhan raja, ngalalana malih mah ceuk sakaol mantenna tilem (ngahiang) di daerah Gunung Keling anu aya di Kecamatan Cimalaka Desa Cisarua Sumedang pengkeren PDAM Cimalaka Sumedang? Enggak salah alamat Pangeran Bangsit itu Raden Aji Mantri
2. PANGERAN JAYA KUSUMAH / PANGERAN RAJA KUSUMAH
mantenna neraskeun kalungguhan ratu di ieu nagara sakumaha anu parantos diterangkeun diluhur, Pangeran Jaya Kusumah atawa Raden Raja Kusumah di makamkeun di Puncak Pasir Gunung Paneguh anu aya di kawasan Desa Cikareo Utara, nya katelah sok disebut Eyang Paneguh, duka nyandak kana kateguhan iman islam-na atanapi kateguhan maksadna wallahu’alam, tina hasil rarabi ieu ratu ngagaduhan putra-putri, nyaeta :
(1) Nyi Raden AYU DEWI RATNA LINTANG LUMAYUNG ditikah ku salah sawios putra Sultan Cirebon, namung teu aya penjelasan anu langkung paos saha anu dimaksad putra sultan didieu
(2) Raden Pangeran ARYA SACAGATI, neraskeun kalungguhan Ratu, salajengna di Makamkeun di pasarean ageung anu bade lebet ka Desa Tarikolot salangkungna sasak walungan cialing, tepatna Gunung Kutapada nya nelah dugi ka kiwari mantenna sok disebat Pangeran Putrapada.
(3) Raden Pangeran ARYA SACANAGARA, mantenna rupina janten mantrijero ieu nagara, makamna aya di Gunung Mogana sakuloneun Desa Tarikolot ayeuna.
(4) Raden Pangeran ARYA SUTANAGARA, nyepeng daerah kapalih kaler tug dugi kadimakamkeun di daerah Sundulan, saluhureun walungan cialing anu ngalangkung kadina kalayan kamashur ku sebatan Raden Gagaksangkur, anu maksadna mantenna memang kaceluk kaawun awun nya Gagah nya Mashur.
(5) Raden Pangeran ARYA WANGSADINATA, sumare di Gunung Cigangsa ka candak ka daerah Desa Pawenang Kaler ayeuna katelah disebat Sunan Cigangsa.
(6) Raden Pangeran ARYA NANGGADISUTA, putra bungsu tur nyantri ti pangeran Rajakusumah, makamna aya di gunung Cengkok wetaneun Desa Cikareo leubeut ka Desa Pawenang.
3. RATU CUKANG GEDENG WARU, anu ditikah ku Pangeran Geusan Ulun / Rd. Angkawijaya bin Pangeran Santri (Rd. Sholih)
2. Versi Kedua : Prabu Sakawayana adalah Putra Mahkota Terakhir Prabu Haris Maung, yaitu Raden Keling Sakawayana (Raden Aji Mantri)
Setelah kerajaan Pajajaran “burak” akibat di serbu oleh pasukan gabungan Banten dan Cirebon pada tanggal 15 mei 1579 masehi. Rajanya yang bernama Prabu Haris Maung atau Prabu Nusiya mulya tidak terkabarkan lagi membangun pemerintahanya (Pajajaran) kecuali sebelum ia melakukan tirakat di puncak Gunung Halimun (hingga akhir hayatnya) Prabu Haris Maung berpesan kepada putranya agar mengabdi ke Negara Sumedang Larang. Adapula yang mengisahkan dimakamkan di Pangeuereunan Limbangan.
Adapun putranya Prabu Haris Maung atau Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana (memerintah di Pajajaran pada tahun 1567-1579 M) yang di maksud tiada lain adalah Raden Aji Mantri alias Raden Keling Sakawayana, murid tersayang Sang Aduwarsa yang memimpin sebuah peguruan keagamaan di Cinangka (Cikampek).
Perlu diceritakan, dalam melaksanakan pesan atau amanat dari ayahnya itu, bulan oktober 1579 Masehi Raden Aji Mantri berangkat menuju Sumedanglarang dengan di kawal oleh empat orang pengawal pribadinya (Embah Kapuk, Embah Pincang, Raden Raja Koras dan Suryakancana wesah) dan 35 orang prajuritnya. Mereka tiba di Sumedanglarang pada bulan Januari 1580 Masehi dan selanjutnya mengabdi ke Negara tersebut.
Tidak lama setelah menikah dengan Nyai Mas Angkonglarangan (1583 M), Raden Aji Mantri beserta istri dan keempat orang pengawalnya, yang semula berdiam di lingkungan “Keraton Kutamaya” (Keraton Sumedanglarang) pindah dan menetap di sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama “Dusun/Desa Serang” (berada di wilayah kecamatan Cimalaka Sumedang).
Di tempat tersebut, dengan mendapat dukungan dari penguasa Sumedanglarang saat itu (Prabu Geusan Ulun,1579-1610 M), Raden Aji Mantri membangun sebuah Telaga (letaknya di belakang Bale Desa Serang yang sekarang) yang di kenal “Talaga Sakawayana”, Telaga yang di Sekelilingnya ditanami aneka pepohonan (diantaranya pohon kelapa yang disebut Kalapa Tujuh) dan ditengah-tengahnya terdapat “mata air” yang di sebut Leutak Si Balagadama itu, fungsinya selain untuk memperingati para leluhurnya yang telah membangun “Talaga Maharena Wijaya (di Bogor), sebagai tempat rekreasi para pengagung dan warga masyarakat Sumedanglarang juga untuk mengairi tanah-tanah pertanian yang ada di sekitarnya.
Setelah membantu roda pemerintahan Prabu Geusan Ulun selama kurang lebih 30 tahun (1580-1610), Raden Aji Mantri (yang menurut cerita dipercaya selaku penasehat kerajaan Sumedanglarang) kemudian mendirikan sebuah perguruan keagamaan (letaknya tidak jauh dari Talaga Sakawayana) yang diberi nama Sumedang Kahiyangan.
Di perguruan yang dipimpinya itu, Raden Aji Mantri mengajarkan sejumlah ilmu yang dianutnya (dikenal dengan sebutan Elmu Sakawayana) kepada murid-muridnya, baik murid yang datang dari wilayah Sumedanglarang maupun dari luar daerah, seperti Mataram (diantaranya Bapa Leutik yang menikah dengan salah seorang warga Serang).
Menginjak tahun 1660 Masehi, Raden Aji Mantri dipanggil oleh yang Maha Kuasa dalam usia yang sangat tua (105 tahun), jasadnya dimakamkan di sebuah “Gunung” (demikian disebutnya walau sebenarnya bukit) yang ada di Dusun Serang dan makamnya kini dikenal “Makam Keramat Gunung Keling“ atau “Makam Keramat Sakawayana”.
Dari hasil pernikahanya dengan Nyai Mas Angkong Larangan, Raden Aji Mantri meninggalkan 6 orang putra/putri, mereka adalah :
1. Santowan Kadang Serang, menikah dengan Apun Ayu Ajeng Jawista, berputra 3 orang laki-laki, yaitu: Tanduran Sawita (Kyai Perlaya), Kyai Singa Manggala (Embah Gede) dan Kyai Tanu Jiwa atau lebih dikenal Ki Mas Tanu (ia berputra Raden Mertakara yang berdomisili di Banten), menurut Raden Widjajakoesoemah, dalam tulisanya yang berjudul “Tjarita Nagara Padjadjaran” (1846 M), ketiga putra Santoan Kadang Serang itu, pada masa hidupnya pernah mengabdi kepada Kumpeni belanda di Batavia, yaitu pada jaman Gubernur Jendral “Coen” (1627 M) dan sampai zaman Gubernur Jendral Speelman (1681 M). Mereka dipercaya memimpin 40 orang pekerja asal Sumedang untuk membangun tempat-tempat yang asalnya merupakan hutan belantara menjadi tempat pemukiman, seperti Kampung Bidara Cina, Kampung Bantarjati (Kampung Baru) dan sejumlah kampung yang berada di daerah Cipinang.
Oleh karena pekerjaanya memuaskan, maka selanjutnya kumpeni mengangkat ketiga kakak beradik itu sebagai Prajurit serta masing-masing mendapat pangkat, yang sulung (Tanduran Sawita) ”Letnan” (dikenal dengan sebutan “Letnan Pengiring”), yang kedua Kyai Singa Manggala ”Sersan” (disebut “Sersan Kerta Singa”) dan yang bontot (Kyai Tanu Jiwa) sama dengan yang sulung, mendapat pangkat “Letnan”. Pada tahun 1680 Masehi, Tanduran Sawita dengan kedua adiknya mendapat perintah dari Speelman untuk mencari pekerja ke Sumedang sebanyak 100 orang.
Akan tetapi baru sampai ke hutan bekas pajajaran, yang telah memakan waktu sebulan lamanya, mereka mendapat musibah kekurangan makanan. Didekat mata air sungai “Ciluwer” yang ada di hutan tersebut, Tanduran Sawita menghilang dan tidak di ketemukan kembali (itu sebabnya dia dikenal Kyai Perlaya), sehingga kedua adiknya memutuskan untuk kembali ke Batavia.
2. Santowan Sawana Buana, menikah dengan Apun Ayu Ajeng Wanisah, secara turun menurun berputra Tanduran Mataram, Berputra Kiriya Manggala Sakawayana, berputra Darma Manggala, berputra Antamanggala, berputra Wangsamanggala, berputra Akmal Sutamanggala. Selanjutnya Akmal Suta Manggala berputra 3 orang laki-laki, yaitu :
- Pertama, Raden Dipa Wangsa (gugur ketika membantu Kyai Bagus Rangin bertempur melawan pasukan gabungan kumpeni dan Cirebon dalam Perang Bantarjati) dia berputra 4 orang yaitu : Wangsadinata (kepala Desa Serang pertama, memerintah tahun 1870-1885 M), Oneng, Haji Sa’id dan Engkung atau Ajib. Mereka melahirkan keturunan di Dusun Serang dan salah seorang putra Engkung yang bernama “Enden Ningsih” menikah dengan Pangeran Aria Kusumah Adinata atau “Panggeran Sugih” (Bupati Sumedang tahun 1832-1889) berputra “Nyai Raden Domas” kemudian ia berputra Raden Aom Bajaji, Raden Sule dan Nyai Raden Emek (melahiran keturunan di Bandung).
- Kedua, Raden Sawita menikah dengan Sawijah (janda dari Mas Ngabehi Jiwaparana IV, asal Wado Sumedang) berputra “Jibah” yang menulis “Buk Sakawayana” pada tahun 1841 Masehi.
- Ketiga Raden Kasjan, dikenal dengan sebutan Bapa Olot, ia menurunkan anak cucu di Dusun Serang dan Dusun/Desa Narimbang kecamatan Conggeang Sumedang.
3. Santowan Pergong Jaya (di Nangtung Sumedang) menikah dengan Apun Ayu Ajeng Larasati melahirkan keturunan di Tasik Malaya dan Ciamis.
4. Santowan Jagabaya (di Nangtung Sumedang), menikah dengan Apun Ayu Ajeng Alisah, berputra 4 orang yaitu : Embah Bage (di Panjalu), Raden Singa Nurun atau Singa Kerta (melahirkan keturunan di Nangtung Sumedang), Raden Nayamanggala atau Nayapenggala dan Nyai Raden Apun Pananjung (menikah dengan Susuhunan Amangkurat, berputra Raden Doberes). Anapon Raden Nayamanggala menikah dengan Nyai Tanduran Saka, berputra 2 orang, yaitu : Raden Inayapatra dan Nyai Mas Unggeng. Raden Inayapatra menikah dengan Embah Putri (asal Bogor), secara turun temurun berputra Raden Arjawayang (Antareja), berputra Raden Aris Surakarta, berputra Raden Kyai Lukman Candrawisuta, berputra Raden Kanduruan Cakrayuda, berputra Raden Bahinan (Camat Ciawi Bogor), berputra Raden Antahan (Camat Cimande Bogor), berputra Raden Entang, berputra Raden Muhtar, berputra Nyai Raden Mariah, berputra Nyai Raden Susi Lestari, yang melahirkan keturunan di Bogor. Sedangkan Nyai Mas Unggeng berputra Naya, yang menjadi “Jagasatru” di Sumedang.
5. Nyai Ayu Ratna Ayu (di Sumedang).
6. Nyai Jili atau Jilitahunyu (di Sumedang).
Barang-barang peninggalan Prabu Haris Maung
Selain “Makuta Pajajaran“ Yang di serahkan oleh Prabu Harismaung (lewat putranya, Raden Aji Mantri) kepada Prabu Geusan Ulun selaku penguasa Sumedang Larang (sekarang masih ada di museum Prabu Geusan Ulung Sumedang), Raja Pajajaran Akhir itu juga mewariskan tidak kurang dari 150 rupa barang kepada Raden Aji Mantri selaku putranya.
Sebelum Raden Aji Mantri meninggal, ia mewariskan pula semua barang-barangnya kepada ke enam orang putra-putrinya, diantaranya yang diwariskan kepada putra yang kedua, Santowan Sawana Buwana, yaitu berupa :
Aji Mantri, salah sahiji putra mahkota Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana
Aya sabaraha hiji putra-putrana mahkota Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana nu kaguar ti istri-istrina, nyaeta :
Prabu Nusiya Mulya / Panembahan Pulosari (1567-1579) migarwa Nyimas Ratna Gumillang, puputra :
- Rd. Aji Mantri.
Prabu Nusiya Mulya / Panembahan Pulosari (1567-1579) migarwa Nyimas Oo Imahu, puputra :
1. Nyimas Harim Hotimah, makamna di Bogor.
2. Nyimas Sari Atuhu (Buyut Eres), dipigarwa ku Pangeran Bungsu (Santowan Awi Luar) - makamna di Parugpug Paseh Legok, dipigarwa ku Pangeran Bungsu
3. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera) - makamna di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
4. Istihilah Kusumah (Sutra Umbar), amu sok disebat Embah Ucing makamna di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
5. Nyimas Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) - makamna di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
7. Nyimas Suniasih - Makamna di Tajur Cipancar Sumedang.
Lalampahan Aji Mantri muru Sumedanglarang
Dina catetan sajarah resmi teu kacatet ngaran Aji Mantri. Padahal makamna puguh aya di Cimalaka Sumedang tur urang dinya yakin kacida, yen ieu tokoh teh putrana Prabu Raga Mulya Suryakencana anu diutus nyerenkeun makuta raja ti Prabu Raga Mulya atawa Prabu Seda raja Pajajaran ka Prabu Geusan Ulun di Sumedanglarang.
Prabu Raga Mulya miang ti Dayeuh Pakuan muru mumunggang Gunung Pulasari, Pandeglang, Banten. Ku panarajang Banten dina 1579 Masehi, Prabu Raga Mulya/Suryakancana / Panembahan Pulasari geus ngarasa yen Pajajaran geus mimiti lekasan. Ari miang ka Pulasari, lain dumeh sieun ku musuh tapi ku ayana eta kasadaran tea. Pulasari dianggap pangbalikan, sabab inyana percaya yen karuhun Sunda teh jolna ti dinya.
Samemeh Pulasari oge digempur tepikeun ka rata pisan, Sang Prabu ngutus putrana anu katelahna Aji Mantri pikeun nyerenkeun makuta raja ka Prabu Geusan Ulun di Sumedanglarang. Aji Mantri dikawal ku opat papatih Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu), Terongpeot (Batara Pancar Buana), Kondang Hapa jeung Dipati Wiradijaya (Nangganan)
Tapi hayang muru Sumedanglarang teh susah kacida sabab teu weleh dibeberik ku musuh. Jang ngaganggu perhatian musuh, ieu rombongan leutik di tengah jalan ngabagi dua. Jadi dina muru Sumedanglarang teh teu irid-iridan.
Rd. Aji Mantri muru Sumedanglarang seja masrahkeun makuta raja Binokasih Sanghyang Pake Pajajaran sabab ngan eta ciri nu mawa citra Pajajaran teh. Lambang Pajajaran anu pinuh ku serat kanyaah, wibawa sang pamuja nyaeta raja anu nyambungkeun pangrasa tina ngajaga karajaan jeung ngawadahan rahayat ku anu asih wibawa jeung prawiharti (adil dina harta).
Malah dina jaman Ratu Inten Dewata sareng Pangeran Santri mah, Gajah Lindu janten Patih, Sutra Bandera (Sasta Pura Kusumah), Sutra Ngumbar (Istihilah Kusumah) diangkat Panglima Perang, Aji Mantri diangkat menjadi Jaksa Agungna.
Aji Mantri anu ka utus masrahkeun Mahkuta tea, saterusna bumen-bumen di Sakawayana, wewengkon Sumedang. Ari 4 Senapatina, Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu), Terongpeot (Batara Pancar Buana), Kondang Hapa jeung Dipati Wiradijaya (Nangganan). nya ulun kumawula di Sumedanglarang.
Opat Kandaga Lente silsilah kieu ari kedah dibukakeun mah :
Salsilah Jaya Perkasa
Nyimas Saripah, raina Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana dipigarwa ku Batara Kusumah (Abdul Karim), puputra;
1. Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu)
2. Sari Nyata
Salisilah Terong sareng Nanganan
Kusnaedi Kusumah migarwa nyimas Harsari, puputra;;
1. Terong Peot (Batara Pancar Buana)
2. Nangganan (Batara Dipati Wiradijaya)
3. Nyimas Hatimah.
Silsilah Kondang Hapa
Jagatlaya (Suhaiti) boga elmu sabda pangrunggu migarwa Istima (Siti Komalasari), puputra;
1. Istihi (Lenggasari Sari), makamna di Buah Dua.
2. Opit (Kondang Hapa)
Aji Mantri boga turunan genep, Santoan Kadang Serang (atawa Ariphati Manggang Kalanggang), Santoan Sawana Buana (atawa Arjaka Dirayu Sawang), Santoan Pregongjaya (atawa Gandhika Sandhianata Jaya), Santoan Jagabaya (atawa Jawhanggangga Baya), Nyimas Raden Ayu Sendayu Anthatika Palastri, Nyimas Ratu Jili (atawa Rhamijai Jilitahunju).
Tepikeun ka pupusna, Aji Mantri teu ingkah ti wewengkon Sumedang, tur dipusarakeun di Desa Serang tukangeun PDAM Cimalaka Sumedang
Kasimpulan :
Pangeran Bangsit sanes Rd. Aji Mantri, kumargi Rd. Aji Mantri mah putrana Prabu Nusiya Mulya atanapi Prabu Surya Kancana atanapi Prabu Seda atanapi Prabu Haris Maung. Sedengekeun Pangeran Bangsit mah putra Prabu Jaya Dewata ti garwana Ratu Raja Mantri, Ratu ti Sumedanglarang.
Adapun putranya Prabu Haris Maung atau Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana (memerintah di Pajajaran pada tahun 1567-1579 M) yang di maksud tiada lain adalah Raden Aji Mantri alias Raden Keling Sakawayana, murid tersayang Sang Aduwarsa yang memimpin sebuah peguruan keagamaan di Cinangka (Cikampek).
Perlu diceritakan, dalam melaksanakan pesan atau amanat dari ayahnya itu, bulan oktober 1579 Masehi Raden Aji Mantri berangkat menuju Sumedanglarang dengan di kawal oleh empat orang pengawal pribadinya (Embah Kapuk, Embah Pincang, Raden Raja Koras dan Suryakancana wesah) dan 35 orang prajuritnya. Mereka tiba di Sumedanglarang pada bulan Januari 1580 Masehi dan selanjutnya mengabdi ke Negara tersebut.
Tidak lama setelah menikah dengan Nyai Mas Angkonglarangan (1583 M), Raden Aji Mantri beserta istri dan keempat orang pengawalnya, yang semula berdiam di lingkungan “Keraton Kutamaya” (Keraton Sumedanglarang) pindah dan menetap di sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama “Dusun/Desa Serang” (berada di wilayah kecamatan Cimalaka Sumedang).
Di tempat tersebut, dengan mendapat dukungan dari penguasa Sumedanglarang saat itu (Prabu Geusan Ulun,1579-1610 M), Raden Aji Mantri membangun sebuah Telaga (letaknya di belakang Bale Desa Serang yang sekarang) yang di kenal “Talaga Sakawayana”, Telaga yang di Sekelilingnya ditanami aneka pepohonan (diantaranya pohon kelapa yang disebut Kalapa Tujuh) dan ditengah-tengahnya terdapat “mata air” yang di sebut Leutak Si Balagadama itu, fungsinya selain untuk memperingati para leluhurnya yang telah membangun “Talaga Maharena Wijaya (di Bogor), sebagai tempat rekreasi para pengagung dan warga masyarakat Sumedanglarang juga untuk mengairi tanah-tanah pertanian yang ada di sekitarnya.
Setelah membantu roda pemerintahan Prabu Geusan Ulun selama kurang lebih 30 tahun (1580-1610), Raden Aji Mantri (yang menurut cerita dipercaya selaku penasehat kerajaan Sumedanglarang) kemudian mendirikan sebuah perguruan keagamaan (letaknya tidak jauh dari Talaga Sakawayana) yang diberi nama Sumedang Kahiyangan.
Di perguruan yang dipimpinya itu, Raden Aji Mantri mengajarkan sejumlah ilmu yang dianutnya (dikenal dengan sebutan Elmu Sakawayana) kepada murid-muridnya, baik murid yang datang dari wilayah Sumedanglarang maupun dari luar daerah, seperti Mataram (diantaranya Bapa Leutik yang menikah dengan salah seorang warga Serang).
Menginjak tahun 1660 Masehi, Raden Aji Mantri dipanggil oleh yang Maha Kuasa dalam usia yang sangat tua (105 tahun), jasadnya dimakamkan di sebuah “Gunung” (demikian disebutnya walau sebenarnya bukit) yang ada di Dusun Serang dan makamnya kini dikenal “Makam Keramat Gunung Keling“ atau “Makam Keramat Sakawayana”.
Dari hasil pernikahanya dengan Nyai Mas Angkong Larangan, Raden Aji Mantri meninggalkan 6 orang putra/putri, mereka adalah :
1. Santowan Kadang Serang, menikah dengan Apun Ayu Ajeng Jawista, berputra 3 orang laki-laki, yaitu: Tanduran Sawita (Kyai Perlaya), Kyai Singa Manggala (Embah Gede) dan Kyai Tanu Jiwa atau lebih dikenal Ki Mas Tanu (ia berputra Raden Mertakara yang berdomisili di Banten), menurut Raden Widjajakoesoemah, dalam tulisanya yang berjudul “Tjarita Nagara Padjadjaran” (1846 M), ketiga putra Santoan Kadang Serang itu, pada masa hidupnya pernah mengabdi kepada Kumpeni belanda di Batavia, yaitu pada jaman Gubernur Jendral “Coen” (1627 M) dan sampai zaman Gubernur Jendral Speelman (1681 M). Mereka dipercaya memimpin 40 orang pekerja asal Sumedang untuk membangun tempat-tempat yang asalnya merupakan hutan belantara menjadi tempat pemukiman, seperti Kampung Bidara Cina, Kampung Bantarjati (Kampung Baru) dan sejumlah kampung yang berada di daerah Cipinang.
Oleh karena pekerjaanya memuaskan, maka selanjutnya kumpeni mengangkat ketiga kakak beradik itu sebagai Prajurit serta masing-masing mendapat pangkat, yang sulung (Tanduran Sawita) ”Letnan” (dikenal dengan sebutan “Letnan Pengiring”), yang kedua Kyai Singa Manggala ”Sersan” (disebut “Sersan Kerta Singa”) dan yang bontot (Kyai Tanu Jiwa) sama dengan yang sulung, mendapat pangkat “Letnan”. Pada tahun 1680 Masehi, Tanduran Sawita dengan kedua adiknya mendapat perintah dari Speelman untuk mencari pekerja ke Sumedang sebanyak 100 orang.
Akan tetapi baru sampai ke hutan bekas pajajaran, yang telah memakan waktu sebulan lamanya, mereka mendapat musibah kekurangan makanan. Didekat mata air sungai “Ciluwer” yang ada di hutan tersebut, Tanduran Sawita menghilang dan tidak di ketemukan kembali (itu sebabnya dia dikenal Kyai Perlaya), sehingga kedua adiknya memutuskan untuk kembali ke Batavia.
2. Santowan Sawana Buana, menikah dengan Apun Ayu Ajeng Wanisah, secara turun menurun berputra Tanduran Mataram, Berputra Kiriya Manggala Sakawayana, berputra Darma Manggala, berputra Antamanggala, berputra Wangsamanggala, berputra Akmal Sutamanggala. Selanjutnya Akmal Suta Manggala berputra 3 orang laki-laki, yaitu :
- Pertama, Raden Dipa Wangsa (gugur ketika membantu Kyai Bagus Rangin bertempur melawan pasukan gabungan kumpeni dan Cirebon dalam Perang Bantarjati) dia berputra 4 orang yaitu : Wangsadinata (kepala Desa Serang pertama, memerintah tahun 1870-1885 M), Oneng, Haji Sa’id dan Engkung atau Ajib. Mereka melahirkan keturunan di Dusun Serang dan salah seorang putra Engkung yang bernama “Enden Ningsih” menikah dengan Pangeran Aria Kusumah Adinata atau “Panggeran Sugih” (Bupati Sumedang tahun 1832-1889) berputra “Nyai Raden Domas” kemudian ia berputra Raden Aom Bajaji, Raden Sule dan Nyai Raden Emek (melahiran keturunan di Bandung).
- Kedua, Raden Sawita menikah dengan Sawijah (janda dari Mas Ngabehi Jiwaparana IV, asal Wado Sumedang) berputra “Jibah” yang menulis “Buk Sakawayana” pada tahun 1841 Masehi.
- Ketiga Raden Kasjan, dikenal dengan sebutan Bapa Olot, ia menurunkan anak cucu di Dusun Serang dan Dusun/Desa Narimbang kecamatan Conggeang Sumedang.
3. Santowan Pergong Jaya (di Nangtung Sumedang) menikah dengan Apun Ayu Ajeng Larasati melahirkan keturunan di Tasik Malaya dan Ciamis.
4. Santowan Jagabaya (di Nangtung Sumedang), menikah dengan Apun Ayu Ajeng Alisah, berputra 4 orang yaitu : Embah Bage (di Panjalu), Raden Singa Nurun atau Singa Kerta (melahirkan keturunan di Nangtung Sumedang), Raden Nayamanggala atau Nayapenggala dan Nyai Raden Apun Pananjung (menikah dengan Susuhunan Amangkurat, berputra Raden Doberes). Anapon Raden Nayamanggala menikah dengan Nyai Tanduran Saka, berputra 2 orang, yaitu : Raden Inayapatra dan Nyai Mas Unggeng. Raden Inayapatra menikah dengan Embah Putri (asal Bogor), secara turun temurun berputra Raden Arjawayang (Antareja), berputra Raden Aris Surakarta, berputra Raden Kyai Lukman Candrawisuta, berputra Raden Kanduruan Cakrayuda, berputra Raden Bahinan (Camat Ciawi Bogor), berputra Raden Antahan (Camat Cimande Bogor), berputra Raden Entang, berputra Raden Muhtar, berputra Nyai Raden Mariah, berputra Nyai Raden Susi Lestari, yang melahirkan keturunan di Bogor. Sedangkan Nyai Mas Unggeng berputra Naya, yang menjadi “Jagasatru” di Sumedang.
5. Nyai Ayu Ratna Ayu (di Sumedang).
6. Nyai Jili atau Jilitahunyu (di Sumedang).
Barang-barang peninggalan Prabu Haris Maung
Selain “Makuta Pajajaran“ Yang di serahkan oleh Prabu Harismaung (lewat putranya, Raden Aji Mantri) kepada Prabu Geusan Ulun selaku penguasa Sumedang Larang (sekarang masih ada di museum Prabu Geusan Ulung Sumedang), Raja Pajajaran Akhir itu juga mewariskan tidak kurang dari 150 rupa barang kepada Raden Aji Mantri selaku putranya.
Sebelum Raden Aji Mantri meninggal, ia mewariskan pula semua barang-barangnya kepada ke enam orang putra-putrinya, diantaranya yang diwariskan kepada putra yang kedua, Santowan Sawana Buwana, yaitu berupa :
- Munding Bulu Hiris
- Kuda Bulu Landak
- Kuda Ireng
- Kalapa Sahulu (Satu butir kelapa yang disebut Silalampah)
- Pusaka Ki Sakawayana (sebuah Naskah dari pelapah lontar)
- Pedang Sakawayana
- Iteuk Sakawayana
- Pedang Damar Murug
- Baju Kere
- Jamang Kere
- Cis
- Lantenan Sabatekan
- Boeh Larang
- Rema atau Ramo Maung
- Cupu Hejo Tujuh Lapis
- Rupa-rupa Cincin
- Salumpin Sarangka Bitis
- Sarubang Sarangka Awak
- Bedug
- Bende
- Cilo-Cilo
- Kerang
- Badawang Basog
- Umbul-Umbul Kadut
- Kacip
- Sinjang Batik
Aji Mantri, salah sahiji putra mahkota Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana
Aya sabaraha hiji putra-putrana mahkota Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana nu kaguar ti istri-istrina, nyaeta :
Prabu Nusiya Mulya / Panembahan Pulosari (1567-1579) migarwa Nyimas Ratna Gumillang, puputra :
- Rd. Aji Mantri.
1. Nyimas Harim Hotimah, makamna di Bogor.
2. Nyimas Sari Atuhu (Buyut Eres), dipigarwa ku Pangeran Bungsu (Santowan Awi Luar) - makamna di Parugpug Paseh Legok, dipigarwa ku Pangeran Bungsu
3. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera) - makamna di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
4. Istihilah Kusumah (Sutra Umbar), amu sok disebat Embah Ucing makamna di Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
5. Nyimas Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) - makamna di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
7. Nyimas Suniasih - Makamna di Tajur Cipancar Sumedang.
Lalampahan Aji Mantri muru Sumedanglarang
Dina catetan sajarah resmi teu kacatet ngaran Aji Mantri. Padahal makamna puguh aya di Cimalaka Sumedang tur urang dinya yakin kacida, yen ieu tokoh teh putrana Prabu Raga Mulya Suryakencana anu diutus nyerenkeun makuta raja ti Prabu Raga Mulya atawa Prabu Seda raja Pajajaran ka Prabu Geusan Ulun di Sumedanglarang.
Prabu Raga Mulya miang ti Dayeuh Pakuan muru mumunggang Gunung Pulasari, Pandeglang, Banten. Ku panarajang Banten dina 1579 Masehi, Prabu Raga Mulya/Suryakancana / Panembahan Pulasari geus ngarasa yen Pajajaran geus mimiti lekasan. Ari miang ka Pulasari, lain dumeh sieun ku musuh tapi ku ayana eta kasadaran tea. Pulasari dianggap pangbalikan, sabab inyana percaya yen karuhun Sunda teh jolna ti dinya.
Samemeh Pulasari oge digempur tepikeun ka rata pisan, Sang Prabu ngutus putrana anu katelahna Aji Mantri pikeun nyerenkeun makuta raja ka Prabu Geusan Ulun di Sumedanglarang. Aji Mantri dikawal ku opat papatih Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu), Terongpeot (Batara Pancar Buana), Kondang Hapa jeung Dipati Wiradijaya (Nangganan)
Tapi hayang muru Sumedanglarang teh susah kacida sabab teu weleh dibeberik ku musuh. Jang ngaganggu perhatian musuh, ieu rombongan leutik di tengah jalan ngabagi dua. Jadi dina muru Sumedanglarang teh teu irid-iridan.
Rd. Aji Mantri muru Sumedanglarang seja masrahkeun makuta raja Binokasih Sanghyang Pake Pajajaran sabab ngan eta ciri nu mawa citra Pajajaran teh. Lambang Pajajaran anu pinuh ku serat kanyaah, wibawa sang pamuja nyaeta raja anu nyambungkeun pangrasa tina ngajaga karajaan jeung ngawadahan rahayat ku anu asih wibawa jeung prawiharti (adil dina harta).
Malah dina jaman Ratu Inten Dewata sareng Pangeran Santri mah, Gajah Lindu janten Patih, Sutra Bandera (Sasta Pura Kusumah), Sutra Ngumbar (Istihilah Kusumah) diangkat Panglima Perang, Aji Mantri diangkat menjadi Jaksa Agungna.
Aji Mantri anu ka utus masrahkeun Mahkuta tea, saterusna bumen-bumen di Sakawayana, wewengkon Sumedang. Ari 4 Senapatina, Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu), Terongpeot (Batara Pancar Buana), Kondang Hapa jeung Dipati Wiradijaya (Nangganan). nya ulun kumawula di Sumedanglarang.
Opat Kandaga Lente silsilah kieu ari kedah dibukakeun mah :
Salsilah Jaya Perkasa
Nyimas Saripah, raina Prabu Nusiya Mulya Surya Kencana dipigarwa ku Batara Kusumah (Abdul Karim), puputra;
1. Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu)
2. Sari Nyata
Salisilah Terong sareng Nanganan
Kusnaedi Kusumah migarwa nyimas Harsari, puputra;;
1. Terong Peot (Batara Pancar Buana)
2. Nangganan (Batara Dipati Wiradijaya)
3. Nyimas Hatimah.
Silsilah Kondang Hapa
Jagatlaya (Suhaiti) boga elmu sabda pangrunggu migarwa Istima (Siti Komalasari), puputra;
1. Istihi (Lenggasari Sari), makamna di Buah Dua.
2. Opit (Kondang Hapa)
Aji Mantri boga turunan genep, Santoan Kadang Serang (atawa Ariphati Manggang Kalanggang), Santoan Sawana Buana (atawa Arjaka Dirayu Sawang), Santoan Pregongjaya (atawa Gandhika Sandhianata Jaya), Santoan Jagabaya (atawa Jawhanggangga Baya), Nyimas Raden Ayu Sendayu Anthatika Palastri, Nyimas Ratu Jili (atawa Rhamijai Jilitahunju).
Tepikeun ka pupusna, Aji Mantri teu ingkah ti wewengkon Sumedang, tur dipusarakeun di Desa Serang tukangeun PDAM Cimalaka Sumedang
Kasimpulan :
Pangeran Bangsit sanes Rd. Aji Mantri, kumargi Rd. Aji Mantri mah putrana Prabu Nusiya Mulya atanapi Prabu Surya Kancana atanapi Prabu Seda atanapi Prabu Haris Maung. Sedengekeun Pangeran Bangsit mah putra Prabu Jaya Dewata ti garwana Ratu Raja Mantri, Ratu ti Sumedanglarang.
Dumasar sumber sejen netelakeun yen Prabu Siliwangi Ratu Jayadewata ti Ratu Sumedanglarang nyaeta Ratu Raja Mantri puputra Raden Meumeut / Rd. Cameut, Rd. Meumeut/Rd. Cameut puputra Sunan Pada, Sunan Pada puputra :
1. Tjukang Gedeng Waru, anu ditikah ku Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya)
2. Tjukang Gedeng Lor.
3. Tjukang Gedeng Tomo.
Tidak ada komentar
Posting Komentar