Penenggelaman Trah Aji Putih Galuh Pakuan Pajajaran Baru

Berita - Tulisan Dr. Nina Herlina Libus, Sejarawan tentang Mengenal Situs Jatigede di Harian Pikiran Rakyat Tahun 2005, “Demikianlah situs-situs yang berada di lokasi bakal genangan Waduk Jatigede. Makam-makam kuna ini adalah peninggalan sejarah yang mencerminkan latar belakang sosio budaya masyarakat lama di Kabupaten Sumedang dan nilai makam-makam ini melekat dengan tempat (site) di mana ia berada. Sebagai warisan peradaban sudah sepatutnya situs-situs itu kita lestarikan.” Waduk Jatigede akan menenenggelamkan 25 Situs Cagar Budaya Sunda Sumedang, Situs Megalitikum Punden Berundak Kabuyutan Cipaku Trah Aji Putih yang sudah ada sejak jaman prasejarah. Situs melekat pada koordinat tempatnya tidak bisa direlokasi. Sumedang telah menurunkan Trah Pemimpin Sunda yang juara, Trah Aji Putih Galuh Pakuan Padjadjaran, Sumedang Larang juga dikenal sebagai Padjadjaran Baru yang akan bangkit memperbaiki kekacauan di Negara Republik Indonesia. Di Daerah Genangan Jatigede terdapat Lemah Sagandu Kabuyutan Cipaku yang merupakan Jagat Resi dan Pengikat 7 Gunung, upaya penenggelaman Jatigede adalah ingin menenggelamkan Trah Aji Putih yang akan menjadi penyelamat negeri ini.

Pemimpin dari Trah Sunda Sumedang bisa dilihat dari mulai Kang Emil yang sangat nyongcolang di Kota Bandung, Pak Umar Wirahadikusumah yang satu- satunya Trah Sunda menjadi Wakil Presiden, Para Menteri dari mulai Muchtar Kusumaatmaja, Sarwono Kusumaatmaja, Gubernur Jakarta yang melegenda Ali Sadikin, Prof. RP Koesumadinata yang merupakan ahli geologi kelas dunia berasal dari Sumedang, begitu juga dari kalangan Artist ada Rosa, Paramita Rusadi, penggiat lingkungan Uli Sigar Rusadi, dan lainnya! Tokoh- tokoh Sunda yang manggung umumnya memiliki Trah Sunda Sumedang karena dari sanalah dititiskan Trah Aji Putih kepada anak cucu cicitnya untuk menjadi pemimpin yg dipercaya dan diteladani masyarakat luas. Penenggelaman Jatigede dimana disana terdapat Situs Kabuyutan Cipaku Jagat Resi Aji Putih merupakan upaya menghentikan Trah Aji Putih manggung. Namun tentu saja Leluhur tidak akan tinggal diam. Sesuai Wangsit Siliwangi akan ada pergantian Zaman dari Trah Aji Saka yang suka ribut melulu dan berantem karena hanya mementingkan nafsu kekuasaan akan digantikan oleh Trah Aji Putih yang adem, tentram, damai, silih asah, silih asuh, silih asih dan silih wangian. Pergantian Kepemimpinan Nusantara ini akan ditandai oleh Talaga Bedah disusul Bitu 7 Gunung dan munculnya Budak Angon yang akan menjadi panggeing/pengingat/yang mengingatkan kita semua.

Leluhur Kabuyutan Cipaku menyampaikan pentingnya menjaga Kabuyutan sebagai Jagat Resi tempat diajarkannya ilmu pengetahuan dan spiritual. Leluhur Kabuyutan Cipaku menyampaikan "Lemah Sagandu Diganggu Balai Sadunya, Kabuyutan Cipaku diganggu bencana sedunia". Pembangunan Waduk Jatigede telah mengancam keberadaan Lemah Sagandu Kabuyutan Cipaku dimana sebagian besar wilayah Lemah Sagandu yang dibatasi sebelah barat Gunung Lingga, sebelah utara Bukit Pareugreug, sebelah selatan Gunung Cakrabuana, dan Sebelah Timur Gunung Jagat akan ditenggelamkan termasuk didalamnya lebih dari 25 Situs Cagar Budaya, juga Situs Aji Putih yang masih sangat disakralkan oleh Masyarakat.

Jokowi Raja Panyelang, sebelum ganti Zaman wayahna Indonesia akan kacau terus menerus karena yang sedang manggung adalah Trah Aji Saka yang aura/perbawanya berantem, ribut, saling tikam dari belakang, serakah, orientasinya uang dan kekuasaan. Setelah Jokowi turun tahta, tidak tahu apakah sampai akhir atau berhenti ditengah jalan, nanti akan muncul pemimpin- pemimpin baru Trah Aji Putih yang perbawa nya Adem, Tenang, Kalem, Damai, Sejahtera, Silih Asah Silih Asuh Silih Asih Silih Wangi! Menurut Uga Jatigede diantaranya “Bandung Heurin Ku Tangtung, Sumedang Ngarangrangan, Kadipaten Kapapatenan, Cirebon Kabongbodasan, Indramayu Kalalayuan, Cimanuk Marigi Deui, Darmaraja Jadi Beja, Sukapura Ngadaun Ngora, Galunggung Ngadeg Tumenggung!” Galunggung Galuh Hyang Agung, ngadeg tumenggung, saatnya Trah Aji Putih Galuh Pakuan manggung di Nusantara mengambil alih lagi kekacauan yg dilakukan oleh Trah Aji Saka!

Batara Tunggal menciptakan, Batara Cikal yang menurunkan 3 orang Putra yaitu putra pertama Aji Saka yg menurunkan raja-raja Nusantara dari Timur, Aji Sakti yang menurunkan raja- raja di Utara Kalimantan, dan paling bungsu Aji Putih yang menurunkan Raja Galuh dan kemudian memilih menjadi Resi. Batara Tunggal membuat sayembara siapa yang akan mendapatkan Kembang Cangkok Wijaya Kusumah dan dari ketiga putra ternyata Aji Putih yang mendapatkannya. Aji Saka yang serakah ingin mendapatkan dan merebut Kembang Cangkok Wijaya Kusumah yang dimiliki Aji Putih namun Aji Sakti membantu melindunginya. Aji Putih berkontemplasi menjadi resi di Kabuyutan Cipaku Darmaraja Sumedang dan sangat dimengerti apabila Trah Aji Saka yang selama ini merasuki pemimpin- pemimpin Indonesia sudah lebih dari 50 tahun ingin berupaya menenggelamkan Jatigede dan Kabuyutan Cipaku karena tidak berhasil mendapatkan Kembang Cangkok Wijaya Kusumah dan mereka ingin agar Trah Aji Putih tidak bisa manggung dan keturunan Aji Putih kehilangan jejak peradaban leluhurnya.

Apakah Aji Putih akan diam saja kali ini? Nanti kita lihat kedepan akan terjadi peristiwa Spiritual yang luar biasa. Sumedang Tandang Makalangan??
Pun sapun kaluluhuran!


Info tentang wangsit Siliwangi bisa dilihat di http://sundanologi.wordpress.com

Tulisan Dr. Nina Herlina Lubis:


Mengenal Situs Jatigede

Oleh Dr. Nina Herlina Lubis, M.S.
Penulis melakukan kunjungan ke lapangan beberapa bulan lalu untuk melihat kondisi situs-situs tersebut dan mendokumentasikan tradisi lisan yang hidup di sana. Dengan merujuk juga kepada penelitian mutakhir, yang dilakukan Balai Arkeologi Bandung, di lokasi yang akan ditenggelamkan  pembangunan Waduk Jatigede terdapatsetidaknya 25 situs arkeologi, yang kebanyakan berupa makam kuna.

Situs Jatigede
Situs-situs yang ada di wilayah ini sebagian merupakan peninggalan masa prasejarah (terlihat dari tradisi megalit yang ada), masa Kerajaan Tembong Agung/Sumedanglarang, dan sebagian lagi makam leluhur pendiri desa, ada juga yang tidak diketahui asal-usulnya. Menurut penelitian arkeologi, peninggalan-peninggalan leluhur ini, memperlihatkan adanya transformasi dari masa prasejarah (masa sebelum dikenal tulisan) ke masa sejarah (masa setelah dikenal tulisan). Jadi, makam kuna yang tergolong budaya megalit (batu-batu besar) itu adalah warisan prasejarah yang terus difungsikan pada masa sejarah. Situs-situs tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Situs Leuwiloa, berupa makam kuna (keramat) Embah Wacana, yang berlokasi di Kampung Leuwiloa, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja. (2) Situs Nangewer, berupa makam kuna (keramat) Embah Mohammad Abrul Saka, yang berlokasi di Kampung Nangewer, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.

(3) Situs Tembongagung, bekas-bekas kerajaan Tembong agung yang sudah sulit dikenali, hanya

ditemukan sebaran keramik Cina dari masa Dinasti Ming, yang berlokasi di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.

(4) Situs Pasir Limus, merupakan kompleks makam kuna Eyang Jamanggala, Eyang Istri Ratna Komala Inten, Eyang Jayaraksa (Eyang Nanti), dan makam lain. Di sebelah timur kedua makam ini terdapat monolit. Diduga ada tatanan batu membentuk bangunan berundak. Makam ini disebut juga petilasan Tilem;

(5) Situs Muhara, berupa makam keramat Eyang Marapati dan Eyang Martapati, yang berada di Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja; 

(6) Situs Marongpong, berupa makam keramat Embah Sutadiangga dan Embah Jayadiningrat, pendiri Kampung Cihideung, yang berlokasi di Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.

(7) Situs Nangkod, makam Embah Janggot Jaya Prakosa, yang berlokasi di Kampung Nangkod Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja. 

(8) Situs Sawah Jambe, berupa tiga batu berdiri (menhir) yang terletak di wilayah Kampung Sawah Jambe, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.

(9) Situs Lameta, berupa makam keramat Embah Dira dan Embah Toa, pendatang dari Betawi yang membedah aliran Cihaliwung dan Cisadane. Tokoh ini juga diceritakan sebagai orang (tempat lalandong/berobat) Prabu Siliwangi. Situs Lameta berada di pemukiman penduduk Kampung Lameta Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja;

(10) Situs Betok, kompleks makam yang berlokasi di Kampung Betok, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja;

(11) Situs Tanjungsari, berupa kompleks makam kuna Embah H. Dalem Santapura bin Betara Sakti, penyebar agama Islam di Darmaraja, dengan enam makam putranya, yang berlokasi di Dusun Kebon Tiwu, Desa Cibogo, Kecamatan Darmaraja. Di lokasi ini juga terdapat makam Demang Patih Mangkupraja, Patih Sumedang semasa Pangeran Kornel, dan makam-makam para juru kunci. Dekat situs terdapat sumur kuna yang disebut Cikahuripan.

(12) Situs Munjul, berupa kompleks makam dengan makam utama Singadipa, yang berlokasi di Kampung Munjul, Desa Sukamenak, Kecamatan Darmaraja; 

(13) Situs Keramat Eretan, berupa makam keramat Embah Geulis, istri Prabu Gajah Agung, dan makam-makam lainnya yang berlokasi di Kampung Cisurat, Desa Cisurat, Kecamatan Wado.

(14) Situs Cipawenang, yakni mata air yang dikeramatkan. Situs ini berada di Kampung Cigangsa, Desa Pawenang, Kecamatan Wado. Konon mata air ini dibuat secara ajaib oleh Nyi Mas Ratu Asih, putri dari Kerajaan Nunuk di Majalengka.

(15) Situs Cigangsa, berupa kompleks makam umum yang masih difungsikan hingga sekarang. Pada bagian yang paling atas terdapat kelompok makam yang dikeramatkan, di mana terdapat makam utama yaitu makam Embah Dalem Raden Arya Wangsa Dinaya. Situs berlokasi di Kampung Cigangsa Desa Pawenang, Kecamatan Wado.

(16) Situs Gagak Sangkur, berupa makam keramat Raden Aria Sutadinata ( berasal dari Banten) yang berlokasi di Kampung Sundulan, Desa Padajaya, Kecamatan Wado;

(17) Situs Tulang Gintung, berupa makam keramat Eyang Haji Rarasakti atau Jayasakti yang berlokasi di Pasir Leutik, Kampung Sundulan, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.

(18) Situs Keramat Gunung Penuh, berupa makam keramat Tresna Putih, yang berlokasi di Kampung Bantarawi, Desa Padajaya, Kecamatan Wado; 

(19) Situs Keramat Buah Ngariung, makam Embah Wangsapraja, penyebar Islam di Buah Ngariung, yang berlokasi di Kampung Buah Ngariung, Desa Padajaya, Kecamatan Wado.

(20) Situs Curug Mas, berupa tiga objek, yaitu pertama, kompleks makam Embah Dalem Panungtung Haji Putih Sungklanglarang, penyebar agama Islam dari Kesultanan Mataram dan makam pengikutnya yang bernama Angling Dharma, kedua, air terjun Curug Mas yang diyakini sebagi tempat menyimpan bokor emas, bakakak (ayam dibelah) emas, dan tumpeng emas; dan ketiga,sumur keramat yang dinamai Sumur Bandung. Situs ini  berlokasi di Kampung Cadasngampar, Desa Sukakersa, Kecamatan Jatigede.

(21) Situs Cadasngampar, berupa komplek makam Aki Angkrih, pendatang dari Sumatra yang mendirikan Kampung Cadasngampar, dan makam keluarganya, yaitu makam Aki Angkrih, Nini Angkrih, Aki Kulo, dan Nini Kulo. Situs ini terletak di Dusun Cadasngampar, Desa Sukakersa, Kecamatan Jatigede.

(22) Situs Tanjakan Embah, berupa makam keramat Embah Jagadiwangsa dan Embah Sadaya Pralaya, yang berlokasi di Desa Jemah, Kecamatan Jatigede. (23) Situs Sukagalih, berupa lima makam yang dilengkapi bangunan cungkup. Tokoh utama yang dimakamkan adalah pendiri desa ini yaitu Eyang Akung. Di sebelah baratnya adalah makam istrinya, selanjutnya Aki Gading dan dua makam lagi tidak diketahui namanya. Situs ini berlokasi di Dusun Sukagalih, Desa Jemah, Kecamatan Jatigede.

(24) Situs Keramat Aji Putih. Situs yang berada di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja ini berupa makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan, makam Prabu Aji Putih, dan makam Resi Agung. 

(a) Makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan. Lokasi objek terletak di tengah persawahan Makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan (istri Prabu Aji Putih) sampai sekarang masih dikeramatkan oleh penduduk dan masih diziarahi orang, baik penduduk setempat maupun dari luar dengan berbagai keperluan.

(b) Makam Prabu Aji Putih. Lokasi makam terletak di sebelah timur laut makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan. Objek berupa makam yang terletak di puncak bukit. Bukit tersebut dikelilingi oleh parit dan tidak jauh dari Sungai Cibayawak. 

(b) Makam Resi Agung. Lokasi makam terletak di puncak bukit sebelah utara makam Prabu Aji Putih. Makam tersebut merupakan makam guru Prabu Aji Putih, pendiri Kerajaan Tembongagung. Makam masih dikeramatkan dan diziarahi oleh masyarakat setempat dan dari luar.

(25) Situs Astana Gede Cipeueut. Secara administratif situs terletak di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja. Lokasi situs terletak di pinggir jalan masuk ke Desa Cipaku dan menyatu dengan pemakaman umum warga setempat. Di situs ini terdapat tiga objek berupa makam Raja Sumedanglarang, Prabu Lembu Agung, Embah Jalul, dan istri Prabu Lembu Agung. Ketiga makam tersebut sampai sekarang masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat dan luar daerah.

Demikianlah situs-situs yang berada di lokasi bakal genangan Waduk Jatigede. Makam-makam kuna ini adalah peninggalan sejarah yang mencerminkan latar belakang sosio budaya masyarakat lama di  Kabupaten Sumedang dan nilai makam-makam ini melekat dengan tempat (site) di mana ia berada.

Sebagai warisan peradaban sudah sepatutnya situs-situs itu kita lestarikan, dengan catatan, jangan biarkan orang-orang berziarah ke makam dengan tujuan lain dari seharusnya sehingga bisa jatuh menjadi kemusyrikan. Ini adalah tugas para ulama.***

Penulis, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unpad/Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.



Baca Juga :

Tidak ada komentar