Makam Ratu Ratna Inten Nawang Wulan Di Darmaraja Sumedang Terlihat Lagi


Makam Ratu Ratu Ratna Inten Nawang Wulan, Istrinya Prabu Guru Aji Putih kita kelihatan lagi Setelah surut Bendungan Jatigede yang kekeringan. 


Ratu Ratna Inten Nawang Wulan Istrinya Prabu Guru Aji Putih putranya Arya Bimaraka (Sanghyang Rsi Agung), Sang senapatih dua jaman pada jaman Raja Galuh Prabu Purbasura dan Prabu Permana Dikusuma (ayahnya Prabu Ciung Wanara / Rd. Suratama Kusuma / Buyud Maja).

Ratu Nawang Wulan adalah cucunya Prabu Rsi Demunawan Raja Saunggalah 1 yang memerintah 645 – 696 Caka = 51 tahun, dengan gelar : Seuweukarma, Rahyangtang Kuku.

Sang Prabu Rsiguru Demunawan, berputra, yaitu  : 
1. Sari Banon Kencana, ibunya Ratu Ratna Inten Nawang Wulan.
2. Tambakwesi (0 - 51th).
3. Tambakbaya, ahli nulis dina lontar, diantarana hal sajarah.
Tambak Wesi Prabu Rsi Raja Saunggalah ka 2. 


Jadi Ratu Ratna Inten Nawang Wulan adalah keturunan dinasti Raja Saunggalah, yang dalam Babad Darmaraja disebutnya Ronggeng Sadunya.


Kisah : Ratu Inten Dewi Nawang Wulan (Ronggeng Sajagat)

Ratu Inten Dewi Nawang Wulan atau ada yang menyebutnya Ratu Ratna Inten Dewi Nawang Wulan, Ratna Inten tinggal disebuah dusun terpencil yang damai jauh dari keramaian, di sanalah gadis cantik nan jelita itu tumbuh dengan kesederhanaan nuansa pedesaan yang tentram,  padahal Ratna Inten terah Raja Sunda Purwa yang sangat disegani kala itu, ia adalah cicit Raja Demunawan Raja Saunggalah putra Sempak Waja, keponakan dari Prabu Purbasura putra Sempak Waja dari Prabu Wreti Kandayun Raja Kendan atau Galuh Purwa. Prabu Purbasura tak lain adalah kakeknya Prabu Aji Putih.

Tetesan darah Jagat Jayanata ini gemar bernyanyi dan menari sampai Ratna Inten tumbuh dewasa menjadi gadis cantik nan jelita bakat dari kecilnya itu didukung sepenuhnya oleh ayah ratna inten sehingga menjelma menjadi seniman tari dan tarik suara (Nembang) yang kesohor atau terkenal. 

Dengan kecantikan serta keluwesan gemulai tarian nya ratna inten banyak undangan pentas tari dari dusun kedusun hingga pentas dari istana–istana kerajaan pun kerap menyukai tarian ratna inten, yang padahal ketika menari ratna inten hanya diiringi (Waditra) pengiring musik tarian yang sangat sederhana yang berupa seperangkat dogdog (terbuat dari kayu dan kulit lembu) dan terompet yang nyaring oleh karena itu terompet disebut juga beger( Jenis alat musik tiup), dengan perpaduan Dogdog dan beger/terompet maka ratna inten menyebut pengiring musik tarian nya disebut Doger (Dogdog dan Beger), mungkin bisa disimpulkan pelopor sejarah Seni Doger tiada lain adalah Ratna Inten. 

Ketenaran tarian Ratna Inten lebih menonjol dari nyanyian atau suara tembangnya,  sehingga ratna inten mendapat julukan “Ronggeng Sadunya atau Ronggeng Sajagat“ gelar kehormatan tersebut diberikan pada Ratna Inten karena kecantikannya serta kepercayaan yang sangat kuat bahwa Ratna Inten merupakan gadis cantik titisan sang Dewi Nawang dari kahyangan. 

Ketenaran sang Ronggeng bukan hanya dikalangan bangsawan atau orang istana kerajaan saja tapi menyentuh hati para saudagar kaya yang tertarik dengan penampilan tarian yang khas dan luwes dalam setiap penampilannya, serta masyarakat kalangan bawah sekalipun (jelata) mengenal dan mengagumi kecantikan dan tarian sang Ronggeng sadunya. 

Ditengah kesibukannya dalam memenuhi undangan pentas tarinya, sang ronggeng terkadang kewalahan karena terlalu banyaknya undangan untuk penampilan tariannya, sehingga terkadang terjadi perselisihan paham dan rebutan Sang Ronggeng untuk tampil menghibur ditempatnya, diantara para pengagum Sang Ronggeng terkadang terjadi keributan bahkan sering kali menelan korban karena ingin lebih dulu sang Ronggeng tampil ditempatnya. 

Penyebab keributan bukan hanya itu saja,  terjadinya kecemburuan dari kalangan seniman sendiri karena dengan ketenaran seni Doger Sang Ronggeng Sajagat, menjadi sepinya pentas bagi mereka, sehingga ayah Ratna Inten yaitu Jagat Jayanata sangat mengkhawatirkan keselamatan putrinya, oleh karena itu sering memberi nasihat-nasihat pada Ratna Inten agar berhati-hati ketika menghibur penggemarnya, namun Jagat Jayanata tidak tega melarang atau membatasi bakat menari Ratna Inten yang mengalir semenjak kecil hingga berhasil menjadi penari yang sangat terkenal. 

Karena banyak nya undangan atas dirinya membuat sang Ronggeng terkuras waktu dan staminanya, sehingga terkadang kelelahan dan tertidur pulas, dan didalam tidurnya sang ronggeng sering bermimpi sama dan berulang-ulang bertemu dengan raja muda dan tanpan, sopan tutur katanya serta berwibawa, dan membawa hanyut perasaan asmara dihati sang ronggeng. 

Di setiap kesempatan Ratna Inten menceritakan mimpinya perihal pertemuan dengan pemuda tampan dan dia adalah seorang raja, Ratna Inten meyakini bahwa mimpinya yang berulang-ulang itu suatu wangsit atau petunjuk dari Hyang Widhi, bahwa Raja muda dalam mimpinya itu adalah jodoh pemberian yang Maha Kuasa pada dirinya kelak, akan tetapi ayahnya hanya menganggap mimpi putrinya itu hanya sebagai bunga tidur semata karena angan-angan putrinya mendapatkan pendamping hidup kalangan bangsawan dan itu sangatlah lumrah.  

Dan akhirnya setelah Jagat Jayanata menimbang-nimbang cerita mimpi Ratna Inten itu termenung dan berbicara dalam hatinya “Masih pantas Ratna inten berharap calon pendampingnya dari kalangan bangsawan, karena Ratna Inten sesungguhnya masih terah raja atau keturunan raja, selayaknya ia mendapatkan mimpinya itu. 

Dan dengan pernikahan mungkin itu salah satu upaya terbaik ketimbang melarang putrinya untuk berhenti menari, sungguh itu alasan yang tepat untuk menghapus kekhawatiranku pada Ratna Inten”. 

Di suatu waktu Jagat Jayanata memanggil putri kesayangannya dan mengutarakan maksudnya untuk menjodohkan Ratna Inten dengan putra mahkota Kerajaan Galuh, akan tetapi Ratna Inten menolak secara halus maksud ayahnya yang hendak menjodohkanya, Ratna Inten menjawab saya mau dijodohkan dengan Raja Muda yang hadir dalam mimpinya apabila lelaki dalam mimpinya itu adalah putra mahkota kerajaan Galuh, saya menerima akan tetapi jika bukan saya akan tetap menunggu raja muda itu untuk datang meminangku,  Jagat Jayanata tersenyum dan mengerti atas jawaban putrinya itu.

Setelah beberapa waktu tiba-tiba rombongan putra mahkota Kerajaan Galuh pun tiba untuk melamar sang ronggeng sa-dunya akan tetapi setelah bertemu ternyata bukan pemuda yang sering hadir dalam mimpinya, dengan pasti sang ronggeng menolak pinangan bangsawan Galuh tersebut, sehingga membuat putra mahkota tersebut pulang dengan sejuta kekecewaan karena Ratna Inten tidak bersedia untuk dinikahinya walaupun dengan maskawin yang bergelimang emas permata, dikemudian harinya rombongan saudagar pun datang hendak melamarnya dengan maskawin emas picis kumelincing, emas inten jumanten (benda berharga dan sangat mahal) akan tetapi mendapatkan jawaban yang sama seperti putra mahkota Kerajaan Galuh, sehingga pulang dengan perasaan hampa karena gagal untuk dapat mempersunting sang Ronggeng Sajagat yang menjadi idaman hatinya. 

Banyaknya rombongan yang hendak melamar Ratna Inten pun tersiar cepat keseluruh pelosok negeri, sehingga dusun Sang Ronggeng kerap sekali didatangi rombongan-rombongan yang hendak melamar dan juga kerap sekali terjadi peperangan antara rombongan satu dengan yang lainya, setelah menerima kekecewaan lamarannya ditolak oleh sang ronggeng tidak kuasa menahan cibiran dan sindiran dari rombongan pelamar yang baru datang di dusun tersebut, dusun yang dulu damai tentram berubah menjadi sebuah dusun yang sangat ramai karena banyaknya orang datang untuk melamar sang Ronggeng dan menjadi sebuah dusun pertempuran. 

Kembali Jagat Jayanata memanggil putrinya karena situasi yang sangat memprihatinkan akibat banyaknya pelamar yang ditolak lambat laun berdampak buruk untuk Ratna inten dan ketentraman dusun-nya, kepekaan Jagat Jayanata akan situasi tersebut terpaksa harus mendesak menanyakan siapa sebenarnya sosok lelaki bayangan mimpi putrinya itu? padahal yang datang melamar dari kalangan raja-raja gagah perkasa, kalangan ksatria, saudagar, akan tetapi semuanya ditolak, hendaknya Ratna Inten putriku memberitahu ayah siapakah namanya dan Raja dari kerajaan mana yang selama ini dinanti? 

Ratna Inten termenung karena sesungguhnya tidak tahu nama dan tempat berasal lelaki yang hadir dalam mimpinya itu, akhirnya Ratna Inten mengutarakan kenyataan tersebut kepada ayahnya, walaupun sang ronggeng sendiripun tidak mengetahui sampai kapan harus menunggunya dan tak tahu kemana harus mencarinya. 

Akan tetapi Ratna Inten bertekad menunggu dengan sabar hingga saatnya tiba. Berita para pelamar sang ronggeng makin banyak yang ditolak makin banyak yang punya niat dan makin penasaran untuk melamar Sang Ronggeng, diantaranya adalah seorang lelaki yang bernama Heulang Rawing bangsawan (penghulu) terah Jawa, mencoba mempersiapkan lamaran dengan maskawin gamelan salawe bangunan, bukan emas berlian yang ia siapkan untuk maskawinnya karena mengingat Ratna Inten adalah seorang Ronggeng sajagat, pasti memerlukan gamelan salawe bangunan yang sengaja ia pesan dari ahli gamelan di daerah Jawa, gamelan tersebut terbuat dari perunggu dan ukiran-ukiran indah menghiasi gamelan untuk merajuk hati sang Ronggeng, sehingga besar hati untuk mendapatkan sang Ronggeng, dengan keyakinannya maka Heulang Rawing tidak tergesa-gesa untuk melamar Ratna Inten, setelah persiapannya matang berangkatlah rombongan Heulang Rawing hendak melamar Ratna Inten. 

Karena lamanya perjalanan tiba-tiba di dahului oleh rombongan pelamar dari Kerajaan Tembong Agung, rombongan Prabu Aji Putih telah disambut oleh Jagat Jayanata kemudian menyerukan kepada putrinya supaya bergegas menemui tamu yang hendak melamarnya, dengan perlahan Ratna Inten berjalan menghampiri rombongan dari Tembong Agung dan setelah dekat dengan tamunya. Ratna Inten terheran-heran karena tamu yang berada dihadapanya itu seakan-akan sering bertemu dan pernah mengenalnya, untuk menjawab rasa heran-nya itu kemudian Ratna Inten bertanya siapakah anda sebenarnya karena saya merasa pernah bertemu dengan anda tapi saya tidak ingat kapan dan dimana kita pernah bertemu? 

Sebelum Prabu Adji Putih menjawab,  di dahului oleh Rsi Agung Bima Raksa atau disebut juga Ki Balangantrang ayahnya Prabu Adji Putih, sebelum anak ku Adji Putih menjawab, izinkanlah saya berbicara :  
“Sesungguhnya saya kaget bertemu Jagat Jayanata ada disini dan ia adalah ayahmu Ratna Inten, perlu diketahui sesungguhnya aku dan ayahmu saling mengenal sejak lama dan masih ada pertalian kekerabatan dari Raja Kendan Prabu Wreti kendayun, alangkah baiknya jika lamaran ini diterima untuk mempererat kembali jalinan kekerabatan kita." 
Akan tetapi Ratna Inten bersikeras untuk menunggu lelaki impiannya yang memberikan harapan terbaik dari yang Maha Kuasa. Dan lelaki dalam mimpiku memberikan hadiah Tusuk konde bertuah, jika bisa memperlihatkannya dan sesuai dengan mimpiku maka saya bersedia menerima lamaran atau pinangan-nya. 

Ki Balangantrang dan Prabu adji putih tersenyum dan mengeluarkan tusuk konde bertuah tersebut seraya Prabu aji putih berkata : 
“Saya datang melamar dengan membawa (Sripitakon sabda panglamar) berupa lima lembar sirih hitam dan tusuk konde yang diinginkan”. 
Setelah melihat apa yang terjadi bahwa lelaki di hadapannya itu benar-benar raja muda yang arif bijaksana yang sering hadir dalam mimpinya, ratna inten pun terperanjat kaget tidak percaya dan senang karena mimpinya menjadi sebuah kenyataan. Kemudian lamaran raja tembong agung pun diterima, ditengah kegembiraan para pengiring rombongan Raja Tembong Agung, kedua belah pihak merencanakan hari pernikahan yang dianggap baik, dan setelah itu rombongan Prabu Aji putih pamit pada tuan rumah untuk kembali ke Tembong Agung dan mempersiapkan keperluan pernikahannya nanti. 

Setelah rombongan Raja Tembong Agung pulang dari rumah Jagat Jayanata, tibalah rombongan Heulang Rawing dengan pembawa gamelan salawe bangunan hendak melamar, ketika tiba di dusun itu, rombongan Heulang Rawing mendengar bisik-bisik orang dusun yang dilaluinya yang mengatakan : 
“Masih ada juga yang mau melamar sang ronggeng, padahal sang ronggeng sudah menerima pinangan raja Tembong Agung sebagai calon suami nya”
Mendengar bisik-bisik orang dusun tersebut rombongan Heulang Rawing seakan belum percaya, dan mengajak rombongan-nya bergegas untuk bisa sampai ditempat Ratna Inten, setelah beberapa saat tibalah rombongan ditempat Ratna Inten, sebagai pribumi Jagat Jayanata tetap menerima dan menjamu tamunya sebagaimana mestinya, namun Heulang Rawing sudah tidak sabar mengutarakan maksud dan ingin tahu kebenaran bisik-bisik orang dusun yang dilaluinya tadi. 

Kemudian Jagat Jayanata membenarkan apa yang dikatakan orang-orang kampung atau dusun itu, bahwa putri saya  Ratna Inten telah menerima lamaran Raja Tembong Agung beberapa waktu sebelum rombongan anda tiba disini. 

Dan Ratna Inten pun sudah barang tentu menolak lamaran rombongan Heulang Rawing, sungguh kecewa Heulang Rawing mendengar kenyataan sangat pahit itu, setelah keyakinannya yang sangat kuat bahwa lamaran dirinyalah yang pasti diterima sang Ronggeng cantik jelita, dengan rasa kecewa yang sangat dalam akhirnya rombongan pun berpamitan pada pribumi. 

Dengan penolakan Ratna Inten membuat Heulang Rawing gusar dan marah-marah karena tersinggung dan kecewa ditolak dan telah didahului oleh Raja Tembong Agung, ditengah perjalanan pulang memerintahkan pada rombongan pembawa gamelan salawe bangunan untuk membuang gamelan tersebut jauh-jauh, untuk apa dibawa pulang (Carakang bongkang piceun kamalausma) gamelan salawe bangunan yang hendak dipakai tanda Sripitakon sabda panglamar yang sangat antik itu akhirnya satu-persatu dibuang di sepanjang jalan yang mereka lintasi, gamelan salawe bangunan yang dibuang ditempat berpisah diambil oleh orang-orang dusun yang kebetulan dilewati oleh rombongan Heulang Rawing yang kecewa.  Gamelan salawe bangunan terbuat dari bahan perunggu terdiri dari 25 wilah, bonang 17 wilah,  jengglong 5 wilah, seperangkat gong, kendang indung, kulanter, kecrek, jumlah gamelan salawe bangunan 25 wilahan dan berlaras pelog saptanada (tujuh nada) gamelan tersebut sering disebut juga gamelan kromong dan semua gamelan tersebut dibuang satu persatu di sepanjang perjalanan pulang. 

Berita Prabu Adji putih Raja Tembong Agung telah memboyong dan mempersunting Ratna Inten “Ronggeng sadunya” tersiar keseluruh pelosok, sehingga terdengar lagi oleh Heulang Rawing dan sungguh menyalakan api dendam asmara yang demikian membara, kemudian Heulang Rawing tak kuasa menahan dirinya, sehingga ia membawa pasukannya untuk membuat keonaran dan kekacauan di daerah kerajaan Tembong Agung, sungguh pasukan pimpinan Heulang Rawing membuat kekacauan dengan sangat kejam sekali karena tidak segan membunuh siapapun yang menghalangi atau melawan pasukan Heulang Rawing yang mengamuk dan membabi-buta, sehingga Raja Tembong Agung tidak bisa berdiam diri dengan keonaran itu. Akhirnya pasukan Tembong Agung dikerahkan untuk menghalau serta menumpas para perusuh di wilayah kerajaan Tembong Agung, Prabu Aji Putih pun ikut dalam penumpasan para pengacau (pasukan Heulang Rawing), walau perlawanan sengit dari pasukan Heulang Rawing tetapi pasukan Tembong Agung tidak gentar dan terus melawannya dan sampai akhirnya pasukan Heulang Rawing banyak berjatuhan korban dan membuat sisa pasukan Heulang Rawing tidak berdaya dan menyatakan menyerah dan takluk kepada Raja Tembong Agung, kemudian Heulang Rawing beserta pasukannya ditangkap. 

Prabu Aji Putih memperlihatkan kearifan dan kebijaksanaan nya sebagai raja, dengan memberikan maaf dan ampunan pada Heulang Rawing serta pasukannya walaupun telah jelas merusak dan membuat keonaran yang sangat keji pada rakyat Tembong Agung, akan tetapi dengan kebesaran hati dan kemulian hati sebagai Raja Tembong Agung begitu nampak didepan mata musuhnya sendiri,  sehingga membuat Heulang Rawing dan sisa pasukannya merasa kagum dan malu kepada Raja Tembong Agung yang akhirnya Heulang Rawing serta sisa pasukannya dengan rela hati mengabdikan diri untuk Raja Tembong Agung. Karena kesungguhan atas pengabdian Heulang Rawing dan pasukannya, maka Prabu Aji Putih kemudian mengangkat Heulang Rawing sebagai pupuhu (sesepuh atau ketua atau kepala daerah Pangerucukan atau nama Situraja sekarang). 

Karena Ratna Inten dipersunting oleh Raja Tembong Agung menjadi permaisuri kerajaan Tembong Agung maka dikenalah Ratu Ratna Inten Dewi Nawang Wulan yang kelak menjadi ibu dari salah satu raja Sumedanglarang yang sangat kharismatik yaitu Prabu Brata Kusuma alias Batara Tungtang Buana alias Prabu Cakrabuana alias Prabu Tajimalela. 

Demikian riwayat Ratu Ratna Inten Dewi Nawang Wulan yang saya dapatkan dan yang dapat saya kumpulkan dan kemudian saya tuliskan kembali dan untuk kebenaran riwayatnya ini sebelumnya  saya konsultasikan dulu kepihak berwenang di Sumedang yang tiada lain pihak “Yayasan Pangeran Sumedang “ untuk ditinjau kembali dengan arsip sejarah Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, guna keselarasan versi sejarah sumedang, karena banyaknya versi dimasyarakat membuat bingung kebenaran sejarah itu sendiri. 
_________________
- Buku riwayat hidup raja-raja Sumedanglarang karya WD.Darmawan (Ider Alam)
- Yayasan Pangeran Sumedang (Arsip Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang)
- Keteragan Iyat hidayat kuncen makam Ratu Dewi Nawang Wulan, Prabu Guru Adji Putih, Ki balangantrang (Resi Agung Bima Raksa) di Cipaku Darmaraja Sumedang

Keterangan :
-------------
Raja-raja Saunggalah
1. Raja Saunggalah I
Sempakwaja mendirikan kerajaan Saunggalah, mendirikan istana di Saunggalah dan mengangkat putranya, Demunawan sebagai Prabunya di bekas kerajaan Kuningan. 
Demunawan ialah putra ke 2 Rababu dan Sempakwaja, 645 – 696 Caka, = 51 tahun, Raja Saunggalah ke - 1.

2. Raja Saunggalah 2
Tambakwesi (51 - 102 th), 696 – 747 Caka = 51 tahun, berputra Sang Kretamanggala, Raja Saunggalah ke - 2.

3. Raja Saunggalah 3
Sang Kretamanggala 747 Caka -......, Saunggalah ke - 2,  berputra :
1. Déwi Kencana Wangi, bersuami Manarah / Rd. Suratama / Ciung Wanara / Buyud Maja.
2. Déwi Kencana Sari,  bersuami Hariang Banga


Baca Juga :

1 komentar: