Ziarah Ke Makam Sunan Ulun dan Prabu Wijaya Kusumah

Pada hari Kamis tanggal 13 juli 2017, penulis melanjutkan perjalanan ziarah dari Makam Syekh Abdul Jabar dan Syekh Japar Shidiq dari Cibiuk saya bersama kang Yadi, Muhammad Arifan  dan Adi, saya muter balik mobil ke arah pemakaman Karuhun di Makam Umum Sunan Cipancar yang masih di Limbangan Kabupaten Garut. 


Makam Pasir Astana Cipancar Limbangan yang kini dinamai makam Adipati Liman Senjaya Kusumah atau Makam Sunan Cipancar Pasirwaru, Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut, sebenarnya makam tua sekali yang telah ada sejak jaman Kerajaan Galuh, karena di sini ada makam Prabu Kandiawan Raja Kendan ke 3 pendiri Medang Jati tahun 597 masehi, Prabu Wretikandayun Pendiri Kerajaan Galuh antara tahun 670-702 masehi dan ke empat saudaranya, yaitu Mangukuhan, Karungkalah, Katung Maralah, dan Sandanggreba, putra-putranya Prabu Kandiawan, hanya sebagian orang saja yang tahunya, itupun yang mempunyai babon Cipancar Girang Limbangan dan Cipancar hilir Sumedanglarang.

Baik saya ulas dari nilai kesejarahannya dulu, Kerajaan Galuh adalah kerajaan yang pernah menunjukkan ke eksistensiannya di Nusantara sejak tahun 669 masehi. Awalnya Kerajaan Tarumanegara sering dikaitkan dengan Kerajaan Galuh, ternyata hubungan Kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan Galuh yaitu merupakan keturunan langsung. Karena Kerajaan Tarumanegara mempunyai beberapa bawahan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar wilayahnya. Kerajaan Galuh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Kendan yang adalah bawahan Kerajaan Tarumanegara.

Nama raja Kendan ke tiga yaitu Sang Kandiawan dan bergelar Rajaresi Dewaraja mempunyai 5 anak : anak pertama bernama Mangukuhan, anak kedua bernama Karungkalah, anak ketiga bernama Katung Maralah, anak keempat bernama Sandanggreba dan anak kelima bernama Wretikandayun.

Dari kelima anak Raja Kendan, si bungsulah yang paling disukai sang ayah, karena dinilai Wretikandayun, memiliki sikap lebih baik dibanding kakak-kakaknya dan memiliki watak yang tidak terlalu mementingkan masalah duniawi. Hal inilah yang melatar belakangi Sang Kandiawan menunjuk Wretikandayun sebagai penggantinya. Karena Sang Kandiawan, memutuskan untuk turun takhta setelah menjabat 15 tahun. Dan memilih untuk menjadi seorang resi di Layuwatang untuk menyebarkan ajaran agama pada waktu itu

Pengangkatan Wretikandayun sebagai raja menghasilkan pergunjingan di kalangan Kerajaan Kendan, karena biasanya putra sulung atau anak kedua yang berhak menggantikan sang ayah. Namun, masalah tersebut tidak meruntuhkan niat Sang Kandiawan dan tetap memilih anak bungsunya yang masih berusia 21 tahun untuk menjabat sebagai raja

Penobatan Wretikandayun dilakukan pada malam bulan purnama. Besok harinya setelah penobatan Wretikandayun mengambil keputusan pertamanya yang merubah sejarah Kerajaan Kendan, yaitu memindahkan pusat pemerintahan yang sebelumnya di Kendan ke sebuah lokasi baru yang diapit dua sungai Cimuntur dan sungai Cimanuk yang diberi nama Kerajaan Galuh

Saat Kerajaan Tarumanegara di pimpin oleh Sang Tarusbawa, kerajaan tersebut sudah mulai kehilangan kejayaan dan pamornya. Apalagi semakin lama semakin mendapat tekanan dan serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Lalu Tarusbawa mengganti nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pakuan Bogor. Akhirnya Sang Wretikandayun memutuskan untuk mahardika atau membebaskan diri dari Kerajaan Sunda

Kemudian Sang Maharaja Tarusbawa memutuskan untuk mengakhiri Kerajaan Tarumanegara pada tahun 670 masehi. Dan membagi dua wilayahnya yaitu Kerajaan Galuh di bagian timur dan Kerajaan Sunda di wilayah bagian barat bekas wilayah Tarumanegara

Sang Wretikandayun Raja Galuh Pertama, memerintah Kerajaan Galuh cukup lama, yaitu selama 90 tahun, dari  612-702 masehi. Wretikandayun lalu menikah dengan putri Resi Makandria, Manawati atau Dewi Candraresmi dan mempunyai tiga putra, yaitu : Sempakwaja, Resi Wanayasa atau Jantaka, dan Mandiminyak atau Amara

Seperti dirinya Sang Wretikandayun yang anak bungsu dari lima bersaudara, dan dipilih sebagai seorang raja. Sang Wretikandayun akhirnya memilih anak bungsunya sebagai pemimpin wilayah keratuan, sebab Sempakwaja anak pertama dan Jantaka anak kedua memiliki kekurangan fisik. Akhirnya Sempakwaja yang bergigi ompong memimpin wilayah kebataraan atau keramaan di Galunggung dan bergelar Batara Dangiang Guru. Sementara adiknya, Wanayasa memimpin wilayah keresian di Denuh karena dirinya menderita penyakit hernia atau burut, dan bergelar Resi Rahyang Kidul.

Selanjutnya Kerajaan Galuh diperintah selama 7 tahun oleh Mandiminyak putra bungsu Prabu Wretikandayun dari 702-709 masehi sebagai Raja Galuh ke 2, isterinya yaitu Dewi Parwati, dari Kerajaan Keling di Kalingga Utara Jawa Tengah

Sayangnya, Mandiminyak dan Pwahaci Rababu, istri Sempakwaja menjalin hubungan gelap. Dari Dewi Parwati, Mandiminyak memiliki putri yaitu Sannaha, sedangkan dari Pwahaci Rababu memiliki putra bernama Sena atau Bratasenawa, kedua anak Sang Mandiminyak lalu dinikahkan, walau satu ayah

Dari pernikahan Sannaha dan Sena memiliki seorang putra yaitu Sanjaya. Pernikahan ini tercatat pada Prasasti Stirengga atau Prasasti Canggal pada tahun 732 Masehi

Raja Galuh ke 3, yaitu Sena atau Bratasenawa memerintah 10 tahun antara 709-716 masehi, bergelar Sang Prabu Bratasena Rajaputra Linggabumi. Ia bersahabat dengan Tarusbawa raja Kerajaan Sunda yang memerintah selama 54 tahun, antara 669-723 masehi

Purbasora adalah anak Sempakwaja dan cucu Wretikandayun berniat menggulingkan Sena atau Bratasenawa anaknya Mandi Minyak pada tahun 716 masehi, karena Sena atau Bratasenawa adalah anak hasil hubungan gelap antara Mandi Minyak dengan Dewi Wulansari isteri kakaknya yaitu Sempak Waja. Oleh karena itu Purbasora merasa lebih berhak atas singgasana Galuh, karena ayahnya adalah anak pertama Wretikandayun, yaitu Sempakwaja. Ayah Purbasora, tidak diangkat menjadi raja karena dinilai kurang layak menjadi pemimpin karena memiliki kekurangan fisik. Sebenarnya Sena dan Purbasora adalah saudara satu ibu yakni Pwahaci Rababu atau Dewi Wulansari

Dengan dibantu pasukan Prabu Wiratara adiknya Citra Kirana dari kerajaan Indraprahasta, karena Citra Kirana isterinya Purbasora putranya Resi guru Padmahariwangsa Raja Indraprahasta dan Aria Bimaraksa putranya Resi Jantaka. Purbasora melancarkan kudeta merebut Kerajaan Galuh. Sena berhasil kabur ke sekitaran Gunung Marapi yang termasuk wilayah Kerajaan Kalingga, kerajaan nenek istrinya, Maharani Sima

Akhirnya Purbasora menjadi penguasa Kerajaan Galuh ke 4, memrintah selama 7 tahun antara 716-723 masehi. Dan permaisurinya bernama Dewi Citra Kirana putri Raja Indraprahasta Sang Resi Padma Hariwangsa, mempunyai anak : Wijaya Kusuma, Wiradi Kusuma dan Dewi Komalasari. Prabu Purbasora mengangkat patih Aria Bimaraksa putranya Jantaka, dan menikahkan dengan putra bungsunya yaitu Dewi Komalasari.  Di awal kekuasaanya Prabu Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa atau Sang Sena

Sementara Brata Senawa atau Sang Sena mendapat bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga Utara, kemudian Candraresmi Makandria menobatkan Bratasenawa atau Sena menjadi Pemangku Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian menikah dengan Sannaha putrinya Mandi Minyak dari isterinya Dewi Parwati, putranya Maharani Sima. Perkawinan antara saudara antara Bratasenawa atau Sena dengan Sanaha tetapi berlainan ibu tersebut (perkawinan manu) melahirkan Sanjaya. Kehadiran Sanjaya di Kalingga Utara membuat kekhawatiran Prabu Purbasora, bahwa Sanjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Brata Senawa atau Sang Sena sebagai penguasa sah Galuh.

Sanjaya, anak Bratasenawa atau Sena dinikahkan dengan cucu Tarusbawa yang bernama Dewi Teja Kancana Hayu Purnawangi atau Sekar Kancana. Karena anak Tarusbawa yakni Sunda Sembawa wafat saat usia muda, maka cucunya yang bernama Dewi Teja Kancana, anak dari Sunda Sembawa menjadi ahli waris kerajaan. Namun, karena ia seorang wanita, maka ia dinikahkan dengan Sanjaya. Sanjaya atau Rakaian Jamri lah yang menjadi Raja Galuh Pakuan ke 5 sekaligus Kerajaan Sunda, dan memerintah selama 9 tahun antara 723-732 masehi.

Sewaktu Sanjaya alias Rakeyan Jamri berada di kerajaan Sunda, ia  bertekad balas dendam terhadap Prabu Purbasora dan keluarganya. Lalu ia, meminta bantuan Prabu Tarusbawa, sahabat ayahnya yang juga kakek istrinya. Sebelum penyerangan dilancarkan, Sanjaya telah menyiapkan pasukan khusus yang ia pimpin langsung di daerah Gunung Sawal atas bantuan Rabuyut Sawal. Di bawah Patih Anggada memimpin pasukan Sunda melakukan  penyerangan dilakukan secara mendadak dan pada malam hari, di dalam pertempuran  Prabu Purbasora di usia tuanya gugur ditangan pasukan punggawa Sanjaya. 

Sementara versi babon Cipancar Hilir Sumedang, ketika penyerangan ke istana kerajaan Galuh, Prabu Purbasora tidak gugur tapi dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan punggawa Sanjaya, begitu juga menantunya yaitu Patih Aria Bimaraksa dan istrinya Dewi Komalasari, Wiradi Kusuma dan Wijaya Kusuma putra-putrinya Purbasora dari permaisurinya Citrakirana,  berhasil meloloskan diri masuk ke dalam hutan belantara sehingga pasukan Sanjaya kehilangan jejaknya, lalu mereka berempat sampai di daerah Seger Manik atau Sagara Manik dan mendirikan Padukuhan di Sagara Manik Cipancar Hilir dan Padukuhan tersebut yang sekarang menjadi makam Cipancar di Kecamatan Sumedang Selatan.

Sanjaya mendatangi Sempakwaja di Galunggung dan meminta agar pamannya menobatkan Demunawan, anak keduanya, menjadi raja Galuh. Namun, Sempakwaja menolak permohonan itu karena curiga merupakan tipu-muslihat Sanjaya untuk melenyapkan Demunawan.  Begitu juga Sanjaya tidak bisa mengetahui keberadaan Aria Bimaraksa alias Ki Balangantrang dan keluarganya.

Sanjaya yang berhasil menggabungkan kerajaan Medang Jati, kerajaan Indraprahasta dengan kerajaan Galuh. Kemudian mengangkat patih Saunggalah yaitu Wijaya Kusuma putranya Prabu Purbasora menjadi pemangku kerajaan Galuh Pakuan di wilayah Cipancar Girang Garut. 


SILSILAH PRABU WIJAYA KUSUMA
Kendan Galuh (Limbangan)
1. Manikmaya           528 – 568
2. Suraliman             568 – 597

Medangjati (Limbangan - Sumedang)
1. Kandiawan          597 – 612
2. Wertikendayun   612 – 670

Galuh Pakuan 
1. Wertikendayun    640 – 702
2. Mandiminyak        702 – 709
3. Sena                     709 – 716
4. Purbasora           716 – 723

Prabu Purbasora  dari Raja Galuh Pakuan (Limbangan) ke 4, Mp. 716 -723 M,  menikah dengan Citra Kirana, berputra :
1. Prabu Wijaya Kusuma. 

2. Wiradi Kusuma (Sunan Pamret), makamnya Cipancar kecaman Sumedang Selatan. menikah dengan Siti Putih, berputra :
2.1 Prabu Permana Di Kusuma (Permana Ajar Padang), makamnya di Ciseuma Desa Paku Alam Puncak Damar Darmaraja Sumedang.
2.2 Siti Nurjanah.
2.3 Naga Ningrum, makamnya di Desa Cipancar kecamatan Sumedang Selatan.

3. Dewi Komalasari (Sunan Pancer / Sunan Baeti - Cipancar Sumedang) bersuamikan Aria Bimaraksa, putra Resi Jantaka. berputra :
3.1. Prabu Aji Putih
3.2. Darma Kusuma
3.3. Asta Jiwa
3.4. Usuro
3.5. Siti Putih
3.6. Lenggang Kencana.

1. Prabu Wijaya Kusuma (Wijaya Kusuma), menikah dengan Lenggang Kencana, berputra :
1.1. Prabu  Permanadi Kusuma (Permana Ajar Padang) Raja Galuh Pakuan Raja Galuh Pakuan ke 6  mp 724 – 725  memperistri Naganingrum, berputra :
1.1.2  Prabu Ciung Wanara (Prabu Jaya Prakosa Mandaleswara Salaka Buana - Buyud Maja) / Rd. Suratama / Sang Manarah, Raja Galuh Pakuan ke 8, Mp.739 – 783 M, makamnya di Ciseuma Desa Paku Alam Puncak Darmaraja Sumedang.

1.2. Mulya Sari, makamnya Astana Hotib Limbangan Garut), menikah dengan Haris Darma, putra Prabu Guru Aji Putih ke tiga, berputra :
1.1.2 Nyimas Lenggang Sari, yang ditikah oleh Mariana Jaya (Sunan Ulun), berputra :
1.1.2.1 Rangga Buana, menikah dengan Aminah, berputra :
1.1.2.1.1 Raga Mulya.
1.1.2.1.1 Raga Mulya dan menikah dengan Karina, berputra :
1.1.2.1.1.1 Siti Mujenar (Maya Sari)  

1.1.2.2 Rangga Kusuma, menikah dengan Rohaeti, berputra :
1.1.2.2.1 Surya Kanta, menikah dengan Siti Mujenar (Maya Sari), berputra :
1.1.2.1.1.1.1 Miramaya yang kemudian ditikah oleh Prabu Wirajaya atau Sunan Pagulingan, putra dari Prabu Gajah Agung (Atma Brata) dari istrinya Sari Naga Ningrum.


1.3. Sintara, ditikah oleh Astajiwa





Makam Prabu Wijaya Kusuma di Pasir Astana ke Limbangan Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut
Makam Nyi R. Lenggang Kencana isterinya Prabu Wijaya Kusuma di Makam Pasir Astana Sunan Cipancar Limbangan Garut


SILSILAH SUNAN ULUN (MARIANA JAYA) 
Praru Aji Putih menikah dengan Dewi Nawang Wulan, berputra :
1. Brata Kusuma (Prabu Tajimalela), menikah dengan Nyi Rangga Wulung putra dari Jagat Jaya Nata dan Sari Banon Kencana, berputra :
1.1 Jaya Dibrata (Prabu Lembu Agung).
1.2 Atma Brata (Prabu Gajah Agung)
1.3 Mariana Jaya (Sunan Ulun)

2. Sakawayana (Zainal Mustopa / Embah Jalul), Tumenggung Sumedang Larang sesudah zaman Pengiring Medang Kamulyaan Salakanagara di Suku Gunung Tampomas, abad ke 7 - 8 M, ketika jaman Prabu Brata Kusuma (Prabu Tajimalela), berkuasa Raja Sumedang ke - 1 Mp. 721 - 778.

3. Harisdarma, menikah dengan Mulyasari, berputra :
3.1 Hasmada Mustopa
3.2 Lenggang Sari, yang diperistri oleh Mariana Jaya (Sunan Ulun).
3.3 Lir Hustadi.

Sunan Ulun (Mariana Jaya) menikah dengan Lenggang Sari, berputra :
1. Rangga Buana, yang menikah dengan Aminah putra no.3 dari pasangan Darma Kusuma dan Siti Nurjanah.
2. Rangga Kusuma, yang menikah dengan Rohaeti, putra no. 2 dari pasangan Darma Kusuma dan Siti Nurjanah.
3. Jagat Raksa, yang menikah dengan Siti Ningrum.
4. Pancanata Kusuma menikah dengan Nuryatimah, putra no.4 pasangan Darma Kusuma dan Siti Nurjanah.
5. Mulya Agung menikah dengan Fatimah

Makam-Makam : Rangga Buana, Jagat Raksa dan Mulya Agung di Pasir Astana Limbangan.

Makam-makam : Rangga Kusuma, Pancanata Kusuma dan Suryakanta di Sempil - Sukasirna Poronggol Limbangan.





Makam Sunan Ulun  (Mariana Jaya) di Makam Pasir Astana Sunan Cipancar Kecamatan Limbangan Garut

Makam Istri Sunan Ulun Nyimas Raden Lenggangsari di Makam Pasir Astana Sunan Cipancar Kecamatan Limbangan Garut

Keturunan Sunan Ulun
Rangga Buana menikah dengan Aminah, berputra :
1. Raga Mulya.
2. Sari Fatimah, diperistri oleh Hidayat putra pasangan Hasmada dan Sarinah (turunan Harisdarma), beputra :
- Fatimah
- Hasanah (Banon Pujasari) yang diperistri oleh Prabu Lembu Agung (Jaya Dibrata / Batara Sakti).

Rangga Kusuma menikah dengan Rohaeti, berputra :
1. Sartini
2. Suryakanta.

Prabu Wijaya Kusuma, putra ke satu Prabu Purbasora, menikah dengan Dewi Lenggang Kencana, berputra :
1.1 Nyimas Mulya Sari, menikah dengan Haris Darma (putra Prabu Guru Aji Putih no. 3), dan berputra :
1.1.2 Nyimas Lenggang Sari, yang ditikah oleh Mariana Jaya (Sunan Ulun), berputra :
1.1.2.1 Rangga Buana, menikah dengan Aminah, berputra :
1.1.2.1.1 Raga Mulya
1.1.2.2 Rangga Kusuma, menikah dengan Rohaeti, berputra :
1.1.2.2.1 Surya Kanta

1.1.2.1 Rangga Buana menikah dengan Aminah :

1.1.2.1.1 Raga Mulya dan menikah dengan Karina, berputra :
1.1.2.1.1.1 Siti Mujenar (Maya Sari) dan ditikah oleh Surya Kanta, berputra :
1.1.2.1.1.1.1 Miramaya yang kemudian ditikah oleh Prabu Wirajaya atau Jagabaya atau Prabu Wirajaya (Prabu Pagulingan / Sunan Pagulingan), Raja Sumedang larang ke 5 Mp. 998 – 1114 M., putra dari Prabu Gajah Agung (Atma Brata) Raja Sumedanglarang ke 4 Mp. 839 - 998 M, dari istrinya nyi Sari Naga Ningrum (Gandrunia), putra dari Raden Gedeng Waru dan Nyi Sari Anten. 


III. SILSILAH WANGSA DITA 1
Prabu Jaya Dewata (Sri Baduga Jaya Dewata) menikah dengan Dewi Inten Dewata (Halimah / Nyi Anten), putri Dalem Pasehan Leles Torogong Garut, berputra ;
1. Sunan Dayeuh Manggung
2. Sunan Gordah, beristri Kartika putra no. 1 Sunan Dayeuh Manggung.
3. Siti Maemunah

Sunan Gordah menikah dengan Kartika, berputra :
1. Sunan Ranggalawe
2. Sunan Patinggi
3. Sunan Rumenggong / Prabu Jaya Kusumah / Kuwu Kandang Sakti / Rakeyan Layaran Wangi.

Sunan Rumenggong menikah dengan Siti Juminten berputra :
1. Prabu Munding Wangi (Sunan Cisorok)
2. Buni Wangi / Puteri Dalem Emas / Puteri Rambut Kasih, yang diperistri oleh Prb. Sala Langu Laya Kusumah (Munding Laya Dikusumah), berputra :
1. Santowan Angling Darma (makamnya di Buah Ngariung Curug Emas - Cadas ngampar - Wado Sumedang), menikah dengan Siti Rapiah Mujenar (Asal Talaga), berputra :
- Amilah
- Nayawangsa.
2. Prabu Hande Liman Senjaya.
3. Prabu Wastu Dewa.

Santowan Angling Darma menikah dengan Siti Rafiah Mujenar, berputra :
1. Amilah
2. Nayawangsa (Adar Hasata).

- Prabu Wastu Dewa menikah dengan Sulastri, berputra Sunardi menikah dengan Nyimas Emi, beputra Nyimas Anikah, yang diperistri oleh Adar Hasata (Nayawangsa), berputra Dalem Kuda Wreksa (Eyang Moreleng).

- Oman Hutama menikah dengan Nyimas Titin Maemunah, beputra Nyi Raden Tanurang Manik.

- Dalem Kuda Wreksa menikah dengan Nyi Raden Tanurang Manik, berputra Dalem Wangsa Dita 1.

Raden Rahmat menikah dengan Imas Hamilah, berputra Nyimas Wiwin Haryani.

Dalem Wangsa Dita 1 menikahi Nyimas Hariyani putra dari Raden Rahmat dan Nyi Wiwin Haryani, berputra :
1. Dalem Soerianagara 1
2. Dalem Wangsa Dita 2
3. Dalem Surya Dipraja
4. Nyi Raden Nata Karaton.
5. Nyi Raden Raja Karaton.
6. Raden Panghulu Limbangan.
7. Nyi Raden Purba.
8. Raden Wangsa Praja.
9. Raden Wangsa Dinata.
10. Nyi Raden Pandon.

Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV (mp. 1709 – 1744) dari Sumedang menikah dengan Raden Ayu Bano Nagara, berputra diantaranya : Dalem Istri Rajaningrat yang kemudian ditikah oleh Dalem Soerianagara 1 (putra dari Wangsa Dita 1), berputra ;
1. Dalem Kusumah Dinata / Dalem Anom.
2. Dalem Soerianagara 2
3. Dalem Soerialaga.
4. Nyi Raden Ajeng Bano Nagara.
5. Nyi Raden Raja Inten.
6. Nyi Raden Enang.


Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV (mp. 1709 – 1744)
Pangeran Karuhun menjadi bupati Sumedang pada tahun 1709 hingga 1744 M. Ia menggantikan bupati Sumedang setelah ayahnya, R.T. Tanumaja meninggal. Ia dikenal sebagai bupati yang memajukan pertanian (persawahan).
Nama aslinya R. Kusumah dinata VII, tetapi setelah meninggal dunia ia lebih dikenal dengan gelar Pangeran Karuhun. Ia merupakan putra dari bupati sebelumnya R.T. Tanumaja.

R. Kusumadinata memohon memakai gelar Rangga Gempol IV seperti kakeknya. Dan setelah meninggal Pangeran Kusumahdinata ini dikenal sebagai Pangeran Karuhun.

a. Politik dan Pemerintahan
Sang bupati ini memusuhi Pangeran Aria Cirebon karena ia tidak ingin dibawah perintahnya. Sebelum wafat Pangeran Kusumadinata menginginkan kabupatian-kabupatian di laut Jawa dan Hindia di bawah kekuasaannya tetapi sebelum keinginannya tercapai keburu meninggal.

b.Kebijakan
Pangeran Kusumadinata terkenal sebagai bupati yang memajukan persawahan

c. Suksesi
Setelah Pageran Karuhun meninggal, yang menggantikan menjadi bupati adalah putri sulungnya Dalem Istri Radjaningrat (1744 – 1759). Hal ini dikarenakan para putera lelaki Pangeran Karuhun belum ada yang dewasa.
Dalem Istri Radjaningrat menikah dengan Kanjeng Dalem Soerianagara putera Bupati Limbangan. Putera sulungnya yang bernama Raden Kusumadinata yang biasa disebut Dalem Anom, kemudian nantinya menjadi bupati menggantikan kakeknya . Para putera Pangeran Karuhun oleh kompeni dipandang tidak cukup cakap untuk menjadi bupati.

d. Keturunan
Pangeran Karuhun mempunyai anak 21 orang, yaitu:
Dalem Istri Radjaningrat, yang kemudian menggantikan ayahnya, Pangeran Karuhun sebagai bupati. Dlm. Istri Radjaningrat. Ia menikah dengan Kanjeng Adipati Surianagara putra NRA Rajanagara dan Ki Dalem Rangga Wangsadita 2. 
Dalem Istri Rajaningrat ini mempunyai 6 orang putra : 
- Dalem Rd. Anom Kusmadinata,
- Dalem Rd. Soerianagara II, 
- Dalem Rd. Soerialaga,
- RA. Banonagara,
- NR. Radjainten,
- NR. Enang.
Dan putra dari istri lainnya, yaitu :
- R. Dipakoesoemah.
- R. Poespanata.
- R. Aria Bandajoeda.
- R. Anggataroena.
- R. Anggakara.
- R. Natakoesoemah.
- R. Dipamanggala.
- R. Tanoeresa.
- R. Alimoedin.
- R. Mantrianagara.
- NR. Moeljakoesoemah.
- NR. Lengka.
- NR. Panganten.
- NR. Antrakoesoemah.
- NR. Ratnamoelia.
- NR. Soemakaraton.
- NR. Djoemi.
- NR. Indra.
- NR. Nata.
- NR. Toekon .


Dalem Istri Rajaningrat (Mp. 1744 – 1759)
Dalem Istri Rajaningrat menjadi bupati Sumedang dari tahun 1744 - 1759 M. Ia merupakan bupati wanita di Sumedang. Ia menjadi bupati menggantikan ayahnya Pangeran Karuhun.

Dalem Istri Rajaningrat merupakan anak pertama (sulung) dari Pangeran Karuhun. Ia menggantikan ayahnya, karena para putera Pangeran Karuhun belum ada yang dewasa. Dalem Istri Rajaningrat menikah dengan Dalem Surianegara putera Bupati Limbangan.

1. Suksesi :
Setelah Dalem Istri Rajaningrat meninggal, ia digantikan oleh anak pertamanya yang bernama Dalem Raden Anom Kusumahdinata VIII. Ia tidak mempunyai anak.

2. Keturunan :
Dalem Istri Radjaningrat menikah dengan Kanjeng Dalem Soerianegara putera Bupati Limbangan (Garut). Dari perkawinan Dalem Istri Rajaningrat dan Kanjeng Dalem Surianagara, ia mempunyai 6 orang anak, yaitu :
  1. Dalem Rd. Anom Kusmadinata VII,
  2. Dalem Rd. Soerianagara II,
  3. Dalem Rd. Soerialaga,
  4. RA. Banonagara,
  5. NR. Radjainten,
  6. NR. Enang.
Dalem Raden Anom Kusumahdinata VIII, beliau kemudian menggantikan ibunya sebagai bupati. Ia tidak mempunyai anak.

Dalem Raden Soerianagara II, ia menggantikan kakaknya sebagai bupati. Ia menikah dengan NM Nagakasih dan dikaruniai 4 orang anak :

  1. Pangeran Kornel Kusumah Dinata VII,
  2. RA. Jogjanagara,
  3. NR. Sarianagara
  4. NR. Bandinagara

Dalem Adipati Kusumadinata VIII / Dalem Anom (mp. 1759 – 1761)
Dalem Adipati Kusumah dinata VII menjadi bupati menggantikan ibunya, Dalem Istri Rajaningrat, pada tahun 1759 M, dan berkuasa hingga tahun 1761.
Ia berkuasa hanya 2 tahun keburu meninggal. Dan jabatan bupati jatuh pada adiknya yang bernama Dalem Adipati Surianagara II pada tahun 1761 M. Dalem Adipati Surianagara II merupakan ayah dari Pangeran Kornel.


Dalem Adipati Surianagara II (mp.1761- 1765 M)
Dalem Adipati Surianagara menjadi buupati Sumedang pada tahun 1761 menggantikan kakaknya, Dalem Adipati Kusumah dinata VIII yang meninggal. Ia memerintah dari tahun 1761 hingga tahun 1765.

1. Suksesi :
Setelah Adipati Surianagara meninggal pada tahun 1765 M, tidak digantikan oleh puteranya Raden Djamu karena masih anak-anak. Jabatan bupati digantikan oleh saudaranya, Raden Surialaga (1765 – 1773)

2. Keturunan :
Adipati Surianagara II menikah dengan NM. Nagakasih dan mempunyai 4 orang anak.
  1. Pangeran Kornel Kusumah dinata VII.
  2. RA. Jogjanagara
  3. NR. Sarianagara
  4. NR. Bandinagara

Dalem Adipati Surialaga (mp. 1765 – 1773 M)
Dalem adipati Surialaga menjadi bupati Sumedang pada, menggantikan kakaknya, Adipati Surianagara yang meninggal pada tahun 1765 M, karena anak anak kakaknya masih kecil. Ia berkuasa dari tahun 1765 hingga 1773 M.

1. Suksesi :
Dalem Adipati Surialaga mempunyai 6 orang putera dan puteri. Putra sulungnya Raden Ema ketika itu masih berusia 9 tahun. Maka timbullah masalah mengenai penggantian bupati. Putera Raden Surianagara, bupati sebelumnya, yaitu Raden Jamu ketika itu juga masih belum dewasa dan berusia 11 tahun. Oleh karena itu kompeni mengangkat Raden Adipati Tanubaya Bupati Parakanmuncang menjadi bupati Sumedang.

Sejak itu Sumedang memasuki masa bupati penyelang selama tiga periode, sampai akhirnya kelak Raden Jamu menjadi bupati, dan bergelar Pangeran Kornel atau Pangeran Kusumah Dinata IX

Pengangkatan Adipati Tanubaya (1773 – 1775 M) dari Parakanmuncang menjadi bupati Sumedang karena memungkinkan, memang keadaan tidak mungkin mengangkat bupati dari keturunan Sumedang dikarenakan pengganti dari Sumedang belum menginjak dewasa.

2. Keturunan :
Dalem adipati Surialaga dikaruniai 6 putra putri :
  1. Rd. Soeriadinata
  2. Rd. Soeradipradja
  3. Rd. Sawon
  4. Dalem Rd. Soeriadilaga II/ Raden Ema
  5. Rd. Sekarwiredja
  6. NR. Moeljanagara
Dalem R. Surialaga II / Raden Ema
Dalem R Surialaga II merupakan anak ke-4, Adipati Surialaga I. Nama aslinya R. Ema atau dikenal juga dengan nama Dalem talun. Ketika ayahnya wafat, Raden Ema masih berusia 9 tahun, sedang saudara sepupunya, putra bupati sebelumnya, Raden Jamu (Pangeran Kornel) masih berusia 11 tahun. Karena keduanya masih berusia muda maka Kabupaten Sumedang mengalami sela yang bukan dari turunan bupati sumedang, yang nantinya terkenal dengan istilah bupati penyelang dari Parakanmuncang.

Sebagaimana Raden Jamu yang tidak merasa aman di Sumedang, Raden Ema pun demikian. Akhirnya Raden Ema mengikuti jejak sepupunya pergi ke cianjur. Karena masih kerabat bupati Cianjur, ketika R, Jamu menjadi cutak cikalong wetan, Raden Ema kemudian diangkat bupati Wiratanu Datar menjadi jurutulis kabupaten, kemudian menjadi mantri gudang kopi di Bogor, hingga kemudian menjadi bupati Bogor, bupati Karawang, dan bupati Sukapura. R Ema kemudian mengundurkan diri dari bupati Sukapura.

Raden Ema menikah dengan NR Hamsyah putri ke-14 anak dari Bupati Cianjur, Dalem Aria Wiratanudatar VI / Kiai Muhudin (mp. 1761-1776 M) dan menetap di Cibakagung Bogor. Ia diangkat menjadi bupati bogor selama 10 tahun dari tahun 1801 - 1811 M. Ia kemudian menjadi bupati penyelang di Karawang (1811-1813), kemudian menjadi bupati penyelang di indramayu, dan terakhir menjadi bupati penyelang di Sukapura (1813 - 1814 M)


Dalem Adipati Tanubaya (mp.1773–1775 M) (Bupati Penyelang)
Pengangkatan Adipati Tanubaya (1773 – 1775 M) dari Parakanmuncang menjadi bupati Sumedang karena memungkinkan, memang keadaan tidak mungkin mengangkat bupati dari keturunan Sumedang dikarenakan pengganti dari Sumedang belum menginjak dewasa.


Dalem Adipati Patrakusumah 1775 – 1789 (Bupati Penyelang)
Dalem Adipati Patra kusumah menjadi bupati Sumedang dari tahun 1775-1789 M, menggantikan mertuanya, Adipati Tanubaya pada tahun 1775 M.

Dalem adipati Patrakusumah merupakan menantu dari bupati Adipati Tanubaya. yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Parakanmuncang (Tusschen Bestur Parakanmuncang).

Pengangkatan Tumenggung mendapat dukungan dari 4 umbul terutama di Sumedang dan setelah mendapat dukungan Patrakusumah berhenti menjadi Bupati Parakanmuncang.

Pada masa pemerintahannya Tumenggung Patrakusuma melakukan pelanggaran maka ia diberhentikan oleh kompeni dari kedudukan Bupati Sumedang kemudian diasingkan ke Batavia.


Dalem Aria Sacapati. 1789 – 1791 M
Dalem Aria Sacapati diangkat menjadi bupati menggantikan Patrakusumah pada tahun 1789. Sebelumnya ia menjabat sebagai patih Sumedang,

Setelah diangkat menjadi bupati dalem Aria Sacapati memakai gelar Adipati. Tetapi posisinya menjadi bupati tidak berlangsung lama karena oleh kompeni dianggap kurang cakap, dan pangkatnya diturunkan kembali menjadi patih.

Untuk mengisi kekosongan bupati, Satjapati mengirim surat ke Bupati Cianjur Wiratanudatar IV memohon agar Raden Surianagara waktu itu menjabat sebagai Wadana Cikalong diusulkan untuk menjadi Bupati Sumedang, yang akhirnya usul tersebut diterima oleh kompeni dan Raden Surianagara / Raden Djamu diangkat menjadi Bupati Sumedang.


Pangeran Kusumadinata IX / Pangeran Kornel. 1791 – 1828 M
Pangeran Kornel menjadi bupati Sumedang menggantikan bupati Dalem Aria Sacapati (mp. 1765-1773 M) pada tahun 1791 M, yang berkuasa hingga tahun 1828 M

Nama aslinya Raden Jamu bergelar Kusumahdinata IX dan dikenal juga dengan nama Pangeran Kornel. Karena dalam peperangan menghadapi Pangeran Diponogoro (1825-1830), ia oleh Belanda diangkat sebagai kolonel tituler. Istilah kolonel yang masih belum familier dalam telinga bangsa kita berubah menjadi Kornel.

Raden Jamu merupakan putra dari bupati, Raden Adipati Surialaga yang meninggal ketika Raden Jamu masih kecil. Ia kemudiam diasuh oleh bibinya, istri adik iparnya. Karena putra mahkota masih kecil, maka diangkatlah bupati penyelang, yaitu Tumenggung Tanubaya yang sebelumnya menjadi Bupati Parakanmuncang.

1. Perjalanan Hidup
Setelah menginjak dewasa R Jamu dinikahkan dengan putri bupati Adipati Tanubaya II, yang bernama NR Raja Mirah dan mempunyai seorang puteri bernama NR Kasomi.

Karena terjadi persepongkolan penyingkiran Raden Jamu dari istana Sumedang, atas hasutan Demang Dongkol. Akhirnya Raden Jamu pergi ke Garut /Limbangan, karena bupati Libangan merupakan saudaranya. Tetapi karena masih kurang aman, ia kemudian pergi ke Cianjur menemui bupati Coanjut, Adipati Aria Wiratanudatar V, yang merupakan sadara ayahnya.

Di Cianjur ia diangkat menjadi cutak atau wedana Cikalong dengan nama Raden Surianagara III. Setelah Bupati adipati Tanubaya II meninggal, yang diangkat menjadi bupati adalah patihnya Aria Sacapati (mp. 1789-1791 M), tetapi kemudian ia diturunkan menjadi patih lagi. Akhirnya R Sacapati mengusulkan Raden Jamu menjadi bupati.

2. Suksesi
Karen anak pertamanya, Dalem Adipati Adiwijaya menjadi bupati Limbangan (Garut). Maka tahta bupati jatuh kepada anak keduanya, yang bernama Dalem Adipati Ageung Kusumahyuda.

3. Keturunan
Pangeran Kornel dari istrinya yang bernama Raden Ayu Lenggakusumah, ia mempunyai 4 orang anak, yaitu:
  1. Dalem Adipati Adiwidjaja
  2. Dalem Adipati Ageung 3. Kusumayuda.
  3. RA. Rajaningrat
  4. RA. Rajanagara
3.1. Dalem Adipati Adiwijaya
Dalem Adipati Adiwidjaja, merupakan anak pertama Pangeran Kornel. Ia diangkat menjadi bupati Limbangan (Garut 1).
Ia mempunyai 9 orang anak, yaitu:
  1. RAA. Dalem Alit Kusumahdinata, yang nantinya menggantikan pamannya, Dalem Adipati Ageung Kusumah Yuda menjadi bupati Sumedang berikutnya.
  2. Dmg. Adiwidjaja
  3. Rd. Adikoesoemah
  4. Rd. Soeriabrata
  5. Rd. Hasim
  6. NR. Lenggangmantri
  7. NR. Banonagara
  8. Rd. Koesoemamantri
  9. NR. Radjapoetri
3.2. Dalem Adipati Ageung Kusumayuda.
Karena kakaknya menjadi bupati di Limbangan Garut. Dalem adipati Ageung Kusumah Yuda kemudian menggantikan ayahnya menjadi bupati Sumedang, yang berkuasa dari tahun 1828 hingga 1833.


Dalem Adipati Ageung Kusumayuda (mp. 1828-1833 M)
Dalem adipati Ageung Kusumahyuda menjadi bupati Sumedang pada tahun 1828 menggantikan ayahnya, pangeran Kornel. Meskipun ia merupakan anak kedua, ia menjadi bupati, karena kakaknya menjadi Dalem adipati Adiwijaya menjadi bupati di Limbangan Garut. Ia menjadi bupati urutan ke-13 dan berkuasa dari tahun 1828 hingga 1833.

Ia lahir dengan nama Raden Ewok merupakan putera kedua dari Pangeran Kornel Kusumadinata dan Dalem Istri Lenggang kusumah. Ia biasa dipanggil Dalem Ageung kareng badannya yang tinggi besar.

Sebelum menjadi Bupati ia pernah bertugas sebagai Hupkumetir Kopi Sumedang tahun 1804, kemudian menjadi Kepala Cutak (semacam kepala camat) Pamanukan tahun 1806-1807. Namun karena pernah berselisih dengan orang orang tionghoa membuat ia dimutasi ke daerah Cipicung dan menjadi Kepala Cutak disana.

Pemerintah Kolonial berkenan atas kerjanya yang baik dan memberinya gelar Tumenggung Aria Somanagara. Pada 10 Februari 1828 ayahnya Pangeran Kornel memutuskan pensiun dari tugasnya sebagai bupati dan menunjuk Tumenggung Aria Somanagara sebagai pengganti. Setelah ayahnya meninggal ia mulai dilantik secara penuh menjadi bupati Sumedang.

Pada masa Kabupatiannya tercatat selalu menumpas para perampok, pengancau dan pemberontak di Sumedang. Kakaknya Bupati Limbangan Garut Adipati Adiwijaya turut serta membantunya. Dalem Ageung Kusumayuda meninggal pada tahun 1833.
Pada masanya Keamanan Sumedang adalah yang terbaik di Priangan.

Keturunan
Dalem Adipati Ageung Kusumayuda menikah dengan Nyi Mas Samijah. Dari perkawinannya, ia mempunyai 9 orang anak, yaitu :
  1. Pangeran Soegih Soeria Kusumah Adinata, yang menjadi bupati Sumedang setelah Dalem Alit dan Dalem Sindangraja.
  2. Rd. Koesoemajoeda .
  3. Rd. H. Moestapa
  4. NR. Siti Marian
  5. NR. Lenggang Nagara
  6. NR. Koesoemaningroem
  7. NR. Moenigar .
  8. NR. Radjaningroem .
  9. NR. Jogjanagara .

Dalem Adipati Kusumadinata X / Dalem Alit. (mp.1833 – 1834 M)
RAA. Dalem Alit Kusumahdinata X, menjadi bupati Sumedang dari tahun 1833 hingga 1834, menggantikan pamanya, Dalem Adipati Kusumah Yuda. Ia digelari Dalem alit atau dalem leutik karena perawakan badannya yang kecil.

Ia merupakan anak bupati Limbangan Garut, Dalem Adipati Adiwidjaja bin Pangeran Kornel, dan cucu dari Pangeran Kornel.

RAA Dalem Alit Kusumahdinata X hanya berkuasa 1 tahun dari tahun 1833-1834, dan digantikan oleh saudara Tumenggung Suridilaga atau Dalem Sindangraja.

a. Suksesi
Setelah bupati Dalem Alit meninggal. Karena yang dianggap berhak mennjadi bupati adalah Raden Somanagara, masih kecil atau belum cukup umur. Maka atas usul Dalem Talun yang bernama Aria Suryalegawa diangkat menjadi pejabat bupati. Setelah menjadi bupati ia menjadi Tumenggung Suryadilaga.

b. Keturunan
Dalem Alit Kusmahdinata X mempunyai 2 orang putri yang bernama :
- RA. Rajapurnama
- Kusumahdinata, merupakan istri bupati Garut Wiratanudatar (Raden Wiranagata), putra bupati Cianjur. Yang diangkat menjdi bupati garut menggantikan mertuanya
RA. Radjanagara Koesoemahdinata, menjadi isitri anak bupati Bandung, Aria Angganagara.


Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja (mp. 1834 – 1836 M)
Tumenggung Suriadilaga menjadi pejabat bupati dari tahun 1834 hingga tahun 1836 M. Pada mulanya ia meupakan seorang patih dengan nama Aria Surialegawa, tetapi kemudian setelah menjadi bupati, ia memakai nama Tumenggung Suriadilaga.

Keturunan :
  1. Tumenggung Suriadiaga dikaruniai 16 putra putri :
  2. NR. Tedjamirah Seoeriadilaga
  3. NR. Perbatamirah Seoeriadilaga
  4. Rd. Tisnakoesoemah Seoeriadilaga
  5. Rd. Hasan Seoeriadilaga
  6. Rd. Brangtanagara Seoeriadilaga
  7. Rd. Padmanagara Seoeriadilaga
  8. NR. Modjanagara Seoeriadilaga
  9. Rd. Soerialegawa Seoeriadilaga
  10. NR. Domas Atisah Seoeriadilaga
  11. Rd. Wangsanagara Seoeriadilaga
  12. NR. Moertihawa Seoeriadilaga
  13. NR. Soekaeni Seoeriadilaga
  14. Rd. Hambali Soeriadiningrat Seoeriadilaga
  15. Rd. Soemadilaga Seoeriadilaga
  16. Rd. Adikoesoemah Seoeriadilaga
  17. NR. Nawangsih Seoeriadilaga

Pangeran Sugih /Pangeran Suria Kusumah Adinata (mp. 1836 – 1882M)
Pangeran Suria Kusumah Adinata atau dikenal dengan nama Pangeran Sugih menjadi bupati Sumedang dari tahun 1836 hingga 1882 M. Ia dikenal dengan pangeran sugih karena merupakan bupati terkaya (sugih = kaya) dan juga terkaya di tatar Sunda.

Ia merupakan putra dari Adipati Kusumayuda atau Dalem Ageung dari istrinya Nyi Mas Samijah, cucu dari Pangeran Kornel.

Pangeran Suria Kusumah Adinata dikatakan Pangeran Sugih ku harta, sugih ku harti dan sugih ku istri (kaya akan harta, kaya akan ilmu dan kaya istri). Ia mempunyai 4 prameswari (garwa padmi) dan 27 istri selir (garwa selir) serta 94 Anak dan 286 cucu.

Perkawinannya didasari oleh politik, karena ia ingin mengembalikan kejayaan Sumedang dan ingin menperstukan wilayah parahiyangan di era kolonial Belanda yang telah tercerai berai. Karena itu ia kemudian mengawini putri putri para bupati dan putri orang orang yang berpengaruh. Dan ia kemudian menempatkan putra putrinya dan cucunya menjadi pejabat / istri pejabat di seluruh tatar sunda. Ia meninggal pada 22 September 1882, dan dimakamkan di Gunung Puyuh.

a. Kebijakan
Pangeran Sugih memamfaatkan kekayaannya dengan idealismenya untuk mempersatukan lagi wilayah tatar sunda dibawah panjinya. Karenna itu ia kemudian mengawini putra putri para bangsawan sunda di berbagai daerah. Dengan demikian perkawiannya lebih didasari oleh kepentingan politik.

Karena itu nantinya anak cucu keturnan Pangeran Sugih ini, menjadi pejabat penting di beragai kota di tatar sunda. Ia mempunyai 4 prameswari (garwa padmi) dan 27 istri selir (garwa selir) serta 94 Anak dan 286 cucu.


Secara keseluruhan makam - makan yang ada di Makam Pasir Astana Anyar Cipancar Limbangan Garut adalah sebagai berikut : 



MAKAM DI DALAM PAGAR :












MAKAM DI LUAR PAGAR :
















Makam Mbah Khotib atau Haris Darma  (Baca disini Selanjutnya)







SILSILAH ADIPATI LIMANSENJAYA (SUNAN CIPANCAR)

Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata (Prabu Siliwangi) dari Nyi Putri Inten Dewata (putra Dalem Pasehan Timbanganten) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe (Ratu Timbanganten).

Prabu Jaya Dewata beristerikan Ratu Raja Inten Dewata putranya Dalem Pasehan (Permana Di Putang), berputra :
1. Sunan Dayeuh Manggung
2. Sunan Gordah
3. Siti Maemunah

2. Sunan Gordah beristrikan Kartika, berputra :
2.1. Sunan Ranggalawe
2.2. Sunan Patinggi
2.3. Sunan Rumenggong

2.3. Sunan Rumenggong (Rakean Layaran Wangi) dari istrinya Siti Juwinten mempunyai  putra, yaitu :
2.3.1. Prabu Mundingwangi / Sunan Cisorok (Dalem Manggunrembung)
2.3.2. Nyi Putri Buniwangi /Nyi Rambut Kasih
2.3.3. Dalem Emas (dari Isteri Keduanya)
2.3.4. Dalem Mangunharja / Sunan Galunggung
2.3.5. Prabu Mundingwangi (Sunan Cisorok)
2.3.6. Dalem Mangunreksa (Sunan Manglayang)
2.3.7. Dalem Manguntaruna (Purbalingga Jawa Tengah)
2.3.8. Dalem Emas (Sunan Bunikasih)

2.3.2.Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Sala Langu Layakusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Sala Langu Layakusumah adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja (Cicurug Sukabumi) sebagai vasal Kerajaan Pakuan Pajajaran (Bogor). Dari isteri Nyi Ratu Putri Buniwangi atau Ratu Ayu Rambut Kasih Sekar Arum Rutjitawati Kancana (Limbangan), putri dari Prabu Layaran wangi (Sunan Rumenggong) dari Keprabuan Kerta Rahayu, berputra antara lain :
2.3.2.1 Prabu Angling Darma (Santowan), makamnya di Buah Ngariung Cadasngampar Kec. Wado (Situs Curug Emas) yang telah tenggelam oleh Bendungan Jatigede.
2.3.2.2 Prabu Hande Limansenjaya dan ada lagi Prabu Wastu Dewa dari ibu yang sama. 
2.3.2.3 Prabu Hande (dan istrinya Ratu Anten, putra Prabu Silalangu Laya Kusumah); sedangkan Silalangu Laya Kusumah adalah putra dari Prabu Munding Wangi (Sunan Cisorok) yang adalah kakak dari ibunya Limansenjaya (berarti menikah dengan keponakan) mempunyai seorang putera bernama :
2.3.2.3.1 Raden Wijaya Kusumah atau Adipati Djaja atau  Adipati Liman Senjaya (Sunan Cipancar). Cucu Prabu Siliwangi ini masuk Islam pada tahun  1525 M. Raden Wijaya Kusumah (Adipati Liman Senjaya) berputra 14 orang, yang sulung bernama  Raden Tumenggung Wangsanegara, Sunan Karaseda, yang melanjutkan keadipatian Galih Pakuan, menggantikan ayahnya, adalah :
2.3.2.3.1.1. Raden Tumenggung Wangsanegara berputra 6 orang, salah satunya Raden Adipati Aria Djiwanata.
2.3.2.3.1.1.1. Selanjutnya Raden Adipati Aria Djiwanata berputra  Dalem Raden Adipati Arya Megatsari Suryakusumah, Regent Limbangan tahun 1625, yang berputra 9 orang di antaranya :
2.3.2.3.1.1.1. Dalem Adipati Suta Djiwanagara,  yang wafat di Mataram;  berputra 1 orang :
2.3.2.3.1.1.1.1. Dalem Tumenggung Widjajakusumah, Dalem Emas, di Sukadanah, Sadang Wanaraja; dengan istri bernama Raden Ayu Singa, (putra Raden Wira Bangsa yang adalah putranya Raden Adipati Aria Djiwanata); berputra 10 orang di antaranya :
2.3.2.3.1.1.1.1.1. Dalem Raden Adipati Sutanagara  di Cinunuk, Wanaraja – Garut. Leluhur keturunan Cinunuk ini berputra 8 orang, diantaranya seorang perempuan bernama :
2.3.2.3.1.1.1.1.1.1. Nyai Raden Siti Tedja Kiamah;  menikah dengan  Raden Kiai Noer Chatim (Penghulu Limbangan, putra Raden Kiai Suta Merta, putranya Dalem Merta Singa)  yang berputra 5 orang di antaranya :
2.3.2.3.1.1.1.1.1.1. Raden Kiai Muhammad Aliyam, beristri Nyimas Domas dari Cinunuk, berputra 3 orang, yang  di antaranya ;
2.3.2.3.1.1.1.1.1.1.1 Raden Kiai Muhammad Djuwari,  beristri Raden Nyimas Indjang (Sindjang); berputra 7 orang, yang diantaranya adalah :
2.3.2.3.1.1.1.1.1.1.1.1 Raden Wangsa Muhammad, Pangeran Papak, yang lahir di Cinunuk pada abad ke-19 Masehi, Wafat 17 Safar 1317 H atau Senin, 26 Juni th 1899 M, berputra 14 orang dari 6 istri yaitu :

Dari istri pertama Nyi Raden Siti Rukimah alias Eyang Enok : 
  • Raden Wangsadinata 
  • Nyi Raden Siti Satriamah atau Eyang Inut (istrinya Rd. Mochamad Zainal Asyik)  
  • Raden Wangsadiwiria
  • Raden Danudiwangsa
  • Nyi Raden Gandaningrum/ Ratnaningrum
  • Raden Wiradiwangsa.
Dari istri kedua Nyi Raden Siti Karsiah :   
  • Raden Natadiwangsa;  
  • Nyi Raden Siti Sutriyah, alias Eyang Entri. 
Dari istri ketiga Nyi Raden Siti Maemunah berputra seorang, yaitu :
  • Nyi Raden Siti Satria Kusumah.
Dari istri keempat Nyi Raden Andewi:  
  • Raden Djajadiwangsa; 
  • Raden Wigenadiwangsa.
Dari istri kelima Nyi Raden Mas Djerot:  
  • Raden Atmadiwangsa; 
  • Nyi Raden Lengkawati.
Dari istri keenam Nyi Raden Mas Ito: 
  • Raden Tisnadiwangsa.
Salam Santun.

------------------------------------------------------------------------
Dedi E Kusmayadi Kamantren Sejarah & Budaya KSL.

Baca Juga :