Melayangkan Ruh Ke Arasy Paling Suci Di Alam Jagat Sagir

"Burung terbang dengan dua sayap, Ruh melayang dengan dua dzikir" begitulah pepatah para kaum sufi. Ini tidak hanya semboyan tapi benar-benar terjadi ketika kita melakukan dzikir atau wirid. Kemana ruh melayang? Kemana lagi kalau bukan menuju ke alam-alam ruhany, alam malakut hingga sampai ke arasy Ilahiyah.

Dzikir berasal dari kata dzakara, artinya ingat. Dzikrullah yaitu ingat kepada Allah SWT yang dilakukan dengan menyebut atau mengingat, mengenang, merasakan, menghayati. Biasanya dilakukan setelah melaksanakan shalat. Dasarnya adalah sbb: Maka apabila kamu selesai mengerjakan shalat maka berdzikirlah kamu kepada Allah di waktu berdiri, duduk dan di waktu berbaring.(QS. An Nisaa’ : 103)

Dzikir yang bersifat khusus ini banyak macamnya, diantaranya: Tasbih (Subhanallâh), Tahmid (Alhamdulillâh), Tahlil (Lâ Ilâha Illallâh), Takbir (Allâhu akbar), Tilawatil Qur’an, dan sebagainya.

Dzikir secara sederhana bisa dikategorikan menjadi dua yaitu dzikir Jahri (nyata) dan Dzikir Sirri (rahasia) Dan rahasiakanlah (sirri) perkataanmu atau nyatakanlah (jahri); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada. (Al Mulk : 13)

Dzikir Jahri atau Dzikir Jahar adalah dzikir yang diucapkan. Dzikir yang dilaksanakan setelah mengerjakan shalat, untuk memohon perlindungan Allah. Sedangkan bacaan dzikir yang kita ucapkan terbatas pada ruang dan waktu, artinya terbatas pada tempat tertentu saja karena apabila sudah di dalam wc bacaan dzikir tidak mungkin diucapkan, dan terbatas pada waktu artinya hanya dalam jumlah bilangan tertentu saja, karena tidak mungkin kita ucapkan bacaan dzikir tersebut terus menerus selama 24 jam penuh.

Dzikir yang diucapkan setelah shalat fardhu dengan suara dan gema kuat dimaksudkan menghasilkan nur dzikir di dalam rongga bathin sehingga hati hidup dengan nur Ilahi. Sebab hati itu keras seperti batu bisa dipecahkan dengan kekuatan yang besar pula.

Dzikir Sirri atau dzikir khafi adalah dzikir yang tersembunyi karena ia diingatkan di dalam hati, tidak menggunakan mulut, melainkan dzawq (perasaan) dan syu`ûr (kesadaran) yang ada di dalam qalbu. Karenanya dzikir ini menjadi tersamar (khafiy) dan hanya pelaku serta Allah SWT saja yang dapat mengetahuinya.

Dengan Dzikir Sirri kita berusaha menghadirkan Allah di dalam hati terus menerus, 24 jam penuh, tanpa terbatas ruang dan waktu. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al A’raaf : 205)

Dalam Dzikir Sirri orang mengingat Allah, merasakan kehadiran Allah, menyadari keberadaan Allah. Di dalam qalbunya tumbuh rasa cinta, rasa rindu kepada Allah, rasa dekat, bersahabat, seakan melihat Allah. Ihsan akan muncul ketika dalam ibadah kita merasa melihat Allah, atau setidaknya merasa sedang dilihat oleh Allah SWT. Inilah dzikir yang hakiki, sebab hubungan manusia dengan Allah SWT tidak terjadi dengan tubuh jasmaninya melainkan dengan qalbunya.

…Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berhubungan dengan manusia melalui qalbunya…(Al Anfaal : 24)

Maka dengan berdzikir mulut dilanjut dengan dzikir qalbu maka akan muncul rasa rindu dan dekat kepada Allah sekaligus manfaat lain yaitu sel-sel kelenjar hormon bisa aktif yang akan menimbulkan kehangatan dan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit.

Senantiasalah kita berdzikir sebanyak-banyaknya dan dilakukan secara terus menerus, jikalau lupa, ingat kembali, lupa, lalu ingatkan lagi, dan seterusnya. “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. (Al Ahzab : 41) ” …Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa…” (Al Kahfi : 24)

Dzikir Sirri atau dzikir Khofi atau dzikir ismu Dzat dengan bacaan “ALLAH”, silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW. melalui Sayidina Abu Bakar Ash Shidiq RA . Sedang dzikir dengan bacaan “LA ILAAHA ILLALLAH”, biasanya dilakukan dzikir jahri atau Dzikir Nafi Itsbat, yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui Sayidina Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah. Kedua jenis dzikir dari kedua sahabat inilah yang menjadi sumber utama pengamalan thoriqoh, yang terus menerus bersambung sampai dengan sekarang kepada kita semua.

Selain dzikir di atas, di Majelis Wirid KWA juga dipraktekkan bersama beragam jenis doa yang sangat bermanfaat untuk mendekatkan diri dan menghadapkan diri (Tawajuh) kepada Allah. Berikut contoh salah satu amalan doa dalam Majelis Wirid KWA:

ILA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ‘ALA ALIHI WA ASHABIHI WA JAMI’I IHWANIHI MINAL ANBIYAI WAL-MURSALIN KHUSUSON ILA NABI IDRIS WA NABI ILYAS WA NABI KHIDIR WA ILA JAMI’I MALAIKAH WA AULIYAI KHUSUSON ILA SYEIKH ABDUL QODIR JAILANI, WA ILA JAMI’I AULIYAI FI DAIROTI HADZA, ILA JIDDINA WA JADDATINA, ILA ABAINA WA UMMAHATINA, WA JAMI’I MUSLIMIN WAL MUSLIMAT JAMI’AHUM - AL FATIHAH..

"YA GHIYATSAL MUSTAGHITSIN AGHITSNA YA ALLAH YA LATHIFAN BIKHOLQIH YA ‘ALIMAN BIKHOLQIH YA KHOBIRON BIKHOLQIH ULTHUF BINA YA LATHIF YA ‘ALIM YA KHOBIR YA ALLAH ROBBI INNI DHO’IFUN FAQOWWINI WA INNI DZALILUN FA A’IZZUNI WA INNI FAQIRUN FA AGHNINI WA INNI MARIDHUN FA ASYFINI. ROBBANAA AATINAA FIDDUN YAA HASNA WAFIL AAKHIROTI HASANAH WQINA ‘AA-DZAA BANNAR"

(Wahai dzat yang menolong bagi orang-orang yang memohon pertolongan, tolonglah kami. Wahai dzat yang Maha Penyantun kepada makhluk-Nya, wahai dzat yang Maha Mengetahui dan Waspada, santunilah kami. Wahai Allah, wahai dzat yang Maha Santun, Maha Mengetahui dan Waspada. Wahai Tuhanku hamba dalam keadaan lemah kuatkanlah hamba, hamba dalam keadaan hina mulyakanlah hamba, hamba dalam kedaan faqir maka kayakanlah hamba (berilah hamba keluasan rizqi), hamba dalam keadaan sakit sembuhkanlah hamba. Wahai Tuhanku berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan jagalah kami dari api neraka).

Demikian apa yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan kali ini.

Baca Juga :

Tidak ada komentar