Cacandraan Seuseurian Ti Gunung Surian
Cacandraan "Ti Gunung Surian, Karuhun Seuseurian Nyeungseurikeun" adalah menertawakan kelakuan Bani Adam yang telah lupa akan fitrahnya sebagai
Khalifah Fil Ardi, Gelar yang indah dinobatkan Yang Maha Kuasa yang hanya
ditulis di Kitab Suci.
Sang Kuring, Sangkuriang memaksa keukeuh membendung yang seharusnya tidak
dibendung, memaksakan agar bisa bulan madu menikahi wanita cantik jelita
Da Hyang Sumbi yang ternyata Ibu Kandungnya sendiri, Nafsu begitu besar
dari Sang Kuring menghancurkan Ibu Pertiwi Kabuyutan yang dahulu amat
sangat disakralkan dan Yang Maha Kuasa memberinya gelar “Larang” kalau
di Arab mah sama dengan “Haram”.
Sumedang Larang yang tadinya Suci
Bersih Mandala Putih Bersih tempat orang yang tulus bertapa, berdzikir
memuja Hyang Widhi , namun nafsu telah
membutakan semuanya. Nafsu nu matak kaduhung badan anu katempuhan.
Manusia telah lupa bahwa dibalik semua yang terjadi tanpak nyata di bumi
ini ada yang Maha Mengatur dan Menentukan segalanya. Siapa yang mengatur
hujan, siapa yang api, siapa yg mengatur angin, siapa yg mengatur
bumi, dan siapa yg mengatur waktu? Sudahkah lupa dimana manusia pertama
kali diciptakan Yang Maha Kuasa? Bagaimana prosesnya dan siapa
saksinya? Mengapa Yang Maha Kuasa memberikan gelar Khalifah Fil Ardi
padahal Iblis dan Malaikat yang menyaksikan pun ikut meragukan?
Manusia diberikan pengetahuan dan akal untuk kembali kefitrahnya dan
tentu saja dari Zaman ke Zaman, waktu berganti waktu, berbagai peradaban
telah berganti. Air, Angin, Api, Bumi telah menunjukan kekuasaannya utk
menjaga keseimbangannya untuk memastikan bahwa mereka menyediakan
segalanya untuk manusia. Manusia yg kembali kefitrahnya. Ada tiada,
hilang timbul, bagian dari proses keberlangsungan alam semesta dan
semuanya sudah dalam ketetapan-Nya.
Adalah tugas kita untuk selalu mengingatkan dan berbuat kebaikan
walaupun hanya sebesar elektron atau partikel terkecil pun, dimulai dari
diri sendiri, dimulai dari sekarang juga, dan mulai dari hal yang kecil.
Perubahan dimulai dari hal yang kecil, sama ketika Ibrahim membangun
kembali Ka’bah dari reruntuhan dengan cara meninggikan pondasinya.
Begitu juga kita ketika peradaban dunia telah hancur musnah maka kita
bisa belajar seperti Ibrahim - Brahm - Brahma membangun peradaban dari
dirinya sendiri, dari keluarga, dan dari lingkungan sekitar.
Dibalik kehancuran ada penciptaan, dibalik kesengsaraan ada kebahagiaan,
ingat cerita si Kabayan yang dia tertawa ketika melewati tanjakan
karena dia percaya setelah tanjakan ada turunan. Begitu juga kehidupan
di dunia dan alam semesta. Derita hanya lah proses menuju kebahagiaan.
Kematian adalah proses menuju dimensi lain. Bencana adalah proses menuju
kematangan dan kesempurnaan. Tuhan tidak pernah memberika ujian yg
tidak pernah bisa dilewati asalkan kita diberikan kekuatan dan kesabaran
dalam menjalaninya.
Aji Putih adalah Aji : Ilmu, Putih : Bersih, mari bersihkan hati kita
semua hilangkan kebencian, hilangkan angkara murka, ingat kembali fitrah
manusia, semuanya berasal dari Cipaku, seasal dan seturunan, semuanya
sama tidak ada yang berbeda hanya terbuat dari segumpal darah bercampur
tanah, tidak lebih tidak kurang, hentikan kesombongan, keangkuhan,
keserakahan, sebelum semuanya tidak berarti lagi.
Post a Comment