Sejarah Prabu Wijaya Kusumah Masa Medang Kamulyan Kerajaan Galuh Abad ke 7-8 M Di Limbangan Garut

Sampurasun penonton youtube saya

Makam Pasir Astana Cipancar Limbangan yang kini dinamai makam Adipati Liman Senjaya Kusumah atau Makam Sunan Cipancar Pasirwaru, Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut, sebenarnya makam tua sekali yang telah ada sejak jaman Kerajaan Galuh, karena di sini ada makam Prabu Kandiawan Raja Kendan ke 3 pendiri Medang Jati tahun 597 masehi, Prabu Wretikandayun Pendiri Kerajaan Galuh antara tahun 670-702 masehi dan ke empat saudaranya, yaitu Mangukuhan, Karungkalah, Katung Maralah, dan Sandanggreba, putra-putranya Prabu Kandiawan, hanya sebagian orang saja yang tahunya, itupun yang mempunyai babon Cipancar Girang Limbangan dan Cipancar hilir Sumedanglarang.

Baik saya ulas dari nilai kesejarahannya dulu, Kerajaan Galuh adalah kerajaan yang pernah menunjukkan ke eksistensiannya di Nusantara sejak tahun 669 masehi. Awalnya Kerajaan Tarumanegara sering dikaitkan dengan Kerajaan Galuh, ternyata hubungan Kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan Galuh yaitu merupakan keturunan langsung. Karena Kerajaan Tarumanegara mempunyai beberapa bawahan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar wilayahnya. Kerajaan Galuh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Kendan yang adalah bawahan Kerajaan Tarumanegara.

Nama raja Kendan ke tiga yaitu Sang Kandiawan dan bergelar Rajaresi Dewaraja mempunyai 5 anak : anak pertama bernama Mangukuhan, anak kedua bernama Karungkalah, anak ketiga bernama Katung Maralah, anak keempat bernama Sandanggreba dan anak kelima bernama Wretikandayun.

Dari kelima anak Raja Kendan, si bungsulah yang paling disukai sang ayah, karena dinilai Wretikandayun, memiliki sikap lebih baik dibanding kakak-kakaknya dan memiliki watak yang tidak terlalu mementingkan masalah duniawi. Hal inilah yang melatar belakangi Sang Kandiawan menunjuk Wretikandayun sebagai penggantinya. Karena Sang Kandiawan, memutuskan untuk turun takhta setelah menjabat 15 tahun. Dan memilih untuk menjadi seorang resi di Layuwatang untuk menyebarkan ajaran agama pada waktu itu

Pengangkatan Wretikandayun sebagai raja menghasilkan pergunjingan di kalangan Kerajaan Kendan, karena biasanya putra sulung atau anak kedua yang berhak menggantikan sang ayah. Namun, masalah tersebut tidak meruntuhkan niat Sang Kandiawan dan tetap memilih anak bungsunya yang masih berusia 21 tahun untuk menjabat sebagai raja

Penobatan Wretikandayun dilakukan pada malam bulan purnama. Besok harinya setelah penobatan Wretikandayun mengambil keputusan pertamanya yang merubah sejarah Kerajaan Kendan, yaitu memindahkan pusat pemerintahan yang sebelumnya di Kendan ke sebuah lokasi baru yang diapit dua sungai Cimuntur dan sungai Cimanuk yang diberi nama Kerajaan Galuh

Saat Kerajaan Tarumanegara di pimpin oleh Sang Tarusbawa, kerajaan tersebut sudah mulai kehilangan kejayaan dan pamornya. Apalagi semakin lama semakin mendapat tekanan dan serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Lalu Tarusbawa mengganti nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pakuan Bogor. Akhirnya Sang Wretikandayun memutuskan untuk mahardika atau membebaskan diri dari Kerajaan Sunda

Kemudian Sang Maharaja Tarusbawa memutuskan untuk mengakhiri Kerajaan Tarumanegara pada tahun 670 masehi. Dan membagi dua wilayahnya yaitu Kerajaan Galuh di bagian timur dan Kerajaan Sunda di wilayah bagian barat bekas wilayah Tarumanegara

Sang Wretikandayun Raja Galuh Pertama, memerintah Kerajaan Galuh cukup lama, yaitu selama 90 tahun, dari  612-702 masehi. Wretikandayun lalu menikah dengan putri Resi Makandria, Manawati atau Dewi Candraresmi dan mempunyai tiga putra, yaitu : Sempakwaja, Resi Wanayasa atau Jantaka, dan Mandiminyak atau Amara

Seperti dirinya Sang Wretikandayun yang anak bungsu dari lima bersaudara, dan dipilih sebagai seorang raja. Sang Wretikandayun akhirnya memilih anak bungsunya sebagai pemimpin wilayah keratuan, sebab Sempakwaja anak pertama dan Jantaka anak kedua memiliki kekurangan fisik. Akhirnya Sempakwaja yang bergigi ompong memimpin wilayah kebataraan atau keramaan di Galunggung dan bergelar Batara Dangiang Guru. Sementara adiknya, Wanayasa memimpin wilayah keresian di Denuh karena dirinya menderita penyakit hernia atau burut, dan bergelar Resi Rahyang Kidul.

Selanjutnya Kerajaan Galuh diperintah selama 7 tahun oleh Mandiminyak putra bungsu Prabu Wretikandayun dari 702-709 masehi sebagai Raja Galuh ke 2, isterinya yaitu Dewi Parwati, dari Kerajaan Keling di Kalingga Utara Jawa Tengah

Sayangnya, Mandiminyak dan Pwahaci Rababu, istri Sempakwaja menjalin hubungan gelap. Dari Dewi Parwati, Mandiminyak memiliki putri yaitu Sannaha, sedangkan dari Pwahaci Rababu memiliki putra bernama Sena atau Bratasenawa, kedua anak Sang Mandiminyak lalu dinikahkan, walau satu ayah

Dari pernikahan Sannaha dan Sena memiliki seorang putra yaitu Sanjaya. Pernikahan ini tercatat pada Prasasti Stirengga atau Prasasti Canggal pada tahun 732 Masehi

Raja Galuh ke 3, yaitu Sena atau Bratasenawa memerintah 10 tahun antara 709-716 masehi, bergelar Sang Prabu Bratasena Rajaputra Linggabumi. Ia bersahabat dengan Tarusbawa raja Kerajaan Sunda yang memerintah selama 54 tahun, antara 669-723 masehi

Purbasora adalah anak Sempakwaja dan cucu Wretikandayun berniat menggulingkan Sena atau Bratasenawa anaknya Mandi Minyak pada tahun 716 masehi, karena Sena atau Bratasenawa adalah anak hasil hubungan gelap antara Mandi Minyak dengan Dewi Wulansari isteri kakaknya yaitu Sempak Waja. Oleh karena itu Purbasora merasa lebih berhak atas singgasana Galuh, karena ayahnya adalah anak pertama Wretikandayun, yaitu Sempakwaja. Ayah Purbasora, tidak diangkat menjadi raja karena dinilai kurang layak menjadi pemimpin karena memiliki kekurangan fisik. Sebenarnya Sena dan Purbasora adalah saudara satu ibu yakni Pwahaci Rababu atau Dewi Wulansari

Dengan dibantu pasukan Prabu Wiratara adiknya Citra Kirana dari kerajaan Indraprahasta, karena Citra Kirana isterinya Purbasora putranya Resi guru Padmahariwangsa Raja Indraprahasta dan Aria Bimaraksa putranya Resi Jantaka. Purbasora melancarkan kudeta merebut Kerajaan Galuh. Sena berhasil kabur ke sekitaran Gunung Marapi yang termasuk wilayah Kerajaan Kalingga, kerajaan nenek istrinya, Maharani Sima

Akhirnya Purbasora menjadi penguasa Kerajaan Galuh ke 4, memrintah selama 7 tahun antara 716-723 masehi. Dan permaisurinya bernama Dewi Citra Kirana putri Raja Indraprahasta Sang Resi Padma Hariwangsa, mempunyai anak : Wijaya Kusuma, Wiradi Kusuma dan Dewi Komalasari. Prabu Purbasora mengangkat patih Aria Bimaraksa putranya Jantaka, dan menikahkan dengan putra bungsunya yaitu Dewi Komalasari.  Di awal kekuasaanya Prabu Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa atau Sang Sena

Sementara Brata Senawa atau Sang Sena mendapat bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga Utara, kemudian Candraresmi Makandria menobatkan Bratasenawa atau Sena menjadi Pemangku Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian menikah dengan Sannaha putrinya Mandi Minyak dari isterinya Dewi Parwati, putranya Maharani Sima. Perkawinan antara saudara antara Bratasenawa atau Sena dengan Sanaha tetapi berlainan ibu tersebut (perkawinan manu) melahirkan Sanjaya. 

Kehadiran Sanjaya di Kalingga Utara membuat kekhawatiran Prabu Purbasora, bahwa Sanjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Brata Senawa atau Sang Sena sebagai penguasa sah Galuh.

Sanjaya, anak Bratasenawa atau Sena dinikahkan dengan cucu Tarusbawa yang bernama Dewi Teja Kancana Hayu Purnawangi atau Sekar Kancana. Karena anak Tarusbawa yakni Sunda Sembawa wafat saat usia muda, maka cucunya yang bernama Dewi Teja Kancana, anak dari Sunda Sembawa menjadi ahli waris kerajaan. Namun, karena ia seorang wanita, maka ia dinikahkan dengan Sanjaya. Sanjaya atau Rakaian Jamri lah yang menjadi Raja Galuh Pakuan ke 5 sekaligus Kerajaan Sunda, dan memerintah selama 9 tahun antara 723-732 masehi.

Sewaktu Sanjaya alias Rakeyan Jamri berada di kerajaan Sunda, ia  bertekad balas dendam terhadap Prabu Purbasora dan keluarganya. Lalu ia, meminta bantuan Prabu Tarusbawa, sahabat ayahnya yang juga kakek istrinya. Sebelum penyerangan dilancarkan, Sanjaya telah menyiapkan pasukan khusus yang ia pimpin langsung di daerah Gunung Sawal atas bantuan Rabuyut Sawal. Di bawah Patih Anggada memimpin pasukan Sunda melakukan  penyerangan dilakukan secara mendadak dan pada malam hari, di dalam pertempuran  Prabu Purbasora di usia tuanya gugur ditangan pasukan punggawa Sanjaya. 

Sementara berdasarkan versi babon Cipancar Hilir Sumedanglarang, ketika penyerangan ke istana kerajaan Galuh, Prabu Purbasora tidak gugur tapi dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan punggawa Sanjaya, begitu juga menantunya yaitu Patih Aria Bimaraksa dan istrinya Dewi Komalasari, Wiradi Kusuma dan Wijaya Kusuma putra-putrinya Purbasora dari permaisurinya Citrakirana,  berhasil meloloskan diri masuk ke dalam hutan belantara sehingga pasukan Sanjaya kehilangan jejaknya, lalu mereka berempat sampai di daerah Seger Manik atau Sagara Manik dan mendirikan Padukuhan di Sagara Manik Cipancar Hilir dan Padukuhan tersebut yang sekarang menjadi makam Cipancar di Kecamatan Sumedang Selatan.

Sanjaya mendatangi Sempakwaja di Galunggung dan meminta agar pamannya menobatkan Demunawan, anak keduanya, menjadi raja Galuh. Namun, Sempakwaja menolak permohonan itu karena curiga merupakan tipu-muslihat Sanjaya untuk melenyapkan Demunawan.  Begitu juga Sanjaya tidak bisa mengetahui keberadaan Aria Bimaraksa alias Ki Balangantrang dan keluarganya.

Sanjaya yang berhasil menggabungkan kerajaan Medang Jati, kerajaan Indraprahasta dengan kerajaan Galuh. Kemudian mengangkat patih Saunggalah yaitu Wijaya Kusuma putranya Prabu Purbasora menjadi pemangku kerajaan Galuh Pakuan di wilayah Cipancar Girang Garut. 

Prabu Wijaya Kusuma atau Wijaya Kusuma, memperisteri Lenggang Kencana atau Sekar Kencana putranya Aria Bimaraksa dan Dewi Komalasari adiknya Prabu Wijaya Kusuma, mempunyai anak :  Prabu  Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang, Raja Galuh ke 6  antara 724 – 725 Masehi, yang makamnya di Gunung Padang Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang.

Prabu Permana Dikusuma atau Permana Ajar Padang memperisteri Naganingrum putranya Wira Dikusuma dan Siti Putih atau Iwa Panca Kudra, mempunyai anak : Prabu Ciung Wanara atau Prabu Jaya Prakosa Mandaleswara Salaka Buana atau Buyud Maja atau Jaka Suratama atau Sang Manarah, Raja Galuh Pakuan ke 8,  antara 739 – 783 masehi, makamnya di Puncak Damar Ciseuma Desa Paku Alam Kecamatan Darmaraja Sumedang.

Lalu yang mana letak makamnya Adipati Liman Senjaya Kusumah atau Sunan Cipancar, putranya Prabu Hande Liman Senjaya dan Siti Rapiah Nursari, yang memperisteri Siti Ratna Sari yang sering disamakan dengan Prabu Wijaya Kusumah. Makamnya Adipati Liman Senjaya lokasinya berada diluar pagar yang ada makam berurutan dimulai Prabu Wijaya Kusuma, Lengganingrat, Lenggangsari, Lenggang Kancana, Sunan Ulun Wangsa Dita 1 dan Wangsa Dita 2. lihat denah makam ini

Itulah penjelasan sejarah dan makam mengenai Prabu Wijaya Kusuma anak ke satu Prabu Purbasora Raja Galuh ke 4 antara 716 - 723 Masehi, yang menjadi penguasa Medang Kamulyan Jaman Kerajaan Galuh di Cipancar Girang Limbangan Garut.

Salam Santun...


Baca Juga :

1 komentar:

  1. Sampurasun
    Punten kang rada bingung, Sang Manarah/Ciung Wanara itu putra Naganingrum atau Dewi Pangrenyep?

    BalasHapus