Ki Gede Alang Alang alias Ki Danusela Orang Pertama Yang Dimakamkan Secara Islami oleh Pangeran Cakrabuana

Menurut Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Ki Gede Alang-Alang adalah nama lain dari Ki Danusela adik dari Ki Danuarsih, penguasa Cirebon Girang.

Desa/Padukuhan yang didirikan Ki Gede Alang-Alang itu kelak dikenal dengan nama Caruban atau Cirebon.

Beliau anak dari Lentera Wulan, selain dikenal sebagai kuwu Cirebon Pertama,  beliau juga dikenal sebagai Kepala pelabuhan syah bandar pelabuhan muara jati.

Ki Danusela atau Ki Ageung Alang-Alang atau ki Pengalang-ngalang. kuwu Cerbon pertama adalah adik Ki Danuwarsih orang tua Nyi Endang Geulis, permaisurinya Pangeran Walangsungsang atau Somadullah atau Haji Abdullah Iman atau Ki Cakrabumi (Pangraksa Bumi) atau Mbah Kuwu Cerbon Pendiri Caruban Nagari. 

Jadi kaitan kekerabatan Pangeran Walangsungsang ke Ki Danusela atau Ki Gede Alang-alang, adalah paman dari pihak isterinya Nyai Endang Geulis.

Ki Danusela ditunjuk oleh masyarakat Caruban yang saat itu terdiri dari etnis Arab, India, Jawa, Sunda, dan sejumlah suku serta etnis lainnya. “Kuwu pertama di Cirebon adalah Ki Danusela,

Dipilihnya Ki Danusela ini bukan asal-asalan, melainkan dengan menggunakan mekanisme pemilihan yang cukup demokratis.

Saat itu pemilihan kuwu disebut dengan uwi-uwian. Teknis pemilihan kuwu saat itu, setiap orang yang menyatakan dukungannya kepada calon, harus berdiri di belakangnya. Setelah semua warga Caruban menyatakan dukungannya, baru dihitung berapa yang memilih berdiri di belakang calon.

Saat itu, warga Caruban mayoritas berdiri di belakang Ki Danusela. Makanya, sejak dulu pemilihan kuwu dipilih langsung oleh masyarakat dan demokrasi langsung yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah pemiliha

Dalam memimpin. Ki Danusela dibantu seorang Pangraksanbumi atau wakil, yakni Raden Walangsungsang yang tak lain putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang.

Pangraksabumi ini bertugas untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Dia juga dikenal sebagai ahli ekonomi. 

Ki Danusela wafat, Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana menggantikannya. Beliaulah yang sampai dengan saat ini disebut sebagai Mbah Kuwu Cirebon.

Pangeran Cakrabuana yang diangkat menjadi Kuwu Caruban kedua sangat dihormati. Seluruh masyarakat yang beragama Hindu, Budha, Islam, Totemisme, juga masyarakat suku Sunda, Jawa, etnis China, India, Arab sangat menghormatinya. Bahkan, raja-raja di tanah Jawa saat itu juga hormat.

Sebelum Islam masuk ke Cirebon, masyarakatnya menganut ajaran Hindu Syawana (Pemujaan Batara Syiwa) dan Hindu Brahmana (Pemujaan Batara Brahma).

Kondisi tersebut berubah ketika Islam mulai masuk ke Cirebon yang diawali Syekh Nurjati yang akhirnya mempengaruhi budaya masyarakat Cirebon.

Diceritakan dari Naskah Sejarah Cerbon ditulis oleh Raden Syarif Rohani Kusumawijaya, menceritakan bahwa orang yang pertama kali dimakamkan secara Islam adalah mertuanya Pangeran Cakrabuana yakni Ki Gede Alang-alang atau Ki Danusela.

Pangeran Cakrabuana menyempurnakan jenazah metuanya dengan cara dikebumikan dengan syariat islam.

Setelah jenazah dikuburkan barulah pusaranyan disiram dengan air berisi bunga, membakar dupa dan ditutup dengan pembacaan talkin, tahlil dan doa-doa.

Dengan kejadian tersebut membuat warga Cirebon kalau itu begitu heran, namun mereka tidak berani bertanya langsung karena segan kepada Pangeran Cakrabuana.

Meski mereka saat itu bertanya-tanya kenapa jenazahnya tidak dilarung saja atau juga bisa dibakar, bahkan dengan di setra juga bisa.

Namun penduduk Cirebon tidak ada yang berani bertanya karena menghormati Pangeran Cakrabuana.

Setelah selesai pemakaman Pangeran Cakrabuana mengadakan pembacaan doa tahlil dan kalimat thoyibah di rumahnya selama tujuh malam. 

Wallahu alam biromuddih


Baca Juga :

Tidak ada komentar