Makna Sesajen Menurut Budaya Sunda

Sajen asal kata dari sesaji yang mengandung makna Sa-Aji-an atau kalimah yang disimbolkan dengan bahasa rupa bukan bahasa sastra, dimana didalamnya mengandung mantra atau kekuatan metafsik atau supranatural. 

Kata Sajen berasal dari kata Sa dan ajian,
- Sa bermakna Tunggal
- Aji bermakna Ajaran
- Sa bermakna Seuneu, bara atau Api (Aura-energi)
Bermakna Sa Ajian atau ajaran yang Tunggal atau menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesajen mengisyaratkan bahwa keganasan atau kedinamisan alam, dapat diatasi atau ditangani dengan upaya menyatukan diri dengan Alam atau beserta alam, bukan dengan cara merusak atau menguasai alam. Ritual ini merupakan bentuk metafora atau Siloka penyatuan manusia dengan Alam. Kata Sa-ajian secara keseluruhan bermakna menyatukan keinginan (kahayang-kahyang) dengan keinginan alam atau beserta alam (menyatu dengan alam).

Secara keseluruhan kata "sajen" mempunyai makna energi ajaran Hyang Maha Tunggal (monotheisme). 


"Kujang Sajen" berfungsi sebagai alat upacara adat dan ritual keagamaan atau ruwatan desa. Desa dalam konteks Sunda Purba bermakna negara. Siloka dalam upacara sesajen adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma). Kearifan lokal (local genius) yang disimbolkan dalam sesajen yang diturunkan oleh leluhur kita. 

Pada akhirnya sesajen bermakna mengimplentasikan pemahaman ajaran ke-Tuhan-an dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya, menjadi ajaran dan agama (keyakinan) yang dipegang secara turun-temurun, untuk kebaikan lahir dan batin di dunia dan akhirat Dalam bahasa Sunda Rahayu lahir sinareng batin ayeuna jeung engke jagana.


Makna dan Arti Yang Terkandung Dalam Media Sejajen Menurut Ajaran Sunda

1. Parupuyan dan Menyan
Parukuyan adalah tempat arang/bara api yang terbuat dari tanah (tempat saripati atau badan sakujur). Merah melambangkan api, kuning melambangkan angin, Putih melambangkan Air, dan Hitam melambangkan Tanah.
Bermakna bahwa saripati dari air, angin, air dan tanah adlah asal badan sakujur atau penopang hidup. Membakar kemenyan atau ngukus bermakna ngudag "Kusumaning Hyang Jati". Bermakna mengkaji dan menghayati serta menelesuri hakekat dan nilai-nilai Ke-Tuhan-an. Menyan bermakna Temen tur nyaan/nu enyana/sa enya-enyana atau sebenar-benarnya. Secara keseluruhan bermakna dalam mendalami, mengkaji dan menghayati harus sungguh-sungguh dan sebenar-benarnya.
Wangi kemenyan bermakna SILIH WAWANGIAN atau berbuat Kebajikan. Kini dalam tradisi sunda ada juga mengganti dengan hio/dupa karena lebih simpel.

2. Amparan atau Samak
Bermakna kudu Saamparan Samaksud Satujuan, Sakabeh tujuan jeung maksud diamparan ku Ka Tuhanan, Ka Manusaan, Ka Bangsaan, Ka Rahayatan, Ka adilan atau sesungguhnya kita harus satu maksud, satu tujuan yang semuanya itu harus didasari oleh nilai-nilai Ke Tuhanan, Ke Manusiaan, Ke Bangsaan, Ke Rakyatan, Ke Adilan.

3. Alas Lawon Bodas (kain Putih Sebagai Alas)
Bermakna hendaknya dalam tindakan dan ucapab harus dilandasi oleh kebersihan HATI, PIKIRAN atau KEBERSIHAN LAHIR dan BATIN.

4. Kendi di Eusi Cai Make Hanjuang (Kendi diisi Air diberi Daun Hanjuang)
Kendi bermakna taneuh atau tanah. Bermakna Air Hanjuang bermakna HaNa Ing Juang {Hana: Hirup/Aya (Hidup/Ada), Juang:Berjuang}. Bermakna hirup kudu berjuang gawe pikeun lemah cai atau babakti ka nagari atau bebela ka Nagara.
atau hidup harus  berjuang berbakti pada nusa dan bangsa.

5. Sang Saka Dwi Warna (Sasaka Pusaka Buhun Djawadwipa)
Bermakna Dwi Warna atau dua warna (Waruna), yaitu Beureum jeung Bodas, bermakna merah dan putih. Beureum bermakna Indung/Ibu Pertiwi dan bodas bermakna Bapa/Rama. Sang Saka bermakna Soko. Bermakna bahwa suatu kewajiban kita menghargai orang tua yang telah melahirkan dan mengurus kita, juga tanah air yang telah memberi kehidupan. Bakti kepada orang tua, bangsa dan negara menjadi keutamaan dalam kehidupan.

6. Rujak Tujuh Rupa
Rujak bermakna rasa, seperti manis, pahit, asam, keset dsb.
Tujuh rupa bermakna 7 poe atau tujuh hari.
Secara keseluruhan bermakna dina tujuh poe pangggih jeung rupa-rupa kahirupan.
Dalam Tujuh Hari kita mengalami berbagai rasa kehidupan.

8. Kopi Pait, Kopi Amis Jeung Cai Asak Herang di Wadahan Kana Batok
Bermakna Sajeroning lampah hirup pinasti ngaliwatan papait jeung mamanis nu sakuduna digodog, diasakan dina babatok (pikiran, elingan) wening ati herang manah.
Dalam laku lampah kehidupan pasti melalui kepahitan dan manis yang semestinya diolah, dikaji dalam tempurung (pikiran, elingan) dalam Hati yang tenang dan bersih.

9. Sangu Tumpeng
Bermakna tumpuk-tumpuk ngajadi hiji sahingga mangpaat keur kahirupan urang, ulah rek pakia-kia pagirang-girang tampian kawas remeh sumawur teu paruguh.


Nasi tumpeng atau banyak dikenal dengan istilah "tumpeng" saja, adalah sajian khas yang banyak dijumpai dalam acara perayaan atau "selamatan" baik di desa-desa maunpun di kota-kota besar di pulau Jawadwipa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia sampai sekarang.
Tumpeng menjadi materi penting dalam acara syukuran atau selamatan tradisi budaya Sunda. Walaupun diakui sebagai Simbol penting sebuah acara selamatan, namun sebenarnya tidak banyak orang mengetahui yang memahami makna dibalik perupaannya. Tumpeng sendiri sebenarnya menjadi simbol yang mengangkat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, dengan Alam dan dengan Sesama Manusia.

Semua point-point diatas manusia hanya membuat dan memakainya dari alam karena kekuasaan Sang Maha Pencipta Bumi dan segala Isinya.

Baca Juga :

1 komentar: